Corak Pedoman Ibnu Rusyd Dan Biografi Ibnu Rusyd

A.  Latar Belakang
Berfikir, merupakan salah satu aspek yang penting didalam mendapatkan ilmu wawasan. Karena dengan berfikir manusia mampu mengenali berbagai misteri di alam semesta ini. Didalam Islam sendiri, banyak ayat Al-Qur’an yang menyuruh manusia untuk berfikir.
Untuk itulah, pada waktu dahulu di dunia Islam banyak para filosof yang mempergunakan akalnya dengan kerangka berfikir filsafat ini, sehingga mampu menciptakan berbagai karya ahli didalam ilmu pengetahuan. Dan pada zaman itu pula Islam mengalami kemajuan (Golden Age).
Karena itulah kita sebagai regenerasi Islam selanjutnya diperlukan mampu mengetahui dan mengenal para ilmuwan–ilmuwan Islam dahulu. Baik itu tentang kehidupannya maupun karya besar yang sudah dihasilkannya, terutama sekali semangat para ilmuwan itu dalam mencari ilmu wawasan dengan cara berfilsafat. Maka dari itulah, kami mengangkat sejarah Ibnu Rusyd ini semoga kita tahu siapa Ibnu Rusyd itu dan karya apa saja yang dihasilkannya serta bagaimana corak pemikirannya.
B. Rumusan Masalah
Berikut rumusan dilema, biar duduk perkara yang diuraikan tidak keluar dari kajian yang mau dibahas.
  1. Siapakah Ibnu Rusyd itu?
  2. Apa saja produk pedoman atau karya-karya Ibnu Rusyd?
  3. Bagaimana corak fatwa filsafat Ibnu Rusyd?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan pembahasan ini:
  1. Untuk mengenali biografi Ibnu Rusyd
  2. Untuk mengetahui produk aliran atau karya-karya Ibnu   Rusyd
  3. Untuk mengenali corak pemikiran filsafat Ibnu Rusyd
                                                               PEMBAHASAN
A. Biografi Ibnu Rusyd
Ibnu Rusyd ialah seorang filsuf Islam yang cukup masyhur. Nama lengkapnya yakni Abu al-Walid Muhammad bin Ahmad ibnu Rusyd, ia dilahirkan di Cordova pada tahun 520 H (1126 M). Ia berasal dari kelompok keluarga yang populer alim dalam ilmu fikih dan memiliki kedudukan tinggi di Andalusia (Spanyol). Ayahnya adalah seorang hakim, dan kakeknya dari pihak ayah pernah menjadi kepala pengadilan di Andalusia, di samping kedudukannya sebagai salah spesialis aturan ternama dalam mazhab maliki, salah satu mazhab yang sungguh dominan dalam daerah Maghribi dan   Andalusia. Selain itu, kakeknya juga aktif dalam kegiatan politik dan sosial.   
 merupakan salah satu aspek yang penting didalam menemukan ilmu pengetahuan Corak Pemikiran Ibnu Rusyd dan Biografi Ibnu Rusyd

Namun saat kelahiran Ibnu Rusyd, Daulah Murabithun yang didirikan oleh Yusuf ibnu Tashfin (1090-1106 M) di Maghribi dan berakhir pada era kesultanan kelima, Ishak (1146-1147 M). Dunia intelektual pada kurun ini didominasi oleh para mahir fikih yang bersikap sungguh tidak simpatik kepada ilmu-ilmu rasional yang sedang berada di jurang keruntuhan. Empat tahun sehabis kelahiran Ibnu Rusdy, Muhammad ibnu tumart (1078-1130 M), pemimpin daulah muwahhidin wafat. Di bawah asuhan keluarga yang terdidik dan terpandang, serta kondisi politis inilah Ibnu Rusyd lahir dan menjelma sampaumur. Ia mempelajari ilmu fikih dari ayahnya, sehingga dalam usianya yang masih muda ibnu rusyd sudah hafal kitab al-muwaththa’ karangan imam malik. Disamping itu, ia belajar ilmu kedokteran terhadap Abu Ja’far Harun dan Abu Marwan ibnu Jarbun al-Balansi, sedangkan logika, filsafat, dan teologi dia peroleh dari Ibnu Thufail. Ia juga mempelajari sastra arab, matematika, fisika, dan astronomi. Ia dipandang sebagai filsuf yang paling mencolokpada priode pertumbuhan filsafat islam meraih puncaknya (700-1200 M). Keunggulannya terletak pada kekuatan dan ketajaman filsafatnya yang luas serta pengaruhnya yang besar pada fase-fase tertentu ajaran latin dari tahun 1200-1650 M.
