Bila dibahas kembali tentang kebiadaban orang Batak di Kalimantan Barat, akan tampak pada marga Sihombing (Silaban), Marpaung. Dan Siregar (PDI Perjuangan), Orang Melayu, dan Orang Jawa, serta orang Dayak (Golkar), (Demokrat), kader masing-masing adalah orang gereja Katolik, dan Nasrani yang kini berlindung pada faktor pendidikan dan kesehatan di Kalimantan Barat, Jawa, bahkan Sumatera.
Bagaimana masyarakat hidup, apakah sesuai dengan dugaan kepada aksi perebutan kekuasaan. Yang dapat diperoleh dari orang tersebut yaitu, untuk mengakses sumber ekonomi di penduduk , dengan berbagai hal dasar penduduk .
Dengan mengetahui tenaga medis yang mereka lakukan, hendaknya telah dimengerti dengan aneka macam daerah khususnya di Indonesia, apa yang bisa diperoleh dari hal ini utamanya orang Tionghoa yang ikut berkoalisi dalam pembangunan pendidikan dan kesehatan di Kalimantan, bagaimana mereka mengerti aneka macam pelayanan mereka pada bidang itu.
Mereka rata-rata mampu diketahui dengan aspek pendidikan dan kesehatan yang mereka dapatkan tidak sesuai dengan harapan tentunya. Birokrasi itu mereka bangun dalam faktor pendidikan dan kesehatan yang mereka dapatkan dengan banyak sekali pergantian sosial yang dihasilkan.
Bagaimana, hal ini, melibatkan berbagai faktor pendidikan dasar dari ketiadaan penduduk kepada masing-masing integritas mereka terhadap sosial budaya mereka di masyarakat. Politik seksualitas yang diciptakan oleh masyarakat Orang Batak, dan Orang Jawa, telah di pahami dengan aneka macam faktor budaya ekonomi yang mereka berdiri.
Untuk dikenali bahwa berbagai pemahaman dengan aspek sosial budaya akan dimengerti dengan dinamika sosial mereka di masyarakat.
Pekerjaan Apa Yang Mereka Peroleh ?
Pendidikan dan kesehatan bab dari solusi mereka kepada perubahan ekonomi di penduduk , hal ini tidak lepas dari aneka macam sumbangan dan partai politik pengusung mereka, yang layaknya dapat dikenali dengan faktor kepentingan.
Bagaimana pendidikan terhadap bawah umur mereka dalam sebuah kehidupan, hal ini tampak dengan mengakses ekonomi politik pada penduduk , gereja, dan dimana mereka berada. Untuk mengetahui hal ini, apakah telah sesuai dengan pemikiran agama yang mereka pimpin.
Dengan demikian, berbagai aspek kehidupan sosial budaya yang tampak dengan Orang Batak, dan Orang Jawa, maka mereka berpindah agama ketika kebutuhan ekonomi dan budaya menuntun mereka untuk seperti itu.
Tidak lepas dari pengertian sosial yang dapat diterima dengan kondisi sosial budaya yang layaknya dipahami dengan aspek budaya yang menggeluti mereka dimasing-masing agama di Indonesia. Dengan banyak sekali kesesatan berpikir terhadap pengertian agama, telah menjadi cermin atas aneka macam aspek keadaan sosial dan budaya mereka di masyarakat.
Ketika keadaan agama menjadi bab untuk mengakses ekonomi dalam sebuah pemerintahan sebut saja, pada Orang Batak Silaban (Sihombing), dan Orang Dayak akan diketahui dengan ketidaktaatan mereka terhadap agama Nasrani dan Kristen sebagai symbol kehidupan mereka di masyarakat.
Maka pendekatan yang mereka kerjakan ialah pada aspek kesukuan, yakni budaya. Sistem politik di Indonesia memiliki berbagai ragam suku, dan budaya yang mau diketahui selaku bagian dari pluralism, dan multikulturalisme yang berdiri kepada aneka macam aspek perbedaan.
Ketika era politik akan berakhir, politik seksualitas menjadi pilihan sebagai pendetan terhadap banyak sekali aspek perbedaan partai, kemudiaan beralih kelebih serius, itu yang diterapkan pada suku batak atau dipahami sebagai perompak Sihombing (Silaban), dan otaknya adalah Marpaung (Orang Jawa), Siregar, dan Orang Melayu.
Itu seni manajemen politik seksualitas yang amat rendah ini menjadi pandangan terhadap dilema politik di Kalimantan Barat. Kemandirian ekonomi inovatif akan cocok bagi mereka untuk diterapkan, cuma sebagai bagian dari aspek yang penting dalam membangun Ekonomi Rakyat.