A. PENDAHULUAN
Hakikat-hakikat yang tinggi dalam makna dan tujuannya akan menampilkan gambarannya secara lebih menarik, jika dituangkan dalam kerangka retorika yang indah. Dengan analogi yang benar, beliau akan lebih bersahabat terhadap pengertian sebuah ilmu yang telah diketahui secara yakin. Tamtsil (ungkapan) ialah kerangka yang mampu menampilkan makna-makna dalam bentuk yang hidup di dalam pikiran. Biasanya dijalankan dengan tata cara “mempersonifikasikan” sesuatu yang ghaib dengan yang datang, yang absrak dengan yang kongkrik, atau dengan menganalogikan sesuatu hal dengan hal yang serupa.
Dengan tamtsil berapa banyak makna yang asalnya baik, menjadi lebih indah, menarik dan mempesona. Karena itu tamtsil dianggap lebih mampu mendorong jiwa untuk mendapatkan makna yang dimaksudkan, dan membuat logika merasa puas. Tamtsil yakni salah satu tata cara al-Qur’an dalam mengungkapkan banyak sekali penjelasan dan sisi-segi kemukjizatannya.
Ibnu Qayyim mendefenisikan amtsal Qur’an dengan menyerupakan sesuatu dengan sesuatu lainnya dalam hokum dan mendekatkan sesuatu yang absurd dengan yang indrawi atau mendekatkan salah satu dari dua mahsus dengan yang lain dan menganggab salah satunya itu selaku lainnya.[1]
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Amtsal
Amtsal adalah bentuk jamak dari matsal. Kata matsal, mitsl dan matsil serupa dengan syabah, syibh dan syabih, baik lafazh maupun maknanya. Amsal dalam sastra yakni penyerupaan suatu keadaan dengan kondisi lainnya, demi tujuan yang serupa, yaitu menyerupakan sesuatu dengan yang aslinya. Contohnya : “ rubba ramiyah min ghairi ramin”. Maksudnya berapa banyak musibah diakibatkan oleh kesalahan pemanah. Orang yang pertama mengatakan mirip ini ialah Hakam bin Yaghuts al-Naqri, menciptakan ungkapan orang yang salah dengan petaka walaupun kadang-kadang benar.[2]
Amtsal juga dipakai untuk mengungkapkan sebuah kondisi dan cerita yang mengagumkan. Dengan makna inilah lafaz amtsal ditafsirkan dalam banyak ayat seperti,
مَثَلُ الْجَنَّةِ الَّتِي وُعِدَ الْمُتَّقُونَ فِيهَا أَنْهَارٌ مِنْ مَاءٍ غَيْرِ آسِنٍ وَأَنْهَارٌ مِنْ لَبَنٍ لَمْ يَتَغَيَّرْ طَعْمُهُ وَأَنْهَارٌ مِنْ خَمْرٍ لَذَّةٍ لِلشَّارِبِينَ وَأَنْهَارٌ مِنْ عَسَلٍ مُصَفًّى وَلَهُمْ فِيهَا مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ وَمَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ كَمَنْ هُوَ خَالِدٌ فِي النَّارِ وَسُقُوا مَاءً حَمِيمًا فَقَطَّعَ أَمْعَاءَهُمْ
Artinya : (Apakah) istilah (penghuni) surga yang dijanjikan terhadap orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berganti rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tiada berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar (arak) yang enak rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka mendapatkan di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Tuhan mereka, sama dengan orang yang awet dalam neraka dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memangkas-motong ususnya?
Yaitu dongeng dan sifat-sifat yang menimbulkan surge itu mengagumkan. Az-Zamakhyari dalam al-Kasysyaf, mengisyaratkan ada tiga makna terkait dengan masalahini, katanya, amtsal dipakai unttuk menggambarkan sesuatu kadaan, sifat atau dongeng yang fantastis. Ada makna yang keempat yang dipakai oleh ulama bahasa Arab yaitu kata majaz murakkab (ungkapan metaphor) yang memiliki relasi yang sama ketika digunakan. Asalnya adalah selaku isti’arah tamtsiliyah. Seperti kata-kata kita terhadap orang yang maju mundur dalam memilih perilaku atau sangsi, “mengapa aku lihat engkau meletakkan satu kaki, dan meletakkan kaki yang lain di belakang”. Ada juga yang beropini, amtsal yaitu makna yang paling terperinci dalam menggambarkan suatu realita yang dihasilkan oleh adanya daya tarik dan keindahan. Amtsal seperti ini tidak diisyaratkan mesti adanya sumber atau metaphor.
