Analisis Faktor- Aspek Gaya Hidup Dan Pengaruhnya Terhadap Pembelian Rumah Sehat Sederhana

Analisis Faktor- Faktor Gaya Hidup Dan Pengaruhnya Terhadap Pembelian Rumah Sehat Sederhana 
Indonesia, diharapkan taktik-seni manajemen pemasaran yang jitu. Untuk mewujudkan hal tersebut, banyak dilakukan riset untuk mengenali bagaimana selera konsumen yang semakin hari mengalami pergeseran seiring dengan tren yang terjadi, dan merupakan tantangan bagi perusahaan untuk dapat memperkirakan tren yang mau tiba. Pemahaman inilah yang perlu diteliti lebih lanjut, untuk mengenali bagaimana konsumen menimbang-nimbang segala sesuatunya sebelum pada akhirnya mengambil keputusan untuk berbelanja.
Studi perilaku konsumen perlu dimengerti bagaimana aspek-aspek yang menghipnotis perilaku konsumen untuk pembelian barang atau jasa. Menurut (Engel, Blackwell dan Miniard,1995) aspek–faktor ini berasal daripengaruh lingkungan (meliputi budaya, kelas sosial, efek eksklusif, keluarga, situasi) dan perbedaan individu (mencakup sumber daya konsumen, keterlibatan dan motivasi, pengetahuan, perilaku, kepribadian, pola hidup, dan demografi.
Kedua aspek tersebut penting artinya bagi pemasar, namun sangat menawan apabila dapat mengenali lebih dalam perihal apa yang ada dalam diri dan anggapan individu perihal apa yang mampu mempengaruhi dirinya sebelum mengambil keputusan membeli barang atau jasa, dengan demikian kepribadian konsumen perlu dipahami selaku sesuatu hal yang terkait dengan penyeleksian atau pembelian produkkarena konsumen akan berbelanja barang yang sesuai dengan kepribadiannya. Kepribadian akrab kaitannya dengan pemahaman pola hidup seseorang, yang dapat didefinisikan selaku pola dimana orang hidup dan menggunakan uang dan waktunya (Engel, Blackwell, dan Miniard, 1995).
Perubahan lingkungan yang dinamis menyebabkan studi gaya hidup pelanggan mampu menolong pemasar mengetahui bagaimana konsumen berpikir dan menentukan berbagai alternatif. Perspektif pola hidup dalam penjualan memperlihatkan penggolongan individu ke dalam sebuah kalangan menurut atas apa yang mereka kerjakan, bagaimana mereka menghabiskan waktu, dan bagaimana mereka memilih untuk mempergunakan penghasilan.
Psikografik atau pola hidup mengacu pada Activity, Interest and Opinion konsumen (AIO). Secara lebih rinci memusatkan perhatian pada apa yang orang-orang suka kerjakan, apa lingkup minat mereka, dan apa usulan orang-orang perihal berbagai hal.
Salah satu hal yang dapat menunjukkan pola hidup ialah kepemilikan rumah, terkait dengan bagaimana mereka menentukan rumah dalam hal tipe, lokasi dan harga. Rumah ialah suatu pemilikan dan ruang yang dapat digunakan untuk menunjukan status, pola hidup, kenali dan keanggotaan kalangan.