Pada tahun 1153 M Ibnu Rusyd pindah ke maroko, menyanggupi usul khalifah Abdul al-Mu’min, khalifah pertama dari Dinasti Muwahhidin, khalifah ini banyak membangun sekolah dan forum ilmu wawasan, beliau meminta Ibnu Rusyd untuk membantunya mengelolah forum-lembaga tersebut.
Pada tahun 1169 M ibnu rusyd diperkenalkan oleh Ibnu Thufail kepada khalifah Abu Ya’qub. Hasil dari pertemuan ini Ibnu Rusyd diangkat selaku qadhi di Saville. Ia memanfaatkan kesempatan tersebut dengan sebaik-sebaiknya. Semenjak itu pula, ia mulai menafsirkan karya-karya Aristoteles atas usul khalifah tersebut. Keberhasilannya menafsirkan karya-karya Aristoteles ini menyebabkan dia populer dengan gelar “komentator Aristoteles”. Dua tahun sehabis menjadi qadhi di Saville, dia kembali ke Cordova menduduki jabatan hakim agung. Selanjutnya pada tahun 1182 M  beliau bertugas sebagai dokter khalifah di istanah al-Muwahhidin, Maroko menggantikan Ibnu Thufail.
Pada tahun 1195 M keadaan berganti balasan pengaruh politik. Sultan Abu Yusuf membutuhkan pertolongan ulama dan fuqaha untuk menghadapi pertempuran  melawan kaum kristen. Karena itu, sultan menangkap dan mengasingkan Ibnu Rusyd ke suatu daerah berjulukan lucena yang terletak sekitar 50 km di arah tenggara Cordova, guna mendapatkan simpati dan pinjaman dari para ulama dan fuqaha dalam pertempuran tersebut. Pengasingan itu sendiri dilaksanakan berdasarkan tuduhan sebagian ulama dan fuqaha bahwa Ibnu Rusyd ialah seorang zindik dan kafir. Semua bukunya dibakar, utamanya buku-buku filsafat, kecuali buku-buku kedokteran, astronomi, dan matematika.
Atas jasa baik pemuka kota Saville yang menghadap khalifah untuk membujuknya membebaskan Ibnu Rusyd, hasilnya ia dibebaskan. Kemudian dia kembali ke Maroko, tetapi tidak lama sehabis itu ia wafat dikota ini pada 9 safar 595 H (10 desember 1198 M).
B.  Produk Pemikiran Atau Karya-Karya Ibnu Rusyd
Ibnu Rusyd menulis dalam banyak bidang, antara lain: ilmu fikih, kedokteran, ilmu falak, filsafat, astronomi, matematika, dan lain-lain. Sebenarnya karyanya yang terbesar berpengaruh di barat, yang diketahui dengan Averroism adalah komentarnya atas karya-karya Aristoteles, bukan saja dalam bidang filsafat, juga dalam bidang ilmu jiwa, fisika, akal, dan  budpekerti.
Dan berikut karya-karya lainya yang sampai terhadap kita, di antaranya:

1). Bidayah al-Mujtahid Wa Nihaya al-muqtashid fi al-fiqh  (Bidyatul-Mujtahid, ilmu fiqh).

Buku-buku ini bernilai tinggi sebab berisi perbandingan mazhabi (anutan-pedoman) dalam fiqh dengan menyebutkan alasan masing-masing.
2). Faslul al-Maqal Fima Baina al-Hikmah Wa as-Syari’ah Min al- Ittisha (ilmuk alam).
Buku ini di maksudkan untuk menawarkan adanya persesuaian antara filsafat dan syariat atau mencoba mempertemukan agama dengan filsafat.dan  juga pernah di terjemahkan ke dalam bahasa Jerman pada tahun 1895 M oleh Muler, orientalis asal Jerman.
3). Manahij al-Adillah fi Aqaaidi al-Millah (ilmu kalam). 
Buku ini menguraikan tentang pendirian pedoman-pedoman ilmu kalam dan kelemahan-kelemahannya, dan sudah pernah di terjemahkan ke dalam bahasa Jerman juga oleh Muler, pada tahun 1895.
