Serba Sejarah – Candi Prambanan terletak di lingkungan Taman Wisata Prambanan, kurang lebih 17 km ke arah timur dari Yogyakarta, tepatnya di Desa Prambanan Kecamatan Bokoharjo. Lokasinya cuma sekitar 100 m dari jalan raya Yogya-Solo, sehingga tidak susah untuk menemukannya. Sebagian dari kawasan wisata yang yang terletak pada ketinggian 154 m di atas permukaan bahari ini termasuk dalam kawasan Kabupaten Sleman. sedangkan sebagian lagi masuk dalam kawasan Klaten.
Candi Prambanan ialah candi Hindu yang terbesar di Indonesia. Sampai saat ini belum dapat dipastikan kapan candi ini dibangun dan atas perintah siapa, namun berpengaruh prasangka bahwa Candi Prambanan dibangun sekitar pertengahan periode ke-9 oleh raja dari Wangsa Sanjaya, ialah Raja Balitung Maha Sambu. Dugaan tersebut didasarkan pada isi Prasasti Syiwagrha yang didapatkan di sekeliling Prambanan dan ketika ini tersimpan di Museum Nasional di Jakarta. Prasasti berangka tahun 778 Saka (856 M) ini ditulis pada masa pemerintahan Rakai Pikatan.
Pemugaran Candi Prambanan menyantap waktu yang sangat panjang, seakan tak pernah selesai. Penemuan kembali reruntuhan bangunan yang paling besar, adalah Candi Syiwa, dilaporkan oleh C.A. Lons pada tahun 1733. Upaya penggalian dan pencatatan pertama dikerjakan di bawah pengawasan Groneman. Penggalian diatasi pada tahun 1885, mencakup pembersihan semak belukar dan pengelompokan watu-watu reruntuhan candi.
Pada tahun 1902, upaya tersebut dilanjutkan kembali oleh van Erp. Pengelompokan dan kenali watu-kerikil reruntuhan dilaksanakan secara lebih rinci. Pada tahun 1918, pemugaran terhadap Candi Prambanan dilanjutkan kembali di bawah pengawasan Dinas Purbakala (Oudheidkundige Dienst) yang dipimpin oleh P.J. Perquin. Melalui upaya ini, sebagian dari reruntuhan Candi Syiwa dapat direkonstruksi kembali.
Pada tahun 1926, dibuat suatu panitia pemugaran di bawah pimpinan De Haan untuk melanjutkan upaya yang sudah dilakukan Perquin. Di bawah pengawasan panitia ini, selain pembangunan kembali Candi Syiwa semakin disempurnakan kesannya, dimulai juga antisipasi pembangunan Candi Apit.
Pada tahun 1931, De Haan meninggal dan digantikan oleh V.R. van Romondt. Pada tahun 1932, pemugaran kedua Candi Apit sukses dirampungkan. Pemugaran terpaksa dihentikan pada tahun 1942, saat Jepang mengambil alih pemerintahan di Indonesia. Setelah lewat proses panjang dan tersendat-sendat akhir perang dan peralihan pemerintahan, pada tahun 1953 pemugaran Candi Syiwa dan dua Candi Apit dinyatakan akhir. Sampai saat ini, pemugaran Candi Prambanan masih terus dilaksanakan secara sedikit demi sedikit.
Denah orisinil Candi Prambanan berbentuk persegi panjang, terdiri atas halaman luar dan tiga pelataran, yakni Jaba (pelataran luar), Tengahan (pelataran tengah) dan Njeron (pelataran dalam). Halaman luar ialah areal terbuka yang mengelilingi pelataran luar. Pelataran luar berbentuk bujur dengan luas 390 m2. Pelataran ini dulu dikelilingi oleh pagar kerikil yang sekarang sudah tinggal reruntuhan. Pelataran luar saat ini hanya merupakan pelataran kosong. Belum dimengerti apakah semula terdapat bangunan atau dekorasi lain di pelataran ini.
Di tengah pelataran luar, terdapat pelataran kedua, ialah pelataran tengah yang berupa persegi panjang seluas 222 m2. Pelataran tengah dahulu juga dikelilingi pagar watu yang saat ini juga telah runtuh. Pelataran ini terdiri atas empat teras berundak, kian ke dalam semakin tinggi. Di teras pertama, ialah teras yang terbawah, terdapat 68 candi kecil yang berderet berkeliling, terbagi dalam empat baris oleh jalan penghubung antarpintu pelataran. Di teras kedua terdapat 60 candi, di teras ketiga terdapat 52 candi, dan di teras keempat, atau teras teratas, terdapat 44 candi. Seluruh candi di pelataran tengah ini mempunyai bentuk dan ukuran yang serupa, ialah luas bagan dasar 6 m2 dan tinggi 14 m. Hampir semua candi di pelataran tengah tersebut saat ini dalam keadaan hancur. Yang tersisa cuma reruntuhannya saja.
