Contoh Proposal Mengatasi Kesulitan Belajar Melalui Klinik Pembelajaran
Dunia pendidikan mengartikan diagnosis kesulitan mencar ilmu selaku segala usaha yang dilakukan untuk memahami dan memutuskan jenis dan sifat kesulitan berguru. Juga mempelajari aspek-faktor yang menjadikan kesusahan belajar serta cara menetapkan dan kemungkinan mengatasinya, baik secara kuratif (penyembuhan) maupun secara preventif (pencegahan) menurut data dan gosip yang seobyektif mungkin.
Dengan demikian, semua kegiatan yang dijalankan oleh guru untuk memperoleh kesulitan mencar ilmu termasuk aktivitas diagnosa. Perlunya diadakan diagnosis mencar ilmu karena berbagai hal. Pertama, setiap siswa hendaknya mendapat kesempatan dan pelayanan untuk meningkat secara optimal, kedua; adanya perbedaan kesanggupan, kecerdasan, talenta, minat dan latar belakang lingkungan masing-masing siswa. Ketiga, metode pengajaran di sekolah seharusnya memberi kesempatan pada siswa untuk maju sesuai dengan kemampuannya. Dan, keempat, untuk menghadapi masalah yang dihadapi oleh siswa, hendaknya guru beserta BP lebih intensif dalam menangani siswa dengan memperbesar wawasan, perilaku yang terbuka dan mengasah ketrampilan dalam mengidentifikasi kesulitan mencar ilmu siswa.
Berkait dengan kegiatan diagnosis, secara garis besar mampu diklasifikasikan ragam diagnosis ada dua macam, adalah diagnosis untuk mengetahui dilema dan diagnosis yang mengklasifikasi dilema. Diagnosa untuk memahami dilema merupakan perjuangan untuk dapat lebih banyak mengetahui duduk perkara secara menyeluruh. Sedangkan diagnosis yang mengklasifikasi masalahmerupakan pengelompokan problem sesuai ragam dan sifatnya. Ada dilema yang digolongkan kedalam problem yang bersifat vokasional, pendidikan, keuangan, kesehatan, keluarga dan kepribadian. Kesulitan mencar ilmu ialah persoalan yang nyaris dialami oleh semua siswa. Kesulitan mencar ilmu mampu diartikan sebuah keadaan dalam sebuah proses belajar yang ditandai adanya kendala-kendala tertentu untuk menggapai hasil belajar.
Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasan dalam makalah ini adalah :
a. Mengidintifikasi banyak sekali persoalan kesusahan pembelajaran.
b. Mengkaji berbagai masalah perihal urusan berguru.
c. Alternatif mengatasi problem pembelajaran.
Lingkup Pembahasan
Ruang lingkup pembahasan dalam makalah ini difokuskan pada kesulitan berguru, bimbingan belajar, model pembelajaran yang bisa diaterapkan dan bagaimana menangani masalah kesulitan berguru.
Kajian Teori
Kesulitan Belajar
Dalam acara pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan dengan sejumlah karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh acara belajarnya secara tanpa kendala dan sukses tanpa mengalami kesulitan, tetapi di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami aneka macam kesusahan. Kesulitan mencar ilmu siswa ditunjukkan oleh adanya kendala-hambatan tertentu untuk meraih hasil mencar ilmu, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada balasannya mampu menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah sebaiknya.
Kesulitan berguru siswa meliputi pengetian yang luas, diantaranya :
(a) learning disorder;
(b) learning disfunction;
(c) underachiever;
(d)slow learner, dan
(e) learning diasbilities. Di bawah ini akan diuraikan dari masing-masing pemahaman tersebut.
1. Learning Disorder atau kesemrawutan belajar ialah keadaan dimana proses berguru seseorang terusik sebab timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kesemrawutan belajar, kesempatandasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang berlawanan, sehingga hasil mencar ilmu yang dicapainya lebih rendah dari kesempatanyang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras mirip karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam mencar ilmu menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
2. Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dijalankan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun bahu-membahu siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis yang lain. Contoh : siswa yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat sesuai menjadi atlet bola volley, tetapi karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka ia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik.
3. Under Achiever mengacu kepada siswa yang bantu-membantu memiliki tingkat kesempatanintelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang sudah dites kecerdasannya dan memberikan tingkat kecerdasan termasuk sangat unggul (IQ = 130 – 140), tetapi prestasi belajarnya biasa-lazimsaja atau malah sangat rendah.
4. Slow Learner atau lambat belajar yaitu siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
5. Learning Disabilities atau ketidakmampuan mencar ilmu mengacu pada gejala dimana siswa tidak bisa belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil mencar ilmu di bawah potensi intelektualnya.