4). Tahafutat-Tahafut,
sebuah buku yang terkenal dalam lapangan filsafat dan ilmu kalam, dan di masukkan untuk membela filsafat dari serangan Al-Ghozali dalam bukunya Tahafut al-Falasifah. Buku Tahafut at-Tahafut berkali-kali di terjemahkan ke dalam bahasa Jerman, dan terjemahannya ke dalam bahasa Inggris oleh Van den Berg terbit pada tahun 1952 M.
Ajaran Ibnu Rusyd yang populer di Eropa dengan istilah Averroism berpangkalan terhadap pikiran merdeka dan yang ditolak secara keras sekali oleh dunia Katolik Eropa, telah menghipnotis seluruh universitas Eropa untuk berabad-kurun lamanya, sehingga menyebabkan zaman Renaissance di benua Eropa. Menurut Roger Bacon setelah Avicenna tampillah Averroes, seorang sarjana yang menjinjing doktrinnya yang padat berisi, yang sudah mengoreksi pendapat-pertimbangan para filosof yang mendahuluinya. Filsafat Averroes lama di abadikan orang, ditolak dan diulang pembuktiannya oleh banyak sarjana yang besar-besar, kini memang dalam meraih pengukuhan dengan bunyi bulat dari insan-manusia yang bijaksana.
Ibnu Rusyd populer sebagai “pengulas Aritoteles” (Commentator), suatu gelar yang di berikan oleh Dante (1265-1321 M) dalam bukunya Divina Commedia (komedi ketuhanan). Gelar ini memang sempurna untuknya, karena anggapan-pikirannya sungguh dipengaruhi oleh pedoman Aristoteles, ia banyak menghabiskan waktunya meneliti dan membuat komentar-komentar terhadap karya-karya Aristoteles dalam aneka macam bidang, sehingga beliau digelari syarih (komentator), serta bisnisnya yang keras untuk mengembalikan pikiran-anggapan Aristoteles terhadap kemurniannya yang semula, sesudah bercampur-campur dengan bagian-bagian Platonisme yang cukup memburukkan dan yang dimasukkan oleh pengulas-pengulas (filosof-filosof) Iskandariah. Pada diri Ibnu Rusyd, dunia Islam mencapai titik tertinggi dalam mengetahui filsafat Aritoteles, untuk lalu menurun dan lenyap sehabis itu. Aristoteles menurut pendapatnya ialah selaku insan yang istimewa dan mahir pikir terbesar yang telah mencapai kebenaran yang mustahil bercampur kesalahan. Orang bisa salah memahami asumsi-anggapan Aristoteles, seperti yang sering-sering dikutip oleh Ibnu Rusyd dari karangan-karangan Al-Farabi dan Ibnu Sina serta filsuf-filsuf lainnya, dimana kadang-kadang dia berbeda pemahamannya, mendapatkan yang setuju dan menolak yang sebaliknya dan ternyata pemahamannya itulah yang lebih dapat diterima.
Ibnu Rusyd selama hidupnya berkeyakinan bahwa filsafat Aristoteles, jika dipahami dengan sebaik mungkin, maka tidak akan bertentangan dengan pengetahuan tertinggi yang mampu ataupun bisa dicapai oleh insan, bahkan Ibnu Rusyd juga berpendapat bahwa kemajuan manusia sudah mencapai tingkat yang tertinggi pada diri Aristoteles sehingga tidak ada orang yang melebihinya. Orang-orang yang tiba sesudahnya mengalami kesusahan-kesulitan, dan dengan kerasnya mereka memeras otak untuk menemukannya, sedang bagi Aristoteles pikiran-fikiran semacam itu mampu dicapai dengan gampangnya. Kekaguman Ibnu Rusyd kepada Aristoteles lebih dari itu, sehingga beliau menganggap Seolah-olah ilham Tuhan mengharapkan agar Aristoteles menjadi contoh bagi otak insan yang tertinggi dan adanya kemampuan manusia untuk mendekati nalar universal.
 Ibnu Rusyd dalam mempelajari asumsi-pikiran Aristoteles, ia memakai terjemahan buku-buku Aristoteles dan terjemahan ulasan-ulasannya. Dikarenakan Ibnu Rusyd tidak mengetahui bahasa Yunani.
