Distribusi Zat Terlarut Antara Dua Pelarut Yang Tidak Bercampur

BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Judul Pratikum
Distribusi zat terlarut antara dua pelarut yang tidak bercampur
1.2         Tanggal Pratikum
           18 mei 2013
1.3         Tujuan Pratikum
Menentukan konstanta kesetimbangan suatu zat terlarut kepada  dua pelarut yang tidak bercampur, dan menentukan derajat disosiasi zat terlarut dalam pelarut tersebut.
1.4         Pelaksana pratikum
Nama-nama pelaksana pratikum:
            Ika fitrianti
            Yuni azmaida
            Zahrul ulfa
            Rizky indah sari
            Farhan muzakkir
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hukum distribusi atau partisi. Suatu zat yang dapat larut dalam dua zat pelarut yang tidak saling campur dan ketiga-tiganya ada bareng , maka zat tersebut akan terbagi kedalam dua pelaruttersebut. Pada keadaan setimbang, perbandingan fraksi mol dari zat terlarut dalam kedua pelarut berharga tetap pada temperatur tetap. Pernyataan ini dikenal dengan “aturan distribusi”. Hukum ini hanya berlaku jikalau larutannya encer dan zat terlarut memiliki struktur molekul yang sama dalam dua pelarut.
Menurut aturan distribusi Nerst, jikalau ke dalam kedua pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solut yang mampu larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organik dan air. Dalam praktek solutakan terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut sesudah di kocok dan dibiarkan terpisah. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap, dan merupakan sebuah tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi. Koefisien distribusi dinyatakan dengan aneka macam rumus sebagai berikut.
KD = C2/C1 atau KD = Co/Ca
Jika ke dalam metode dua fasa cair yang tak mampu saling bercampur ditambahkan zat ketiga yang dapat melarut pada keduanya maka zat ketiga akan terdistribusi diantara ke dua fasa tadi dalam jumlah tertentu. Bila larutan bosan I2 dalam CHCl3 dikocok dalam air yang tidak larut dalam CHCl3, maka I2 akan terbagi dalam air dan dalam CHCl3. Setelah tercapai kesetimbangan perbandingan konsentrasi I2 dalam air dan CHCl3 pada temperatur tetap juga tetap, realita ini ialah akhir eksklusif aturan termodinamika pada kesetimbangan.
          Jika tidak terjadi perkumpulan, disosiasi atau polimerisasi pada fase-fase tersebut dan keadaan yang kita punya yakni ideal, maka harga KD sama dengan D. untuk tujuan praktis sebagai ganti harga KD atau D, lebih sering digunakan perumpamaan persen ekstraksi (E). ini bekerjasama dengan perbandingan distribusi dalam persamaan selaku berikut.
D = (Vw/Vo E)/(100-E) , dimana Vw = volume fase air, Vo = volume fase organik
            Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan: jikalau sebuah zat terlarut antaradua pelarut yang tidak saling campur, maka pada suatu temperatur yang konstanuntuk setiap spesi molekul terdapat angka banding distribusi ini tidak tergantunngpada spesi molekul lainnya. Harga angka banding berganti dengan sifat dasarpelarut, sifat dasar zat terlarut, dan temperature.
Ekstraksi campuran-gabungan ialah suatu teknik dimana sebuah larutan (lazimnya dalam air) dibuat bersinggungan dengan sebuah pelarut kedua (biasanya organik), yang pada hakikatnya tidak tercampurkan dengan yang pertama, dan menimbulkan perpindahan satu atau lebih zat terlarut (solut) ke dalam pelarut kedua itu. Untuk sebuah zat terlarut A yang didistribusikan antara dua fasa tidak tercampurkan a dan b, hukum distribusi (atau partisi) Nernst menyatakan bahwa asal keadaan molekulnya sama dalam kedua cairan dan temperatur yakni konstan.
Ekstraksi mencakup distribusi zat terlarut diantara dua pelarut yang tidak dapat campur. Pelarut umum digunakan yakni air dan pelarut organik lain seperti CHCl3, eter atau pentana. Garam anorganik, asam-asam dan bas a-basa yang dapat larut dalam air bisa dipisahkan dengan baik lewat ekstraksi ke dalam air dari pelarut yang kurang polar. Ekstraksi lebih efisien kalau dilaksanakan beberapa kali dengan jumlah pelarut yang lebih kecil daripada jumlah pelarutnya banyak tetapi ekstraksinya cuma sekali.
BAB III
METODELOGI PRAKTIKUM
3.1         Alat dan Bahan:
3.1.1   Alat:
1.        Corang pemisah                 2 buah
2.        Erlenmeyer 250 ml            2 buah
3.        Buret 50 ml                        2 buah
4.        Pipet ukur 25 dan 50 ml     1 buah
5.        Gelas ukur 10 dan 100 ml  1 buah
3.1.2   Bahan :
1.        Asam asetat 1,15 n 2,4 N
2.        Larutan  NaOH 1 N
3.        Khloroform atau CCl4 atau benzene
4.        Asam asetat glacial
5.        Indikator  pp
3.2         Cara Kerja:
1.        25 ml larutan CH3COOH 1,15 N dimasukkan kedalam corong pemisah.
2.        Kedalam corong pemisah tersebut di tambahkan 25 ml chloroform.
3.        Dikocok selama 20 menit sampai terjadi kesetimbangan kemudian di biarkanselama 10 menit hingga terjadi pemisahan antara air dan kchloroform.
