Tewasnya Tentara Kesayangan Daendels
Meskipun di Pulau Jawa jaman dulu sudah ada Jalan Raya Pos – Jalan Raya Daendels 1808-1811, pengangkutan dengan kereta kuda,tak kurang sengsaranya.
Pada tahun 1836 Luitenant Du Bus, perwira dari Koninklijk Nederlandsche Indische Leger – KNIL yang di tempatkan di Garnisun Semarang, mengambil cuti untuk pergi ke Cirebon.
Entah apa sebabnya, di Kota itu beliau mengalami petaka terkena tembak yang cukup serius. Di Cirebon jaman dulu tak ada Dokter Bedah untuk mengeluarkan pelor dari badan si Leknan Du Bus musti dimuat selekasnya ke Batavia.
Satu-satunya kendaraan yang cepat ialah Kereta Pos, yang mesti ganti kuda di beberapa kawasan (Baca: Sejarah Pos Telekomunikasa Indonesia 1980). Si Nyonyah Suyling istri pemilik warung Belanda di Cirebon ikut mengantarkanya ke Batavia. Dengan cepat si pasien dilarikan memakai Kereta Pos carteran,dari Cirebon ke Batavia, lewat tempat pegunungan Priangan yang jelita. Karena luka tembak merobek lambung, selama perjalanan Du Bus tak diperkenankan makan-minum.
Dari cerita K.Gritter(1948) itu, kita mampu tahu bahwa Bandung di masa itu cuma een kleini bergdessa ” (desa pegunungan -desa kecil) yang hanya dilewati begitu saja oleh Kereta Pos.
|
Tempat pemberhentian kuda di jalan Raya Pos Anyer Panarukan 1870 – 1900 |
Berangkat pagi dari Cirebon, malamnya gres sampai di Sumedang. Istirahat sebentar buat ganti Kuda, perjalanan diteruskan ke Cianjur dengan menyebrangi sungai Citarum memakai rakit bambu. Lewat tengah hari gres sampai di Cianjur.
Untuk meneruskan perjalanan,kereta dan kuda mesti disediakan dengan baik. Sebab tanjakan Puncak,antara Cianjur-Bogor tempo doeloe,payah sekali untuk dilalui kereta pos. Terkadang memerlukan sumbangan penghela kerbau. Siang hari gres sampai Bogor. disini terpaksa harus istirahat, dan menginap di pasangrahan,alasannya adalah keadaan si pasien bertambah gawat. Du Bus yang tergolek lemas di bale-bale mengerang minta-minum.
Besok paginya dengan cepat perjalanan dilanjutkan ke Batavia. Sepuluh pal lagi menjelang Kota Batavia, datang-datang si Nyonyah Suyling berteriak … Stop..!!!. Rupanya titis tulis Luitnant Du bus hanya hingga disana, meninggal dipangkuan Nyonyah Suyling. Namun sebelum meninggalkan Hindia-Belanda yang fana ini untuk selama-lamanya, Si Luitenant sempat mengucapkan kata-kata terakhirnya: ” Dank…. voor alies…groot moeder … Terima kasih atas segala-galanya … salam buat ibu ….
Demikianlah nasib Luitnant Du Bus, perwira kesayangan Daendels,yang ikut membangun Jalan Raya Pos di Pulau Jawa. Meskipun jalan itu sudah mampu memperpendek waktu perjalanan,tetapi masih kurang cepat untuk menyelamatkan jiwanya … !!! (Baca:K.Gritter,”De Toverlantaarn”,1948). Sumber : Wajah Bandoeng Tempo Doeloe oleh Haryoto Kunto PT. Granesia Bandung 1984