Bila diperhatikan, ada sejumlah siswa yang mendapat kesulitan dalam meraih hasil belajar secara tuntas dengan variasi dua kelompok besar. Kelompok pertama ialah sekelompok siswa yang belum meraih tingkat ketuntasan, akan namun sudah hampir mencapainya. Siswa tersebut menerima kesusahan dalam memutuskan penguasaan bab-bab yang sulit dari seluruh bahan yang harus dipelajari.
Kelompok yang lain, yakni sekelompok siswa yang belum mencapai tingkat ketuntasan yang dibutuhkan karena ada desain dasar yang belum dikuasai. Bisa pula ketuntasan berguru tak mampu diraih alasannya adalah proses berguru yang telah ditempuh tidak sesuai dengan karakteristik murid yang bersangkutan.
Jenis dan tingkat kesulitan yang dialami oleh siswa tidak sama sebab secara konseptual berbeda dalam mengerti materi yang dipelajari secara menyeluruh. Perbedaan tingkat kesulitan ini mampu disebabkan tingkat pengusaan materi sangat rendah, desain dasar tidak dikuasai, bahkan tidak hanya bagian yang sulit tidak diketahui, mungkin juga bab yang sedang dan mudah tidak mampu dukuasai dengan baik.
Siswa yang mengalami kesulitan belajar mirip termasuk dalam pemahaman di atas akan tampak dari berbagai gejala yang dimanifestasikan dalam perilakunya, baik aspek psikomotorik, kognitif, konatif maupun afektif . Beberapa perilaku yang merupakan manifestasi gejala kesulitan belajar, antara lain :
1. Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya.
2. Hasil yang diraih tidak seimbang dengan perjuangan yang sudah dijalankan. Mungkin ada siswa yang telah berusaha ulet belajar, namun nilai yang diperolehnya selalu rendah
3. Lambat dalam melaksanakan peran-peran acara belajarnya dan senantiasa tertinggal dari mitra-kawannya dari waktu yang ditawarkan.
4. Menunjukkan perilaku-perilaku yang tidak wajar, mirip: hirau tak acuh, menentang, berpura-pura, dusta dan sebagainya.
5. Menunjukkan sikap yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat, tidak melakukan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam atau pun di luar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak terencana dalam acara berguru, dan sebagainya.
6. Menunjukkan gejala emosional yang kurang masuk akal, seperti : pemurung, mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi suasana tertentu. Misalnya dalam menghadapi nilai rendah, tidak memperlihatkan perasaan sedih atau menyesal, dan sebagainya.
Sementara itu, Burton (Abin Syamsuddin. 2003) mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami kesusahan mencar ilmu, yang ditunjukkan oleh adanya kegagalan siswa dalam meraih tujuan-tujuan berguru.
Menurut beliau bahwa siswa dibilang gagal dalam berguru jika :
1. Dalam tenggat waktu tertentu yang bersangkutan tidak meraih ukuran tingkat kesuksesan atau tingkat penguasaan materi (mastery level) sekurang-kurangnyadalam pelajaran tertentu yang sudah ditetapkan oleh guru (criterion reference).
2. Tidak dapat melaksanakan atau mencapai prestasi seharusnya, dilihat berdasarkan ukuran tingkat kesanggupan, talenta, atau kecerdasan yang dimilikinya. Siswa ini mampu digolongkan ke dalam under achiever.
3. Tidak berhasil tingkat penguasaan bahan (mastery level) yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan tingkat pelajaran selanjutnya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam slow learner atau belum matang (immature), sehingga harus menjadi pengulang (repeater)
Untuk mampu memutuskan tanda-tanda kesusahan berguru dan menandai siswa yang mengalami kesusahan berguru, maka diharapkan tolok ukur selaku batas atau patokan, sehingga dengan tolok ukur ini mampu ditetapkan batas dimana siswa dapat diperkirakan mengalami kesusahan belajar. Terdapat empat ukuran mampu memilih kegagalan atau kemajuan belajar siswa :
(1) tujuan pendidikan;
(2) kedudukan dalam kalangan;
(3) tingkat pencapaian hasil berguru dibandinngkan dengan potensi; dan
(4) kepribadian.
