Memegang tongkat ketika khotib berkhutbah ialah hal yang tampakdi masjid kelompok orang-orang Nahdhatul Ulama’. Bagi yang kritis pemikirannya pribadi tertancap pertanyaan aneka macam wacana logika. Mengapa mesti memegang tongkat? Ada pula yang lebih ekstrim, apakah menjinjing tongkat itu bukan kasus bid’ah yang sesat?
Untuk menjawab banyak sekali masalah yang timbul, perlu untuk menggali referensi dari 4 (empat) madzhab. Sehingga tidak cepat menghukumi bid’ah, salah, apalagi sesat. Berikut penulis rangkum ihwal Dalil dari Hadis Nabi, klarifikasi imam Madzhab, serta tujuan membawa tongkat ke atas mimbar.
Daftar Isi
Hadis Tentang Membawa Tongkat Saat Khutbah
Pertama yaitu hadis dari Fatimah bintu Qais Radhiyallahu ‘anha. Fatimah pernah mengikuti khutbah Nabi Muhammad SAW di masjid Nabawi, menyampaikan gosip ihwal Dajjal yang diceritakan Tamim ad-Dari. Dalam kesempatan tersebut Fatimah mengemukakan sebagai berikut,
فَكُنْتُ فِى الصَّفِّ الْمُقَدَّمِ مِنَ النِّسَاءِ وَهُوَ يَلِى الْمُؤَخَّرَ مِنَ الرِّجَال، فَسَمِعْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ يَخْطُبُ…. فَكَأَنَّمَا أَنْظُرُ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- وَأَهْوَى بِمِخْصَرَتِهِ إِلَى الأَرْضِ
Artinya: “Saya berada di barisan terdepan shaf perempuan, belakang barisan terahir shaf laki-laki. Saya mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di atas mimbar… saya menyaksikan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengarahkan tongkat dia ke tanah.” (HR. Muslim 7574).
Peristiwa ini terjadi setelah masuk islamnnya Tamim bin Aus ad-Dari. Dan beliau masuk islam tahun 9 H. Fatimah menerangkan dikala itu Nabi Muhammad SAW berkhutbah di atas mimbar.
Kedua ialah hadis dari al-Hakam bin Hazn al-Kulafi Radhiyallahu ‘anhu. Beliau ialah anggota rombongan suku luar Madinah yang bertamu ke Madinah untuk masuk islam. Beliau menceritakan pengalamannya ketika di Madinah,
فَأَقَمْنَا بِهَا أَيَّامًا شَهِدْنَا فِيهَا الْجُمُعَةَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَامَ مُتَوَكِّئًا عَلَى عَصًا أَوْ قَوْسٍ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ كَلِمَاتٍ خَفِيفَاتٍ طَيِّبَاتٍ مُبَارَكَاتٍ
Artinya: “Kami tinggal di Madinah beberapa hari, dan kami ikut jumatan bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bangkit sambil bersandar dengan tongkat atau busur. Beliau memuji Allah dan menyebutkan kalimat pujian yang ringan, indah, dan berkah…” (HR. Ahmad 18334, Abu Daud 1098, dan dihasankan al-Hafidz Ibnu Hajar, sebagaimana yang disebutkan Syuaib al-Arnauth).
Ketiga adalah hadis dari al-Barra bin Azib Radhiyallahu ‘anhu,
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- نُوِّلَ يَوْمَ الْعِيدِ قَوْسًا فَخَطَبَ عَلَيْهِ
Artinya: “Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi tongkat ketika hari raya, kemudian beliau pegangi dikala berkhutbah.” (HR. Abu Daud 1147 dan dihasankan al-Albani).
Keempat yakni hadis dari Syu’aib bin Zuraidj at-Tha’ifi Radhiyallahu ‘anhu,
عَنْ شُعَيْبِ بْنِ زُرَيْقٍ الطَائِفِيِّ قَالَ شَهِدْناَ فِيْهَا الجُمْعَةَ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ مُتَوَكِّئًا عَلَى عَصَا أَوْقَوْسٍ
Artinya: “Dari Syu’malu bin Zuraidj at-Tha’ifi ia berkata ”Kami menghadiri shalat jum’at pada suatu daerah bareng Rasulullah SAW. Maka Beliau bangkit berpegangan pada suatu tongkat atau busur”. (Sunan Abi Dawud hal. 824).
Kelima yakni hadis dari Abdullah Zubair Radhiyallahu ‘anhu,
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ الزُّبَيْرِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَخْطُبُ وَبِيَدِهِ مِخْصَرَةٌ.
Artinya: “Dari Abdullah bin Zubair, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa memberikan khutbah, sedangkan di tangan dia memegang tongkat.” (HR al-Baghawi dalam Syarh al-Sunnah [1070], Tammam dalam al-Fawaid [650], dan Ibnu Sa’ad dalam al-Thabaqat al-Kubra).
