Berikut klarifikasi tentang pertimbangan beberapa jago wacana faktor-aspek yang mempengaruhi dalam berguru.
Menurut Frandsen (Suryabrata, 1984: 257) belajar dipengaruhi oleh:
a. Adanya sifat ingin tahu yang ingin menilik dunia yang lebih luas;
b. Adanya sifat yang inovatif yang ada pada manusia dan impian untuk selalu maju;
c. Adanya harapan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru dan sahabat-sahabat;
d. Adanya harapan untuk memperbaiki kegagalan yang kemudian dengan usaha yang gres, baik dengan koperasi maupun dengan kompetisi;
e. Adanya harapan untuk mendapatkan rasa kondusif bila menguasai pelajaran;
f. Adanya ganjaran atau eksekusi selaku final dari pada belajar.
Maslow (Suryabrata, 1984: 258) mengemukakan motif-motif untuk belajar, yakni:
a. Adanya kebutuhan fisik
b. Adanya kebutuhan akan rasa aman, bebas dari kekhawatiran
c. Adanya keperluan akan kecintaan dan penerimaan dalam kekerabatan dengan orang lain
d. Adanya kebutuhan untuk mendapat kehormatan dari masyarakat
e. Sesuai dengan sifat untuk mengemukakan atau mengetengahkan diri
Syah (1999: 132) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi mencar ilmu siswa ada tiga macam, yaitu:
1. Faktor Internal Siswa
a. Aspek Pisiologis
Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ badan dan sendi-sendinya dapat menghipnotis semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Perubahan contoh makan-minum dan istirahat akan menimbulkan reaksi tonus yang negatif dan merugikan semangat mental siswa itu sendiri.
Kondisi organ-organ khusus siswa, tingkat indera pendengar dan indera penglihat sungguh mensugesti kemampuan siswa dalam menyerap info dan wawasan khususnya yang disajikan di kelas.
Untuk menanggulangi kemungkinan timbulnya duduk perkara mata dan telinga itu seyogyanya selaku guru yang profesional harusnya berhubungan dengan pihak sekolah untuk memperoleh pemberian investigasi rutin (periodik) dari dinas-dinas kesehatan setempat. Kiat lain yakni dengan menempatkan mereka di deretan kursi terdepan secara bijaksana tanpa mesti memberikan kelemahan siswa tersebut di depan kelas. Jangan sampai mempengaruhi mental anak tersebut.
b. Aspek Psikologis
Intelegensi Siswa
Intelegensi pada umumnya mampu diartikan sebagai kesanggupan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan yang tepat.
J.P Chaplin ( Mujib, 2002: 318) merumuskan tiga defenisi kecerdasan, adalah: 1) Kemampuan menghadapi dan mengikuti keadaan terhadap situasi gres secara cepat dan efektif, 2) kemampuan menggunakan konsep absurd secara efektif, yang mencakup empat bagian seperti mengerti, beropini, mengendalikan dan mengkritik, 3) kesanggupan mengerti pertalian-pertalian dan belajar dengan cepat sekali.
Tingkat kecerdasan atau IQ siswa sungguh memilih tingkat keberhasilan berguru siswa. Semakin tinggi tingkat IQ seseorang maka makin besar harapannya menjangkau berhasil, begitupun sebaliknya. Di antara siswa-siswa yang dominan berinteligensi normal mungkin terdapat anak yang termasuk gifted child atau talented child, yakni anak yang pandai dan anak yang sungguh berbakat.
Sebagai seorang guru yang profesional harus bisa membaca kondisi Inteligensi anak didiknya. Agar tidak terjadi kesenjangan dalam mencar ilmu. Anak yang pandai juga tidak terhalang oleh temannya yang lamban dalam berfikir.
Sikap Siswa
Sikap yakni tanda-tanda internal yang berdimensi afektif berbentukkecenderungan untuk mereaksi atau menanggapi dengan cara yang relatif tetap kepada objek orang, barang, dsb baik secara nyata maupun negatif.
Untuk mengantisipasi perilaku negatif siswa, guru dituntut untuk terlebih dahulu menawarkan perilaku aktual kepada dirinya sendiri kepada mata pelajaran yang menjadi tugasnya. Dengan meyakini manfaat bidang studi tertentu, siswa akan merasa membutuhkannya, dan dari perasaan butuh itulah dibutuhkan muncul sikap faktual kepada bidang studi tersebut sekaligus kepada guru yang mengajarkannya.