Pelataran dalam, merupakan pelataran yang paling tinggi letaknya dan yang dianggap selaku kawasan yang paling suci. Pelataran ini berdenah persegi empat seluas 110 m2, dengan tinggi sekitar 1,5 m dari permukaan teras teratas pelataran tengah. Pelataran ini dikelilingi oleh turap dan pagar kerikil. Di keempat sisinya terdapat gerbang berbentuk gapura paduraksa. Saat ini cuma gapura di segi selatan yang masih utuh. Di depan masing-masing gerbang pelataran teratas terdapat sepasang candi kecil, berdenah dasar bujur kandang seluas 1, 5 m2 dengan tinggi 4 m.
Di pelataran dalam terdapat 2 barisan candi yang membujur arah utara selatan. Di barisan barat terdapat 3 buah candi yang menghadap ke timur. Candi yang letaknya paling utara yaitu Candi Wisnu, di tengah ialah Candi Syiwa, dan di selatan ialah Candi Brahma. Di barisan timur juga terdapat 3 buah candi yang menghadap ke barat. Ketiga candi ini disebut candi wahana (wahana = kendaraan), sebab masing-masing candi diberi nama sesuai dengan hewan yang ialah tunggangan yang kuasa yang candinya terletak di hadapannya.
Candi yang berhadapan dengan Candi Wisnu adalah Candi Garuda, yang berhadapan dengan Candi Syiwa yakni Candi Nandi (lembu), dan yang berhadapan dengan Candi Brahma adalah Candi Angsa. Dengan demikian, keenam candi ini saling berhadapan membentuk lorong. Candi Wisnu, Brahma, Angsa, Garuda dan Nandi memiliki bentuk dan ukuran yang sama, yakni berdenah dasar bujur sangkar seluas 15 m2 dengan tinggi 25 m. Di ujung utara dan selatan lorong masing-masing terdapat sebuah candi kecil yang saling berhadapan, yang disebut Candi Apit.
CANDI SYIWA
Pada dikala ditemukan, Candi Syiwa berada dalam kondisi rusak berat. Pemugarannya memakan waktu yang cukup lama, adalah dimulai pada tahun 1918 dan gres tamat pada tahun 1953. Dinamakan Candi Syiwa karena di dalam candi ini terdapat Arca Syiwa. Candi Syiwa dikenal juga dengan nama Candi Rara Jonggrang, alasannya dalam salah satu ruangannya terdapat Arca Durga Mahisasuramardani, yang sering disebut selaku Arca Rara Jonggrang. Tubuh candi bangun di atas batur setinggi sekitar 2,5 m. Candi Syiwa, yang terletak di tengah barisan barat, merupakan candi paling besar. Denah dasarnya berbentuk bujur sangkar seluas 34 m2 dengan tinggi 47 m.
Sepanjang dinding kaki candi dihiasi dengan pahatan dua macam dekorasi yang letaknya berselang-seling. Yang pertama yakni gambar seekor singa yang berdiri di antara dua pohon kalpataru. Hiasan ini terdapat di semua segi kaki Candi Syiwa dan kelima candi besar yang lain.
Pada dinding kaki di sisi utara dan selatan Candi Syiwa, dekorasi singa di atas diapit dengan panil yang memuat pahatan sepasang binatang yang sedang berteduh di bawah sebatang pohon kalpataru yang berkembang dalam jambangan. Berbagai binatang yang digambarkan di sini, di antaranya: monyet, merak, kijang, kelinci, kambing, dan anjing. Di atas setiap pohon bertengger dua ekor burung.
Pada sisi-sisi lain dinding kaki candi, baik kaki Candi Syiwa maupun candi besar yang lain, panil bergambar hewan ini diganti dengan panil ber gambar kinara-kinari, sepasang burung berkepala manusia, yang juga sedang berteduh di bawah pohon kalpataru.