Pandangan Imam Madzhab Tentang Hukum Membawa Tongkat Saat Khutbah
Pendapat pertama perihal aturan menenteng tongkat dikala khutbah yakni Sunnah. Pendapat ini dipegang oleh dominan ulama Malikiyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah.
Imam Malik menyatakan,
وذلك مما يستحب للأئمة أصحاب المنابر ، أن يخطبوا يوم الجمعة ومعهم العصي يتوكؤون عليها في قيامهم
Artinya: “Diantara hal yang dianjurkan bagi para khotib yakni, menenteng tongkat ketika berkhutbah jumat. Untuk bertumpu di ketika mereka bangkit.” (Al-Mudawwanah Al-Kubra 1/232)
Demikian pula Imam Syafi’i berpandangan senada,
أحب لكل من خطب – أيَّ خطبة كانت – أن يعتمد على شيء
Artinya: “Saya suka (mengusulkan) para khotib -khutbah apapun itu- untuk bertumpu pada sesuatu.” (Al-Umm 1/396).
(قَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى) بَلَغَنَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا خَطَبَ اِعْتَمَدَ عَلَى عَصَى. وَقَدْ قِيْلَ خَطَبَ مُعْتَمِدًا عَلَى عُنْزَةٍ وَعَلَى قَوْسٍ وَكُلُّ ذَالِكَ اِعْتِمَادًا. أَخْبَرَنَا الرَّبِيْعُ قَالَ أَخْبَرَنَا الشَّافِعِيُّ قَالَ أَخْبَرَناَ إِبْرَاهِيْمُ عَنْ لَيْثٍ عَنْ عَطَاءٍ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا خَطَبَ يَعْتَمِدُ عَلَى عُنْزَتِهِ اِعْتِمَادًا
Artinya: Imam Syafi’i RA berkata: Telah sampai kepada kami (berita) bahwa ketika Rasulullah SAW berkhuthbah, ia berpegang pada tongkat. Ada yang menyampaikan, dia berkhutbah dengan memegang tongkat pendek dan anak panah. Semua benda-benda itu dijadikan kawasan bertumpu (pegangan). Ar-Rabi’ mengabarkan dari Imam Syafi’i dari Ibrahim, dari Laits dari ‘Atha’, bahwa Rasulullah SAW jika berkhutbah memegang tongkat pendeknya untuk dijadikan pegangan. (al-Umm, juz I, hal 272)
Dari ulama mazhab hambali, Al-Buhuti menyatakan
ويسن أن يعتمد على سيف أو قوس أو عصا بإحدى يديه
Artinya: “Disunahkan bertumpu pada pedang, busur panah atau tongkat (ketika berkhutbah) dengan salahsatu tangan.” (Kasyaf Al-Qona’ 2/36).
Pendapat lebih banyak didominasi ulama yang menyatakan bahwa menjinjing tongkat dikala khutbah adalah sunah. Karena kuatnya dalil yang mendukung pertimbangan ini. Bahkan tiga khalifah sesudah Rasulullah shallallahualaihiwasallam (khulafa’ ar-rasyidin); adalah Abu Bakar, Umar bin Khatab dan Utsman bin Affan, membawa tongkat yang umum Nabi bawa ketika berkhutbah, dalam khutbah-khutbah mereka. Seperti diceritakan Ibnul Qayyim,
وكان إذا قام يخطب أخذ عصا فتوكأ عليها وهو على المنبر ، كذا ذكره عنه أبو داود عن ابن شهاب . وكان الخلفاء الثلاثة بعده يفعلون ذلك
Artinya: “Nabi –Shallallahu alaihi wa sallam– apabila berdiri untuk khutbah, beliau mengambil tongkat kemudian dia bertumpu pada tongkat tersebut ketika dia di atas mimbar. Demikian yang diceritakan oleh Abu Dawud dan Ibnu Syihab. Kemudian tindakan ini diikuti oleh 3 khulafa ar rasyidin sepeninggal Nabi.” (Zadul Ma’ad 1/179).
Pendapat kedua, makruh menenteng tongkat dikala khutbah. Pendapat ini ialah pertimbangan yang dipilih oleh mazhab Hanafi. Sebagaimana dinyatakan dalam Fatawa Al-Hindiyyah (1/148),
ويكره أن يخطب متكئا على قوس أو عصا، كذا في الخلاصة، وهكذا في المحيط.
Artinya: “Makruh berkhutbah dengan bersandar pada busur atau tongkat. Demikian yang disebutkan dalam al-Khulashah, dan kitab al-Muhith al-Burhani.”