Salah satu permasalahan pokok yang dihadapi pemerintah sehubungan dengan perumahan dan pemukiman adalah laju pertumbuhan keperluan rumah meraih ratarata 800.000 unit per tahun (Dirjen Perumahan dan Pemukiman Departemen Kimpraswil, 2005). Sedangkan kesanggupan untuk mengembangkannya sangat terbatas alasannya kekurangan lahan dengan harga yang terjangkau. Sebagai kesepakatan untuk ikut memenuhi keperluan dasar penduduk akan perumahan, pemerintah menghendaki dalam lima tahun ke depan bisa membangun 1.265.000 rumah baru yang sebagian besar terdiri atas Rumah Sehat Sederhana (RSH) yang harganya terjangkau Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Peningkatan kemajuan akan suatu residensial, pasti akan diikuti pula adanya persaingan para pengembang properti untuk mengembangkan dan menjual suatu hunian yang nyaman, bermutu dan terjangkau bagi seluruh penduduk , terutama dalam hal ini MBR. Pengembang yang peka terhadap keperluan dan selera konsumen dalam hal pemilihan rumah merupakan nilai tambah dalam usaha menyebarkan taktik pemasaran. Kejelian pengembang membaca kembalinya tren pola hidup kembali ke alam balasan krisis lingkungan hidup yang semakin parah menciptakan para pengembang berlomba memasarkan citra perumahan ideal dengan lingkungan yang asri, tenteram dan sehat sebab gaya hidup, rumah, dan lingkungan merupakan tiga kata serangkai yang saling berhubungan bersahabat dan sungguh menentukan dalam pemilihan, tampilan, dan penataan rumah.
Rumah mesti sehat sebab besar lengan berkuasa kepada kesehatan fisik dan mental penghuni rumah. Keterbatasan dana anggaran menyebabkan ketidakberdayaan dalam menentukan lokasi rumah yang strategis dan ketersediaan lahan yang sempit, namun dengan segala kekurangan terselesaikan dengan tips jitu dalam merealisasikan rumah sederhana, namun sehat, ekonomis, produktif dan ramah lingkungan. Hal ini mendorong pelanggan melirik rumah sehat sederhana sebab tidak cuma sekedar untuk menyanggupi kebutuhan daerah tinggal tetapi telah menjadi bagian dari pola hidup dan prestise, alasannya impian pelanggan untuk menempati residensial yang sehat, simpel dan murah. 
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan rumah tinggal yaitu lingkungan perumahan yang sehat dan rancangan rumah yang sehat. Pilihan bagi MBR dalam memilih rumah salah satunya melibatkan aspek gaya hidup mereka dalam menetapkan pembelian rumah, sebab gaya hidup tidak selalu identik dengan masyarakat berpenghasilan tinggi.
Penelitian ini bermaksud untuk menilik ihwal imbas pergantian gaya hidup terhadap Aktivitas, Minat dan Opini sikap pembelian konsumen untuk membuat sebuah keputusan pembelian RSH di Kota Semarang.
Permasalahan dalam observasi ini dirumuskan selaku berikut: (a) Apakah pola hidup mempunyai efek signifikan terhadap keputusan pembelian RSH?; (b) Apakah factor acara mempunyai dampak signifikan terhadap keputusan pembelian RSH?; (c) Apakah faktor minat mempunyai efek signifikan terhadap keputusan pembelian RSH?; dan (d) Apakah aspek opini memiliki pengaruh signifikan kepada keputusan pembelian RSH?
Gaya hidup adalah rancangan yang lebih gres dan lebih mudah terukur dibandingkan daripada kepribadian. Gaya hidup menurut (Engel, Blackwell dan Miniard, 1995) didefinisikan sebagai teladan di mana orang hidup dan menggunakan uang dan waktunya (pattern in which people live and spend time and money).
Psikografik merupakan desain yang terkait dengan pola hidup. Psikografik adalah suatu instrumen untuk mengukur pola hidup, yang memperlihatkan pengukuran kuantitatif dan mampu dipakai untuk menganalisis data yang sangat besar. Psikografik analisis biasanya dipakai untuk menyaksikan segmen pasar. Analisis psikografik sering juga diartikan selaku suatu riset pelanggan yang menggambarkan segmen pelanggan dalam kehidupan mereka, pekerjaan dan kegiatan yang lain. Psikografik bermakna menggambarkan (graph) psikologis konsumen (psyco). Psikografik yaitu pengukuran kuantitatif gaya hidup, kepribadian dan demografik pelanggan. Psikografik sering diartikan selaku pengukuran AIO (activity, Interest, Opinion), yaitu pengukuran acara, minat, dan pendapat pelanggan. Psikografik memuat beberapa pernyataan yang menggambarkan acara, minat dan pendapat pelanggan. Pendekatan psikografik sering dipakai produsen dalam mempromosikan produknya (Sumarwan, 2003).