Tangga untuk naik ke permukaan batur terletak di sisi timur. Tangga atas ini dilengkapi dengan pipi tangga yang dindingnya dihiasi dengan pahatan sulur-suluran dan binatang. Pangkal pipi tangga dihiasi pahatan kepala naga yang menganga lebar dengan sosok yang kuasa dalam mulutnya. Di kiri dan kanan tangga terdapat candi kecil yang beratap runcing dengan pahatan Arca Syiwa di keempat sisi tubuhnya.
Di puncak tangga terdapat gapura paduraksa menuju lorong di permukaan batur. Di atas ambang gapura terdapat pahatan Kalamakara yang indah. Di balik gapura terdapat sepasang candi kecil yang memiliki relung di tubuhnya. Relung tersebut berisi Arca Mahakala dan Nandiswara, ilahi-yang kuasa penjaga pintu.
Di permukaan batur terdapat selasar selebar sekitar 1 m yang mengelilingi tubuh candi. Selasar ini dilengkapi dengan pagar atau langkan, sehingga bentuknya mirip sebuah lorong tanpa atap. Lorong berlangkan ini berbelok-belok menyudut, membagi dinding candi menjadi 6 bab. Sepanjang dinding tubuh candi dihiasi deretan pahatan Arca Lokapala. Lokapala adalah yang kuasa-yang kuasa penjaga arah mata angin, seperti Bayu, Indra, Baruna, Agni dan Yama.
Sepanjang segi dalam dinding langkan terpahat relief Ramayana. Cerita Ramayana ini dipahatkan searah jarum jam, dimulai dari adegan Wisnu yang diminta turun ke bumi oleh para raja guna menanggulangi kekacuan yang diperbuat oleh Rahwana dan diakhiri dengan adegan selesainya pembangunan jembatan melintas samudera menuju Negara Alengka. Sambungan kisah Ramayana terdapat dinding dalam langkan Candi Brahma.
Di atas dinding langkan berderet dekorasi ratna. Di bawah ratna, pada sisi luar dinding langkan, terdapat relung kecil dengan dekorasi Kalamakara di atasnya. Dalam relung terdapat 2 motif pahatan yang ditampilkan berselang-seling, yaitu gambar 3 orang yang bangkit sambil berpegangan tangan dan 3 orang yang sedang memainkan aneka macam jenis alat musik.
Pintu masuk ke ruangan-ruangan dalam badan candi terdapat di teras yang lebih tinggi lagi. Untuk mencapai teras atas, terdapat tangga di depan masing-masing pintu ruangan. Dalam badan candi terdapat empat ruangan yang mengelilingi ruangan utama yang terletak di tengah badan candi. Jalan masuk ke ruangan utama yakni melalui ruang yang menghadap ke timur. Ruangan ini ruangan kosong tanpa arca atau dekorasi apapun. Pintu masuk ke ruang utama letaknya segaris dengan pintu masuk ke ruang timur. Ruang utama ini disebut Ruang Syiwa alasannya adalah di tengah ruangan terdapat Arca Syiwa Maheswara, yakni Syiwa dalam posisi bangun di atas teratai dengan satu tangan terangkat di depan dada dan tangan lain mendatar di depan perut. Arca Syiwa tersebut terletak di atas umpak (landasan) setinggi sekitar 60 cm, berbentuk yoni dengan kanal pembuangan air di sepanjang tepi permukaannya. Konon Arca Syiwa ini menggambarkan Raja Balitung dari Mataram Hindu (898 – 910 M) yang dipuja selaku Syiwa.
Tidak terdapat pintu penghubung antara Ruang Syiwa dengan ketiga ruang di segi lain. Ruang utara, barat, dan selatan mempunyai pintu sendiri-sendiri yang terletak sempurna di depan tangga naik ke teras atas. Dalam ruang utara terdapat Arca Durga Mahisasuramardini, yakni Durga selaku dewi ajal, yang menggambarkan permaisuri Raja Balitung. Durga digambarkan selaku dewi bertangan delapan dalam posisi berdiri di atas Lembu Nandi menghadap ke Candi Wisnu. Satu tangan kanannya dalam posisi bertelekan pada sebuah gada, sedangkan ketiga tangan yang lain masing-masing memegang anak panah, pedang dan cakram. Satu tangan kirinya memegang kepala Asura, raksasa kerdil yang bangun di atas kepala mahisa (lembu), sedangkan ketiga tangan yang lain memegang busur, perisai dan bunga. Arca Durga ini oleh penduduk sekitar disebut juga Arca Rara Jonggrang, alasannya adalah arca ini diyakini selaku penjelmaan Rara Jonggrang. Rara Jonggrang yakni putri raja dalam legenda lokal, yang dikutuk menjadi arca oleh Bandung Bandawasa.