Ia berusaha keras untuk menjelaskan asumsi-asumsi Aristoteles yang masih gelap dan memperbandingkannya satu sama lain. Namun demikian dia tidak terhindar dari kesalahan-kesalahan yang pernah di alami oleh orang-orang yang sebelumnya, dan tidak mampu membersihkan filsafat-filsafat Aristoteles dari unsur-unsurnya yang bukan orisinil. Hal ini dapat di ketahui, jika di ingat bahwa terjemahan-terjemahan yang di pakainya itu tidak mampu menyatakan dengan teliti kepada fikiran-fikiran Aristoteles yang terdapat dalam bahasa Yunani, khususnya fikiran-pikirannya yang baik, yang sampai sekarang masih di perselisihkan penafsirannya di kelompok pengulas Aristoteles. Bagaimanapun Rusyd bukan cuma sekedar pengulas, melainkan dia juga seorang filosof yang memiliki kepribadian sendiri dan keleluasaan berpikir, sesuai dengan ciri akal manusia kebanyakan. Ketika mula-mula memasuki lapangan filsafat, beliau tidak berniat untuk membentuk sebuah anutan filsafat tersendiri, karena kekagumannya terhadap Aristoteles demikian besarnya, sehingga di anggapnya sebagai acuan kesempurnaan, dan berpendirian bahwa setiap usaha ke arah pembentukan sebuah aliran filsafat sesudahnya tidak berkhasiat, alasannya adalah setiap orang yang mengusahakan demikian, senantiasa mengalami kegagalan, di sebabkan alasannya adalah hanya Aristoteles semata-mata yang terpilih oleh Tuhan untuk memiliki filsafat. Karena itu beliau cuma berencana mengabadikan hidupnya untuk menerangkan filsafat Aristoteles dan pikiran-fikiran yang sulit di pahami. Tetapi kenyataannya yang terjadi yaitu kebalikan dari itu, dan hal ini di sebabkan alasannya adalah dua hal. Pertama, filsafat Aristoteles yang datang kepadanya adalah lewat pedoman Neo-Platonisme dan filosof-filosof Iskandariah. Kedua, banyak pikiran-pikiran Aritoteles yang masih belum terang dan berbelit-belit pula cara memahaminya. Dua alasannya inilah yang menjadikan Ibnu Rusyd memiliki pedoman filsafatnya sendiri.
Di dalam filsafat Ibnu Rusyd terdapat lima permasalahan yang sangat mendasar, adalah : wawasan Tuhan kepada soal-soal juziyat, terjadinya alam maujudat dan perbuatannya, keazalian dan keabadian alam, gerak dan keazaliannya, akhlak, serta akal yang universal dan satu.
1). Pengetahuan Tentang Tuhan
Dalam masalah ketuhanan, Ibnu Rusyd beropini bahwa Allah yakni pelopor pertama (Muharrik al-Awwal). Sifat positif yang mampu diberikan terhadap Allah ialah “logika”, dan “maqqul”. Wujud Allah ialah Esa-nya. Wujud dan ke-Esa-an tidak berbeda dari zat-nya.
Konsepsi Ibnu Rusyd wacana ketuhanan jelas sekali merupakan pengaruh Aristoteles, Potinus, Al-Farabi, dan Ibnu Sina, di samping keyakinan agama islam yang di peluknya. Mensifati dewa dengan “Esa” ialah aliran islam, namun menamakan tuhan sebagai penggerak pertama, tidak pernah dijumpai dalam pemahaman islam sebelumnya, hanya ditemui dalam filsafat Aristoteles dan Plotinus, Al-Farabi dan Ibnu Sina.
Ibnu Rusyd juga mengikuti persepsi para filsuf bahwa Tuhan cuma mengetahui keberadaannya sendiri. Bagi filsuf, persepsi ini merupakan keniscayaan biar Tuhan tetap terjaga keesaan-Nya, karena apabila Tuhan mengetahui keberagaman segala sesuatu, bermakna Tuhan juga mempunyai keberagaman dalam diri-Nya. Jalan anggapan ini akibatnya menaruh Tuhan untuk semata-mata berada dalam zat-Nya sendiri dan tidak ada lainnya.
Adapun mengenai sifat-sifat Allah, Ibnu Rusyd lebih dekat kepada paham mu’tazilah. Dalam hal ini dia menggunakan prinsip tasybih dan tanzih (penyamaan dan penyucian). Cara pertama dipakai dalam memutuskan beberapa sifat aktual (ijabiyyah) terhadap Allah, adalah sifat-sifat yang dipandang selaku kesempurnaan bagi makhluk-nya. Dia ialah sumber dan sebab bagi adanya sifat-sifat tersebut pada makhluk-nya. Sedangkan cara yang kedua yaitu dengan mengakui adanya perbedaan Allah dengan makhluknya.
