Persoalan budaya memang mempunyai ragam perbedaan terhadap pergeseran sosial yang dipahami dengan kegiatan penduduk mereka selama hidup beragama. Tetapi, ada juga berbudaya dan Negara tetapi hidup dengan kitab versi fiksi mereka selama hidup yang sesuai dengan Filsafat politik, dan karakteristik mereka, dan bagaimana mereka hidup sesuai dengan agama dan budaya mereka.
Ketika hal ini terlihat bagaimama kehidupan sosial mereka di masyarakat, khususnya orang Batak dan Jawa, serta Tionghoa (Pontianak – Kapuas Hulu) misalnya ketika beragama tidak lekat bagaimana mereka hidup beretika dan bermasyarakat, sesuai dengan agama dan budaya mereka.
Etika bermasyarakat terlihat bagaimana mereka hidup sesuai dengan watak dan agama mereka sebagai orang Indonesia, berdasarkan asimilasi budaya mereka Batak, Jawa, dan Dayak serta Tionghoa, dengan kualitas sumber daya manusia, dan status sosial mereka secara baik.
Mempelajari penduduk berbudaya pastinya mereka hidup pada tembok gereja, dan kehidupan sosial budaya yang begitu buruk, sesuai dengan budpekerti dan akhlak mereka di penduduk , tidak terkecuali Islam, Katolik, Protestan di Indonesia.
Hal ini terperinci bagaimana mereka hidup sesuai dengan kesan adab mereka, dan budbahasa mereka dalam pengetahuan dan berbudaya, dalam aspek ekonomi mereka di masyarakat, terutama di Kalimantan Barat.
Guna melihat kembali bagaimana metode ekonomi budaya mereka berjalan dengan karakteristik mereka utamanya Batak dan Jawa, Tionghoa di Indonesia (Siregar, Sihombing, Pontianak – Pedesaan), baik selaku dokter, pendidik, dan pekerja (Kristen, Islam dan Katolik di Indonesia), menurut tempat tinggal mereka, di pedesaan.
Ini jelas bagaimana mereka ditampung pada metode pendidikan Katolik, dengan istilah “sesame bulu” mereka selaku kehidupan sosial, budaya dan agama. Berbagai catatan itu mereka hidup dengan ideology mereka selaku orang Indonesia, satu persatu bagaimana mereka hidup dengan karakteristik mereka, budaya dan agama mereka berlawanan.
Yang perlu dimengerti hal ini dijadwalkan karena dengan berbagai kondisi catatan kejahatan, wawasan medis mereka, dengan pelayanan dan bersikap jelek terhadap orang lain, sebuah pengalaman menarik dikala bergaul dengan kehidupan penduduk kelas menegah kebawah, baik itu mereka sebagai dokter (perompak kapal), dan Jawa yang hidup dari seksualitas urbanisasi, pendidik.
Hal ini jelas bagaimana pembangunan nasional, orang Indonesia dengan kelas pekerja, pendidikan dan dokter, yang masih jauh mutunya dengan Negara maju, dengan kualitas berkompetisi kotor mereka yang sesuai dengan kecurangan dan cara mereka hidup selama di Kalimantan Barat, menurut status budaya mereka selama di Kalimantan 2000 – 21 Indonesia, guna mengubah nasib misalnya.