Penjual bajigur jaman dahulu |
Bajigur Minuman Tempo Dulu Khas Rakyat Priangan
” Jiguuur … Kulub cau … Bajiguuur … haneuut …”
Begitulah teriakan si akang penjual bajigur di Bandung tempo dahulu. Anda kenal bajigur, itu minuman khas dari tanah Parahyangan ? Inilah bajigur, semacam wedang dari kawasan Jawa Tengah, yang khusus ada di kawasan Jawa- Barat dan telah sangat bau tanah umurnya. Begitu tuanya bajigur sehingga lahirlah semacam sajak yang sering dinyanyikan dan digunakan untuk ngaheureuyan/menggoda akang – tukang bajigur ini.
“Bandrek Bajigur, Anu pendek gede bujur”
Kalau disalin kedalam bahasa Indonesia beginilah bunyinya :serbat, bajigur,
orang pendek besar pantatnya !
Dari mana asalnya sajak ini dan siapa yang menciptakannya, tidak ada yang mengetahuinya alasannya adalah menurut orang renta – bau tanah tempo dulu sudah ada.
Kalau anda ingin mengenali resepnya, coba tulislah resep yang diberikan Mang Anta tukang bajigur yang biasa mangkalan di Cijagra Bandung (tempo dahulu).
“Alaah, gampang atuh Gan ngadamel bajigur mah” (alaah, gampang tuan menciptakan bajigur itu), kata mang anta sebelum beliau menunjukkan catatan resep bajigur itu kepada kami, biasa saja, kelapa yang telah santannya, gula merah, dan coklat sedikit. Nah air santan yang telah diberi gula merah itu terus saja diberi gula merah itu digodog, telah jadi, kini telah jadi bajigu “Kok gampang saja ya menciptakan bajigur itu, namun mengapa rasa bajigur ini berlainan satu sama yang lain. Bajigur Mang Anta rasanya tidak sama dengan bajigur yang suka dijual dijalan gurame itu.
” Is eta mah kumaha milik jelema gan ” (wah itu kan bagaimana nasib orang gan) Kata Mang Anta sambil mengeringkan gelas yang baru dicuci dengan lapnya “orang itu tidak sama tangannya. Ada yang kena jika menciptakan bajigur, namun ada juga yang jodo jikalau menciptakan rujak asinan. Itulah sebabnya bajigur yang membuatnya tidak begitu sama rasanya, ya beda sekali sih tidak, tapi ada sedikit saja kelainan rasanya.
sebenarnyalah demikian,walaupun bajigur itu memang khas minuman dai Jawa – Barat, tetapi ditempat ini sendiri rasa bajigur ini sering agak berlainan. Barangkali benar juga seperti apa yang dikatakan Mang Anta itu : masing – masing manusia ada jodohnya untuk mencari nafkah.
Biasanya orang menjajakan bajigur ini pada malam hari. Dan memang pada malam harilah bajigur ini terasa kelejatannya. Udara Tanah Priangan yang sejuk sangatlah cocok bila diimbangi oleh hangatnya bajigur yang masuk ke tubuh kita.
Kebanyakan tukang bajigur menjajakan jualannya dengan cara ditanggung (dipikul). Dan tidak cuma bajigur ini saja yang dibawanya, namun tolong-menolong rekan bajigur yang paling dekat dan cocok, ya itu pisang rebus atau bila berdasarkan perumpamaan orang Bandung kulub cau,kacang rebus lah.Dan bajigur itu sendiri kadang – kadang diberi sahabat juga yakni buah cangkaleng (kolang-kaling).
Sesuai dengan pertumbuhan jaman, bajigur ini mengalami juga pertumbuhan dibeberapa tempat. Tetapi kemajuan ini hanyalah disekitar tempat-daerah dan derajatnya saja. Dari dipikul-pikul orang ia meningkat kewarung kecil yang cukup higienis tempatnya, sehinga kerestoran besar. Sekalipun namanya tetap bajigur. Biar keluarnya dari Mang Anta atau Kang Sarju dan dipikul-pikul, atau yang diproduksi ceuceu Wati yang mempunyai warung bajigur dijalan Cicadas (tempo dulu) atau juga ibu yang dengan gembira dihasilkan oleh ibu Aminah atau Zus Rumsari yang memiliki restoran yang terkenal di Bandung, sekali bajigur tetap bajigur tidak akan sempat menjadi “Sweet coconut’s water”. Sumber : Majalah Varia 21 – Oktober 1964.