Untuk mengerti bagaimana pola hidup, sekelompok penduduk diperlukan program atau instrumen untuk mengukur pola hidup yang berkembang, sebagaimana yang ditulis oleh Haryanto (2005) dalam penelitiannya bahwa di dalam kajian literatur mengindikasikan tiga pendekatan untuk mengeksplorasi profil gaya hidup yakni Pendekatan analitis dan sintesis, Pendekatan Value and Lifestyle (VALS), dan Pendekatan Activities, Interests, and Opinions (AIO). Pendekatan analitis dan sintesis menjelaskan lima dimensi untuk mengungkap gaya hidup, yakni Morfologi, Hubungan sosial, Domain, Makna, dan Style.
Morfologi menjelaskan aspek-faktor sejauh mana individu memakai kota dan fasilitasnya, misalnya acara berbelanja di pasar yang serupa atau melibatkan segala kegiatan, dalam menyanggupi kebutuhannya.
Hubungan sosial adalah aspek- aspek yang berhubungan dengan kekerabatan sosial individu, contohnya seberapa banyak bundar pergaulan individu. Domain yakni aspek-aspek yang berkaitan dengan aktivitas individu dalam lingkungan sosial, serta kiprahnya dalam masyarakat. Makna yaitu faktor-aspek yang berhubungan dengan acara individu dalam memperlihatkan makna tertentu atau yang mendasari perilakunya. Style yakni yang berkaitan dengan dimensi yang memperlihatkan faktor-faktor lahiriah dari pola hidup, misalnya penggunaan simbol-simbol tertentu terhadap obyek-obyek di sekitarnya.
SRI Internasional telah mengembangkan program untuk mengukur pola hidup ditinjau dari faktor nilai kultural yakni outer directed, inner directed, dan need driven. Program itu disebut sebagai VALS 1 (value and lifestyle). 
Outer directed ialah gaya hidup konsumen yang kalau dalam membeli suatu produk mesti sesuai dengan nilai-nilai dan norma tradisional yang telah terbentuk.
Konsumen dalam segmen inner directed, berbelanja produk untuk memenuhi harapan dari dalam dirinya untuk memiliki sesuatu dan tidak menimbang-nimbang norma-norma budaya yang meningkat . Kelompok ketiga ialah pelanggan yang membeli sesuatu didasarkan ataskebutuhan dan bukan impian berbagai pilihan yang tersedia.
Kegiatan pembelian ialah satu tahap dari keseluruhan proses pembelian konsumen.
Proses pembelian berisikan tahap-tahap yang dimulai dengan pengenalan terhadap kebutuhan dan impian serta tidak berhenti setelah pembelian dijalankan. Pembahasan apalagi dahulu ihwal model yang dapat menerangkan proses pembelian, struktur pembelian dan macam-macam suasana pembelian. Ini semua dalam satu rangkaian proses yang dialami pelanggan untuk mengambil keputusan membeli sebuah produk (Swastha dan Handoko, 2000).
Menurut (Swastha dan Handoko, 2000) untuk memahami perilaku konsumen dalam memenuhi kebutuhannya, mampu dikemukakan dua versi proses pembelian yang dilaksanakan oleh pelanggan, yaitu: (a) Model fenomenologis, berusaha mereprodusir perasaan-perasaan mental dan emosional yang dialami konsumen dalam memecahkan problem pembelian yang bahu-membahu; dan (b) Model Logis, versi perilaku pelanggan ini berusaha menggambarkan struktur dan tahaptahap keputusan yang diambil pelanggan, perihal jenis, bentuk, modal dan jumlah yang mau dibeli, kawasan dan dikala pembelian, harga dan cara pembayaran.