4.        Dari larutan  CH3COOH 1,15 N mula – mula dipipet 10 ml dan di masukkan kedalam erlenmeyer, disertakan 2 tetes indikator pp lalu dititrasi dengan larutan NaOH 1 N hingga tercapai titik ekivalen, sehingga mampu diketahui fokus permulaan dari CH3COOH  yang bekerjsama. Semua titrasi dikerjakan 2 kali.
5.        Dari corong pemisah, larutan dalam fase air dipisahkan 2 tetes indikator pp lalu dititrasi dengan larutan NaOH 1 N hingga tercapai titik ekivalen, sehingga dikenali konsentrasinya dalam air setelah kesetimbangan. Semua titrasi dilakukan 2 kali.
6.        Percobaan di ulangi dengan fokus CH3COOH yang berlainan.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1  Hasil
Hasil
CH3COOH
Volume (ml) NaOH untuk titrasi CH3COOH awal
V1
V2
Vrata-rata
1,5 N
2,4 N
4 ml
14 ml
2 ml
14,5 ml
3 ml
14,25 ml
Hasil
CH3COOH
Volume (ml) NaOH untuk titrasi CH3COOH sisa akstrasi
V1
V2
Vrata-rata
1, N
2,4 N
0,5  ml
3 ml
0,5 ml
2,5 ml
0,5 ml
2,75 ml
4.2    Pembahasan
Dari praktikum yang sudah kami lakukan maka dari percobaan ini yang pertama yakni larutan CH3COOH 1,15N dan 2,4N yang masing–masing ditambahkan clorofrom dan dimasukkan dalam corong pemisah, sesudah itu dikocok selama 20 menit secara homogen supaya terjadi kesetimbangan kosentrasi pada zat yang mau diekstraksi pada kedua lapisan larutan tersebut. Apabila pada larutan ini dijalankan ekstraksi bertahap jikalau dua pelarut yang tidak saling bercampur maka dimasukkan solute yang dapat larut  dan akan terjadi pembaagian dua lapisan CH3COOH dan clorofrom dicampurkan akan terjadi penurunan temperatur maka larutan akan terasa dingin. Dan apabila dijalankan pengocokan dapat menciptakan gas. Gas yang terbentuk berasal dari clorofrom yang senyawanya gampang menguap. Setelah dikocok lalu didiamkan selama 10 menit agar terbentuk dua lapisan, sesudah terpisah kemudian diambil larutan asam asetat 10 ml kemudian dititrasi dengan NaOH 0,5N dilakukan titrasi ini untuk mengetahui beberapa besar massa asetat yang terdistribusi pada pelarut organik dan air maka reaksi yang dihasilkan yaitu CH3COO2 + H2O.
Pada proses titrasi dilakukan 2 kali, titrasi pertama dengan menggunakan CH3COOH dan clorofrom yang menghasilkan asam asetat yang mana mengandung air. Pada CH3COOH volume titrasi yang dihasilkan yang tidak bercampur lebih banyak dari pada  Ch3COOH yang menggunakan air. Dikarnakan CH3COOH terdapat keasaman yang pekat dari pada CH3COOH dengan air. Semakin besar kosentrasi asam asetat yang digunakan maka volume titrasi juga kian banyak.
BAB V
KESIMPULAN
1.      Asam asetat yang larut dalam air akan berada di bawah, sedangkan asam asetat yang larut dalam chloroform akan berada bagian atas.
2.      Semakin banyak volume NaOH 1 N yang dititrasi maka warnanya kian menjadi pink warna yang di hasilkan.
3.      Digunakannya indikator pp alasannya titrasi yang dikerjakan akan menghasilkan basa pada kedaan setimbangan. Pp adalah indikator basa yangakan berubah menjadi pink dalam suasana basa.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1.    Anonim. 2010. Koefisien Distribusi Iod. http://brown13zt.blogspot.com/ Koefisien- distribusi-iod.html. diakses pada 5 April 2010.
2.    Arsyat, M N. 1997. Kamus kimia arti dan penjelas istilah gramedia: Jakarta.
3.    Basset J. Dkk .1994. buru ajara vogel kimia analisis kuantitatif anoruanik. Penerbit buku kedokteran CGC: jakarta.
4.    Knopkar, S.M 1990. Konsep dasar kimia analitik Universitas indonesia press: Jakarta.
5.    Svehia 6. 1985. Buku teks analisis anorganik kuantitatif mikro dan semikro. PR. Kaiman media pertaka: jakarta. 
LAMPIRAN I
DATA PENGAMATAN
Hasil
CH3COOH
Volume (ml) NaOH untuk titrasi CH3COOH permulaan
V1
V2
Vrata-rata
1,5 N
2,4 N
4 ml
14 ml
2 ml
14,5 ml
3 ml
14,25 ml
Hasil
CH3COOH
Volume (ml) NaOH untuk titrasi CH3COOH sisa akstrasi
V1
V2
Vrata-rata
1, N
2,4 N
0,5  ml
3 ml
0,5 ml
2,5 ml
0,5 ml
2,75 ml
LAMPIRAN II
PERHITUNGAN
Untuk chloroform
            CH3COOH + CHCL3                         CHCL3COCH2 + H2O
a.       Cn       =
=
Log C  =
            =
Log C  = 0,0577
C         = 1,23
Cekstraksi = 3- 0,5 = 2,5
Log Cekstraksi       = 0,39
b.      Cn       =
=
            K         =
                        =
          C ekstraksi = (14,25 – 2,75)
                      = 11,5
Log c = 1,06
Log C  =
            =
Log C  = 0,32
C         = -0,49