close

Desain Dasar Kesusahan Mencar Ilmu

Kesulitan belajar terdiri dari dua perumpamaan yaitu “kesulitan dan belajar”.Pada biasanya “kesulitan” merupakan kondisi tertentu yang ditandai dengan adanya hambatan-kendala dalam acara meraih tujuan, sehingga memerlukan perjuangan yang lebih keras lagi untuk dapat mengatasinya (Syah: 2003). Pada kamus besar bahasa Indonesia (Depdikbud: 1990) kesulitan berasal dari kata “susah” yang artinya sulit sekali, sukar dicari, tersembunyi, dirahasiakan. Kesulitan artinya sesuatu yang sulit, keadaan yang sulit, kesukaran atau kesusahan.

Kesulitan belajar terdiri dari dua istilah yaitu  Konsep Dasar Kesulitan Belajar

1. Pengertian Kesulitan Belajar
Pengertian wacana berguru itu sendiri terdapat beberapa persepsi yang berlawanan-beda dalam perumusannya, namun intinya makna yang terkandung yaitu sama. Pandangan tersebut dikemukakan dengan bahasan yang tidak jauh berlawanan. Menurut Slameto (1995: 2) dan Wardani (2000: 23) adalah “sebuah proses perjuangan yang dijalankan seseorang untuk menemukan suatu pergantian tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi individu dengan lingkungannya”. Syah (2003: 68) juga mengemukakan bahwa mencar ilmu ialah tahapan pergeseran seluruh tungkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Belajar berdasarkan Imron (1996: 2) yaitu “sebuah perubahan tingkah laku dalam diri seseorang yang relatif menetap sebagai hasil dari suatu pengalaman”. Dan Crombach (Abdullah, 1983: 2) mencar ilmu yaitu “shown by a change in behavior as a result of experience (tidak lain dari pada pergantian tingkah laku selaku hasil dari pengalaman)”. Sedangkan berdasarkan Morgan (Abdullah: 1983) mendefinisikan berguru selaku suatu pergeseran yang relatif menetap dalam tingkah laris sebagai akibat/hasil dari pengalaman.

Dengan demikian kesusahan berguru yakni sebuah kondisi atau tingkah laku yang mengalami hambatan dalam meraih sebuah pergeseran baik berupa perilaku, pengetahuan maupun keahlian. Dengan kata lain kesusahan belajar adalah kondisi tertentu yang mengalami kendala untuk menyelenggarakan penguasaan tertentu dalam batasan kesempatanyang dimiliki. Syah (2003: 117) mengemukakan kesulitan belajar ialah:

“Sebagai suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai oleh adanya kendala-hambatan tertentu untuk meraih hasil belajar. Hambatan itu mungkin disadari dan mungkin juga tidak disadari oleh orang yang mengalaminya, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, ataupun fisiologis dalam keseluruhan proses belajarnya. Orang yang mengalami kesusahan mencar ilmu akan mengalami kendala dalam proses meraih hasil belajarnya sehingga prestasi yang dicapainya berada di bawah yang seharusnya.”

Kaprikornus, mampu ditarik kesimpulan bahawa kesulitan mencar ilmu dalam arti luas yaitu tidak hanya dapat ditandai dengan prestasi rendah, akan tetapi juga mampu ditandai dari tingkag laku dalam arti luas, seperti perbandingan prestasi berguru yang diraih dengan tingkat kecerdasan, perilaku, perbuatan-perbuatan dan tingkat kepuasan idividu yang berguru.

2. Gejala Kesulitan Belajar
Gejala kesulitan berguru akan dimanifestasikan baik secara pribadi maupun tidak pribadi dalam aneka macam tingkah laris. Sesuai dengan pemahaman kesulitan belajar di atas, tingkah laku yang dimanifestasikan ditandai dengan adanya kendala-kendala tertentu. Gejala ini akan nampak dalam aspek-faktor motoris, kognitif, konatif, dan afektif, baik dalam proses berguru maupun hasil mencar ilmu yang dicapainya.

Menurut Surya (Abdullah: 1983) beberapa ciri tingkah laris yang ialah pernyataan manifestasi tanda-tanda kesulitan berguru antara lain:

  1. Menunjukkan hasil mencar ilmu yang rendah di bawah rata-rata nilai yang diraih oleh golongan/kelasnya atau di bawah kesempatanyang dimilikinya.
  2. Hasil yang diraih tidak seimbang dengan perjuangan yang sudah dilakukan.
  3. Lambat dalam melaksanakan tugas-peran aktivitas belajar.
  4. Menunjukkan perilaku-perilaku yang kurang wajar, mirip hirau tak hirau, menentang, berpura-pura, dusta dan sebagainya.
  5. Menunjukkan tingkah laku yang berkelainan seperti membolos, tiba terlambat, tidak melakukan PR, mengusik dalam atau di luar kelas, tak inginmencatat pelajaran, tidak teratur dalam berguru, mengasingkan diri, tersisihkan, tak inginbekerja sama dan lain-lain.
  6. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar seperti pemurung, gampang tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi suasana tertentu mirip dalam menghadapi nilai rendah.

Adanya gejala kesusahan belajar yang mampu diketahui dari tidak terpenuhinya cita-cita-cita-cita yang dituntut oleh sekolah terhadap murid, baik keinginan-harapan sebgai tujuan formal dari kurikulum maupun impian-impian guru dan kepala sekolah. Kesulitan belajar dapat ditandai pada belum dewasa yang dianggap mempunyai kesanggupan potensial tinggi (kecerdasan tinggi), kalau yang mereka capai cuma setingkat dengan sobat-teman yang mempunyai peluangrata-rata. Mereka mencapai prestasi yang tidak cocok dengan apa yang dibutuhkan kalau ditinjau dari kemampuannya yang dianggap tinggi.

  Pemanfaatan, Kekurangan Dan Keunggulan E-Learning Dalam Pembelajaran

3. Faktor Penyebab Kesulitan Belajar
Secara garis besar, faktor-aspek penyebab timbulnya kesusahan belajar terdiri atas dua macam (Syah: 2003), yaitu:
1) Faktor intern siswa, ialah hal-hal atau kondisi-keadaan timbul dari dalam diri siswa sendiri.

  • Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual/intelegensi siswa;
  • Yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan perilaku;
  • Yang bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain terganggunya alat-alat indera penglihat dan pendengar (mata dan telinga).

2) Faktor ekstern siswa, yakni hal-hal atau kondisi-keadaan yang datang dari luar diri siswa.

  • Lingkungan keluarga, contohnya: kertidakharmonisan relasi antara ayah dengan ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
  • Lingkungan penduduk , misalnya: kawasan perkampungan kumuh, dan sobat sepermainan yang nakal.
  • Lingkungan sekolah, contohnya: keadaan dan letak gedung sekolah yang buruk seperti dekat pasar, keadaan guru dan alat-alat mencar ilmu yang berkualitas rendah.

Rujukan

Abdullah, Ambo Enre. 1983. Prinsip-Prinsip Layanan Bimbingan Belajar. Ujung Pandang: Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan FIP IKIP.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Balai Pustaka.
Imron, Ali. 1996. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta. PT Pustaka Jaya.
Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Syah, Muhibbin . 2003. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Grafindo Persada.
Wardani. 2000. Psikologi Belajar. Jakarta: Universitas Terbuka, Depdiknas.