Anjing Berjubah Merah | Cerpen Agus Noor


ANJING itu dilaporkan ke polisi sebab dianggap menyebarkan anutan komunis. Mungkin kau menganggap terlalu berlebihan, namun kau akan mengerti bila mengenal Pak Rais. Tapi, biar terperinci duduk perkaranya, akan kujelaskan dulu soal anjing berjubah merah itu.

Ia hanya anjing kampung buduk biasa. Suatu malam, anak-anak muda yg lazimnongkrong di ujung gang mabuk-mabukan main gitar, melihat anjing itu berjalan terpincang-pincang. Satu kaki belakangnya tertekuk kesakitan—pastilah seseorang telah menyambitnya dgn pentungan—hingga ia mirip berjalan menyeret-nyeret penderitaan, kemudian sempoyongan & terjerembab ke dlm got.

Beberapa anak muda yg sedang nongkrong itu secepatnya bangkit. Tentu saja bukan sebab ingin menolongnya, namun sebab berpikir mereka mampu menyembelih anjing itu. Dagingnya pastilah lumayan yummy buat sahabat menenggak tuak oplosan. Anjing itu diangkat & diikat, dimasukkan dlm karung. Karena begitulah cara terbaik membunuh anjing agar dagingnya lezat & empuk tatkala dimasak: masukkan anjing dlm karung, & gebuki hingga mati. Jangan hingga kepalanya pecah, cukup dibentuk retak. Karung akan meredam suara anjing yg melolong kesakitan. Dengan cara digebuki seperti itu, darah akan tetap menempel dlm daging. Dan itulah yg menciptakan dagingnya akan empuk tatkala dibakar.

Pastilah bukan karena termasuk kelompok penyayang binatang, tatkala seorang dr anak muda itu menghentikan sebelum pembantaian itu terjadi. “Berhenti!” Semua menatapnya. “Bagaimana jikalau anjing ini ternyata malaikat?”

Ini, sudah pasti pula bukan alasannya adalah ia termasuk kelompok orang yg baik wawasan agamanya, namun karena sudah begitu mabuk. Pelupuk matanya terlihat melorot menutupi matanya yg nyaris terbalik & tubuhnya bersandar hampir ambruk tatkala mengingatkan kawan-kawannya. Dan begitulah, anjing itu selamat. Tapi, barangkali pula dikala itu memang ada malaikat melalui & mengetuk kepala anak-anak muda yg mabuk itu, hingga melihat anjing itu mirip juru selamat yg akan membebaskan mereka dr penderitaan hidup.

Gagasan bahwa anjing itu juru selamat yg akan menyelamatkan hidup mereka rupanya menyenangkan para pemabuk itu. Mereka pun merawat anjing itu. Anjing yg tampakteramat sengsara itu seperti mengingatkan pada nasib mereka. Ada perasaan kasih sayang yg membuat mereka merasa nyaman tatkala menatap mata anjing itu. Matanya seperti menyimpan cahaya dr surga. Mungkin ia memang juru selamat yg sedang menyamar. Tuhan seperti berdiam dlm mata anjing itu.

*****

NAH, itulah yg mulai membuat Pak Kamir Rais jengkel. Baginya, sejak anjing itu muncul di kampung ini, kelakuan belum dewasa muda itu memang semakin menyebalkan. Kau niscaya bisa mengetahui kejengkelannya. Sudah semenjak usang Pak Rais tak bosan-bosan mengajak anak-anak muda itu ikut pengajian yg diadakan, dibandingkan dengan terus-menerus tiap malam mabuk-mabukan.

  Merindukan Nabi di Mushola Kami | Cerpen Supadilah

Bayangkan, tatkala azan berkumandang, bawah umur muda itu tetap saja menyanyi keras atau tertawa cekakakan. Telinga mereka telah disumpal setan. Tiap ketika memalak siapa saja yg melalui supaya mereka mampu berbelanja tuak. Tak jarang mereka menarik hati gadis-gadis dgn perkataan cabul. Pak Rais telah menasihati mereka baik-baik, mengajak belajar mengaji, atau mendengarkan ceramah ustad-ustad yg saban hari Minggu dipanggil Pak Rais untuk ceramah di rumahnya. Beberapa anak muda itu memang kadang tiba ke pengajian, namun selalu tertidur selama ceramah, & gres bangun tatkala masakan dibagikan.

