BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Karakteristik Hukum Islam
Pengertian aturan islam sampai dikala ini masih rancu dengan pengertian syariah, untuk itu dalam pemahaman aturan islam disini di maksudkan didalamnya dimaksudkan pengertian syariat. Dalam kaitan ini di jumpai pertimbangan yang menyampaikan bahwa hukum islam atau fiqih adalah sekelompok dengan syari’at-syari’at yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia yang di ambil dari nash Al-qur’an alsunnah.
Bila ada nash dari Al-qur’an atau Al-sunnah yang bekerjasama dengan amal perbuatan tersebut, atau yang diambil dari sumber sumber lain. Bila tidak ada nash dari Al-qur’an atau alsunnah di bentuklah suatu ilmu yang disebut dengan ilmu fiqiti. Dengan demikian yang di sebut ilmu fiqih ialah sekelompok hukum perihal amal tindakan manusia yang diambil dari dalil yang terang.
Yang dimaksud dengan amal tindakan orang mulkallaf yang berhubungan dengan ibadat ibadat muamalat, kepidanaan dan sebagainya, bukan yang berafiliasi dengan aqidah ( dogma ). Sebab yang terakhir ini termasuk dalam pembahasan ilmu kalam. Adapun yang dimaksud dengan dalil-dalil yang terperinci yaitu satuan satuan dalil yang masing-masing menunjuk kepada sebuah hukum tertentu.
Berdasarkan batas-batas tersebut diatas bahu-membahu dapat di bedakan antara syari’ah dan hukum islam atau fiqih perbedaan tersebut terlihat pada dasar atau dalil yang digunakanya, kalau syari’at di dasarkan kepada nash Al-qur’an atau alsunnah secara langsung tanepa memelurkan penalaran penalaran atau istihad dengan tetap berpegang pada semangat yang terdapat dalam syari’at.
Makalah Fiqih Atau Islam Ini berisikan
Dengan demikian, jika syari’at bersifat permanen, infinit dengan infinit fiqih dan hukum islam bersifat temporer dan dapat berubah. Namun, dalam prakteknya antara syari’at dan fiqih sulit di bedakan saat kita mengkaji suatu problem misalnya kita pergunakan nash Al-qur’an dan Al-sunnah tersebut tetap memerlukan opsi yang menggunakan logika.
Dalam kaitan ini tidak mengherankan jikalau Ahmad Zaki Yunani ada dua., Pertama, bahwa syari’at islam itu luwes, mampu berkembang untuk mengatasi semua dilema yang meningkat dan berganti terus beliau sama sekali berlainan dengan apa yang sudah di gambarkan baik oleh musuh-mush islam, maupun sementara penganutnya yang menyeleweng yakni bahwa syari’at islam suatu system agama yang telah sungguh mantap ajarannya.
Kedua dalam pusaka perbandingan aturan islam terdapat dasar-dasar yang mantap untuk pemecahan-pemecahan yang mampu dijalankan secara sempurna dan cermat bagi dilema-problem yang paling pelik di era kini, yang tidak mampu dipecahkan oleh system Barat maupun oleh system prinsip Timur meskipun sekedar menaklukkan saja.
Sejalan dengan uraian tersebut, Zaki Yamani membagi syari’at islam dalam dua pemahaman. Pertama, pengertian dalam bidang yang luas dan kedua pemahaman dalam bidang yang sempit. Pengertian syari’at islam dalam bidang yang luas meliputi semua hukum yang sudah di susun dengan terorganisir oleh para andal fiqih dalam pertimbangan -pertimbangan fiqihnya mengenai problem di era mereka, atau yang mereka perkirakan akan terjadi lalu. Dengan mengambil dalil-dalil yang langsung dari Al-qur’an dan Al-hadist atau sumber pengambilan aturan mirip ijma’, qiyas, istihsan, dan juga istihsab.
Syari’at dalam pengertian yang luas ini menunjukkan peluang untuk berlawanan pendapat untuk mengikutinya atau tidak mengikutinya. Adapun dalam pemahaman dalam yang sempit, syari’at islam itu terbatas pada hukum-hukum yang beradil niscaya dan tegas yang tertera dalam Al-quran, hadist yang shahih, atau yang ditetapkan dengan ijma’. Dalam pengertian yang sempit ini, syari’at dengan dalil-dalilnya yang tegas dan niscaya mengharuskan setiap muslim untuk mengikutinya dan menjadikannya sebagai sumber untuk memecahkan problem yang dihadapi.