Tujuan pendidikan
Dalam keseluruhan metode pendidikan, tujuan pendidikan ialah salah satu unsur pendidikan yang penting, sebab akan memberikan arah proses kegiatan pendidikan. Segenap aktivitas pendidikan atau aktivitas pembelajaran diarahkan guna meraih tujuan pembelajaran. Siswa yang mampu mencapai sasaran tujuan-tujuan tersebut dapat dianggap selaku siswa yang sukses. Sedangkan, jika siswa tidak bisa meraih tujuan-tujuan tersebut mampu dibilang mengalami kesusahan belajar. Untuk menandai mereka yang mendapat hambatan pencapaian tujuan pembelajaran, maka sebelum proses belajar dimulai, tujuan mesti dirumuskan secara jelas dan operasional. Selanjutnya, hasil belajar yang dicapai dijadikan sebagai tingkat pencapaian tujuan tersebut. Secara statistik, berdasarkan distribusi normal, seseorang dibilang sukses jika siswa telah mampu menguasai sekurang-kurangnya 60% dari seluruh tujuan yang mesti dicapai. Namun jika menggunakan desain pembelajaran tuntas (mastery learning) dengan memakai evaluasi teladan tolok ukur, seseorang dikatakan sudah berhasil dalam berguru bila telah menguasai tolok ukur minimal ketuntasan yang telah ditentukan sebelumnya atau sekarang biasa disebut Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Sebaliknya, bila penguasaan ketuntasan di bawah tolok ukur minimal maka siswa tersebut dikatakan mengalami kegagalan dalam berguru. Teknik yang mampu dipakai yaitu dengan cara menganalisis prestasi belajar dalam bentuk nilai hasil mencar ilmu.
Kedudukan dalam Kelompok
Kedudukan seorang siswa dalam kelompoknya akan menjadi ukuran dalam pencapaian hasil belajarnya. Siswa dikatakan mengalami kesusahan belajar, jika menemukan prestasi belajar di bawah prestasi rata-rata kalangan secara keseluruhan. Misalnya, rata-rata prestasi belajar kelompok 8, siswa yang mendapat nilai di bawah angka 8, diperkirakan mengalami kesulitan mencar ilmu. Dengan demikian, nilai yang diraih seorang akan memberikan arti yang lebih terang sehabis ketimbang prestasi yang lain dalam kelompoknya. Dengan norma ini, guru akan dapat menandai siswa-siswa yang diperkirakan menerima kesusahan belajar, yaitu siswa yang mendapat prestasi di bawah prestasi golongan secara keseluruhan.
Secara statistik, mereka yang diperkirakan mengalami kesusahan adalah mereka yang menduduki 25 % di bawah urutan golongan, yang umum disebut dengan lower group. Dengan teknik ini, kita mengurutkan siswa berdasarkan nilai nilai yang dicapainya. dari yang paling tinggi sampai yang terendah, sehingga siswa menerima nomor urut prestasi (ranking). Mereka yang menduduki posisi 25 % di bawah diperkirakan mengalami kesusahan belajar. Teknik lain ialah dengan membandingkan prestasi berguru setiap siswa dengan prestasi rata-rata kalangan. Siswa yang menerima prestasi di bawah rata – rata kelompok diperkirakan pula mengalami kesusahan belajar.
Perbandingan antara potensi dan prestasi
Prestasi berguru yang dicapai seorang siswa akan tergantung dari tingkat potensinya, baik yang berupa kecerdasan maupun bakat. Siswa yang potensial tinggi cenderung dan seyogyanya mampu mendapatkan prestasi belajar yang tinggi pula. Sebaliknya, siswa yang memiliki potensi yang rendah cenderung untuk memperoleh prestasi mencar ilmu yang rendah pula. Dengan membandingkan antara kesempatandengan prestasi belajar yang dicapainya kita mampu memperkirakan hingga sejauhmana dapat merealisasikan potensi yang dimikinya. Siswa dibilang mengalami kesulitan berguru, jika prestasi yang dicapainya tidak cocok dengan kesempatanyang dimilikinya. Misalkan, seorang siswa sesudah mengikuti investigasi psikologis dimengerti mempunyai tingkat kecerdasan (IQ) sebesar 120, tergolong klasifikasi pandai dalam skala Simon & Binnet. Namun ternyata hasil belajarnya hanya menerima nilai angka 6, yang sebaiknya dengan tingkat kecerdasan yang dimikinya ia paling tidak dia bisa memperoleh angka 8. Contoh di atas menggambarkan adanya gejala kesulitan mencar ilmu, yang biasa disebut dengan ungkapan underachiever.
Kepribadian
Hasil berguru yang dicapai oleh seseorang akan tercerminkan dalam seluruh kepribadiannya. Setiap proses belajar akan menghasilkan pergantian-pergantian dalam faktor kepribadian. Siswa yang berhasil dalam belajar akan menawarkan acuan-contoh kepribadian tertentu, sesuai dengan tujuan yang tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan. Siswa diakatan mengalami kesulitan mencar ilmu, kalau memberikan contoh-contoh perilaku atau kepribadian yang menyimpang dari semestinya, mirip : hirau tak hirau, melewatkan peran, sering membolos, menentang, isolated, motivasi lemah, emosi yang tidak sebanding dan sebagainya.