Bakat Siswa
Secara umum, talenta yaitu kemamuan potensional yang dimiliki seseorang untuk meraih kesuksesan pada kala yang mau datang. Dalam kemajuan berikutnya bakat lalu diartikan sebagai kesanggupan individu untuk melakukan peran tertentu tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan dan latihan. Sehubungan dengan itu, talenta akan dapat mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajr bidang-bidang studi tertentu. Olehnya itu sangat tidak bijaksana orang bau tanah yang memaksakan anaknya untuk memilih jurusan-jurusan keahlian kehendaknya tanpa mengetahui lebih dulu bakat yang dimiliki oleh anaknya. Ini akan mempunyai efek buruk kepada kinerja akademik atau prestasi belajarnya.
Setiap pembelajar, tentu mempunyai kekhasan tertentu yang berlainan dengan pembelajar lain, oleh alasannya adalah itu, dalam berguru seorang pembelajar haruslah membuatkan kekhasan-kekhasan yang dimiliki. Keterampilan personal yag secara khas dimiliki oleh pembelajar. Pembelajar akan berkembang seoptimal mungkin sesuai dengan ciri khas atau karakteristik yang ada padanya.
Minat
Secara sederhana minat (interest) memiliki arti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau impian yang besar kepada sesuatu. Seorang siswa yang meletakkan minat besar kepada pelajaran Sains akan memusatkan perhatiannya lebih banyak daripada siswa yang lain. Kemudian alasannya pemusatan itu jadinya siswa lebih ulet dan akibatnya mendapatkan prestasi yang baik. Guru dalam hal ini seyogyanya menghidupkan minat yang dimiliki oleh anak didiknya.
Motivasi Siswa Motivasi adalah keadaan internal seseorang yang mendorongnya untuk melakukan sesuatu. Motivasi terbagi atas dua macam, yakni: 1) Motivasi Intrinsik; 2) Motivasi Ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah hal dan keadan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang mampu mendorongnya melaksanakan tindakan berguru. Motivasi ekstrinsik adalah hal yang tiba dari luar individu siswa yang juga mendorongnya untuk melakukan acara belajar.
Dorongan mencapai prestasi dan dorongan tentang pengetahuan dan keahlian untuk periode depan, umpamanya menawarkan dampak lebih besar lengan berkuasa dan relatif lebih langgeng ketimbang dorongan hadiah atau dorongan keharusan dari orang tua dan guru.
Brown (Imran, 1996: 30) mengemukakan ciri-ciri siswa yang mempunyai motivasi belajar adalah 1) kesengsem pada guru, tidak tidak suka atau bersikap hirau tak hirau, 2) kesengsem pada mata pelajaran yang diajarkan, 3) mempunyai antusias yang tinggi serta mengontrol perhatiannya utamanya terhadap guru, 4) ingin senantiasa bergabung dalam kelompok kelas, 5) ingin identitas dirinya diakui oleh orang lain, 6) tindakan, kebiasaan dan moralnya selalu dalam kendali diri, 7) mengingat pelajaran dan mempelajarinya kembali dan senantiasa terkontrol oleh lingkungannya.
Sardiman (Imran, 1996: 31) mengemukakan bahwa ciri-ciri motivasi yang ada pada diri seseorang yaitu tekun dalam menghadapi tugas atau dapat bekerja terus menerus dalam waktu lama, giat menghadapi kesulitan dan tidak gampang frustasi, tidak cepat puas atas prestasi yang diperoleh, memperlihatkan minat yang besar terhadap beragam masalah mencar ilmu, lebih senang bekerja sendiri dan tidak bergantung kepada orang lain, tidak cepat jenuh dengan tugas-peran berkala , mampu menjaga pendapatnya, tidak mudah melepaskan apa yang diyakini, bahagia mencari dan memecahkan masalah.
2. Faktor Eksternal Siswa
Lingkungan Sosial
a. Keluarga
b. Guru
c. Masyarakat
d. Teman
Lingkungan Non sosial
a. Rumah
b. Sekolah
c. Peralatan
d. Alam
Rujukan:
Imran, Ali. 1996. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Pustaka Jaya.
Mujib, Abdul. 2002. Nuansa-nuansa Psikologi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Suryabrata, Sumadi. 1984. Psikologi Pendidikan. Jakarta: CV. Rajawali.
Syah, Muhibbin. 1999. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.