Al-Qur’an membagi alam terhadap dua kategori, yaitu alam dhahir dan alam Bathin, alam syahadah dan alam Ghaib; alam dunia dan alam Akhirat. Dhahir artinya sesuatu yang nampak secara terperinci. Kebalikannya yakni Bathin yang artinya sesuatu yang tersembunyi. Syahadah bermakna konkret atau bukti yang mampu disaksikan oleh panca indra. Kebalikannya adalah Ghaib, ialah segala sesuatu yang tidak tercapai oleh panca indra insan. Dunia artinya sesuatu yang akrab, terkait oleh waktu dan daerah yang terbatas; disini dan ketika ini, lawanya yaitu Akhirat yang mempunyai arti yang tiba dikemudian hari atau hari terakhir.
Penjelasan perihal ayat Kauliah maupun kauniah bahu-membahu telah tersirat dalam Al-Qur’an. Sebagaimana pada firman Alloh pada beberapa ayat berikut ini secara implisit pertanda apa hakikat ayat yang ada di muka bumi ini.
Semua ungkapan yang berlawanan di atas sudah disebutkan dalam beberapa ayat Al-Qur’an.:
“Tidaklah kau amati bergotong-royong Allah sudah memudahan untuk (kepentingan) mu apa yang dilangit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu ni’mat-Nya lahir dan bathin. Dan diantara insan ada yang membantah wacana (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau isyarat dan tanpa kita yang memberi penerangan.” (QS. Luqman: 20).
“Mereka haya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedang mereka tentang (kehidupan) darul baka ialah lalui. (QS. Rum : 7).
“Katakanlah “Kesenangan di dunia ini cuma sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa dan kamu tidak akan dianiyaya sedikitpun.” (QS. AnNisa : 77).
Yang demikian itu yakni tuhan yang mengetahui yang ghaib dan yang konkret, yang maha tangguhlagi maha penyayang. (QS. As-Sajdah:6).
Meskipun antara dunia dan alam baka, syahadah dan ghaib, lahir dan batin, disebutkan dalam konteks berlawanan, namun tidak berari bahwa keduanya terpisah dan bertentangan. Kedua alam itu adalah berpautan, saling melengkapi dan berkelanjutan. Yang lahir menjadi wadah bagi yang batin, yang syahadah menjadi dalalah kepada yang ghaib, dan dunia yang sekarang menjadi permulaan bagi alam akhirat.
Hanya sifat dan abjad dari kedua alam itu berlawanan. Alam dunia bersifat nampak, terjangkau oleh panca indra insan dan terbatas oleh ruang dan waktu. Sedang alam baka bersifat ghaib dan diluar kesanggupan indrawi manusia. Alam dunia yang bersifat syahada dan dhahir dengan gampang dapat diketahui dan dimengerti manusia dengan menggunakan panca indranya.
Akan tetapi alam ghaib dan bathin hanya dimengerti dan dimengerti eksistensinya melalui gejala dan ciri-ciri yang menerangkan. Tanda dan ciri alam bathin itu justru ter-dapat pada alam lahir dan alam syahadah itu sendiri. Maka kegagalan mengetahui tanda dan ciri eksistensinya yang ada pada alam lahir itu akan berakibat salah dan gagal dalam memahami alam bathin.
Tanda dan ciri alam bathin atau alam ghaib yang terdapat pada alam syahadah disebut selaku Ayat. Ayat artinya sesuatu tanda yang nampak secara indrawi, ciri bukti lahir yang mennjukan adanya suatu hakikat yang tersembunyi. Seperti gerakan tubuh pada diri seseorang menjadi tanda adanya kekuatan tersembunyi yang menggerakan yakni energi dan tenaga penggeraknya. Gerakan tubuh adalah lahir namun energi penggeraknya bersifat batin.
Ayat Qauliyah dan Kauniyah
Maunisia dan jin diciptakan dengan satu tujuan yang terperinci dan tegas, ialah hanya untuk beribadah terhadap Allah, Tuhan penciptanya. Awal dari sebuah ibadah yakni mengenali, atau ma`rifat kepada dzat yang diibadatinya. Karena itu tugas pertama untuk terlaksananya ibadah manusia kepada Allah yaitu mengenali Tuhannya. Dzat yang berhak diibadati itu yaitu Allah Tabaraka wa Ta`ala, sementara Dia yakni Maha tersembunyi dan Maha ghaib, sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya sendiri.
Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zhahir dan Yang Bathin, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (Surat Al-Hadid:3)
Panca indra dan ilmu nalar insan sangat terbatas untuk menjangkau problem ghaib secara benar dan sempurna. Karena itu Allah Swt membimbing manusia unuk mengenal Dzat-Nya melalui tanda-anda yang mudah diketahui insan. Inilah yang disebut ayat-ayat Allah. Ayat-ayat itu ada yang berbentukwujud cipataan-Nya, yakni seluruh alam raya ini. Ada ayat-ayat yang khusus berbentukfirman-firman-Nya yang disampaikan kepada manusia-manusia opsi yang disebut selaku rasul. Para rasul inilah yang digaskan membaca ayat-ayat Tuhan yang berupa firman-firman Allah kepada umat manusia.
Diturunkannya ayat-ayat Qur`aniyah membuktikan bahwa ayat-ayat kauniyah tidak cukup untuk memahami dan mengenali Allah secara benar dan tepat. Dengan meneliti alam semesta yang luarbiasa dahsyatnya secara benar manusia pasti sampai terhadap kesimpulan bahwa semua itu ada penciptannya. Hanya saja alam tidak memberi tanggapan siapa Dzat Yang Maha pencipta itu, apa sifat-sifat-Nya, bagaimana semestinya insan mengabdi terhadap-Nya?
Artinya dengan mengkaji alam insan cuma mungkin hingga terhadap doktrin global bahwa alam ada penciptanya, dan sebab alam semesta itu amat luas, dahsyat, indah, kompleks, sekaligus amat tepat tanpa keanehan di dalamnya, maka sudah barang tentu Sang Pencipta itu yakni Dzat Yang Maha Luas, Maha Dahsyat, Maha Indah dan Maha Sempurna, tanpa bisa menjelaskan secara rinci bagaimana cara mengenali dan apa hak serta kewajiban manusia terhadap Dzat Pencipta itu.
Ilmu yang memperkenalkan insan secara detai terhadap Allah serta ihwal hak dan kewajiban insan kepada-Nya hanya memungkinkan diperoleh dari pengajaran Allah secara langsung melalui proses pengajaran wahyu. Karena itulah nabi dan rasul Allah membaca dan mengajarkan ayat-ayat Qauliyah kepada umatnya. Sementara mereka dapat mengenal Allah alasannya Allah sendiri yang menerangkan sifat-sifat dzat-Nya kepada mereka melalui wahyu.
Karena alam maupun al-Qur`an berasal dari satu sumber, yaitu Allah Ta`ala, maka logisnya mustahil antara al-Qur`an dan alam terjadi pertentangan. Yang sejatinya, justru al-Qur`an dan alam saling menerangkan dan saling melengkapi. Al-Qur`an banyak mengungkapkan wacana penomena alam.
Sebaliknya semua fenomena alam menjadi bukti akan kebenaran kata-kata al-Qur`an. Jika sudah demikian maka al-Qur`an maupun alam semesta menyatu dalam menyikap-kebenaran hakikat Allah Swt.