Karinding merupakan alat musik yang telah digunakan karuhun Sunda semenjak dulu kala. Karinding terbuat dari pelepah aren atau bambu berskala 20 x 1 cm yang dibentuk menjadi tiga bab yaitu bagian kawasan memegang karinding (pancepengan), jarum daerah keluarnya nada (disebut cecet ucing atau ekor kucing serta pembatas jarumnya, dan bagian ujung yang disebut panenggeul (pemukul). Jika bab pemukul ditabuh, maka bab jarum akan bergetar dan saat dirapatkan ke rongga mulut, maka akan menghasilkan suara yang khas. Bunyi tersebut bisa diatur tergantung bentuk rongga lisan, kedalaman resonansi, tutup buka kerongkongan, atau hembusan dan tarikan napas.
Jenis rancangan karinding menandakan perbedaan usia, tempat, jenis kelamin pemakai. Karinding yang menyerupai susuk sanggul dibentuk untuk wanita, sedang yang pria menggunakan pelapah kawung dengan ukuran lebih pendek, semoga mampu disimpan di kawasan tembakau. Bahan juga memberikan kawasan pembuatan karinding. Di Priangan Timur, contohnya, karinding memakai bahan bambu. Di daerah lain di Indonesia, karinding disebut juga rinding (Yogyakarta), genggong (Bali), dunga (Sulawesi), karindang (Kalimantan) atau alat sejenis dengan materi baja bernama jawharp di kawasan Nepal dan Eropa dan chang di Cina dengan materi kuningan. Selain ditabuh, karinding juga ada yang dimainkan dengan cara dicolek atau disintir. Klik link ini untuk mengenali ratusan nama waditra sejenis karinidng yang tersebar di seluruh dunia.
Menurut Enoch Atmadibrata dkk (2006:114) menyebutkan, ”alat musik bernama karinding ini berbentuk lempenga kayu enau atau bambu yang dibuat sedemikian rupa dengan cara mengiris bagain tengahnya sehigga tampakmenjulur mirip pengecap, yang kalau dipukul akan bergetar dan menyebabkan bunyi. Untuk memperkeras dan mengatur tinggi rendahnya suara yang dihasilkan, yang dikontrol yakni rongga lisan yang berfungsi sebagai resonator.”
Lalu menurut R. A. Danadibrata (2006:322) menyebutkan, “Karinding yakni nama alat pukul yang terbut dari materi mabu atau palapah kawung yang sungguh tipis; karinding dibunyikan dengan cara ditempekan ke bibir atas dan bawah seperti argol (alat musik yang berbunyi jika ditiup dan dihisap sambil digeser-geser di antara bibir atas dan bawah seperti makan jagung, sama seperti karinding dan harmonica) dan suara yang dihasilkan dari hisapan dan hembusan rongga verbal; untuk menciptakan tinggi rendahnya nada dikala karinding sedang bergetar pengecap getarnya alasannya hisapan tau hembusan ekspresi, ujung karinding sebelah kanan dipukul pelan supaya bergetarnya cepat atau lambat.”
Dan Ensiklopedia Sunda menyebutkan, “Karinding adalah alat bunyi-bunyian dalam karawitan Sunda yang dibentuk dari pelepah arena tau bambu, dibunyikan dengan pukulan jari tengah dengan rongga verbal sebagai resonator. Dahulu dipergunakan selaku fasilitas hiburan para penggembala kerbau atau biri-biri di kampung-kampung. Di daerah Banten, karinding dipergunakan oleh akil balig cukup akal selaku alat komunikasi waktu mencari kekasih. Alat ini dibunyikan di serambi rumah saat sore hari saat berpangku tangan sehabis bekerja, para gadis yang mendengarnya lazimnya mendekati para si penabuh alat itu.”