Diantara argumentasi ulama yang memakruhkan tongkat, bahwa hadis yang menyebutkan bahwa Nabi SAW menggunakan tongkat, itu terjadi sebelum Nabi SAW mempunyai mimbar. Setelah dia mempunyai mimbar, beliau tidak lagi memakai tongkat. Beriktu informasi dari Ibnul Qoyim,
ولم يكن يأخذ بيده سيفاً ولا غيرَه، وإنما كان يعتَمِد على قوس أو عصاً قبل أن يتَّخذ المنبر، وكان في الحرب يَعتمد على قوس، وفي الجمعة يعتمِد على عصا، ولم يُحفظ عنه أنه اعتمد على سيف… فإنه لا يُحفظ عنه بعد اتخاذ المنبر أنه كان يرقاه بسيف، ولا قوس، ولا غيره، ولا قبل اتخاذه أنه أخذ بيده سيفاً البتة
Artinya: “Beliau tidak pernah berkhutbah dengan memegang pedang atau semacamnya. Namun beliau pernah bersandar dengan busur atau tongkat sebelum beliau menggunakan mimbar. Ketika perang, ia berkhutbah dengan memegang busur. Ketika jumatan, beliau berkhutbah dengan menjinjing tongkat (sebelum punya mimbar), dan tidak ada riwayat, dia khutbah dengan menjinjing pedang… Tidak dijumpai riwayat dari dia sehabis mempunyai mimbar, beliau naik mimbar dengan menenteng pedang, atau busur, atau yang yang lain. Dan sama sekali tidak dijumpai, ia berkhutbah dengan menenteng pedang, sebelum memiliki mimbar.” (Zadul Ma’ad, 1/429).
Selain itu Imam Ibnu Utsaimin beropini bahwa bahwa tongkat itu direkomendasikan, jikalau ada keperluan. Sebagaimana penjelasa dia dalam as-Syarh al-Mumthi’ sebagai berikut,
أن الاعتماد إنما يكون عند الحاجة ، فإن احتاج الخطيب إلى اعتماد ، مثل أن يكون ضعيفاً يحتاج إلى أن يعتمد على عصا فهذا سنة ؛ لأن ذلك يعينه على القيام الذي هو سنة
Artinya: “Bersandar dengan tongkat, hanya dikala diperlukan. Jika khatib butuh pegangan, mungkin sebab sudah lemah bangkit lama, sehingga butuh pegangan tongkat, maka memakai tongkat hukumnya sunah. Karena tongkat ini membantunya untuk bangun, yang itu hukumnya sunah.” (as-Syarh al-Mumthi’, 5/62)
Tujuan Membawa Tongkat Saat Khutbah
Hikmah dianjurkannya memegang tongkat yaitu untuk mengikat hati (supaya lebih konsentrasi) dan semoga tidak mempermainkan tangannya. Demikian dalam kitab Subulus Salam, juz II, hal 59.
Hal tersebut sebagaimana dijelaskan dalam kitab Ihya’ ‘Ulum al-Din selaku berikut,
فَإِذَا فَرَغَ المُؤَذِّنُ قَامَ مُقْبِلاً عَلَى النَّاسِ بِوَجْهِهِ لاَ يَلْتَفِتُ يَمِيْنًا وَلاَشِمَالاً وَيُشْغِلُ يَدَيْهِ بِقَائِمِ السَّيْفِ أَوْ العُنْزَةِ وَالمِنْبَرِ كَيْ لاَ يَعْبَثَ بِهِمَا أَوْ يَضَعَ إِحْدَاهُمَا عَلَى الآخَرِ
Artinya: “Apabila muadzin sudah akhir (adzan), maka khatib bangkit menghadap jamaah dengan wajahnya. Tidak boleh menoleh ke kanan dan ke kiri. Dan kedua tangannya memegang pedang yang ditegakkan atau tongkat pendek serta (tangan yang satunya memegang) mimbar. Supaya dia tidak mempermainkan kedua tangannya. (Kalau tidak begitu) atau beliau menyatukan tangan yang satu dengan lainnya.” (Ihya’ ‘Ulum al-Din, juz I, hal 180)
Penjelasan di atas senada dengan keterangan yang terdapat dalam Fatawa Wa Rasa-il Syaikh Muhammad bin Ibrahim selaku berikut,
فيه فوائد : منها شرعية الاعتماد في الخطبة على قوس أو على عصا. وذلك لكونه أرفق للخطيب وأثبت له . لاسيما إذا كان يطول وقوفه أو مقصود مهم . فكونه معتمداً على قوس أو عصا هو السنة
Artinya: “Ada beberapa pelajaran dari hadis ini. Diantaranya, disyariatkan bertumpu pada busur panah atau tongkat dikala khutbah. Hal ini alasannya adalah lebih mengendorkan khatib dan lebih menstabilkannya (ketika bangun). Terlebih bila khutbahnya panjang atau alasannya adalah sebuah tujuan penting. Maka bertumpu pada busur panah atau tongkat, hukumnya sunah.” (Fatawa Wa Rasa-il Syaikh Muhammad bin Ibrahim 1/21).