Bag V, Teknis Budidaya Flora Karet

PENYIAPAN LAHAN

Penyiapan lahan dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pada perkebunan rakyat yang luasnya relatif kecil, penyiapan lahan lazimnya dikerjakan dengan manual dan khemis.

Penyiapan lahan secara manual dan kemis
Tebas/Imas
Penebasan dijalankan untuk membuang kayu-kayu kecil dan gulma. Alat-alat yang digunakan lazimnya bendo.

Penebangan Kayu
Penebangan kayu secara manual lazimnya menggunakan bendo panjang, kapak besar atau dengan gergaji konvensional. Tunggul yang disisakan adalah 30 cm dari permukaan tanah.

Penyincangan/perpanjangan
Setelah kayu tumbang ranting diiris kecil-kecil untuk dijual atau dijadikan bahan bakar batang dipotong sesuai keperluan untuk dijual. Apabila tidak laris dijual dibiarkan membusuk dengan sendirinya.

Pembakaran dan peracunan tunggul
Pembakaran dilaksanakan cuma pada kayu-kayu yang tidak bisa atau tidak laris dijual. Apabila tidak laku dijual dibiarkan dan di beri racun biar cepat wangi. Tunggul yang tertinggal juga diberi racun supaya lebih cepat bau.

Pengumpulan dan Pembakaran ulang
Kayu yang masih acak-acakan dan tidak habis terbakar maupun yang telah mulai bau dikumpulkan menjadi satu di sebuah daerah dan dibakar ulang atau dibiarkan membusuk sehingga lahan terlihat higienis. Penyiapan lahan dengan cara manual memiliki kelemahan yakni memakan waktu yang lebih usang adalah 2 bulan atau lebih dan potensi penyakit jamur akar putih tinggi.

Penyiapan Lahan Secara Mekanis Penuh
Cara peremajaan mekanis ini lebih diminati untuk menanggulangi penyakit JAP yang sungguh berbahaya. Dengan peremajaan secara mekanis penuh maka sumber bengkak penyakit JAP baik yang berupa tunggul atau sisa-sisa akar-akar yang sakit mampu disingkirkan dari areal penanaman.

Pembukaan lahan seharusnya dijalankan menjelang trend kemarau, dimaksudkan supaya flora yang ditebang secepatnya akan mengering. Kondisi kering ini akan mempermudah dalam penanganan selanjutnya, apakah kayu hasil penebangan akan dimanfaatkan sebagai kayu log atau selainnya. Di daerah Sumatera Utara lazimnya animo kemarau jatuh pada bulan Februari s.d Juni. Tahapan penyiapan lahan secara mekanis adalah selaku berikut :

  Pola Makalah Menganalisis Keputusan Aturan Hakim Peratun Di Ptun

a. Penumbangan dan pengumpulan pohon
Tanaman renta ditumbangkan dengan meggunakan chain saw atau dengan didorong sampai tumbang dengan menggunakan bulldozer. Sewaktu penumbangan dengan chain saw tunggul mesti disisakan sepanjang 30 cm untuk membuat lebih mudah dalam pembongkaran dan pencabutannya. Pohon karet yang sudah ditumbang lalu di potong-potong sesuai kebutuhan misalnya untuk kayu log. Ranting dan cabang umumnya dikumpulkan selaku sumber kayu bakar atau selaku kayu asap.

b. Pembongkaran dan pengumpulan tunggul/perumpukan
Pembongkaran tunggul dilaksanakan dengan mendorong tunggul yang disisakan sepanjang 30 cm memakai crawler tractor dan dikumpulkan pada tiap-tiap barisan yang berjarak 10 m. Di beberapa kawasan sisa-sisa tunggul masih mampu dijual sehingga akan meminimalkan biaya pengangkutan. Tunggul-tunggul yang telah kering dikumpulkan menjadi beberapa bab (spot-spot) lalu dibakar. Saat ini pembakaran sudah dihentikan dalam penyiapan lahan, untuk mempercepat pelapukan sisa tunggul maka mampu dibantu dengan penanaman kacangan epilog tanah. Untuk tempat-kawasan ber lereng sisa tunggul didorong ke daerah lembahan dan diharapkan akan melapuk dengan sendirinya.

