Masyarakat Jawa diketahui dengan faktor kehidupan sosial dan budaya, dengan pengetahuan yang masih minim terhadap banyak sekali kehidupan mereka di era lalu, baik itu sebagai petani, pedagang, dan andal lainnya sebagai bentuk sebuah perubahan sosial yang dipahami pada tata cara dinamika budaya mereka sampai saat ini.
Pembelajaran pendidikan, sebelumnya menjadi perlawanan bagi orang batak dan Jawa saat itu, dimana adanya Tionghoa Kapuas Hulu contohnya (bong – kuh) Lokal, Indonesia datang sebelumnya untuk berjualan, dengan tata cara ekonomi, politik dan sosial di penduduk saat di Jawa misalnya.
Perubahan yang terlihat ialah, dikala agama masuk selaku bentuk perlawanan mereka kepada aspek kehidupan sosial saat ini. Apa yang bisa diketahui saat perebutan suatu ruang guna menerima mendapatkan simpati di penduduk pada orang Jawa, dan Batak secara umum.
Kebutuhan ekonomi, politik, dan sosial mensugesti aneka macam faktor kehidupan sosial mereka secara berlawanan, bantu-membantu mereka dibuat berdasarkan aspek kehidupan sosial budaya yang adad di masyarakat, secara umum sampai ketika ini.
Ketika hal ini berada pada keadaan masyarakat yang betul prilaku dan karakteristik mereka, yang tidak berubah, pastinya selaku peran serta dalam maksud dalam faktor kehidupan sosial mereka di penduduk hingga ketika ini.
Tidak heran bagaimana aspek kehidupan sosial mereka memiliki tugas kepada pendidikan, dan kesehatan mereka pada masyarakat secara khusus, termasuk kelas sosia, dan karakteristik mereka kepada ekonomi pajak yang ada di penduduk .
Ketika menganggap hal ini penting dalam mendukung aneka macam masalah politik, dan penyalahgunaan metode sosial yang mereka buat, hendaknya menjadi catatan bagaimana perlakukan, dan karekteristik mereka di penduduk ketika ini. Seringkali, hal ini penting dalam mengkonndisikan pergeseran tata cara pendidikan penduduk Tionghoa misalnya.
Persoalan tionghoa di Indonesia, memang dikarenakan pada tata cara pendidikan mereka, yang enggan menjadi salah satu bab dari manusia sendiri, sebelumnya memang dibawah oleh orang Jawa, dan Batak pada sebuah wilayah.
Maka, timbul adanya seksualitas yang “ngotot” dijumpai pada penduduk Orang Batak Sihombing, dan Jawa ( Marpaung ), sebagai bentuk perlawanan mereka, kepada setiap kebijakan, dan yang memuat adanya metode ekonomi, politik dan seksualitas 1980an – 2000, imbas lingkungan menjadi factor terhadap kehidupan sosial mereka di masyarakat hingga ketika ini.