Anjing Bahagia yang Mati Bunuh Diri | Cerpen Agus Noor


Oleh: Agus Noor

Koruptor atau bukan, ada baiknya kalian menyimak cerita anjing Pak Kor ini. Setiap orang punya nasibnya sendiri-sendiri, tetapi jikalau ada anjing yg nasibnya lebih mujur dr insan, sudah sepatutnya bila kami iri.

Sebleh, seorang pemulung, menemukan anjing yg sekarat di daerah pembuangan sampah. Tubuh anjing itu bobrok oleh borok, belepotan lumpur sarat kutu dgn kepala belepotan darah terkena bacokan. Begitu mengenaskan anjing itu, sampai maut pun tak berani mendekat. Sebleh membawa anjing itu bukan tersebab kasihan, tetapi lantaran ia berpikir bisa menjual anjing itu ke penjual daging anjing. Sebleh mengikat kedua kaki anjing itu, kemudian berhari-hari menjemurnya di atap seng, berharap luka sarat kutu di kulit anjing itu mengering & ia bisa menjualnya dgn harga sedikit mahal. Kalau pun tak laku, ia bisa menyembelih anjing itu untuk anak istrinya yg belum tentu setahun sekali makan daging.

Tempat tinggal Sebleh mendempet tembok belakang kediaman Pak Kor. Sebenarnya satpam rumah Pak Kor sudah berkali-kali memerintahkan Sebleh membongkar rumah liarnya itu. Karenanya Sebleh begitu gugup tatkala menyaksikan Pak Kor muncul. Ia pribadi pasang wajah mengiba, berharap Pak Kor tak mengusirnya. Ternyata Pak Kor mengajukan pertanyaan soal bunyi anjing yg didengarnya terus-menerus mengerang sepanjang malam. Sebleh menunjuk anjing yg dua hari kemudian didapatkan itu. Siang begitu terik, & anjing itu terus menguik menggeliat kepayahan di atas seng panas seperti digoreng hidup-hidup. Wajah Pak Kor terlihat begitu terguncang. Lalu tanpa banyak cing-cong mengeluarkan uang dr dompetnya, 500 ribu, pribadi diserahkan pada Sebleh. “Biar anjing ini saya rawat,” kata Pak Kor.

Mendapat rezeki nomplok yg sama sekali tak diduganya, Sebleh pribadi membungkuk-bungkuk & setelahnya tak henti-henti menceritakan kebaikan Pak Kor pada tetangganya. “Kalau saya jual ke warung sengsu, paling mampu lima puluh ribu,” kata Sebleh. “Benar-benar beruntung kita punya tetangga sebaik Pak Kor. Meski kaya, dia tak angkuh. Ia masih mau menyempatkan menengok kita yg begini gulung tikar. Kalau siapa pun kaya di negeri ini sebaik Pak Kor, pasti enggak ada orang miskin yg kelaparan.

Hari itu, dgn duit pemberian Pak Kor, Sebleh pribadi pergi ke kedai makanan Padang yg populer paling lezat. Sebleh mengembat empat potong rendang sekaligus, menenteng pulang banyak lauk-pauk untuk anak istrinya. Tapi tak membagi secuil pun untuk tetangganya.

*****

Empat bulan berselang, Sebleh terkejut tatkala berpapasan dgn Pak Kor yg sedang berjalan-jalan menuntun seekor anjing yg terlihat begitu ceria. Sesekali anjing itu menyalak riang, & berlarian kecil mengitari Pak Kor yg tertawa gembira. Sebleh sama sekali tak menduga, anjing yg sementara waktu didapatkan hampir koit itu kini terlihat begitu sehat. Tak pernah Sebleh menyaksikan wajah anjing yg begitu senang. Kulitnya coklat bersih, tak ada lagi kutu atau bekas luka, & matanya begitu jernih sarat syukur & terima kasih.

  Contoh Cerpen Beserta Unsur Intrinsiknya

Penampilan Pak Kor pula menjadi terlihat lebih gembira, tak terlihat kalau ia sudah berumur 60 tahunan. Rambut klimis rapi, badan gesit seperti orang yg rajin olah raga; warna sepatu, celana sepertiga kaki & kaos polo coklat cerah yg dikenakan seperti sengaja diserasikan dgn warna bulu anjing itu. Pak Kor & anjing itu sungguh-sungguh pasangan yg modis.

