Orang yang diyakini atau ada praduga besar lengan berkuasa bahwa dia akan memakai benda seperti game atau alat permainan game online dalam hal yang haram maka dilarang menjual benda tadi kepadanya mengenang firman Allah yang artinya, “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (melaksanakan) kebajikan dan takwa, dan jangan bahu-membahu dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (QS al Maidah:2).
Dalam Fatawa al Lajnah al Daimah 13/109 disebutkan, “Segala benda yang dipergunakan untuk hal yang haram atau ada praduga besar lengan berkuasa untuk hal yang haram maka haram hukumnya memproduksi barang tersebut. Demikian pula mengimpornya, menjualnya dan memasarkannya di antara kaum muslimin”. Al Lajnah al Daimah lil Ifta mendapatkan pertanyaan dengan teks selaku berikut, “Aku adalah sarjana elektronik. Aku melakukan pekerjaan menservis radio, TV, video dan alat-alat semisal. Aku berharap menerima pedoman wacana terus menerus bekerja seperti ini. Perlu dikenali bila aku meninggalkan pekerjaanku ini aku akan kehilangan banyak dari kemampuanku dan berarti aku kehilangan profesi yang telah kupelajari sepanjang hidupku. Aku akan menerima banyak problem bila meninggalkan pekerjaan tersebut”.
Jawaban al Lajnah, “Terdapat banyak dalil dari al Qur’an dan sunah yang menunjukkan bahwa seorang muslim berkewajiban untuk mencari pekerjaan yang halal. Sehingga sepantasnya anda mencari pekerjaan lain yang halal. Sedangkan pekerjaan sebagaimana yang anda ceritakan bukanlah pekerjaan yang halal karena alat-alat tersebut kebanyakan dipergunakan untuk hal-hal yang haram” (Fatawa al Lajnah al Daimah 14/420).
Sedangkan PS (Play station) dan CD-nya hukumnya sama dengan hukum duduk perkara di atas. Sehingga boleh dijual kepada orang yang kita mempunyai praduga besar lengan berkuasa bahwa orang tersebut akan menggunakannya dalam hal yang mubah. Haram hukumnya menjual benda tersebut kepada orang yang kemungkinan besar akan menggunakannya dalam hal yang haram. Banyak orang memakai PS dengan penggunaan yang haram. Seharusnya hiburan itu seperlunya, dilakukan jika memang dibutuhkan. Namun ternyata berdasarkan banyak orang isi pokok hidup yaitu hiburan. Banyak orang menghabiskan banyak waktu, harta dan tenaganya di depan PS atau semisalnya. Jika tidak, mereka pergi ke kawasan-kawasan nongkrong, kolam renang, jalan-jalan dan duduk kalem dengan kawan, pergi ke daerah-daerah rekreasi dan semisalnya.
Banyak orang yang main PS atau alat permainan semisalnya alasannya alasannya PS melupakan kewajiban shalat lima waktu dan tidak melaksanakan hal-hal berfaedah secara agama ataupun dunia. Dengan alasan-argumentasi tersebut kami berani memastikan haramnya bermain PS bagi orang-orang semisal di atas. Adapun orang yang bisa bersikap proporsional, cuma sejenak saja bermain PS dengan tujuan mencari hiburan, PS tidak menjadikan melewatkan kewajiban dan melakukan hal-hal berfaedah secara agama ataupun dunia ditambah PS tersebut bebas dari berbagai kemungkaran semisal musik, gambar perempuan telanjang maka bermain PS untuk orang yang menyanggupi persyaratan di atas itu tidak duduk perkara, insya Allah. Yang terbaik bagi seorang muslim yakni berupaya untuk mencari pekerjaan halal yang tidak ada subhat di dalamnya. Hendaknya kita selalu ingat dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Semua bagian tubuh yang berkembang dari harta yang haram maka api neraka itulah yang lebih baik untuknya” (HR Thabrani dan dinilai asli oleh al Albani dalam Shahih al Jami’ no 4519).
