Serba Sejarah – Candi Kalasan terletak di Desa Kalibening, Tirtamani, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, tepatnya sekitar 16 km ke arah timur dari kota Yogyakarta. Dalam Prasasti Kalasan dikatakan bahwa candi ini disebut juga Candi Kalibening, sesuai dengan nama desa kawasan candi tersebut berada. Tidak jauh dari Candi Kalasan terdapat sebuah candi yang berjulukan Candi Sari. Kedua candi tersebut memiliki kemiripan dalam keindahan bangunan serta kehalusan pahatannya. Ciri khas lain yang cuma ditemui pada kedua candi itu yaitu digunakannya vajralepa (bajralepa) untuk melapisi pernak-pernik-ornamen dan relief pada dinding luarnya.
Umumnya suatu candi dibangun oleh raja atau penguasa kerajaan pada masanya untuk banyak sekali kepentingan, misalnya untuk tempat ibadah, daerah tinggal bagi biarawan, pusat kerajaan atau daerah dilangsungkannya acara mencar ilmu-mengajar agama. Keterangan perihal Candi Kalasan diangkut dalam Prasasti Kalasan yang ditulis pada tahun Saka 700 (778 M). Prasasti tersebut ditulis dalam bahasa Sanskerta memakai huruf pranagari. Dalam Prasasti Kalasan diterangkan bahwa para penasehat keagamaan Wangsa Syailendra sudah menyarankan biar Maharaja Tejapurnama Panangkarana mendirikan bangunan suci untuk memuja Dewi Tara dan suatu biara untuk para pendeta Buddha. Menurut prasasti Raja Balitung (907 M), yang dimaksud dengan Tejapurnama Panangkarana yaitu Rakai Panangkaran, putra Raja Sanjaya dari Kerajaan Mataram Hindu.
Rakai Panangkaran kemudian menjadi raja Kerajaan Mataram Hindu yang kedua. Selama kala waktu 750-850 M daerah utara Jawa Tengah dikuasai oleh raja-raja dari Wangsa Sanjaya yang beragama Hindu dan memuja Syiwa. Hal itu terlihat dari aksara candi-candi yang dibangun di daerah tersebut. Selama abad waktu yang sama Wangsa Syailendra yang beragama Buddha anutan Mahayana yang telah cenderung ke ajaran Tantryana berkuasa di bab selatan Jawa Tengah. Pembagian kekuasaan tersebut besar lengan berkuasa terhadap huruf candi-candi yang dibangun di kawasan masing-masing pada periode itu. Kedua Wangsa tersebut risikonya dipersatukan lewat ijab kabul Rakai Pikatan Pikatan (838 – 851 M) dengan Pramodawardhani, Putra Maharaja Samarattungga dari Wangsa Syailendra.
Untuk membangun bangunan suci bagi Dewi Tara, Rakai Panangkaran menganugerahkan Desa Kalasan dan untuk membangun biara yang diminta para pendeta Buddha. Diperkirakan bahwa candi yang dibangun untuk memuja Dewi Tara ialah Candi Kalasan, alasannya di dalam candi ini semula terdapat patung Dewi Tara, meskipun patung itu telah tidak berada di tempatnya. Sementara itu, yang dimaksud dengan biara daerah para pendeta Buddha, menurut dugaan, ialah Candi Sari yang memang letaknya tidak jauh dari Candi Kalasan. Berdasarkan tahun penulisan Prasasti Kalasan itulah diperkirakan bahwa tahun 778 Masehi ialah tahun didirikannya Candi Kalasan.
Menurut pendapat beberapa ahli purbakala, Candi kalasan ini sudah mengalami tiga kali pemugaran. Sebagai bukti, tampakadanya 4 sudut kaki candi dengan bagian yang menonjol. Selain itu yang terdapat torehan yang dibentuk untuk keperluan pemugaran pada tahun 1927 hingga dengan 1929 oleh Van Romondt, seorang arkeolog Belanda. Sampai ketika ini Candi Kalasan masih digunakan selaku kawasan pemujaan bagi penganut ajaran Buddha, terutama anutan Buddha Tantrayana dan pemuja Dewi Tara.
Bangunan candi diperkirakan berada pada ketinggian sekitar duapuluh meter diatas permukaan tanah, sehingga tinggi keseluruhan bangunan candi meraih 34 m. Candi Kalasan bangun diatas bantalan berbentuk bujur kandang dengan ukuran 45×45 m yang membentuk selasar di sekitarcandi. Di setiap sisi terdapat tangga naik ke emperan candi yang dihiasi sepasang kepala naga pada kakinya. Di hadapan anak tangga terbawah terdapat hamparan lantai dari susunan batu. Di depannya kaki tangga dipasang lempengan batu yang tipis dan halus dengan bentuk berlekuk-lekuk.
Bangunan candi secara keseluruhan berbentuk empat persegi panjang berskala 34x 45 m, terdiri atas ruang utama yang berupa bujur sangkar dan bilik-bilik yang menjorok keluar di tengah keempat sisinya. Dinding di sekitarkaki candi dihiasi dengan pahatan bermotif kumuda, ialah daun kalpataru yang keluar dari sebuah jambangan bulat.
Candi Kalasan memiliki 4 buah pintu yang terletak di keempat segi, namun cuma pintu di segi timur dan barat yang memiliki tangga untuk mencapai pintu dan cuma pintu di sisi timur yang merupakan pintu masuk ke ruang utama di tengah candi. Dilihat dari letak pintu utamanya tersebut dapat dibilang bahwa Candi Kalasan menghadap ke timur. Di sepanjang dinding candi terdapat cekungan-cekungan yang berisis banyak sekali arca, meskipun tidak semua arca masih berada di tempatnya. Diatas semua pintu dan cekungan senantiasa dihiasi dengan pahatan bermotif Kala. Tepat di atas ambang pintu, di bawah pahatan Kalamakara, terdapat hiasan kecil berupa perempuan bersila memegang benda di kedua belah tangannya. Relung-relung di segi kiri dan kanan atas pintu candi dihiasi dengan sosok ilahi dalam posisi bangun memegang bunga teratai.
Bagian atas badan candi berbentuk kubus yang melambangkan puncak Meru, dikelilingi oleh 52 stupa setinggi, rata-rata, 4,60 m.Sepanjang batas antara atap dan badan candi dihiasi dengan deretan makhluk kerdil yang disebut Gana.
Atap candi ini berupa sisi delapan dan bertingkat dua. Tingkat pertama dihiasi dengan relung-relung berisi arca Budha Manusi Budha, sedangkan tingkat ke dua dihiasi dengan relung-relung berisi arca Dhayani Budha. Puncak candi bahwasanya berupa stupa, tetapi sampai saat ini belum sukses direkonstruksi kembali alasannya banyak batu asli yang tidak di temukan. Bila dilihat dari dalam, puncak atap terlihat mirip rongga dari susunan lingkaran dari batu yang makin ke atas kian menyempit.
Ruang utama candi berupa bujur sangkar dan memiliki pintu masuk di sisi timur. Di dalam ruangan tersebut terdapat susunan batu bertingkat yang dahulu merupakan tempat menaruh patung Dewi Tara. Diperkirakan bahwa patung tersebut yang dibuat dari perunggu setinggi sekitar enam meter. Menempel pada dinding barat, di belakang susunan batu tersebut terdapat semacam altar pemujaan.
S