Sekarang tak seorang pun dr cowok pemabuk itu yg mau tiba ke pengajian. Mungkin bawah umur muda itu memang sudah keterlaluan alasannya adalah menilai duduk bergerombol memandangi anjing itu jauh lebih mengasyikkan ketimbang mendengarkan ceramah penuh pesan tersirat yg menjemukan.

“Lihat mata anjing itu yg lapang dada, ia tak pernah menyalahkan kita. Anjing itu tak pernah menakut-nakuti kita dgn neraka,” ujar seorang pemuda.

Dan, entah kesambet fikiran gila dr mana, para pemabuk itu mulai mempercayai bahwa setiap gerak-gerik anjing itu sebetulnya petunjukyg mesti mereka tafsirkan maknanya.

“Lihatlah, ia tak sering menggonggong, artinya ia tak mengajari kita kemarahan & kebencian. Perhatikan bagaimana ia senantiasa diam setiap melihat sesuatu, artinya ia mengajari kita ketekunan. Anjing itu tak pernah meminta apa pun, tak mencuri makanan meski kelaparan, bahkan ia tak menghabiskan masakan yg kita berikan. Sepertinya ia ingin mengatakan pada kita jikalau hidup itu mestilah mengembangkan dlm kesusahan & penderitaan.”

Suatu malam anjing itu menggondol daging, entah dr mana, & meletakkan di erat kaki para perjaka itu. Mereka menganggap daging itu rezeki dr langit lalu memasaknya, & gila, daging itu tak habis meski terus-menerus mereka memakannya.

Dan Pak Rais begitu murka tatkala menyaksikan anjing itu berjubah.

*****

SEBENARNYA itu hanyalah pandangan baru konyol & main-main seorang dr bawah umur muda berandalan itu yg ingin membuat lelucon dgn memberi anjing itu pakaian. Ia memang pernah menyaksikan para penggemar anjing memberi anjing-anjing peliharaan mereka dgn busana yg lucu-lucu. Ada yg mendandani anjingnya dgn gaun mirip putri raja, memakaikan topi koboi hingga terlihat lebih gagah, berjas rapi tatkala diajak ke pesta, bahkan ada anjing yg menggunakan kostum superhero. Lalu belum dewasa muda itu sepakat, agar tampakkeren, mereka membalut anjing itu dgn kain merah, yg ujungnya tampakberkibaran hingga menyerupai jubah Superman. “Kupikir ia tak hanya terlihat seperti Superman…” “Maksud lo?” “Ia lebih menyerupai seperti Darwis.” Dan mereka tertawa. Pak Rais menilai itu sudah sungguh-sungguh kebablasan. Menyamakan anjing itu layaknya seorang sufi sungguh-sungguh melukai hati. Anjing itu telah menjinjing imbas jelek pada anak-anak muda di kampung ini. Kampung ini tak akan menerima berkah. Lalu Pak Rais mengingatkan, betapa dlm sebulan ini banyak warga yg tiba-tiba terjangkit penyakit aneh & mati. Itu pasti akibat hawa buruk yg dibawa anjing itu. Malaikat tak pernah akan masuk ke dlm rumah yg di dalamnya ada seekor anjing, hingga penghuni rumah itu akan jauh dr kebaikan & keselamatan.

  Tujuh Puluhan | Cerpen Yanusa Nugroho

Begitu pun dgn nasib kampung yg ada anjingnya, kata Pak Rais. Kampung ini akan menjadi kampung najis, bila kita membiarkan anjing itu terus berkeliaran. Para warga sepakat. Setidaknya, mereka memang risi setiap melihat anjing itu berlangsung melintasi rumah mereka, kadang kencing di pagar, berlangsung gontai dgn jubah merah berkibaran tertiup angin. Belum lagi anjing itu suka berak asal-asalan. Tapi, pastinya, mereka tak mau bermasalah dgn para pemabuk itu. Makanya mereka menyerahkan urusan anjing itu pada Pak Rais, supaya menegur.

Tapi kau tahu sendiri, menasihati orang gila jauh lebih mudah ketimbang menasihati pemabuk. Bila kamu menasihati orang gila, paling orang gila itu senyam-senyum sendiri. Sedangkan dgn pemabuk, baru mau ngasih hikmah, kamu bisa keburu dibacok.