Di dalam ilmu adat (sastra), matsal diartikan dengan :
قول محكي سائر يقصد منه تشبيه حال الذي حكي فيه بحال الذي قيل لأجله
Artinya : Suatu perkataan yang dihikayatkan dan sudah meningkat yang dimaksudkan dari padanya, menserupakan keadaan orang yang dihikayatkan padanya dengan kondisi orang yang matsal itu dikaitkan akibatnya.
رب رمية من غير رام
Berapa banyak bidikan yang tepat yang terjadi dari seseorang pelempar (lemparan yang tepat) yang lazimnya tidak tepat lemparannya.[3]
Ibnu Qayyim dalam dilema Amtsal dalam al-Qur’an menerangkan bahwa Amtsal yakni menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam hokum, mendekatkan yang rasional kepada yang indrawi, atau salah satu dari dua indra yang lain alasannya adalah adanya kemiripan. Lebih lanjut dia mengemjukakan sejumlah teladan. Contoh-acuan tersebut sebagian besar berupa penggunaan tasybih sharih, mirip :
إِنَّمَا مَثَلُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَاءٍ أَنْزَلْنَاهُ مِنَ السَّمَاءِ
Artinya ; Sesungguhnya ungkapan kehidupan duniawi itu ialah seperti air (hujan) yang kami turunkan dari langit. (Yunus : 24).[4]
Sebagian lagi berbentukpenggunaan tasybih dhimni (penyerupaan secara tidak pribadi), contohnya :
وَلا تَجَسَّسُوا وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
Artinya : Dan janganlah sebagian kau menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang dari kau mengkonsumsi daging saudaranya yang telah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah terhadap Allah sebenarnya Allah maha akseptor taubat lagi maha penyayang. (al-Hujurat : 12).
Dikatakan dhimni sebab dalam ayat ini tidak terdapat tasybig sharih. Dan ada pula yang tidak mengandung tasybih maupun isti’arah, mirip firman Allah :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌ فَاسْتَمِعُوا لَهُ إِنَّ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَنْ يَخْلُقُوا ذُبَابًا وَلَوِ اجْتَمَعُوا لَهُ وَإِنْ يَسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ شَيْئًا لا يَسْتَنْقِذُوهُ مِنْهُ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوبُ
Artinya : Hai insan, sudah dibuat istilah, maka dengarkanlah olehmu istilah itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat membuat seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka mampu merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah. (al-Hajj: 73)
Friman-Nya, “bantu-membantu segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat membuat seekor lalat pun” oleh Allah tersebut dengan Amtsal padahal di dalamnya tidak terdapat isti’arah maupun tasybih.
Unsur-unsur Amtsal Al-Qur’an
Sebagian Ulama mengatakan bahwa Amtsal memiliki empat komponen, yakni:
1. Wajhu Syabah: sisi ungkapan
2. Adatu Tasybih: alat yang dipergunakan untuk tasybih
3. Musyabbah: yang diperumpamakan
4. Musyabbah bih: sesuatu yang dijadikan perumpamaan.
Sebagian Ulama mengatakan bahwa Amtsal memiliki empat komponen, yakni:
