<Kisah Perang Badar Secara Singkat> Perang Badar terjadi pada 7 Ramadhan, dua tahun sesudah hijrah. Ini yaitu pertempuran pertama yang mana kaum Muslim (Muslimin) menerima kemenangan kepada kaum Kafir dan merupakan peperangan yang sungguh terkenal alasannya adalah beberapa peristiwa yang abnormal terjadi dalam peperangan tersebut. Rasulullah Shallalaahu ‘alaihi wasallam sudah menawarkan semangat kepada Muslimin untuk menghadang khafilah suku Quraisy yang akan kembali ke Mekkah dari Syam. Muslimin keluar dengan 300 lebih serdadu tidak ada niat untuk menghadapi khafilah jualan yang cuma terdiri dari 40 lelaki, tidak bermaksud untuk menyerang tetapi hanya untuk menunjuk kekuatan kepada mereka. Khafilah dagang itu lolos, tetapi Abu Sufyan telah menghantar pesan kepada kaumnya suku Quraisy untuk tiba dan menyelamatkannya. Kaum Quraish maju dengan pasukan besar yang terdiri dari 1000 laki-laki, 600 busana perang, 100 ekor kuda, dan 700 ekor unta, dan persediaan masakan mewah yang cukup untuk beberapa hari.
Kafir Quraisy ingin menimbulkan peperangan ini sebagai kemenangan bagi mereka yang hendak menaruh rasa takut di dalam hati seluruh kaum bangsa Arab. Mereka hendak menghancurkan Muslimin dan mendapatkan keagungan dan kehebatan. Banyangkan, pasukan Muslimin dengan jumlah serdadu yang kecil (tergolong 2 ekor kuda), keluar dengan niat mereka cuma untuk menghadang 40 laki-laki yang tidak bersenjata akan namun harus menghadapi pasukan yang disediakan dengan baik -3 kali- dari jumlah mereka. Rasulullah SAW dengan gampang meminta mereka Muslimin untuk perang dan mereka tidak akan menolak, akan tetapi, beliau SAW ingin menekankan kepada pengikutnya bahwa mereka harus mempertahankan dogma dan keimanan dan untuk menjadi pelajaran bagi kita. Beliau SAW mengumpulkan para sahabatnya untuk menyelenggarakan musyawarah. Banyak di antara sahabat Muhajirin yang menunjukkan tawaran, dengan menggunakan kata-kata yang bagus untuk membuktikan pengabdian mereka. Tetapi ada seorang sahabat yakni Miqdad bin Al-Aswad ra., ia berdiri dihadapan mereka yang masih merasa was was dan berkata kepada Rasulullah SAW,
“Ya Rasulullah (SAW)!, Kami tidak akan menyampaikan kepadamu seperti apa yang dibilang oleh bani Israel kepada Musa (AS), ‘Pergilah kamu bareng Tuhanmu, kami duduk (menunggu) di sini'( Dalam surah Al-Maidah). Pergilah bareng dengan keberkahan Allah dan kami akan bareng dengan mu !”.
Rasulullah SAW merasa sungguh suka, akan tetapi Rasulullah cuma membisu, beliau menunggu dan beberapa orang dari sahabat mampu mengenali cita-cita Beliau SAW. Sejauh ini hanya sahabat Muhajirin yang sudah menyatakan kesungguhan mereka, akan namun Beliau menuggu para sobat Anshor yang sebagian besar tidak hadir dalam baiat ‘Aqaabah untuk turut serta dalam berperang melawan kekuatan lawan tolong-menolong Rasulullah SAW di luar kawasan mereka. Maka, pemimpin besar teman Anshor, Sa’ad bin Muadh angkat bicara, “Ya Rasulullah (SAW) mungkin yang engkau maksudkan adalah kami”. Rasulullah SAW menyetujuinya. S’ad lalu menyampaikan pidatonya yang sangat indah yang mana dia berkata,
“Wahai utusan Allah, kami telah mempercayai bahwa engkau berkata benar, Kami telah memperlihatkan kepadamu kesetiaan kami untuk mendengar dan thaat kepadamu… Demi Allah, Dia yang sudah mengutusmu dengan kebenaran, jika engkau memasuki maritim, kami akan ikut memasukinya bersamamu dan tidaka ada seorangpun dari kami yang hendak tertinggal di belakang… Mudah-mudahan Allah akan menawarkan kepadamu yang mana tindakan kami akan menyukakan mu. Maka Majulah gotong royong kami, letakkan iman kami di dalam keberkahan Allah”.
Rasulullah sungguh menggemari apa yang disampaikan dan kemudian beluai bersabda, “Majulah ke depan dan yakinlah yang Allah telah menjajikan kepadaku satu dari keduanya (khafilah dagang atau perang), dan demi Allah, seolah olah saya telah mampu melihat pasukan lawan terbaring kalah”. Pasukan Muslimin bergerak maju dan lalu berhenti sejenak di daerah yang berdekatan dengan Badar (daerah paling akrab ke Madinah yang berada di utara Mekkah). Seorang teman bernama, Al-Hubab bin Mundhir ra, mengajukan pertanyaan kepada Rasulullah SAW, “Apakah Allah mewahyukan kepadamu untuk memilih tempat ini atau ianya seni manajemen perang hasil keputusan musyawarah?”. Rasulullah SAW bersabda, “Ini adalah hasil seni manajemen perang dan keputusan musyawarah”. Maka Al-Hubab telah menganjurkan kembali terhadap Rasulullah SAW supaya pasukan Muslimin seharusnya bermarkas lebih ke selatan kawasan yang paling erat dengan sumber air, kemudian menciptakan bak persediaan air untuk mereka dan menghancurkan sumber air lainnya sehingga mampu menghalang orang kafir Quraisy dari menerima air. Rasulullah SAW menyepakati ajuan tersebut dan melaksanakannya. Kemudian Sa’ad bin Muadh menganjurkan untuk membangun benteng untuk Rasulullah SAW untuk melindungi ia dan selaku markas bagi pasukan Muslimin. Rasulullah SAW dan Abu Bakar ra. tinggal di dalam benteng sementara Sa’ad bin Muadh dan sekumpulan lelaki menjaganya.
Rasulullah SAW sudah menghabiskan sepanjang-panjang malam dengan berdoa dan beribadah meskipun dia SAWmengetahui bahwa Allah ta’ala telah menjanjikannya kemenangan. Ianya melebihi cintanya dan penghambaannya dan penyerahandiri terhadap Allah ta’ala dengan ibadah yang Beliau SAW kerjakan. Dan ianya sudah dikatakan selaku bentuk tertinggi dari ibadah yang diketahui selaku ‘ainul yaqiin.