Serba Sejarah – Candi Sewu terletak di Dukuh Bener, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah. Dari kota Yogyakarta jaraknya sekitar 17 km ke arah Solo. Candi Sewu merupakan gugus candi yang letaknya berdekatan dengan Candi Prambanan, ialah kurang lebih 800 meter di sebelah selatan arca Rara Jongrang.
Candi ini diperkirakan dibangun pada kala ke-8, atas perintah penguasa Kerajaan Mataram pada abad itu, yakni Rakai Panangkaran (746-784 M) dan Rakai Pikatan yang beragama Hindu. Walaupun rajanya beragama Hindu, Kerajaan Mataram pada kurun menerima dampak kuat dari Wangsa Syailendra yang beragama Buddha. Para andal menerka bahwa Candi Sewu merupakan pusat kegiatan keagamaan masyarakat beragama Buddha. Dugaan tersebut didasarkan pada isi prasasti batu andesit yang didapatkan di salah satu candi perwara. Prasasti yang ditulis dalam bahasa Melayu Kuno dan berangka tahun 792 Saka tersebut diketahui dengan nama Prasasti Manjusrigrta. Dalam prasasti tersebut diceritakan wacana kegiatan penyempurnaan prasada yang berjulukan Wajrasana Manjusrigrha pada tahun 714 Saka (792 Masehi). Nama Manjusri juga disebut dalam Prasasti Kelurak tahun 782 Masehi yang didapatkan di akrab Candi Lumbung.
Candi Sewu terletak berdampingan dengan Candi Prambanan, sehingga ketika ini Candi Sewu termasuk dalam tempat wisata Candi Prambanan. Di lingkungan tempat rekreasi tersebut juga terdapat Candi Lumbung dan Candi Bubrah. Tidak jauh dari kawasan tersebut terdapat juga beberapa candi lain, yakni: Candi Gana, sekitar 300 m di sebelah timur, Candi Kulon sekitar 300 m di sebelah barat, dan Candi Lor sekitar 200 m di sebelah utara. Letak candi Sewu, candi Buddha terbesar sesudah candi Borobudur, dengan candi Prambanan, yang ialah candi Hindu, menandakan bahwa pada masa itu masyarakat beragama Hindu dan penduduk beragama Buddha hidup berdampingan secara serasi.
Nama Sewu, yang dalam bahasa Jawa mempunyai arti seribu, memperlihatkan bahwa candi yang tergabung dalam deretan Candi Sewu tersebut jumlahnya cukup besar, walaupun bahwasanya tidak mencapai 1000 buah. Tepatnya, gugusan Candi Sewu terdiri atas 249 buah candi, terdiri atas 1 candi utama, 8 candi pengapit atau candi antara, dan 240 candi perwara. Candi utama terletak di tengah, di ke empat sisinya dikelilingi oleh candi pengapit dan candi perwara dalam susunan yang simetris.
Candi Sewu memiliki 4 pintu gerbang menuju pelataran luar, yakni di segi timur, utara, barat, dan selatan, yang masing-masing dijaga oleh sepasang arca Dwarapala yang saling berhadapan. Dari pelataran luar ke pelataran dalam juga terdapat 4 pintu masuk yang dijaga oleh sepasang arca Dwarapala, serupa dengan yang terdapat di gerbang luar.
Arca Dwarapala yang terbuat dari kerikil utuh tersebut diposisikan di atas lapik persegi setinggi sekitar 1,2 m dalam posisi satu kaki berlutut, kaki lainnya ditekuk, dan satu tangan memegang gada. Tinggi arca Dwarapala ini mencapai sekitar 2,3 m.
Candi utama atau candi induk terletak di pelataran persegi seluas 40 m2, yang dikelilingi pagar dari susunan batu setinggi 0,85 m. Bangunan candi berbentuk poligon bersudut 20 dengan diameter 29 m. Tinggi bangunan mencapai 30 m dengan 9 atap yang masing-masing mempunyai stupa di puncaknya.
Tubuh candi berdiri di atas batur setinggi sekitar 2,5 m. Kaki candi dihiasi pahatan bermotif bunga dalam jambangan. Untuk meraih permukaan batur yang membentuk selasar, terdapat tangga selebar sekitar 2 m yang dilengkapi dengan pipi tangga. Pangkal pipi tangga dihiasi makara, kepala naga dengan ekspresi menganga lebar, dengan arca Buddha di dalamnya. Dinding luar pipi tangga dihiasi pahatan berwujud raksasa Kalpawreksa.
Di atas ambang pintu tidak terdapat Kalamakara, namun dinding di kiri dan kanan ambang pintu dihiasi pahatan kepala naga dengan verbal menganga. Berbeda dari yang terdapat di pangkal pipi tangga, bukan Buddha yang terdapat dalam verbal naga, melainkan seekor singa.
Candi utama yang dibangun dari kerikil andesit ini mempunyai pintu utama di sebelah timur, sehingga dapat dikatakan bahwa candi utama ini menghadap ke timur. Selain pintu utama, terdapat 3 pintu lain, ialah yang menghadap ke utara, barat dan selatan. Semua pintu masuk dilengkapi dengan bilik penampil. Ruang dalam tubuh candi berbentuk kubus dengan dinding yang dibuat dari susunan bata merah. Di dalam ruangan ini terdapat suatu ‘asana’. Pada dinding luar badan dan kaki atap candi terdapat relung-relung berisi arca Buddha dalam berbagai posisi.
Candi perwara dan candi apit seluruhnya terletak di pelataran luar. Di setiap sisi terdapat sepasang candi apit yang berada di antara candi utama dengan formasi dalam candi perwara. Setiap pasangan candi apit berhadapan mengapit jalan yang membelah halaman menuju ke candi utama.
Candi apit berdiri di atas batur setinggi sekitar 1 m, dilengkapi dengan tangga selebar sekitar 1 m menuju ke selasar di permukaan kaki candi. Di atas ambang pintu bukan dihiasi pahatan Kalamakara, melainkan beberapa panil relief. Atap candi berbentuk stupa dengan formasi stupa kecil menghiasi pangkalnya. Dinding tubuh candi apit dihiasi dengan sosok-sosok laki-laki berbusana kebesaran, nampak mirip yang kuasa, dalam posisi bangun memegang setangaki teratai di tangannya.
Candi perwara dibangun masing-masing dalam empat deret di segi terluar mengelilingi candi utama dan candi apit. Pada deret terdalam terdapat 28 bangunan, deretan kedua terdapat 44 bangunan, deretan ketiga terdapat 80 bangunan, dan gugusan ke empat 88 bangunan. Semua candi perwara, kecuali yang berada dalam formasi ketiga, menghadap ke luar atau membelakangi candi utama. Hanya yang berada dalam gugusan ketiga yang menghadap ke dalam. Sebagian besar candi perwara dalam keadan rusak, tinggal berupa onggokan watu.
Sumber: pnri.go.id