Dalam ruang barat terdapat Arca Ganesha dalam posisi bersila di atas padmasana (singgasana bunga teratai) dengan kedua telapak kaki saling bertemu. Kedua telapak tangan menumpang di lutut dalam posisi tengadah, sementara belalainya tertumpang dilengan kiri. Arca Ganesha ini menggambarkan putra mahkota Raja Balitung. selempang di bahu menawarkan bahwa dia juga seorang panglima perang.
Dalam ruang selatan terdapat Arca Agastya atau Syiwa Mahaguru. Arca ini meliliki postur tubuh agak gemuk dan berjenggot. Syiwa Mahaguru digambarkan dalam posisi bangkit menghadap ke Candi Brahma di selatan dengan ajun memegang tasbih sdan tangan kiri memegang sebuah kendi. Di belakangnya, di sebelah kiri terdapat pengusir lalat dan di sebelah kanan terdapat trisula. Konon Arca Syiwa Mahaguru ini menggambarkan seorang pendeta penasihat kerajaan.
CANDI WISNU
Candi Wisnu terdapat di sebelah utara Candi Syiwa. Tubuh candi bangkit di atas batur yang membentuk selasar berlangkan. Tangga untuk naik ke permukaan batur terletak di segi timur. Di sepanjang dinding badan candi berderet panil dengan pahatan yang menggambarkan Lokapala.
Sepanjang dinding dalam langkan dihiasi seretan panil yang menampung relief Krisnayana. Krisnayana yaitu cerita kehidupan Krisna sejak dia dilahirkan sampai dia berhasil menduduki tahta Kerajaaan Dwaraka.
Di atas dinding langkan berderet hiasan ratna. Di bawah ratna, pada sisi luar dinding langkan, terdapat relung kecil dengan hiasan Kalamakara di atasnya. Dalam relung terdapat pahatan yang menggambarkan Wisnu sebagai pendeta yang sedang duduk dengan berbagai posisi tangan.
Candi Wisnu hanya mempunyai 1 ruangan dengan satu pintu yang menghadap ke timur. Dalam ruangan tersebut, terdapat Arca Wisnu dalam posisi bangun di atas ‘umpak’ berupa yoni. Wisnu digambarkan sebagai tuhan bertangan 4. Tangan kanan belakang memegang Cakra (senjata Wisnu) sedangkan tangan kiri memegang tiram. Tangan kanan depan memegang gada dan tangan kiri memegang setangkai bunga teratai.
CANDI BRAHMA
Candi Brahma letaknya di sebelah selatan Candi Syiwa. Tubuh candi berdiri di atas batur yang membentuk selasar berlangkan. Di sepanjang dinding tubuh candi berderet panil dengan pahatan yang menggambarkan Lokapala.
Sepanjang dinding dalam langkan dihiasi seretan panil yang memuat kelanjutan dongeng Ramayana di dinding dalam langkan Candi Syiwa. Penggalan dongeng Ramayana di Candi Brahma ini mengisahkan pertempuran Rama dibantu adiknya, Laksmana, dan bala serdadu monyet melawan Rahwana hingga pada Sinta pergi mengembara ke hutan setelah diusir oleh Rama yang meragukan kesuciannya. Sinta melahirkan putranya di hutan di bawah lindungan seorang pertapa.
Di atas dinding langkan berderet hiasan ratna. Di bawah ratna, menghadap ke luar, terdapat relung kecil dengan hiasan Kalamakara di atasnya. Dalam relung terdapat pahatan yang menggambarkan Brahma selaku pendeta yang sedang duduk dengan banyak sekali posisi tangan.
Candi Brahma juga cuma memiliki 1 ruangan dengan satu pintu yang menghadap ke timur. Dalam ruangan tersebut, terdapat Arca Brahma dalam posisi berdiri di atas umpak berbentuk yoni. Brahma digambarkan selaku yang kuasa yang memiliki empat muka, masing-masing menghadap ke arah yang berbeda, dan dua pasang tangan. Pada dahi di paras yang menghadap ke depan terdapat mata ketiga yang disebut ‘urna’. Patung Brahma itu bahwasanya sangat indah, namun sekarang sudah rusak. Dinding ruang Brahma polos tanpa hiasan. Pada dinding di setiap sisi terdapat batu yang menonjol yang berfungsi selaku tempat meletakkan lampu minyak.
