Aturan, Ekonomi, Dan Moralitas Di Pontianak – Jakarta Pada Kala Revolusi Mental 2011

Membahas mengenai ekonomi akan lekat dengan budaya yang berlangsung di penduduk , tentunya perbandingan yang berbeda dengan di Jakarta. Hal ini menjelaskan taktik bekerja, dan sistem kerja yang berlawanan pula Revolusi Mental  – Industri.

Sehingga muncul dengan adanya aspek kehidupan budaya di penduduk yang mempunyai pertentangan ekonomi di penduduk secara khusus terutama yang mengakses ekonomi urbanisasi, utamanya pada kalangan birokrasi.

Muncul suatu moralitas terhadap ekonomi, dan menerangkan bagaimana kehidupan budaya dan ekonomi, serta kehidupan sosial di kurun lalu dan kini. Berbagai hal terkait insan, yang akan diketahui dengan adanya moralitas dan budpekerti dalam mengakses sistem ekonomi di Pontianak – Jakarta.

Pemahaman yang timbul adanya metode ekonomi budaya di masyarakat, secara tidak sadar memiliki perbedaan kepada nilai – nilai agama dan moralitas ketika ini. Berbagai kelompok akan muncul dengan adanya moralitas dan budpekerti yang tidak wajar dalam kehidupan agama, dan budaya di Pontianak.

Menjelaskan aneka macam posisi dan budaya mereka di masyarakat akan lekat dengan dinamika budaya sosial yang berada pada kondisi suasana pertentangan ekonomi, terutama yang terjadi pada tahun 99 – 2000, dan berlanjut pada ekonomi global pada tahun 2009.

Hal ini menerangkan bagaimana kehidupan sosial ekonomi terjadi di Pontianak, dengan dinamika budaya yang menempel pada masalah kelas sosial, individu, dan metode sosial yang terjadi pada manusia itu sendiri, dengan sengaja dan tidak, terhadap pembangunan ekonomi direncanakan nantinya.

Berbagai temuan pertentangan ketidaksenangan seorang oknum, pendidik, dan yang lain pastinya pada pendidikan, di Pontianak – Jakarta. Hal ini menerangkan bagaimana mereka hidup secara kolektif, dan menciptakan konflik sosial pada metode pendidikan, suatu pengalaman menarik ketika saya bersekolah di Pontianak.

  √ 5 Contoh Fragmentasi Sosial di Masyarakat

Konflik itu tidak lepas dari orang Tionghoa – Dayak – Batak di Kalimantan Barat saat itu, dan berlanjut di Jakarta. Selama sekolah dan di Universitas, berlindung di tembok agama Nasrani menjelaskan bagaimana mereka hidup dengan pertentangan sosial, dan seksualitas. 

Pada budaya politik yang tidak memiliki  moralitas utamanya pada budaya Batak – Jawa – Tionghoa – Melayu, cuma pada sebuah oknum, dan partai politik Golkar dan PDI Perjuangan dikala itu 2000 – 2008 berlanjut.

Berlindung dibalik tembok agama, dan kekerasan yang direncanakan dan digantikan pada tata cara ekonomi menerangkan bagaimana mereka hidup di pedesaan dan perkotaan di Pontianak. Budaya itu muncul dengan adanya mereka beragama dan budaya, tergolong pada di tubuh militer dan kepolisian di Pontianak, menerangkan hal tersebut di Pontianak, Indonesia.

Ketika media sosial, mereka berpura – pura baik terhadap aku, terus menyarankan pendidikan, mendekati bahkan menganjak bercinta, Orang Batak – Jawa itu, tidak memiliki budaya dan moralitas di tengah penduduk sebagai perompak kapal tata cara ekonomi di Pontianak Sihombing namannya, hasil dari pindah agama Protestan – Islam.

Menggunakan teknologi amerika serikat itu di Pontianak – Jakarta dan persepsi politik berlainan. setidaknya lebih menyadari diri mereka siapa, sengaja atau tidak dan ekonomi urbanisasi, hasil penciptaan seksualitas, Batak – Tionghoa, sampai kuburan serta peler dan (p) laki -laki dan perempuan bahkan menghujat atau berbahasa kotor.

Yang terjadi di Pontianak – Kuburaya  – Jakarta, begitu pula pada sistem pendidikan, dan bagaimana mereka menumpang hidup di berbagai daerah dan melakukan pekerjaan misalnya 2009 – 2022 Budha – Kristen – Protestan.