Bisa mengandung & melahirkan anak ialah dambaan bagi setiap wanita. Alhamdulillah beberapa bulan sesudah menikah aku nyata hamil.
Tentu saja ini ialah kabar gembira bagi pihak keluarga suami maupun keluargaku. Karena ini merupakan cucu pertama dari kedua belah pihak.
Morning sickness adalah hal yg kualami hingga lima bulan kehamilanku. Jangan ditanya bagaimana rasanya. Setiap kali mencium amis tertentu, saya eksklusif muntah. Mulai mencium aroma pasta gigi, kepulan nasi yg panas hingga aroma parfum pun saya tak tahan.
Padahal di saat saya hamil muda ini, aku se&g menempuh pendidikan selaku DM (dokter muda) di sebuah Rumah Sakit Umum. Tugasku tiap hari cukup berat terlebih seminggu dua kali aku mendapat giliran jaga, yg artinya selama 24 jam hingga 32 jam saya harus stand by di Rumah Sakit selaku DM jaga.
Sering kali aku mesti menahan nafas jikalau se&g menilik pasien dgn penyakit tertentu yg menjadikan si pasien mengeluarkan bau tak sedap.
Tapi alhamdulillah sampai umur kehamilanku cukup bulan, aku diberi kekuatan untuk melaksanan peran-tugas DM. Cuman berat ba&ku cuma naik 8 kg sampai tamat kehamilan. Pertambahan berat tubuh yg agak kurang berdasarkan dokter kandunganku saat itu.
Hari itu hari Ahad pagi, saat pagi hari aku ke kamar kecil kulihat mulai ada bercak darah, aku telah curiga jangan-jangan ini tanda awal mau melahirkan. Tapi aku tak berani cerita ke suami maupun orang tuaku.
Semakin siang kian terasa mau buang air kecil bergantian dgn rasa buang air besar, sehingga menciptakan saya sering bolak balik ke kamar kecil. Ternyata usang kelamaan ibu mengamati perubahan itu, bergegas mengajak aku ke Rumah Bersalin.
Sampai di Rumah Bersalin mulai rasa mulas, mirip kram di perut akhir kontraksi rahim. Hilang muncul. Rasanya hampir tak pernah aku rasakan sebelumnya. Dibuat duduk sakit, dibentuk jalan juga nyeri. Dibuat berbaring terlebih. Melihat kekhawatiran itu ibuku menghiburku, “setiap ibu akan mencicipi hal yg sama, jadi kau juga harus berpengaruh ya..”
“Ibu, nanti kalau pas melahirkan kira-kira sakitnya seperti apa ya?” Dengan senyum ibu menjawab, “Ya, kira-kira sakitnya 1000 kali dari sakit kontraksi rahimmu kini”
“Ya Rabb, beri aku ketabahan, kekuatan, fasilitas dlm proses melahirkan anakku ini,” sesudah ibu memberi tanggapan mirip itu, aku justru berusaha menikmati nyeri ketika kontraksi rahimku. Dalam hati saya katakan ini masih belum seberapa nyeri, pasti akan datang 1000 nyeri lagi.
Akhirnya saya dipindah ke ruang bersalin sesudah menikmati nyeri sekitar 5 jam. Di sana aku sendiri alasannya ketika itu dihentikan ada keluarga yg boleh masuk. Nyeri itu kian usang kian cepat hadirnya, mirip kram perut berkepanjangan. Sementara dokter kandungan yg mau menolong persalinanku tak kunjung datang. Yang ada cuma seorang bi& yg se&g mempersiapkan proses persalinan.
Saat bi& itu mengambil sesuatu & meninggalkanku, datang-tiba ada dorongan mengejan yg tak mampu kutahan mirip seperti buang air besar. Aku baru sadar ternyata bayiku telah lahir sebelum ditolong dokter atau bi&.
Alhamdulillah, bersyukur karena proses persalinanku cukup gampang bahkan relatif tak ada yg menolong menolongku.
Setelah tahu bayiku telah lahir, maka bi& bergegas mengambil & membersihkan bayiku, sementara dokter kandunganku baru juga datang lalu menolong mengeluarkan ari-ari. Belakangan aku tahu ternyata dokter tersebut terlambat datang sebab mobilnya mogok.
Setelah bayi diperlihatkan ke aku, maka bi& mengajukan pertanyaan, “Bagaimana ibu, rasanya melahirkan? Apa ibu merasa jera ya?”
“Alhamdulillah Bu Bi& aku besar hati sekali bahkan pingin punya anak lagi”
“Ibu ini tergolong langka, lazimnya ibu-ibu yg aku tanyai saat melahirkan anak pertama, jawabannya kapok melahirkan”
Nyeri kontraksi itu memang ada, tetapi nikmatnya susah diceritakan. Terima kasih Ibu untuk senantiasa support di ketika saya membutuhkanmu. [Uyik Unari DwiKap]