CANDI WAHANA
Candi Nandi. Candi ini memiliki satu tangga masuk yang menghadap ke barat, yaitu ke Candi Syiwa. Nandi ialah lembu suci tunggangan Dewa Syiwa. Jika daripada Candi Garuda dan Candi Angsa yang berada di sebelah kanan dan kirinya, Candi Nandi mempunyai bentuk yang serupa, hanya ukurannya sedikit lebih besar dan lebih tinggi. Tubuh candi bangkit di atas batur setinggi sekitar 2 m. Seperti yang terdapat di Candi Syiwa, pada dinding kaki terdapat dua motif pahatan yang letaknya berselang-seling. Yang pertama merupakan gambar singa yang berdiri di antara dua pohon kalpataru dan yang kedua ialah gambar sepasang hewan yang berteduh di bawah pohon kalpataru. Di atas pohon bertengger dua ekor burung. Gambar-gambar semacam ini terdapat juga pada candi wahana yang lain.
Candi Nandi mempunyai satu ruangan dalam tubuhnya. Tangga dan pintu masuk ke ruangan terletak di sisi barat. Dalam ruangan terdapat Arca Lembu Nandi, kendaraan Syiwa, dalam posisi berbaring menghadap ke barat. Dalam ruangan tersebut terdapat juga dua arca, adalah Arca Surya (ilahi matahari) yang sedang bangun di atas kereta yang ditarik oleh tujuh ekor kuda dan Arca Candra (tuhan bulan) yang sedang berdiri di atas kereta yang ditarik oleh sepuluh ekor kuda. Dinding ruangan tidak dihias dan terdapat suatu watu yang mencolokpada tiap segi dinding yang berfungsi sebagai kawasan menaruh lampu minyak. Dinding lorong di sekitartubuhcandi juga polos tanpa hiasan pahatan.
Candi Garuda. Candi ini letaknya di utara Candi Nandi, berhadapan dengan Candi Wisnu. Garuda merupakan burung tunggangan Wisnu. Bentuk dan dekorasi pada kaki dan tangga Candi Garuda serupa dengan yang terdapat di Candi Nandi. Walaupun dinamakan candi Garuda, tetapi tidak terdapat arca garuda di ruangan dalam badan candi. Di lantai ruangan terdapat Arca Syiwa dalam ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan yang terdapat di Candi Syiwa. Arca ini diketemukan tertanam di bawah candi, dan bantu-membantu tempatnya bukan di dalam ruangan tersebut.
Candi Angsa. Candi ini letaknya di selatan Candi Nandi, berhadapan dengan Candi Brahma. Angsa merupakan burung tunggangan Brahma. Ukuran, bentuk dan hiasan pada kaki dan tangga Candi Angsa serupa dengan yang terdapat di Candi Garuda. Ruangan di dalam tubuh candi dalam kondisi kosong. Dinding ruangan juga tidak dihias, cuma terdapat watu yang menonjol pada dinding di setiap sisi ruangan yang berfungsi selaku daerah meletakkan lampu minyak.
CANDI APIT
Candi Apit merupakan sepasang candi yang saling berhadapan. Letaknya, masing-masing, di ujung selatan dan ujung utara lorong di antara kedua barisan candi besar. Kedua candi ini berdenah bujur sangkar seluas 6 m2 dengan ketinggian 16 m. badan candi berdiri di atas batur setinggi sekitar 2,5 m. Tidak terdapat selasar di permukaan kaki candi. Masing-masing mempunyai satu tangga menuju satu-satunya ruangan dalam tubuhnya. Hanya ada hal yang istimewa tentang candi ini, adalah ketika candi ini sudah selesai di berdiri kembali, kelihatan sungguh indah.
CANDI PENJAGA
Selain keenam candi besar dan dua candi apit yang telah diuraikan di atas, di pelataran atas masih terdapat delapan candi berskala sungguh kecil, adalah dengan denah dasar sekitar 1,25 m2. Empat di antaranya terletak di masing-masing sudut latar, sedangkan empat lainnya diposisikan di bersahabat gerbang masuk ke pelataran atas.
Wajah Prambanan kini sudah terlihat anggun. Di depan komplek candi, dibangun panggung pertunjukan sendratari Ramayana dan Taman Wisata Prambanan yang dapat mempercantik paras komplek Prambanan.