Berkali-kali menegur & menasihati, Pak Rais tak cuma kelelahan, namun pula semakin dongkol. Tentu saja ia tak mengungkapkan kedongkolannya dengan-cara langsung pada para pemuda itu. Di usianya yg 72 tahun ia harus bisa lebih tabah menghadapi yg mungkar. Lagi pula, bagaimanapun ia sering membutuhkan bantuan cowok-pemuda itu, khususnya pada masa kampanye. Ia mampu berkali-kali terpilih menjadi anggota dewan pula tak lepas dr pinjaman bawah umur muda itu. Hanya dgn memberi mereka lima ratus ribu, mereka akan sarat semangat memasang baliho & poster kampanye, menekan warga agar memilihnya atau menggertak saingan-saingannya. Bila anak-anak muda itu menggunakan uang pemberiannya untuk beli tuak, ia tak keberatan, selama itu demi kebaikan. Kebaikannya tentu saja. Maka, satu-satunya yg mungkin dijadikan pelampiasan kejengkelannya yakni anjing itu.

Diam-membisu ia menyuruh orang untuk meringkus anjing itu & membuang jauh-jauh, jikalau perlu membunuhnya. Tapi anjing itu senantiasa timbul kembali. Dengan damai berlangsung melenggang dgn jubah merahnya yg berkibaran. Pernah, seolah-olah meledek, anjing itu melintas di depan rumah Pak Rais tatkala ada pengajian, dibarengi belum dewasa muda yg berbaris dgn takzim di belakang anjing itu. Seperti orang suci dgn para pengikutnya.

  Mustajab dan Pak Bupati | Cerpen Sigit Widiantoro

Tak hanya itu argumentasi si anjing kemudian dilaporkan polisi. Anjing itu dianggap menyebarkan pikiran buruk, meracuni anggapan para pemabuk itu dgn wangsit-ilham radikal berbahaya & terlarang. “Pasti anjing itu jelmaan hantu komunis,” tegas Pak Rais.

Hantu-hantu komunis memang senantiasa ingin berdiri kembali dgn berbagai cara. Makanya jangan heran bila hantu komunis itu pun menyamar selaku anjing. Agar keadaan tak semakin membahayakan bagi bangsa & negara, maka Pak Rais meminta agar polisi segera menangkap & memenjarakan anjing itu.

Soal ini banyak yg tahu, semenjak muda Pak Rais memang dikenal sangat tidak suka hantu komunis. Dulu ia tergolong yg ikut menghabisi orang-orang yg menjadi anggota & simpatisan partai komunis. Itulah yg membuatnya merasa berjasa menyelamatkan bangsa dr bahaya hantu-hantu komunis. Dan itu selalu diceritakan dgn besar hati.

Yang tak dikenali orang-orang adalah peristiwa ketika tengah malam tatkala puluhan polisi mendatangi rumahnya. Sebelumnya orang-orang hanya mendengar bunyi ribut & teriakan ketakutan, lalu terdengar lolong panjang anjing yg terus mengaing-aing, begitu gaduh, seperti tengah berantem melawan sesuatu yg mengerikan. Suasana malam itu begitu mencekam & menakutkan hingga tak seorang pun berani mendekat. Lalu muncul kendaraan beroda empat patroli polisi. Dan anjing berjubah merah itu tak pernah kelihatan lagi.

Kepada orang-orang Pak Rais cuma mengatakan kalau anjing itu sudah diamankan. Ia tak pernah menceritakan apa yg sebetulnya terjadi malam itu: tatkala dua orang pencuri menyatroni rumahnya. Ia pasti sudah mati dig*rok kalau anjing itu tak timbul. Tiba-tiba saja anjing itu meloncat dr balik kegelapan & menyerang & terus menggigit dua pencuri bergolok itu, hingga keduanya kabur. Bacokan golok yg menghujam berkali-kali menciptakan anjing itu terkapar. Lehernya koyak. Kepalanya nyaris putus. Pak Rais gemetar menyaksikan itu. Jubah merah anjing itu kian merah bersimbah darah. Dalam sekarat, mata anjing itu menatapnya hampa.

Malam itu pula ia menyuruh membuang bangkai anjing itu ke kali. 


*****

AGUS NOOR, gaya penulisan & kisah-kisahnya kerap mengejutkan, liar dgn ledakan humor yg surealistik. ia tergolong penulis Indonesia yg produktif. Cerpen ini termasuk yg akan ditambahkan di buku terbarunya: Lelucon Para Koruptor.