1. Wajhu Syabah: sisi ungkapan
2. Adatu Tasybih: alat yang dipergunakan untuk tasybih
3. Musyabbah: yang diperumpamakan
4. Musyabbah bih: sesuatu yang dijadikan perumpamaan.
Para mahir Arab mensyaratkan sahnya amtsal harus memenuhi empat syarat, sebagai berikut: a. Bentuk kalimatnya harus ringkas b. Isi maknanya mesti mengena dengan tepat c. Perumpamaannya mesti indah d. Kinayahnya mesti indah. Orang yang pertama kali mengarang ilmu Amtaslil Qur’an ialah Syekh Abdur Rahman Muhammad bin Husain An-Naisaburi dan dilanjutkan oleh Imam Abdul Hasan Ali bin Muhammad al-Mawardi. Kemudian dilanjutkan Imam Syamsudin Muhammad bin Abi Bashrin Ibnul Qayyim al-Jauziyah
Adapun salah satu dalil yang berkenaan dengan amtsal yaitu sabda Rasulullah Al Qur’an turun atas lima bentuk, halal, haram, muhkam , mutsyabih dan amtsal (permpamaan) maka amalkanlah yang halal, dan jauhilah yang haram. Ikutilah yang muhkam dan berimanlah terhadap yang mutasyabbih serta ambillah pelajaran dari amtsal. Sedangkan usulan salaf al-Mawardi berkata : Ilmu Al Qur’an yang paling agung asalah ilmu amtsalnya (perumpamaannya). Namun, kebanyakan orang lalai darinya di sebabkan sibuk dengan istilah tersebut, dan ceroboh dengan pembuat perumpamaan tersebut. Maka istilah tanpa pembuatnya mirip kuda tanpa perlana atau onta tanpa tali kekang.[5]
2. Jenis Amtsal dalam al-Qur’an
Amtsal di dalam al-Qur’an ada tiga macam : amtsal musharrahah, amtsal kaminah dan amtsal mursalah.
a. Amtsal musharrahah, maksudnya sesuatu yang diterangkan dengan lafazh matsal atau sesuatu yang memberikan tasybih (penyerupaan). amtsal ini seperti banyak yang ditemukan dalam al-Qur’an dan berikut ini beberapa di antaranya :
1) Tentang orang munafik :
مَثَلُهُمْ كَمَثَلِ الَّذِي اسْتَوْقَدَ نَارًا فَلَمَّا أَضَاءَتْ مَا حَوْلَهُ ذَهَبَ اللَّهُ بِنُورِهِمْ وَتَرَكَهُمْ فِي ظُلُمَاتٍ لا يُبْصِرُونَ. صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لا يَرْجِعُونَ. أَوْ كَصَيِّبٍ مِنَ السَّمَاءِ فِيهِ ظُلُمَاتٌ وَرَعْدٌ وَبَرْقٌ يَجْعَلُونَ أَصَابِعَهُمْ فِي آذَانِهِمْ مِنَ الصَّوَاعِقِ حَذَرَ الْمَوْتِ وَاللَّهُ مُحِيطٌ بِالْكَافِرِينَ. يَكَادُ الْبَرْقُ يَخْطَفُ أَبْصَارَهُمْ كُلَّمَا أَضَاءَ لَهُمْ مَشَوْا فِيهِ وَإِذَا أَظْلَمَ عَلَيْهِمْ قَامُوا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَذَهَبَ بِسَمْعِهِمْ وَأَبْصَارِهِمْ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ.
Artinya : Perumpamaan mereka yaitu seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak mampu melihat. Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar). atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit dibarengi gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, alasannya (mendengar bunyi) petir, alasannya takut akan mati. Dan Allah mencakup orang-orang yang kafir. Hampir-nyaris kilat itu menyambar pandangan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berlangsung di bawah sinar itu, dan kalau gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jika Allah menghendaki, pasti Dia melenyapkan pendengaran dan pandangan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.(al-Baqarah : 17-20)
Di dalam ayat-ayat ini Allah menciptakan dua perumpamaan (matsal) bagi orang munafik, matsal yang berkenaan dengan api (nar) dalam firman-Nya “yaitu seperti orang yang menyalakan api” karena di dalam api terdapat bagian cahaya. Matsal lainnya yaitu berkenaan dengan air (ma’i), atau seperti orang-orang yang ditimpa hujan lebat dari langit, sebab di dalam air terdapat bahan kehidupan. Dan wahyu yang turun dari langit pun berencana untuk menerangi hati dan menghidupkannya
b. Amtsal kaminah, adalah yang di dalamnya tidak disebutkan dengan terperinci lafaz tamtsil, tetapi beliau menunjukkan makna-makna yang indah, menarik, dalam redaksinya singkat padat, dan memiliki efek tersendiri jikalau dipindahkan terhadap yang sama dengannya. Conothnya :
1) Ayat-ayat yang senda dengan suatu perumpamaan “sebaik-baik kasus yang tidak berlebihan, adil, dan seimbang.” Yaitu :
a) Firman Allah tentang sapi betina : “Sapi betina yang tidak tua dan tidak muda, pertengahan di antara itu.
قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنَا مَا هِيَ قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ لا فَارِضٌ وَلا بِكْرٌ عَوَانٌ بَيْنَ ذَلِكَ فَافْعَلُوا مَا تُؤْمَرُونَ
Artinya : Mereka menjawab: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, supaya Dia mengambarkan kepada kami, sapi betina apakah itu.” Musa menjawab: “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu yakni sapi betina yang tidak bau tanah dan tidak muda; pertengahan antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu”. (al-Baqarah : 68)
b) Firman-Nya ihwal nafkah : “Dan mereka yang jika membelanjakan (hartanya), mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir, dan ialah (pembelanjaan itu) sepadan.”
وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا
Artinya : Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan yaitu (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.
c) Firman-Nya mengenai shalat : “Dan janganlah kau mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan jangan pula merendahkannya, dan carilah jalan tengah di antara kedua itu.” (al-Isra’: 110).
d) Firman-Nya mengenai infaq : “Dan janganlah kau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan jangan pula terlalu mengulurkannya. (al-Isra’ : 29).
2) Ayat yang senada dengan ungkapan “orang yang mendengar itu tidak sama dengan yang menyaksikannya sendiri.” Misalnya firman Allah perihal Ibrahim : “Allah berfirman, “apakah kau belum percaya ? Ibrahim menjawab, “Saya sudah percaya, akan namun semoga bertambah tetap hati saya.” (al-Baqarah : 260)
3) Ayat senada dengan ungkapan “mirip yang sudah kamu lakukan, maka mirip itu kamu akan dibalas.” Misalnya, “Barangsiapa melaksanakan kejahatan, pasti akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu.” (An-Nisa’ : 123)
لَيْسَ بِأَمَانِيِّكُمْ وَلا أَمَانِيِّ أَهْلِ الْكِتَابِ مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ وَلا يَجِدْ لَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلِيًّا وَلا نَصِيرًا
Artinya : (Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak (pula) berdasarkan angan-angan Ahli Kitab. Barang siapa yang melakukan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan dia tidak menerima pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah. (an-Nisa’ : 123)
4) Ayat yang senada dengan istilah “ orang mukmin tidak akan masuk dua kali lubang yang sama.” Misalnya firman lewat lisan Ya’kub : Bagaimana saya mempercayakannya (Bunyamin) kepadamu, kecuali mirip saya telah mempercayakan saudaranya (Yusuf) kepadamu dulu.”(Yusuf 12:64).
c. Amtsal mursalah, ialah kalimat-kalimat bebas yang tidak menggunakan lafaz tasybih secara jelas. Tetapi kalimat-kalimat itu berlaku sebagai matsal. Seperti :
1) “Sekarang ini terperinci kebenaran itu”
2) “Tidak ada yang akan bisa menyatakan terjadinya hari itu selain dari Allah.”
لَيْسَ لَهَا مِنْ دُونِ اللَّهِ كَاشِفَةٌ
Artinya : Tidak ada yang mau menyatakan terjadinya hari itu selain Allah. (an-Najm : 58)
3) “Telah diputuskan kasus yang kau berdua menanyakannya (kepadaku).”
يَا صَاحِبَيِ السِّجْنِ أَمَّا أَحَدُكُمَا فَيَسْقِي رَبَّهُ خَمْرًا وَأَمَّا الآخَرُ فَيُصْلَبُ فَتَأْكُلُ الطَّيْرُ مِنْ رَأْسِهِ قُضِيَ الأمْرُ الَّذِي فِيهِ تَسْتَفْتِيَانِ.
Artinya : Hai kedua penghuni penjara, “Adapun salah seorang di antara kau berdua, akan memberi minum tuannya dengan khamar; adapun yang seorang lagi maka ia akan disalib, kemudian burung menyantap sebagian dari kepalanya. Telah ditentukan masalah yang kau berdua menanyakannya (kepadaku).”(Yusuf : 41)
4) Bukankah subuh itu telah dekat ? (Hud : 81)
5) “Tiap-tiap khabar info memiliki kala yang menentukannya (yang pertanda benarnya atau dustanya); dan kamu akan mengetahuinya.”
لِكُلِّ نَبَإٍ مُسْتَقَرٌّ وَسَوْفَ تَعْلَمُونَ
Artinya : Untuk tiap-tiap informasi (yang dibawa oleh rasul-rasul) ada (waktu) terjadinya dan kelak kamu akan mengenali. (al-An’am : 67)
6) “Dan planning yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencakanannya sendiri.” (Fathir : 43)
7) “Katakanlah : Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing.” (al-Isra’ : 84)
8) “Boleh jadi kau tidak senang sesuatu padahal beliau amat baik bagimu.”