Setiap keputusan membeli memiliki struktur sebanyak tujuh unsur (Swastha dan Handoko, 2000). Komponen-unsur tersebut ialah: keputusan ihwal jenis produk, bentuk produk, merek, penjual, jumlah produk, waktu pembelian, cara pembayaran.
Situasi pembelian yakni beragam, jika konsumen akan berbelanja sebuah rumah atau barang-barang tahan lama, maka ia melakukan usaha yang intensif untuk mencari berita.
Sebaliknya, jika pelanggan berbelanja makanan dan minuman yang merupakan keperluan sehari-hari, maka ia akan melaksanakan pembelian rutin. Pembelian mirip ini lazimnya tidak mendorong pelanggan untuk melaksanakan pencarian isu dengan intensif. Situasi pembelian yang berbeda mengakibatkan pelanggan tidak melakukan langkah-langkah atau tahapan pengambilan keputusan yang serupa.
Keputusan berbelanja atau menyantap suatu produk dengan merek tertentu akan diawali oleh langkah-langkah selaku berikut (Sumarwan, 2003): (a) Pengenalan Kebutuhan, timbul saat pelanggan menghadapi suatu masalah, adalah suatu keadaan dimana terdapat perbedaan antara kondisi yang diharapkan dan keadaan yang bahwasanya terjadi; (b) Pencarian Informasi, mulai dilaksanakan saat konsumen memandang bahwa keperluan tersebut mampu dipenuhi dengan membeli dan memakan suatu produk. Konsumen akan mencari berita yang tersimpan di dalam ingatannya (pencarian internal) dan mencari info dari luar (pencarian eksternal); (c) Evaluasi Alternatif, pada tahap ini pelanggan membentuk kepercayaan, sikap dan intervensinya tentang alternatif produk yang diperhitungkan tersebut. Proses evaluasi alternatif dan proses pembentukan keyakinan dan perilaku yakni proses yang sungguh terkait dekat. Evaluasi alternatif timbul alasannya adalah banyaknya alternatif pilihan; (d) Menentukan Alternatif Pilihan, pada proses penilaian tolok ukur, pelanggan akan mendapatkan sejumlah merek yang diperhitungkan.
Konsumen akan meminimalkan jumlah alternative merek yang akan dipertimbangkan lebih lanjut; (e) Menentukan Pilihan Produk, proses pemilihan alternatif ini akan memakai beberapa teknik pemilihan (decision rules). Decision rules adalah teknik yang digunakan konsumen dalam memilih alternatif produk dan merek.
Dalam rangka kenaikan taraf hidup rakyat Indonesia lewat penyediaan perumahan secara merata, khususnya bagi kalangan MBR, sangat minim dan golongan berpenghasilan informal, maka diharapkan upaya penyediaan perumahan murah yang pantas dan terjangkau akan namun tetap menyanggupi persyaratan kesehatan, keselamatan, dan ketentraman. Upaya menyanggupi ketiga tolok ukur dasar tersebut di atas serta memenuhi tujuan dari penyediaan perumahan bagi golongan penduduk tersebut maka perlu ditawarkan sebuah desain yang memenuhi standar minimal (KepMen Kimpraswil No. 403/KPTS/ M/ 2002).
RSH ialah tempat kediaman yang pantas dihuni dan harganya terjangkau oleh MBR dan sedang, berupa bangunan yang luas lantai dan luas kavlingnya mencukupi dengan jumlah penghuni serta memenuhi tolok ukur kesehatan rumah tinggal (KepMen Kimpraswil RI No. 403/KPTS/2002).
