Dahulu ‘Utsman bin ‘Affan membakar mushaf-mushaf yang tidak lagi diharapkan.
Salah satu saksi sejarah, Mus’ab bin Sa’d mengatakan :
أدركت الناس متوافرين حين حرق عثمان المصاحف ، فأعجبهم ذلك ، لم ينكر ذلك منهم أحد
Perintah Utsman untuk aben kertas mushaf ketika beliau mengumpulkan Quran, memperlihatkan bolehnya membakar kitab yang disitu tertulis nama nama Allah ta’ala. Dan itu sebagai bentuk memuliakan nama Allah dan menjaganya agar tidak terinjak kaki atau terbuang sia- sia di tanah.
As Suyuthi dalam kitabnya al-Itqan fi Ulumul Qur’an dijadikan sebagai dasar diperbolehkannya aben mushaf yang rusak.
Opsi menyobek juga kurang sempurna.
Dibakar? Solusi ini jauh lebih baik, menurutnya. Tindakan sama yang dijalankan oleh Utsman.
Komite Fatwa Kerajaan Arab Saudi (Fatawa al-Lajnah ad-Daimah) dalam kompilasi fatwanya menyebutkan, mushaf yang tak lagi terpakai, kitab, dan kertas-kertas dimana tertulis ayat-ayat Al-quran maka hendaknya dikubur di tempat yang layak, jauh dari lalu lintas manusia atau lokasi yang menjijikkan.
Opsi lain yang mampu ditempuh adalah dibakar. Hal ini selaku bentuk penghormatan dan menghindari perendahan Al-quran.
Baik yang menyarankan dikubur atau dibakar, keduanya memiliki argumentasi yang besar lengan berkuasa.
Ibnu Utsaimin menyampaikan :
التمزيق لابد أن يأتي على جميع الكلمات والحروف ، وهذه صعبة إلا أن توجد آلة تمزق تمزيقاً دقيقاً جداً بحيث لا تبقى صورة الحرف..