9) “Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang sudah diperbuatnya.” (al-Mudatsir : 38)
10) “Adakah akibat kebaikan selain dari kebaikan (pula)? (ar-Rahman : 60).
11) Tiap-tiap kelompok merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka
فَتَقَطَّعُوا أَمْرَهُمْ بَيْنَهُمْ زُبُرًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ
Artinya : Kemudian mereka (pengikut-pengikut rasul itu) menimbulkan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa bagian. Tiap-tiap kelompok merasa gembira dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing). (al-Mukmin : 53)
12) “Amanat lemahlah yang menyembah dan amat lemah pulalah yang disembah.” (al-Hajj : 73)
13) “Untuk kemenangan serupa ini hendaklah berupaya orang-orang yang melakukan pekerjaan .” (ash-Shaffat : 61)
14) “Tidak sama yang jelek dengan yang baik.”
قُلْ لا يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيثِ فَاتَّقُوا اللَّهَ يَا أُولِي الألْبَابِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya : Katakanlah: “Tidak sama yang buruk dengan yang bagus, meskipun banyaknya yang jelek itu menarik hatimu, maka bertakwalah terhadap Allah hai orang-orang cerdik, agar kau menerima keberuntungan.” (al-Maidah : 100)
15) “Betapa banyak terjadi kalangan yang sedikir dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah.” (al-Baqarah : 249)
16) “Kamu kira mereka itu bersatu sedang hati mereka berpecah belah” (al-Hasyr : 14).
3. Faedah-Faedah Amtsal
Menurut Bakri Syah Amin, ada beberapa peranan amtsal dalam menyampakan pesan-pesan dalam al-Qur’an, di antaranya :[6]
a. Menggambarkan sesuatu yang abstrak dalam gambaran konkrit
b. Menyinkap sesuatu dan mendekatkan pengertian terhadap pengertian
c. Menggambarkan sesuatu yang ghaib dalam bentuk zahir
d. Menyatukan makna yang indah dalam istilah yang pendek dan mudah
e. Memantapkan makna dalam anggapan
f. Membuat orang suka dengan cara yang paling simple
Ahmad al-Hasyim menyatakanbahwa peranan amtsal itu banyak di antaranya menenangkan asumsi, menyejukkan hati, dan mengandung nasihat yang mendalam.[7] Sementara itu al-Qaththan mengemukakan peranan amtsal selaku berikut :
a. Menggabarkan sesuatu yang ada dalam fikiran secara konkrit yang dapat disentuh manusia, sehingga dapat diterima nalar, alasannya makna yang abstrak akan mantap dalam fikiran jika dikonkritkan. Contohnya dalam firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 264 yang menggambarkan keadaan orang yang bersedekah karena riya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالأذَى كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا لا يَقْدِرُونَ عَلَى شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
Artinya : Hai orang-orang beriman, janganlah kau menetralisir (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si peserta), mirip orang yang menafkahkan hartanya alasannya adalah ria terhadap manusia dan beliau tidak beriman terhadap Allah dan hari kemudian. Maka istilah orang itu mirip watu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian watu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk terhadap orang-orang yang kafir. (al-Baqarah : 264)
b. Mengungkapkan aneka macam hakikat, memperlihatkan yang ghaib bagaikan sesuatu yang ada, mirip al-Qur’an menggambarkan orang yang makan riba pada firman Allah surat al-Baqarah ayat 275.
c. Menyatukan makna-makna yang indah memukau lewat ungkapan pendek mirip terdapat pada amtsal kaminah dan mursal.
d. Memotivasi untuk orang yang membaca atau yang mendengar untuk mengikuti apa yang tedapat pada amtsal. Contohnya istilah Allah bagi orang yang bernafkah dijalan Allah dalam firman Allah surat al-Baqarah ayat 261.
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Artinya : Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah yakni serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia harapkan. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
e. Memotivasi untuk menjauhkan diri dari sesuatu yang dibenci yang terdapat dalam amtsal, seperti firman Allah wacana larangan ghibah firman Allah surat al-Fath ayat 29.
f. Untuk memuji orang yang diberi amtsal mirip firman-Nya perihal para sobat surat al-Fath ayat 29.
g. Memberikan celaan terhadap orang yang berisfat buruk yang terdapat dalam amtsal. Seperti Allah mengemukakan keadaan orang-orang yang telah diturunkan kitab kepada mereka, tetapi mereka tidak berinfak dengan ayat-ayat Allah itu, mirip pada firman Allah surat al-‘Araf ayat : 175-176.
h. Perumpamaan itu paling berbekas di hati, paling berkesan dalam pelajaran, paling keras dalam mencela, Allah memperbanyak amtsal dalam al-Qur’an selaku pernyataan dan pelajaran, seperti firman Allah surat az-Zumar ayat 27.