Terima kasih telah menciptakan saya berjumpa dgn anjing ini,” ujar Pak Kor. “Perasaan senang sudah bisa menolongnya menciptakan saya mencicipi sesuatu yg berguna dlm hidup saya. Setiap kali menolong, sebetulnya kita sedang menabung kebahagiaan.” Lalu Pak Kor bercerita, bagaimana ia telah membawa anjing itu ke dokter semoga mendapat perawatan terbaik.

Wajah Sebleh cuma cemberut tatkala mendengar berapa biaya yg dihabiskan Pak Kor untuk kesembuhan anjing itu.

Ternyata selama ini saya keliru menilai Pak Kor,” kata Sebleh pada istrinya. Sembari berbaring di tikar, pandangan Sebleh menerawang ke atap seng rombeng bolong-bolong hingga sinar bulan yg lembut menyelusup masuk, membuat kamar petak tak berlistrik itu sedikit mendapat limpahan cahaya. Sementara istrinya duduk bersimpuh sembari menyisir rambut.

Emang kenapa?

Kalau dipikir-pikir, Pak Kor itu bukan orang yg baik, tetapi orang yg suka pamer.

Kok bisa gitu?

Bayangin, kenapa ia mesti ngabisin banyak duit buat nyelamatin itu anjing? Kalau emang ia bener-bener senang memberi yg berniat menolong, yg mestinya ditolong ya hidup kita ini, bukan anjing buduk itu!

Ah, jangan gitu. Sebaik-baik nasib anjing pastilah masih lebih baik nasib manusia.

Kalau keadaannya begini, saya rela bertukar nasib dgn anjing itu. Setidaknya anjing itu sekarang hidupnya jauh lebih tenteram. Tinggal di rumah glamor. Tiap hari mampu makan enak. Kabarnya kalau makan daging pun selalu daging impor. Kamu tahu, berapa ongkos makan untuk anjing itu? Bisa buat ongkos makan kita berbulan-bulan. Baru sakit sedikit saja, Pak Kor langsung membawa anjing itu ke dokter. Padahal ananda tahu sendiri, itu Mak Jumi, yg rumahnya di pojok gang itu, sudah beberapa tahun tergolek digerogoti bermacam penyakit, jangankan ke dokter, beli sebiji obat pun kagak mampu. Nah, kalau memang Pak Kor berniat menolong, kenapa enggak menenteng Mak Ijah ke tempat tinggal sakit, kenapa malah menghambur-hamburkan duit buat ngobatin anjing yg mungkin hanya masuk angin. Dikerokin pula sembuh!

  Pertunjukan Hari Ketujuh | Cerpen Prasetyo Utomo

Masa anjing dikerokin.

Saya gres ngerti, selama ini Pak Kor bahu-membahu sedang meledek kita. Menolong anjing itu hanyalah caranya pamer kekayaan. Sekarang saya betul-betul merasa terhina karena ia sudah ngasih 500 ribu buat kita, sementara dgn enteng ia menghambur-hamburkan puluhan juta buat anjing itu.

Sudah, jangan murka-murka terus,” istrinya berbaring pelan. Bau keringat istrinya membuat Sebleh menarik nafas dalam-dalam. Lalu beringsut merapatkan tubuhnya. “Makanya, jangan cuman doyan kawin kayak anjing…” Istrinya cekikikan geli. Setelahnya cahaya lembut bulan yg menyelusup kamar terasa gemetar oleh nafas keduanya.

*****

Di antara semua penyakit hati manusia, perasaan iri selalu lebih gampang cepat menular. Nasib baik anjing itu mirip secara perlahan-lahan tapi merancap dalam, menciptakan sayatan panjang yg melukai perasaan kami, mengakibatkan perasaan lengang yg makin lama membuat kami bertambah merana sebab sudah bertahun-tahun hidup berdesakan di perkampungan yg tak cuma sumpek namun pula bertambah bau, sementara anjing itu dapat secepat kilat hidup serba berkecukupan di rumah megah Pak Kor.

Anjing itu menerima semua kemewahan hidup yg tak mungkin dinikmati oleh orang miskin seperti kami. Sudah sepatutnya kami merasa iri pada anjing itu, yg setiap pagi terlihat meloncat-loncat riang tatkala Pak Kor hendak berangkat kerja dgn mobil mewahnya.