2). Amal Perbuatan
Dalam dilema amal tindakan timbul problem fundamental ialah: Bagaimanakah terjadinya alam ini dan amal perbuatannya? Bagi golongan agama jawabannya telah cukup jelas. Mereka mengatakan bahwa semua itu yakni ciptaan Tuhan. Semua benda atau insiden baik besar ataupun kecil, Tuhanlah yang menciptakannya dan  memeliharanya. Sebaliknya bagi kalangan filsafat menjawab duduk perkara itu harus ditinjau dengan logika anggapan. Di antara mereka ada yang menyimpulkan bahwa bahan itu azali, tanpa permulaan terjadinya. Perubahan bahan itu menjadi benda-benda lain yang beraneka macam terdapat di dalam kekuatan yang ada di dalam maksud itu sendiri secara otomatis. Artinya tidak eksklusif dari Tuhan.
Di antara hebat filsafat ada yang beropini bahwa materi itu awet. Ia terdiri atas beragam jauhar. Tiap-tiap jauhar menyelenggarakan jauhar yang gres. Materi itu terjadinya bukan dari tidak ada, melainkan dari kondisi yang memiliki peluang (bil-quwwah).
Aristoteles sendiri beropini bahwa jauhar (subtansi) pertama dari materi itu  menimbulkan adanya jauhar yang kedua tanpa berhajat pemberian zat lain di luar dirinya. Ini berarti bahwa karena dan akibat penciptaan dan amal bahan itu seterusnya terletak pada diri materi itu sendiri.
Ibnu Rusyd dapat menerima usulan Aristoteles ini dengan menerangkan pula argumennya sebagai berikut : Seandainya Tuhan itu menjadikan segala sesuatu dan peristiwa yang ada ini, maka alhasil ide ihwal alasannya adalah tidak akan ada artinya lagi. Padahal mirip yang kita lihat sehari-hari, apapun yang terjadi dalam ini senantiasa  diliputi oleh aturan alasannya dan akhir (musabab). Misalnya api yang menimbulkan terbakar, dan air yang menyebabkan lembap.
3). Keazalian Alam
Dalam masalah ini muncul pertanyaan : Apakah alam ini ada awal terjadinya atau tidak? Dalam ini Ibnu Rusyd mengemukakan bahwa alam ini azali tanpa ada awal. Dengan demikian  memiliki arti bahwa bagi Ibnu Rusyd ada dua hal yang azali, adalah Tuhan dan alam ini. Hanya saja bagi Ibnu Rusyd keazalian Tuhan itu berlainan dari keazalian alam, sebab keazalian Tuhan lebih utama dari keazalian alam. Untuk membela pendapatnya, Ibnu Rusyd mengeluarkan argumen selaku berikut: Seandainya alam ini tidak azali, ada permulaannya maka ia hadits (gres), mesti ada yang membuatnya, dan yang menjadikannya itu mesti ada pula yang menjadikannya lagi, demikianlah seterusnya tanpa ada habis-habisnya. Padahal kondisi berantai demikian (tasalsul) dengan tidak ada putusnya, tidak akan mampu diterima oleh akal fikiran. Kaprikornus mustahil bila alam itu hadits (baru).
Oleh alasannya adalah di antara Tuhan dengan alam ini ada hubungan meskipun tidak sampai pada soal-soal detail, padahal Tuhan azali dan Tuhan yang azali itu tidak akan berhubungan kecuali dengan yang azali pula, maka sebaiknya alam ini azali meskipun keazaliannya kurang utama dari keazalian Tuhan.
4). Gerakan yang Azali
Gerakan yaitu sebuah akibat karena setiap gerakan senantiasa memiliki alasannya yang mendahuluinya. Apabila kita cari karena itu, maka tidak akan kita jumpai karena penggeraknya pula, dan begitulah seterusnya mustahil berhenti. Dengan demikian, keharusan kita menilai bahwa sebab yang paling terdahulu atau sebab yang pertama adalah sesuatu yang tidak bergerak. Gerakan itu dianggap tidak berawal dan tidak berakhir, azali dan abadi. Adapun alasannya pertama (prima causa) atau pencetus utama itulah yang disebut dengan Tuhan.
Kemudian Ibnu Rusyd beropini bahwa meskipun Tuhan  yaitu karena atau pelopor yang pertama, Dia hanyalah membuat gerakan pada logika pertama saja, sedangkan gerakan-gerakan berikutnya (insiden-insiden di dunia ini) disebabkan oleh nalar-logika selanjutnya. Oleh alasannya adalah itu, menurut Ibnu Rusyd, tidak dapat dibilang adanya pimpinan eksklusif dari Tuhan terhadap kejadian-kejadian di dunia.