وَلَقَدْ ضَرَبْنَا لِلنَّاسِ فِي هَذَا الْقُرْآنِ مِنْ كُلِّ مَثَلٍ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
Artinya : Sesungguhnya sudah Kami buatkan bagi insan dalam Al Qur’an ini setiap macam ungkapan agar mereka mampu pelajaran.
Selanjutnya al-Zarkasyi menyebutkan secara ringkas peranan amtsal al-Qur’an adalah : peringatan, pelajaran, motivasi melakukan sesuatu, menjauhkan diri dari sesuatu, selaku cerminan perbandingan, memantapkan sesuatu yang ada di dalam asumsi melalui citra yang konkrit, menjelaskan tinggi rendahnya pahala, pujian dan celaan, imbalan dan pembalasan, menyanjungi dan menghinakan sesuatu.[8]
4. Manfaat al-Qur’an bagi Manusia
Sebagai seorang mukmin kita hidup haruslah memiliki pemikiran agar hidup kita itu terarah dan mencapai tujuan yang diinginkan yakni senang di dunia dan senang di alam baka. Semuanya ini sudah di atur dalam agama kita yakni lewat hadits Nabi yang pada dasarnya yakni semoga kita umat manusia selalu berpegang teguh terhadap al-Qur’an dan hadits. Dalam hal ini pemakalah hanya menjelaskan beberapa item saja tentang faedah al-Qur’an bagi manusia. Ini dikarenakan banyaknya fungsi al-Qur’an bagi insan itu sendiri.
a. Pedoman hidup
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ.
Artinya : Bulan bulan puasa, bulan yang di dalamnya diturunkan (awal) Al Qur’an selaku petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai isyarat itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). (al-Baqarah : 185)
ذَلِكَ الْكِتَابُ لا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ
Artinya : Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa. (al-Baqarah : 2)
b. Dasar hidup
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا.
Artinya : Pada hari ini sudah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan sudah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa alasannya adalah kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, bekerjsama Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (al-Maidah : 3)
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الإسْلامُ
Artinya : Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ.
Artinya : Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan beliau di alam baka termasuk orang-orang yang rugi. (Ali Imran : 85)
c. Tujuan hidup
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ
Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan melakukan amal saleh mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. (al-Bayyinah : 7)[9]
جَزَاؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ذَلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ
Artinya : Balasan mereka di segi Tuhan mereka yaitu nirwana Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka awet di dalamnya selama-lamanya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun rida terhadap-Nya. Yang demikian itu yaitu (akibat) bagi orang yang takut kepada Tuhannya. (al-Bayyinah:8)
d. Tugas hidup
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan semoga mereka menyembah-Ku. (Ad-zariyat : 56)
وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
Artinya : Padahal mereka tidak disuruh kecuali semoga menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.(al-Bayyinah : 5)[10]
e. Al-Qur’an sumber rujukan abadi ilmu wawasan terbaru
Jumlah ayat-ayat ilmiah dalam al-Qur’an meraih sekitar 750 ayat yang didalamnya sudah mencakup aneka macam cabang ilmu wawasan. Dengan kata lain mampu kita simpulkan bahwa al-Qur’an sudah menawarkan instruksi ihwal semua ilmu pengetahuan ilmiah yang ada. Al-Qur’an mengungkapkan semua pengetahuan tersebut sebagai bukti mukjizat.
Salah satu misalnya : kumpulan benda langit yang mengelilingi matahari.
وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَّهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ.
وَالْقَمَرَ قَدَّرْنَاهُ مَنَازِلَ حَتَّى عَادَ كَالْعُرْجُونِ الْقَدِيمِ.
لا الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ.
