Analisis : Kearifan Lokal Berbasis Religius
(Studi Kasus pada Masyarakat Adat Kampung Dukuh, Indonesia)
Menurut Pareker Ellen dan Bicker (2005) dan Gobyah (2003) bahwa kearifan lokal mengandung kebenaran yang sudah mapan di suatu kawasan dan terbentuk oleh nilai-nilai budaya setempat yang melebihi geografi dan sumber daya alam lokal. Dalam disiplin antropologi yang diketahui dengan istilah lokal genius adalah kebenaran yang sudah mentradisi dalam suatu daerah dan mampu terpadukan dengan nilai-nilai agama. Dalam Islam telah terbukti, dakwah Rasulullah SAW. Memperlihatkan tiitk temu dan atau korelasi yang besar lengan berkuasa antara nilai Islam dengan kearifan lokal, baik di Mekkah maupun di Madinah. Sartini (2004), Bhawuk (2008) dan Abu Sayem (2018) mengatakan bahwa saat ini dengan hadirnya globalisasi dan modernisasi, kearifan lokal condong terpinggirkan dan dianggap kuno, karena adanya dominasi budaya Barat yang memiliki efek pada teririsnya kearifan setempat.
Disaat arus globalisasi dan modernisasi melanda dunia, banyak para ilmuwan terpanggil untuk melaksanakan reaktualisasi rancangan-konsep kearifan lokal melalui aneka macam kajian, diantaranya kajian ihwal (1) Menyerukan visi bersama kemitraan dengan kemampuan setempat, membangun kerangka kerja kebijakan yang komprehensif untuk lingkungan alam dan bangunan, mendukung konservasi dan pengelolaan modal alam yang berkelanjutan untuk faedah generasi mendatang, (2) Pengembangan versi yang sempurna dalam menerapkan kearifan lokal yang dimasukkan kedalam kurikulum pembelajaran dan pengembangan pengajaran di sekolah dasar (3) Menilai kearifan lokal dalam lingkungan binaan di masa globalisasi. Dalam observasi ini difokuskan pada kajian realitas keberagamaan masyarakat etika Kampung Dukuh yang diekspresikan dalam kearifan lokal. Menurut Effendi (2018) masyarakat adab Kampung Dukuh mengolaborasikan nilai-nilai agama Islam dengan nila-nilai budaya lokal menjadi suatu kepercayaan yang disebut “kasuaran karuhun”, lalu secara subjektif diakui selaku “budpekerti Islam”. Maka dengan itu penduduk budpekerti Kampung Dukuh dijadikan sebagai subjek observasi dan gosip yang diangkat yaitu kearifan setempat berbasis agama.
Kearifan Lokal
Nilai-nilai kearifan lokal mampu dimanfaatkan sebagai sumbang nilai kepada kehidupan masa kini dan kurun yang mau tiba, karena kearifan setempat merupakan ilham setempat yang bijak, sarat kearifan, bernilai baik, yang diwujudkan dalam banyak sekali aktivitas. Menurut Undang-undan No. 23 (1997) dan Berkes (1993) bahwa rancangan kearifan setempat dalam arti pengelolaan lingkungan hidup secara lestari dalam tata kehidupan penduduk , ialah terminologis yang mampu diartikan selaku pengetahuan ekologi tradisional. Pengetahuan setempat ialah (a) Pengetahuan yang dikaitkan dengan daerah dan seperangkat pengalaman serta dikembangkan oleh penduduk lokal; (b) Pengetahuan yang diperoleh melalui mimikri, imitasi dan bereksperimen; pengetahuan simpel sehari-hari yang diperoleh dari main-main; (c) Pengetahuan empiris yang tidak toritis, (d) Pengetahuan yang komprehensif dan terintegrasi dalam bidang tradisi dan budaya. Dengan demikian, kearifan lokal mendorong manusia untuk mempelajari, bagaimana insan harus bertindak dalam konteks lokal, dalam kondisi wajar , perilaku orang terbentang dalam batasan norma, etiket dan aturan yang terikat pada kawasan tertentu.