Orang-orang kini sering menyebut anjing Pak Kor sebagai anjing paling senang di dunia. Secara berkelakar, kadang kami membandingkan nasib anak-anak kami dgn anjing Pak Kor. “Semoga bawah umur kita kelak mirip anjing Pak Kor.” Dan kami tertawa, antara nyengir & getir. Ada lagi kejadian, seorang anak dimarahi ayahnya karena saban hari hanya malas-malasan, “Mau jadi apa ananda jikalau nggak mau belajar?!” Dengan enteng anak itu menjawab, “Mau jadi anjing Pak Kor,” kemudian anak itu meloncat-loncat sambil menirukan gongongan anjing: guk guk guk. Kalian bisa bayangkan perasaan ayahnya. Membanding-bandingkan hidup kami dgn nasib baik anjing itu hanya kian menumpulkan perasaan sakit & terhina.

Beberapa orang sudah mempersiapkan niat, dgn berbagai cara, untuk mencelakai atau sekalian membunuh anjing itu. Tapi sebagian dr kami mengingatkan, biar jangan cari persoalan dgn orang kaya itu. Bagaimana pun kita tak boleh melewatkan kebaikan Pak Kor, kata Pak RT mengingatkan, tatkala sebuah malam duduk-duduk di gardu ronda bareng beberapa warga. Ingat, sesudah banjir tahun lalu, siapa yg eksklusif memperbaiki jalan di depan gang kita yg rusak sarat genangan air itu? Pak Kor, kan! Tiap menjelang Idulfitri rumah Pak Kor pula terbuka buat kita, kita selalu diundang makan-makan & dapat pembagian beras, meski pun cuma beras miskin. Tiap kampung kita ada acara, dr tujuhbelasan sampai peringatan Mauludan, Pak Kor pula selalu ngasih sumbangan.

  Sampan Zulaiha | Cerpen Hasan Al Banna

Benar yg dikatakan Pak RT, bagaimana pun Pak Kor orang yg baik. Kami ingat, dahulu sewaktu masih kuliah, Pak Kor pula tinggal sekampung dgn kami. Ia kuliah sambil bekerja serabutan apa saja. Orangnya memang yg ulet & bakir melihat kesempatan sekaligus ramah. Keramahan itulah yg membuat nasibnya cepat berganti. Lalu ia secara perlahan-lahan mulai membangun rumahnya, dr rumah sederhana kemudian membeli tanah di sekelilingnya, sampai sekarang rumah itu menjadi rumah paling mewah di kampung kami. Mengingat kisah hidup Pak Kor kami menjadi bisa mengerti, kenapa ia menolong anjing itu. Mungkin tatkala melihat anjing itu ia teringat dirinya yg dahulu pula rombeng & compang-camping.

Malam itu, sayup-sayup kami mendengar suara lolong anjing Pak Kor. Betapa bahagianya anjing itu. Ah, kebahagiaan memang gampang menyebabkan cemburu.

Karena itulah, betapa kami kaget & nyaris tak yakin, tatkala mendengar kabar anjing Pak Kor mati bunuh diri. Baru kali ini kami mendengar ada anjing bunuh diri. Kalau pun itu benar terjadi, kami tak habis pikir, kenapa anjing itu harus bunuh diri padahal hidupnya begitu senang?

Benar, anjing itu gantung diri,” kata satpam yg menjaga rumah Pak Kor, tatkala kami datang untuk menanyakan kabar kematian anjing itu. Ini sungguh insiden paling konyol yg pernah kami dengar. Kami sempat melongok, rumah Pak Kor begitu sepi. Beberapa hari kemudian Pak Kor memang tertangkap basah & ditahan karena masalah korupsi.

Kami teringat pada anjing yg senang itu, tatkala ada yg nyeletuk. “Mungkin, ini mungkin lho ya, anjing itu mati bunuh diri lantaran aib, ternyata selama ini ia makan dgn duit hasil korupsi.” Terdengar lebih konyol & lucu.

Tapi kami tak bisa tertawa. (*)

(Cerita buat Putu Wijaya)


Agus Noor, menulis buku Cerita Buat Para Kekasih (Gramedia, 2014). Buku lain yg sudah terbit antara lain Bapak Presiden yg Terhormat, Memorabilia, Selingkuh Itu Indah, Rendezvous, Matinya Toekang Kritik, Potongan Cerita di Kartu Pos, Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia, & Ciuman yg Menyelamatkan dr Kesedihan.