Krishnan dan Murugan (2007) melaksanakan penelitian tentang gaya hidup terhadap pembelian mesin cuci. Penelitiannya memperlihatkan: gaya hidup tidak signifikan dengan karakteristik demografis pelanggan; antara variabel keputusan pembelian dengan influencer didapatkan bahwa efek keluarga dalam pembelian lebih menonjol; atribut produk tidak kuat terhadap keputusan pembelian; terdapat relasi antara pilihan merek dan pola hidup. Kesimpulannya, adalah karakteristik gaya hidup memiliki pengaruh pada sikap pembelian.
Menurut Prayogo dalam penelitiannya (1997) menawarkan bahwa faktor-aspek yang mayoritas pada gaya hidup pembelian kendaraan beroda empat yaitu aspek informasional, aspek activities, lalu secara berurutan yaitu factor opinion, faktor value expressive, faktor interest, faktor utilitarian.
Penelitian Priyanto (1998) menawarkan bahwa aspek status sosial, aspek value expressive, aspek komunitas, faktor demografi, aspek utilitarian, aspek kondisi ekonomi, factor informasi, faktor selera dan aspek ketentraman, berturut-turut ialah aspek pola hidup dominan yang menghipnotis keputusan pembelian rumah.
Penelitian Walker dan Li (2006) menemukan bahwa gaya hidup pada masing-masing kelas yakni kelas 1 berorientasi pada sub-urban, gaya hidup auto-oriented dengan tempat tinggal yang lebih besar, parkir offstreet offstreet, banyak rumah single, dan waktu perjalanan ke tempat kerja lebih pendek, mutu sekolah yang manis, kawasan belanja menengah atas (toko khusus dan lapangan).
Kelas 3 mengindikasikan orientasi kendaraan dimana mereka mementingkan letak parkir kendaraan dan kawasan kerja yang bersahabat dengan kendaraan, ukuran besar, letak kota, toko yang mampu dijangkau dengan berjalan. Kelas 2 merupakan gaya hidup transit-oriented, dimana waktu perjalanan untuk bekerja dengan transit ialah variabel yang terpenting, menghendaki untuk transit di pinggiran kota mirip mereka mengindikasikan opsi untuk ukuran yang besar, rumah single yang banyak, ukuran daerah tinggal yang besar, tidak ada toko yang erat dan jauh dari jalan raya.
Salama dalam penelitiannya (2006) meneliti dengan pendekatan transdisipliner didapatkan bahwa pola hidup mempengaruhi penggabungan dan kecocokan daerah, pilihan visuil dan kepuasan penduduk . Penelitian ini mengintegrasikan tiga teori pola hidup dalam suatu kluster. Hasil observasi ini dapat disimpulkan, bahwa pelanggan dengan pendapatan yang rendah akan menentukan rumah yang melalui taman dan memiliki batasan yang terperinci.
Penelitan Susanti (1997) memberikan bahwa variabel kebudayaan, kelas sosial, kelompok acuan dan keluarga, secara variabel motivasi, persepsi, berguru, kepribadian dan perilaku secara keseluruhan yang memiliki imbas signifikan kepada keputusan jenis produk, keputusan ihwal bentuk produk dan keputusan perihal penjual/produsen dalam desain pengambilan keputusan.
Penelitian Noryadi (2000) menunjukkan bahwa variabel kebudayaan, kelas sosial, kelompok acuan dan keluarga memiliki imbas kepada keputusan pembelian. Jika faktor eksternal dan internal diberlakukan sama, maka memperlihatkan bahwa variable motivasi, kepribadian, dan pandangan tidak kuat signifikan. Kerangka fatwa penelitian ditunjukkan dalam Gambar.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, maka diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut: (a) Faktor-faktor gaya hidup memiliki imbas signifikan terhadap keputusan pembelian; (b) Faktor aktivitas dengan indikator pekerjaan dan komunitas mempunyai dampak signifikan terhadap keputusan pembelian; (c) Faktor minat dengan indikator keluarga dan media info mempunyai imbas signifikan kepada keputusan pembelian; (d) Faktor opini dengan indikator budaya dan lokasi memiliki imbas signifikan terhadap keputusan pembelian.