Perbedaa antara pemahaman yang luas dan sempit tentang syari’at tadi maka terasa pentingnya dalam Negara-negara yang menlaksanakan syari’at islam seutuhnya mirip Saudi Arabia yang mau mengambarkan secara gampang dan jelas perlu tidaknya pelaksanaan semua aturan syari’at islam dalam pengertian yang luas itu.
Kini syari’at islam sudah cukup bau tanah, ialah dari semenjak kelahiran agama islam itu sendiri pada 15 abad yang lalu sampai kini. Sejauh manakah syari’at islam itu tetap actual dan mampu menanggapi perkembangan zaman, telah dijawab melalui banyak sekali penelitian yang dilakukan oleh para andal, contoh-contohnya dapat dilihat dalam uraian di bawah ini.
Dan dapun pembentukan dan kemajuan pedoman fiqih secara lebih rinci telah dijelaskan dalam buku yang berjudul Sejah dan Perkembangan Hukum Islam, karena itu bab ini akan diisi dengan ringkasan dari buku tersebut. Dengan demikian, kita telah mengenal sejumah anutan aturan islam, adalah Madrasah Madinah, Madrasah Kufah, Aliran Hanafi, Aliran Maliki, Aliran Al-Syafi’i dan lain sebagainya karena banyak anutan yang timbul lalu menghilang sebab tidak ada yang mengembangkannya.
Aliran aturan islam yang populer dan masih ada pengikutnya sampai sekarang hanya beberapa aliran, diantaranya Hanafiyah, Malikiyah dan lain sebagainya. Akan tetapi, yang sering dilupakan dalam sejarah hukum islam yakni bahwa buku-buku pemikiran Sunni, sehingga para penulis sejarah hukum islam condong mengabaikan pertimbangan khawaris dan syi’ah dalam bidang hukum islam.
B. MODEL-MODEL PENELITIAN HUKUM ISLAM
1. Model Harun Nasution
Sesbagai guru besar dalam bidang Teologi dan Filsafat Islam penelitiannya dalam bidang hukun? Islam ini beliau tuangkan secara ringkat dalam bukunya Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya Jilid II. Melalui penelitiannya secara ringkas kepada aneka macam aturan Islam dengan memakai pendekatan sejarah, Harun Nasution sudah berhasil mendeskripsikan struktur ukum Islam secara komprehensif, adalah mulai dari kajian terhadap ayat-ayat hukum yang ada dalam Al-qur’an, latar belakang sejarah pertumbuhan dan kemajuan aturan Islam dari semenjak zaman Nabi sampai dengan kini, lengkap dengan beberapa mazhab yang ada, berikut sumber hukum yang digunakannya serta latar belakang timbulnya perbedaan usulan.
Dengan membaca hasil penelitiannya itu pembaca akan memperoleh isu perihal jumlah ayat Al-qur’an yang berkaitan dengan hukum, yang jumlahnya 368 ayat, dan 228 ayat atau 3 1/5 persen ialah ayat yang mengungkap soal kehidupan kemasyarakatan umat ialah ayat yang berkaitan dengan hidup kekeluargaan, perkawinan, perceraian, hak waris dan sebagainya ayat-ayat perihal perdagangan, perekonomian, perdagangan, sewa-menyewa, pinjam meminjam, gadai, perseroan, kontrak, dan selaku nya ayat-ayat perihal kriminal, tentang relasi Islam dan bukan Islam, soal pengadilan, hubungan kaya dan miskin serta tentang soal kenegaraan.
Harun Nasution melaporkan bahwa di kala Nabi segala problem dikembalikan kepada nabi untuk menyelesaikannya, Nabilah yang menjadi satu-satunya sumber aturan. Secara eksklusif pembuat aturan adalah Nabi, tetapi secara tidak langsung Tuhanlah pembuat hukum, karena aturan yang dikeluarkan Nabi bersumber pada wahyu, dari Tuhan. Nabi bekerjsama bertugas menyampaikan dan melaksanakan aturan yang telah diwahyukan kepadanya.
