Syaikh DR Yusuf Qardhawi ditanya apakah seorang istri wajib melayani suami dlm permasalahan rumah tangga (misalnya mengolah makanan & mencuci) alasannya adalah beliau pernah mendengar ada ulama yg mengatakan istri tak wajib melayani suaminya.
Syaikh DR Yusuf Qardhawi kemudian menjawab –secara ringkasnya- sebagai berikut:
Apa yg dikatakan oleh salah seorang ulama tersebut merupakan pertimbangan sebagian fuqaha’ yg merupakan hasil ijtihad. Tidak semuanya benar. Meskipun para mujtahid telah menerima satu pahala dikala ijtihadnya salah & mendapatkan dua pahala saat ijtihadnya benar.
Syaikh DR Yusuf Qardhawi menatap usulan yg benar yakni usulan yg memperlihatkan tugas terhadap istri untuk melayani suaminya demi kemaslahatan rumah tangga dgn argumentasi:
Pertama, istri & suami memiliki hak & kewajiban yg sepa&
Daftar Isi
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“…Dan para wanita (istri) memiliki hak yg seimbang dgn kewajibannya berdasarkan cara yg ma’ruf..” (QS. Al Baqarah: 228)
Pelayanan istri kepada suami merupakan bab dari sasaran firman Allah ini. Tidak diketahui bahwa suami mempunyai tugas mengolah makanan, mencuci, menyapu & sejenisnya. Apalagi sebab peran suami adalah mencari nafkah, masuk akal kalau istri membantunya mengurusi rumah tangga.
Kedua, setiap hak diimbangi kewajiban
Allah mewajibkan suami memberi mahar, nafkah, daerah tinggal & busana kepada istri yg merupakan hak-hak istri. Dengan mendapatkan hak-hak ini, istri juga mempunyai kewajiban yg sepa& dgn hak tersebut.
Ketiga, ikatan suami istri diberlakukan menurut ‘urf (tradisi) yg tak berlawanan dgn syariat. Di antaranya, istri melaksanakan tugas-tugas kerumahtanggaan. Jika di balik, suami wajib mencari nafkah sekaligus wajib melayani istri dlm problem rumah tangga, maka berlawanan dgn firman Allah:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ
“Laki-laki itu pemimpin bagi wanita…” (QS. An Nisa: 34)
Keempat, pola dari generasi sahabat menyebutkan bahwa istri bertugas melayani suami dlm urusan rumah tangga. Misalnya Fatimah Az Zahra radhiyallahu ‘anha umummenggiling tepung, membuat roti, memutar penggilingan hingga lecet tangannya. Pun dgn Asma binti Abu Bakar radhiyallahu ‘anha. Selain biasa mengadoni tepung & mengerjakan permasalahan rumah tangga lainnya, ia bahkan biasa mengurus & memberi makan kuda milik suaminya.
Makara, istri berkewajiban melakukan tugas untuk melayani suaminya & mengurus rumah tangga sesuai dgn fitrahnya & ‘urf penduduk Islam dari generasi ke generasi. Adapun apakah tugas itu lalu didelegasikan kepada khadimat (ajun rumah tangga) atau dilakukan bareng dgn suaminya, hal itu boleh-boleh saja bahkan lebih baik jikalau kesanggupan finansial keluarga memungkinkan sehingga energi suami istri mampu disalurkan untuk hal-hal yg lebih strategis contohnya dakwah & usaha membela Islam.
Wallahu a’lam bish shawab. [Webmuslimah.com]
*Disarikan dari Fatwa-Fatwa Kontemporer Syaikh DR Yusuf Qardhawi