5). Moral
Ibnu Rusyd membenarkan teori Plato bahwa manusia yaitu makhluk sosial yang memerlukan kerjasama untuk memenuhi keperluan hidup dan meraih kebahagian. Dalam meralisasikan kebahagian yang ialah tujuan selesai bagi manusia, diperlukan pertolongan agama yang hendak menaruh dasar-dasar keistimewaan akhlak secara simpel, juga tunjangan filsafat yang melaksanakan keutaman teoritis, untuk itu dibutuhkan kesanggupan berhubungan dengan logika aktif. 
6). Akal yang Universal
Menurut Ibnu Rusyd logika itu (mirip yang dimaksud oleh Al-Farabi dan Ibnu Sina) ialah sebuah satu universal. Maksudnya bukan saja ”akal yang aktif” (active intellect) adalah esa dan universal, tetapi juga ’’logika kemungkinan’’, adalah nalar reseptif yaitu esa dan universal, sama dan satu bagi siapa saja.
Hal ini bermakna bahwa segala akal dianggap selaku monopsikisme. Menurut Ibnu Rusyd ’’akal kemungkinan’’ barulah ialah individu tertentu dikala ia berkaitan dengan sebuah bentuk materi atau tubuh orang perseorangan. Dengan kata lain, akal kepunyaan orang perseorangan tidak mempunyai keabadian, tetapi yang infinit dan infinit itu ialah nalar universal, adalah asal sumber dan kawasan kembalinya akal kemungkinan insan perorangan.
Perlu diterangkan, bahwa pengukuhan Ibnu Rusyd perihal akal yang bersatu, sebab nalar yaitu mahkota terpenting dari wujud roh (jiwa) manusia. Dengan kata lain, logika itu di sini hanyalah sebagai wujud rohani yang membedakan jiwa manusia atau mengutamakannya lebih dari jiwa binatang dan tumbuh-flora. Itulah yang dimaksud dengan monopsikisme. Maksud Ibnu Rusyd, roh universal itu yaitu satu dan infinit.
                                                            PENUTUP
A. Kesimpulan
Ibnu Rusyd adalah seorang pemikir yang berusaha melaksanakan banyak sekali usaha pembelaanya terhadap  filsafat dengan menyatakan bahwa antara filsafat dan syariat tidaklah bertentangan. Terhadap filsafat Aristoteles, ia berusaha untuk menawarkan pemahaman yang lebih obyektif kepada filsafat Aristoteles, sebab jikalau diketahui lebih lanjut, filsafat Aristoteles tidak berlawanan dengan ilmu pengetahuan.
Ibnu Rusyd juga tergolong salah satu seorang filsuf Islam yang mementingkan akal dibandingkan dengan perasaan. Menurutnya semua persoalan agama mesti dipecahkan dengan kekuatan nalar. Dalam hal ini termasuk ayat-ayat berkaitan dekat dengan nalar. Walau demikian, dalam pemikirannya selalu mengamati konteks kehidupan masyarakat.

  Konsep Pedoman Nurcholis Madjid

Dengan keterbukaan, dia menerima dengan baik fatwa dari para filsuf sebelumnya, dan mampu menyatakan kembali pemikiran-pemikiran yang diperolehnya itu dengan jernih. Dengan ketajaman fikiran, ia mampu melakukan pembedaan, penyaringan kepada pedoman-pemikiran yang lazimnya dijumpai lewat mediator dengan cermat, sehingga kekeliruan aliran yang sampai kepadanya dapat dibersihkan kembali.

Dalam ajaran hukum, Ibnu Rusyd menggunakan metode intiqa’i, yaitu  menyaksikan berbagai usulan para imam madzhab beserta dalil dan metoda yang mereka gunakan, membandingkan dan memilih salah satu yang paling kuat dan lebih sesuai untuk diterapkan.
                                              DAFTAR PUSTAKA
Nasution, hasyimsyah, filsafat islam, jakarta: gaya media pratama, 1999.
Siddik, Abdullah, Islam dan Filsafat, jakarta: Triputra Masa, 2001.
 Edward, Paul, The Encyclopedia of philosophy, diterjemahkan oleh: Fakhuri, Majid dengan judul Ringkasan Sejarah Filosofi Islam Yogyakarta:  Kanisius, 2001.
 Al-Ahwany, Ahmad. Fu`ad, al-Falsafah al-Islamiyyah, Kairo : Maktaba al-Saqafiyyat, 1962.