c. Ripper
Ripper dijalankan jika tahap pembongkaran sudah tamat dan sisa-sisa tunggul telah dirumpuk menjadi spot-spot dan tidak berada dalam barisan lagi. Ripper dilaksanakan dua kali, Ripper pertama dikerjakan dengan melintang ke arah Timur-Barat, Ripper kedua ke arah Utara-Selatan. Untuk lahan-lahan yang miring putaran pertama dijalankan ke atas dan kemudian ke bawah kemudian dilanjutkan dengan rippper kedua dan seterusnya. Alat yang dipakai ialah Ripper yang ditarik dengan traktor rantai D6/D8. Kedalaman ripper 50 cm, selang waktu antara ripper I dengan ripper II berselang 2-3 minggu. Setiap kali ripper di ikuti dengan ayap akar. Tujuannya yaitu untuk menghimpun sisa akar yang masih tertinggal saat pembongkaran. Dalam pengelolaan perkebunan karet diusahakan biar akar berada di permukaan dan terkena cahaya matahari, tujuannya yaitu untuk mengurangi potensi JAP dari sisa akar flora karet.

d. Luku (Bajak)
Pekerjaan luku dijalankan dua kali, dengan alat bajak piringan yang ditarik memakai traktor ban. Kedalam luku minimal 40 cm sesuai dengan distribusi akar serabut tumbuhan karet. Luku dilakukan sebanyak 2 kali dengan arah menyilang saling tegak lurus satu sama yang lain, interval waktu antara luku I dan luku II selang 2-3 minggu. Setiap kali pembajakan di ikuti dengan ayap akar.

Semua sisa akar flora dan serpihan kayu karet yang masih tertinggal diayap secara manual dan dikumpulkan di daerah tertentu untuk memudahkan pemusnahannya.

BAGIAN TEKNIS BUDIDAYA TANAMAN KARET 

e. Garu (Harrow)
Garu dilaksanakan 2 kali . Garu pertama ke arah Utara-Selatan dan yang kedua ke arah Timur-Barat. Alat yang dipakai yakni tractor ban yang dilengkapi dengan 24 disk flow. Tujuannya yaitu untuk menggemburkan dan meratakan permukaan tanah. Setiap tamat pekerjaan garu di ikuti dengan ayap akar, selang waktu garu I dengan garu II berselang 2-3 minggu.

f. Pembuatan teras
Tindakan yang perlu dilakukan untuk mengatasi pengikisan adalah dengan pengerjaan teras, benteng, rorak maupun parit di areal penanaman karet. Cara ini dalam pengawetan tanah berfungsi untuk memperlambat aliran permukaan dan memuat serta menyalurkan air dengan kekuatan yang tidak merusak.

Tindakan pengawetan tanah pada budidaya flora, didasarkan pada kelas kemiringan lahan yang ada. dibagi ke dalam 4 kelas yaitu :

  Makalah Ix, Aturan Perdata Atau Yurisprudensi

1. Tanah datar (0-3%)
Tidak diharapkan pembuatan benteng, rorak, maupun teras. Umumnya yang diharapkan ialah drainase untuk menampung dan mengalirkan air yang berlebihan.

2. Tanah bergelombang (4-10%)
Pada daerah dengan kemiringan 4-10% mulai nampak adanya erosi alur. Ini terjadi alasannya adalah air tekonsentrasi dan mengalir pada tempat-tempat tertentu sehingga dibutuhkan pembuatan benteng dan rorak.

3. Tanah berbukit (11-100%)
Pada areal bukit diharapkan pembuatan teras bersambung.

4. Tanah curam (>100%)
Pada tanah curam dengan kemiringan > 100% tidak dianjurkan untuk perjuangan perkebunan karet. Untuk pengusahaan tumbuhan karet, kemiringan lahan hingga 47%.

Teras bersambung dibuat menurut derajat kemiringan lahan dan jarak antar kontur diambil dari rata-rata kemiringan lahan. Makin tinggi kemiringannya maka jarak antar kontur semakin jauh. Lebar teras sekitar 2 m dengan permukaan teras miring kedalam ke arah lereng dengan sudut kemiringan 10o. Pembuatan teras dapat dijalankan secara manual atau dengan mekanis memakai traktor rantai D6. Pembuatan teras seharusnya dimulai dari kawasan yang tinggi (puncak bukit). Bagian dalam dari tiap titik penanaman dalam teras dibentuk rorak (lubang sedalam 1.5-2m) untuk menampung kelebihan air dikala hujan turun.

g. Pembuatan jalan masuk drainase
Drainase areal sering menjadi persoalan utama yang dijumpai pada kawasan datar, rendahan, dan areal yang sering kebanjiran. Untuk mengatasinya diharapkan pengerjaan jalan masuk drainase yang berkhasiat untuk menangkal genangan air dan menurunkan permukaan air tanah. Banyaknya jalan masuk tergantung dari keadaan lahan, ataupun tinggi rendahnya permukaan air tanah. Sebelum membangun jalan masuk drainase mesti direncanakan dimana titik pembuangan arahnya, dan berapa debit air yang mesti dibuang. Dengan data yang diperoleh selanjutnya diputuskan berapa lebar dan dalam jalan masuk yang hendak dibentuk dan tingkat jaringan susukan yang dibutuhkan.