Legenda Rara Jonggrang
Dahulu kurun di P. Jawa bagian tengah terdapat dua kerajaan yang saling bertetangga, yaitu Kerajaan Pengging, yang diperintah oleh Raja Pengging, dan Kerajaan Prambanan, yang diperintah oleh Prabu Baka. Prabu Baka berwujud raksasa yang bertubuh besar dan mempunyai keampuhan luar biasa. Prabu Baka populer kejam alasannya, untuk menjaga kesaktiannya, ia secara berkala melakukan upacara persembahan dengan mengurbankan insan. Walaupun wujudnya menakutkan dan hatinya kejam, Prabu Baka memiliki seorang putri yang sangat elok, berjulukan Rara Jonggrang.
Raja Pengging sudah usang merasa sedih alasannya adalah rakyatnya sering menerima gangguan dari bala serdadu Kerajaan Prambanan. Ia ingin sekali menumpas para penguasa Kerajaan Prambanan, tetapi mereka terlalu besar lengan berkuasa baginya. Untuk mencapai keinginannya, Raja Pengging lalu memerintahkan putranya, Raden Bandung, untuk bertapa dan memohon kekuatan dari para tuhan. Raden Bandung sukses menerima kesaktian berupa jin, berjulukan Bandawasa, yang selalu patuh pada perintahnya. Sejak itu namanya diubah menjadi Raden Bandung Bandawasa.
Berbekal kesaktiannya itu, Raden Bandung berangkat ke Prambanan bareng bala serdadu Pengging. Setelah mengalami peperangan yang sengit, Raden Bandung sukses membunuh Prabu Baka. Dengan seizin ayahandanya, Raden Bandung berniat mendirikan pemerintahan yang gres di Prambanan. Ketika memasuki istana, beliau berjumpa dengan Rara Jonggrang. Tak pelak lagi, Raden Bandung jatuh cinta kepada sang putri dan meminangnya.
Rara Jonggrang tak ingin diperistri oleh perjaka pembunuh ayahnya, namun dia tidak berani menolak secara jelas-terangan. Secara halus ia mengajukan syarat bahwa, untuk mampu memperistrinya, Raden Bandung harus sanggup berbagi 1000 buah candi dalam waktu semalam. Raden Bandung memenuhi permintaan Rara Jonggrang. Segera sehabis matahari terbenam, ia pergi ke sebuah tanah lapang yang tidak jauh dari Prambanan. Ia bersemadi memanggil Bandawasa, jin peliharaannya, dan memerintahkan jin itu untuk membangun 1000 candi mirip yang diminta oleh Rara Jonggrang.
Bandawasa lalu mengerahkan sahabat-temannya, para jin, untuk membantunya membangun candi yang diharapkan majikannya. Lewat tengah, Rara Jonggrang mengendap-endap mendekati lapangan untuk menyaksikan hasil kerja Raden bandung. Betapa kagetnya sang putri melihat bahwa pekerjaan tersebut sudah hampir tamat. Secepatnya dia berlari ke desa terdekat untuk membangunkan para gadis di desa itu. Beramai-ramai mereka menghantam-mukulkan alu (penumbuk padi) ke lesung, seolah-olah sedang menumbuk padi. Mendengar suara orang menumbuk padi, ayam jantan di desa itu terbangun dan mulai berkokok bersahutan.
Pada dikala itu Bandawasa telah berhasil menciptakan 999 candi dan sedang menuntaskan pembangunan candi yang terakhir. Mendengar suara ayam berkokok, Bandawasa dan mitra-kawannya secepatnya menghentikan pekerjaannya dan menghilang sebab mereka mengira fajar sudah tiba. Raden Bandung yang melihat Bandawasa dan mitra-awannya berlarian langsung berdiri dari semadinya dan bersiap-siap menyampaikan kegagalannya terhadap rara Jonggrang. Setelah beberapa usang menanti, Raden Bandung merasa heran sebab fajar tak kunjung tiba. Ia kemudian mengusut keanehan yang terjadi itu.
Raden Bandung sungguh marah setelah mengenali kecurangan Rara Jonggrang. Ia lalu mengutuk gadis itu menjadi arca. Sampai saat ini Arca Rara Jonggrang masih mampu ditemui di Candi Rara Jonggrang yang berada di kompleks Candi Prambanan. Raden Bandung juga mengutuk para gadis di Prambanan menjadi perawan tua alasannya adalah tidak seorangpun yang hendak memperistri mereka.
Sumber: pnri.go.id