Artinya : dan matahari berlangsung di daerah peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Dan sudah Kami menetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (sesudah ia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah beliau selaku bentuk tandan yang bau tanah. Tidaklah mungkin bagi matahari menerima bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya. (Yasin : 38-40)
Firman Allah ini menjelaskan bahwa matahari bergerak kearah yang sudah diputuskan. Pengetahuan ini gres terungkap oleh para ilmuan terbaru pada awal periode ke-20. Sebelum kala ke-20 para ilmuan tersebut masih beropini bahwa matahari tidak bergerak atau diam ditempat. Sedangkan gerakan matahari dari timur ke barat hanyalah gerakan secara lahiriah saja. Akhirnya muncullah inovasi ilmuan astronomi (hebat perbintangan) yang menyatakan bahwa matahari memiliki gerakan hakiki di ruang angkasa.
C. PENUTUP
Amtsal yakni bentuk jamak dari matsal. Kata matsal, mitsl dan matsil serupa dengan syabah, syibh dan syabih, baik lafazh maupun maknanya. Amsal dalam sastra adalah penyerupaan sebuah kondisi dengan keadaan yang lain, demi tujuan yang sama, adalah menyerupakan sesuatu dengan yang aslinya.
Unsur-komponen Amtsal Al-Qur’an
Sebagian Ulama menyampaikan bahwa Amtsal memiliki empat unsur, adalah:
1. Wajhu Syabah: segi istilah
2. Adaatu Tasybih: alat yang dipergunakan untuk tasybih
3. Musyabbah: yang diperumpamakan
4. Musyabbah bih: sesuatu yang dijadikan perumpamaan.
Sebagian Ulama menyampaikan bahwa Amtsal memiliki empat unsur, adalah:
1. Wajhu Syabah: segi istilah
2. Adaatu Tasybih: alat yang dipergunakan untuk tasybih
3. Musyabbah: yang diperumpamakan
4. Musyabbah bih: sesuatu yang dijadikan perumpamaan.
Macam-macam amtsal :
1. Amtsal musharrahah
2. Amtsal kaminah
3. Amtsal mursalah
Faedah-Faedah Amtsal
a. Menggambarkan sesuatu yang absurd dalam citra konkrit
b. Menyingkap sesuatu dan mendekatkan pemahaman terhadap pengertian
c. Menggambarkan sesuatu yang ghaib dalam bentuk zahir
d. Menyatukan makna yang indah dalam ungkapan yang pendek dan gampang
e. Memantapkan makna dalam fikiran
f. Membuat orang suka dengan cara yang paling simple
Manfaat al-Qur’an bagi insan
a. Pedoman hidup
b. Dasar hidu
c. Tujuan hidup
d. Tugas hidup
e. Sumber ilmu wawasan
Referensi
Al-Qaththan, Manna, Mabahits fi ‘Ulumil Qur’an, Kairo : Maktabah Wahbah.
Abdullah al-Zarkasyi, Muhammad bin al-Burhan fi Ulumil Qur’an, Mesir: al-Halabi
Al-Hasyim, Ahmad, Jawahir al-Adab, Bairut: Dar el-fikri, 1993, j.I
Abdul Lathif, Abdul Wahab Musu’ah Amtsal al-Qur’aniyyah, Kairo, 1993, j.I
Ash-Shiddieqy, M. Hasbi, Ilmu Qur’an, Jakarta : Bulan Bintang,1977 hal. 35
Hadiri SP, Chairuddin Klasifikasi Kandungan al-Qur’an, Jakarta : Gema Insani Press th 2005
Fachri Simatupang, Muhammad, Belajar Mengenal dan Mencintai al-Qur’an,Jakarta: 2002
http/google. Ulumul Qur’an. 16 Des 2010
[1]Muhammad Fachri Simatupang, Belajar Mengenal dan Mencintai al-Qur’an,Jakarta: Bulan Bintang, 2002, hal. 131
[3]M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu Qur’an, Jakarta : Bulan Bintang,1977 hal. 35
[5]http/google. Ulumul Qur’an. 16 Des 2010
[6]Abdul Wahab Abdul Lathif, Musu’ah Amtsal al-Qur’aniyyah, Kairo, 1993, j.I hal. 108
[7]Ahmad al-Hasyim, Jawahir al-Adab, Bairut: Dar el-fikri, 1993, j.I, hal. 260
[8]Muhammad bin Abdullah al-Zarkasyi, al-Burhan fi Ulumil Qur’an, Mesir: al-Halabi, t.th, hal. 131.
[9]Chairuddin Hadiri SP. Klasifikasi Kandungan al-Qur’an, Jakarta : Gema Insani Press 2005, hal. 7