Dalam usulan hukumnya Abu Hanifah dipengaruhi oleh pertumbuhan yang ada di Kufah yang letakmya jauh dari Madinah selaku sentra acara dakwah Rasulullah dan kawasan tumbulnya Al-Sunnah. keadaan demikian Abu Hanifah banyak memanfaatkan rasio sumber aturan Islam yang ia gunakan ialah Quran, Al-Sunnah, Al-ra’yu, qiyas, istihsan dan syariat sebelum Islam yang masih sejalan dengan Al-qur’an dan Al-Sunnah. Mazhab ini sekarang banyak dianut di Turki, Suria. Afghanistan, Turkistan, dan India dan yang memakainva secara resmi adala Suria, Lebanon dan Mesir.
Sementara itu Imam Malik yang tinggal di Madinah selaku pusat dakwah Rasulullah dan daerah beredarnya Hadist, serta masyarakatnya tidak semaju dibandingkan dengan masyarakat Kufah yang dihadapi Imam Malik nampak tidak sulit menerima Hadist guna memecahkan berbagai masalah Untuk ini dia memakai sumber hukum berupa Alquran dan Sunnah.
Selanjutnya Imam Syaf’i yang pernah berguru pada Abu Hanifah dan pada Imam Malik serta pernah tinggal di aneka macam kota mirip Kufah, Mesir, Madinah, dan Makkah pasti menghadapi masalah yang berlawanan lagi, dalam kaitan pemecahan masalah.
Selanjutnya Ahmad Ibn Hambal yang lahir di Baghdad pada tahun 780 M. Dalam anutan hukumn Ahmad bin Hambal menggunakan lima sumber ialah Alquran, sunnah, pendapat sobat yang diketahui tidak mendapat tantangan dari sahabat lain, usulan seorang atau beberapa teman, dengan syarat sesuai dengan Al-qur’an serta sunnah, hadis mursal, dan qiyas dalam kondisi terpaksa.
Jika banyak sekali sumber hukum Islam dari lima mazhab tersebut disatukan antara satu dan lainnya, maka sumber aturan Islam itu mencakup Quran, hi-Hadis, pertimbangan para teman, qiyas, istihsan, maslahat al-ummah, dan sariat sebelum Islam.
Dari uraian tersebut tampakbahwa model penelitian aturan Islam yang dipakai Harun Nasution yakni observasi eksploratif, deskriptif dengan menggunakan pendekatan kesejarahan. Interpretasi yang dijalankan atas data-data histotis tersebut selalu dikaitkan dengan konteks sejarahnya.
2. Model Moel J. Coulson
Hasil observasi itu dituangkan dalam tiga bagian. Bagian pertama menerangkan tentang terbentukya aturan syariat, dan, yang di dalamnya dibahas tentang pengakuan Alqur’an, praktek aturan di masa pertama Islam, selaku mazhab petama, lmam Al-Syaf’i, Bapak Yurisprudensi. Bagian kedua, mengatakan perihal anutan dan praktek aturan Islam di era pertengahan. Di dalamnya dibahas ihwal, teori aturan klasik, antara kesatuan dan keanekaragaman, darn aliran dalam sistem aturan, pemerintahan Islam dan aturan syari’at, masyarakat dan aturan syariat. Bagian ketiga, mengatakan wacana aturan Islam dimasa terbaru yang di dalamnya dibahas tentang absorpsi hukum Eropa, aturan syariat kontemporer, taklid dan pembaharuan hukum serta neo ijtihad.
Pada bagian pendahuluan dia menyatakan bahwa problema yang mendasar saat ini adalah adanya kontradiksi antara ketentuan-ketentuan aturan tradisional yang dinyatakan secara kaku di satu pihak, dan permintaan-permintaan masyatakat terbaru di lain pihak. Apabila perjalanan hukum diarahkan biar mampu membentuk sebagai pembagian terstruktur mengenai perintah Tuhan, biar tetap aturan Islam, tak mampu dibenarkan suatu reformasi yang dimaksudkan guna memenuhi keperluan penduduk .
Sebaliknya, reformasi mesti mencari dasar hukum dalam prinsip-prinsip Islam selaku penopang. Artinya, harus ada legitimasi (legalisasi) baik secara implisit maupun secara eksplisit dari kemauan Tuhan. Akan tetapi, selama teori wacana metode aturan Islam klasik masih mendominasi dunia anutan dukungan mirip itu susah diperoleh.
Menurut Coulson ada dua alasan prinsipil di balik keberagaman atau perbedaan: ini. Pertama, yaitu biasa bahwa masing-masing qadi condong menetapkan hukum setempat yang pasti berlawanan-beda antara satu kawasan dengan yang lainnya.