Religius
Kajian agama dalam observasi ini diarahkan pada “Objective state” (insiden objektif), yakni segi luar dimensi empiris dari agama saat agama dinyatakan oleh penganutnya dalam aneka macam ekspresi, baik ekspresi teologis, ritual maupun konsesnsus. Agama ialah bagian integral dari kebudayaan manusia, konsep religius, yang dibangun dari kata religion (agama), ialah the ultimate concern, ialah sesuatu yang sungguh mendasar dalam kehidupan insan, menyediakan framework untuk melihat semua realitas (Geertz : 1973). Agama ialah ajaran perihal philosophy and way of life yang menunjukkan gambaran menyeluruh, prinsip dasar tentang kehidupan yang dijadikan aliran eksklusif dan penduduk dalam menjalani kehidupan. Agama adalah the most important aspect of culture, lalu merambah pada setiap dimensi kehidupan dan berinteraksi dengan institusi budaya lainnya. Agama berfungsi sebagai jalan penuntun penganutnya untuk meraih ketenangan hidup dan kebahagiaan di diunia dan di akhirat. Dalam konteks kearifan setempat, agama Islam memandang amanah dari Allah SWT, bagi semua insan dengan segenap sistemnya (QS. Al-Ahzab : 72). Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa insan diwarisi untuk mengelola dan memanfaatkan bumi serta syari’at Islam diturunkan oleh sang Pencipta untuk memelihara kemaslahatan sekaligus menyingkir dari kerusakan di wajah bumi.
Dalam kajian agama Islam, rancangan kearifan setempat memunculkan teori eko-teologi, yaitu bentuk teologi konstruktif yang membahasn ihwal interelasi antara agama dan alam selaku pilar dasar kearifan setempat. Menurut Dahliani, dkk (2015) kearifan setempat berbasis religius menempatkan korelasi Tuhan, manusia dan alam mempunyai hubungan akrab. Menurut Effendi (2018) pendekatan ini ialah instrumen penting bagi umat Islam dalam merespons dan melakukan tindakan positif serta langkah antisipatif terhadap krisis lingkungan.
Harmonisasi korelasi antara Tuhan, insan dan alam dapat dikatakan selaku relasi tauhid yang harus dijadikan landasan dalam kearifan setempat. Allah ialah sumber yang menciptakan manusia dan alam. Tujuan hidup insan adalah untuk mengabdi kepada Tuhan (Allah), memanfaatkan posisi sebagai khalifatullah fil ardhi dan membangun peradaban yang etis di muka bumi.
Masyarakat Adat
Dalam Konvensi International Labour Organization (ILO), suatu Kantor Perburuhan Internasional yang concern kepada nasib penduduk buruh, Masyarakat akhlak di seluruh dunia dimasukkan pada kalangan LABOUR yang berpusat di Geneva, Switzerland. Masyarakat adat, merupakan ungkapan umum yang merujuk kepada empat jenis penduduk orisinil yang ada di Indonesia, adalah : (1) Masyarakat budpekerti, (2) Penduduk orisinil, (3) Bangsa pribumi, (4) Indigenous peoples. Dalam peraturan perundang usul di Indonesia, terdapat dua penyebutan untuk Masyarakat akhlak, adalah : (1) Masyarakat etika dan (2) Masyarakat aturan budpekerti (UUD 1945, ihwal Masyarakat Hukum adab)
Masyarakat adab, ialah golongan masyarakatyang : (1) Hidup berdasarkan asal ajakan leluhur (secara turun temurun), (2) Berada dalam suatu daerah geografis tertentu, (3) Memiliki sistem nilai, (4) Memiliki sistem nilai sosial budaya yang khas, (5) Berdaulat atas tanah dan kekayaan alamnya, (6) Mengatur dan mengelola keberlanjutan kehidupannya dengan aturan dan kelembagaan akhlak.
Diperoleh dari hasil observasi Bapak Dr. H. M. Rachmat Effendi, M.Ag.