Lantas bagaimana hukum hiburan dan permainan itu berdasarkan syariah Islam? Pada dasarnya, Islam yaitu agama fitrah, yakni sungguh memahami fitrah manusia yang mampu mengalami kebosanan dan kebosanan. Karena manusia memang berlawanan dengan malaikat yang diwajibkan terus menerus berdzikir kepada Allah SWT. Islam juga tidak mewajibkan terhadap setiap muslim untuk terus menerus mengisi waktunya di masjid saja, atau untuk terus menerus mengaji Al Qur`an, atau untuk terus menerus berdakwah, dan sebagainya. Maka dari itu, Islam tidak melarang umatnya untuk sesekali mengisi waktu luangnya dengan mencari hiburan dan menikmati permainan. Tentu bukan sembarang hiburan atau permainan, melainkan hiburan dan permainan yang dihalalkan oleh syariah Islam. Rasulullah SAW sendiri pernah berlomba lari dengan ‘Aisyah RA. (HR Ahmad dan Abu Dawud).
Pernah pula Rasulullah SAW bersenda gurau (mizah) dengan seorang nenek-nenek, yang minta didoakan biar masuk surga. Rasulullah SAW berkata kepadanya,”Sesungguhnya nirwana tak akan dimasuki nenek-nenek.” Perempuan itu kagetdan menangis, menerka tak akan nirwana. Rasulullah SAW kemudian menjelaskan bahwa tujuannya tidak demikian. Maksudnya, nenek-nenek tak akan masuk surga selaku nenek-nenek, namun oleh Allah SWT akan dijadikan muda dan perawan kembali saat masuk nirwana, sesuai QS Al Waaqi’ah : 35-37. (HR Tirmidzi). Ini memberikan bahwa Islam mengijinkan hiburan atau permainan, pasti sepanjang sesuai syariah Islam. (Yusuf Qaradhawi, Al Halal wal Haram fil Islam, hlm. 252-254).
Secara umum, hiburan dan permainan yang tepat syariah Islam wajib memenuhi 3 (tiga) syarat selaku berikut; Pertama, hiburan atau permainan itu haruslah halal secara syariah, misalnya olah raga lari, memanah, renang, dan sebagainya. Makara tidak boleh hiburan atau permainan itu berbentuksesuatu yang haram, baik haram dari sisi zatnya (seperti narkoba, minuman keras), maupun haram dari sisi aktivitasnya (mirip perjudian, prostitusi, seks bebas, dsb). Keharaman dari sisi aktivitasnya ini, banyak sebab dan rinciannya dalam syariah Islam.
Misalkan ada hiburan atau permainan yang diharamkan karena ibarat kaum non muslim (tasyabbuh bil kuffar), contohnya merayakan hari raya non muslim (misal Natal), atau diharamkan sebab menyerupai lain jenis, misal bermain drama dimana laki-laki berperan sebagai perempuan atau sebaliknya. Kedua, hiburan atau permainan dihentikan melalaikan kita dari kewajiban. Misalnya, keharusan sholat, bekerja, menutup aurat, menimba ilmu, berdakwah, dan sebagainya. Makara saat berolah raga renang contohnya, dihentikan mengumbar aurat atau bentuk badan.
Ketika olahraga lari atau sepak bola, contohnya, tidak boleh mengenakan celana pendek, alasannya hal itu mempunyai arti meninggalkan keharusan menutup aurat. Tidak boleh pula lari pagi dengan meninggalkan sholat Shubuh misalnya. Tidak boleh pula pergi memancing tapi meninggalkan keharusan dakwah atau ngaji, atau dikerjakan dengan membolos kerja. Ketiga, hiburan atau permainan itu dihentikan membahayakan (mudharat), contohnya olahraga beladiri tanpa latihan yang benar, mendaki gunung tanpa persiapan fisik atau perlengkapan yang mencukupi, dan sebagainya. Jadi jikalau beladiri dilakukan dengan latihan yang benar, atau mendaki gunung dengan antisipasi yang mencukupi, hukumnya tidak haram. Semoga goresan pena Hukum Bermain Games dalam Islam ini berguna untuk kita semua dan supaya kita semua mampu menentukan-milih apa saja kegiatan yang pantas kita kerjakan dan mana yang mesti ditinggalkan.