Air Keramat | Cerpen Zaenal Radar T

SEBUAH makam milik seseorang yg dianggap leluhur hendak dibongkar oleh orang-orang dr Dinas Pekerjaan Umum alasannya adalah akan terkena proyek pembangunan jalan tol. Tatkala makam digali, air muncrat dr sisi dlm tanah makam. Air itu terus mengalir tiada henti, seperti air pancuran yg keluar dr mata air pegunungan. Entah kenapa air itu menyembur begitu melimpah sehingga warga antre mengambilnya & meyakini bisa digunakan untuk berbagai macam kebutuhan.

“Saya yakin ini bukan air sembarangan! Ini air keramat!”

“Makanya, saya mau minta buat anak saya yg perawan bau tanah, supaya cepet-cepet kawin!”

“Saya pula mau meminumnya, siapa tahu cepet dapet kerjaan!”

Demikianlah. Semua warga berbondong-bondong memanfaatkan air yg keluar dr dlm makam tersebut. Meskipun belum terbukti kemanjurannya, warga berlomba-lomba mengambil air yg dianggap keramat. Lama kelamaan, info keluarnya air keramat dr dlm makam menyebar. Semakin banyak saja warga yg berdatangan. Mereka membawa botol mineral kosong, jeriken, bahkan ada yg menenteng bejana.

Ketika pihak dr Dinas Pekerjaan Umum hendak melanjutkan menggali makam itu, warga pun protes. Mereka tidak mau makam itu dibongkar. Dengan keluarnya air dr dlm makam itu, mereka makin yakin bila makam yg hendak dibongkar itu makam keramat, makam yg mesti dijaga. Sementara pihak Dinas Pekerjaan Umum mesti secepatnya membongkar makam sebab pembangunan jalan tol terganjal oleh eksistensi makam yg dianggap keramat itu. Adu alasan pun tak bisa dihindari.

“Maaf, bapak-bapak & saudara-saudara sekalian. Atas akad para tokoh masyarakat, makam ini kami bongkar untuk kami pindahkan, bukan dibongkar begitu saja. Nanti akan kami buatkan makam yg lebih bagus lagi!” seru salah seorang wakil dr Dinas Pekerjaan Umum.

“Kami tak mau tahu, Pak! Pokoknya makam ini jangan dibongkar!”

“Makam ini keramat. Kalau dibongkar, kita semua bakalan kena sial!”

“Kita ini bangsa apa sih? Seharusnya bangsa yg baik itu bangsa yg menghargai jasa leluhurnya. Ini yakni makam leluhur kita. Harus dijaga & dilindungi!!”

“Mari kita pertahankan makam ini, semoga tak perlakukan dgn semena-mena!! Allahu Akbar…!!”

“Allahu Akbar…!!!”

Setelah terdengar takbir, warga makin semangat merangsek para pegawai Dinas Pekerjaan Umum untuk menyingkir dr lokasi makam. Sementara warga yg sibuk meminta air yg dianggap keramat bertambah banyak berdatangan. Mereka ternyata berasal dr aneka macam pelosok kawasan. Rupanya mereka tahu info adanya air muncrat dr makam keramat bukan hanya dr verbal ke lisan, melainkan alasannya beberapa stasiun televisi mulai menyiarkannya. Bahkan, ada salah satu stasiun teve yg membahasnya dgn siaran pribadi.

“Aneh bin abnormal, pemirsa. Dapat kami laporkan, sebuah makam yg dinyatakan sebagai makam leluhur oleh warga mengeluarkan air saat hendak digali,” reporter televisi sibuk di depan kamera. Reporter tersebut mendekati beberapa warga yg telah berhasil mengambil air yg keluar dr dlm makam.

  Rendang Buatan Ibu | Cerpen Ahda Imran

“Baik pemirsa, berikut ini akan kita dengarkan apa pendapat warga ihwal air yg dianggap keramat oleh warga,” reporter televisi sekarang menyorongkan mik ke arah salah seorang perempuan setengah baya pemegang botol mineral yg sudah diisi oleh air dr dlm makam.

“Bu, air ini buat apa?”

“Ini untuk bapak saya yg sudah lama lumpuh. Buat obat.”

“Ibu percaya air ini bisa menyembuhkan bapak?”

“Ya, percaya enggak percaya, sih? Namanya pula usaha. Berobat ke dokter mahal soalnya. Makara, main-main aja pake air keramat ini,” ujar wanita itu polos. Lalu mik reporter bergeser pada lelaki paruh baya di sebelahnya. Lelaki ini memegangi jeriken yg sudah sarat .

“Kalau bapak, air keramat ini untuk apa?”

“Buat minum.”

“Buat minum? Supaya apa, Pak?” Ini sungguh-sungguh pertanyaan tolol. Ternyata, tak semua reporter televisi pintar.

“Supaya enggak haus!”

Reporter menelan ludah. Si laki-laki pribadi ngeloyor. Lalu, reporter kembali memandang kamera sambil menutup program. Beberapa warga mendekat ke belakang reporter dgn impian bisa tertangkap gambarnya. Di antara mereka melambai-lambaikan tangan ke arah kamera.

*****

Karena orang-orang terus berdatangan, salah seorang warga berinisiatif membuat tempat parkir kendaraan. Setiap sepeda motor atau kendaraan beroda empat yg tiba diberikan karcis tanda masuk. Areal makam pun dibuatkan pagar pembatas semoga orang bisa mengantre dgn tertib. Sebuah kotak amal dibuat & diletakkan di erat pintu masuk. Di segi kotak ditulis, “AMAL MAKAM KERAMAT, SEIKHLASNYA”.

Beberapa hari kemudian, makam keramat makin ramai dikunjungi orang. Tempat parkir motor diperluas karena tak mampu memuat kendaraan. Kotak amal yg ditaruh di pintu gerbang makam disingkirkan, berganti dgn tiket tanda masuk makam. Setiap warga yg tiba harus berbelanja tiket apalagi dulu.

Sobrak, lelaki setengah baya yg bertugas menjaga tiket senang sekali sebab dewasa ini hidupnya berubah sejahtera. Gobang, yg menjadi penanggung jawab lahan parkir pula begitu. Uang mereka bagai meluap, seperti air keramat yg mengalir dr dlm makam. Namun, kemakmuran Sobrak & Gobang tak disukai oleh beberapa warga sekitar, yg menilai keduanya mempergunakan situasi. Akan tetapi, dgn seperak dua perak, warga yg protes mampu disumpal. Ternyata, duit bisa menutupi mulut manusia.

Suatu hari, petinggi dr Dinas Pekerjaan Umum & beberapa tokoh penduduk kembali tiba ke makam. Mereka hendak meyakinkan warga biar tak menganggap air yg mengalir di sekitar makam itu dianggap keramat.

“Bapak-bapak & saudara-kerabat sekalian, air yg mengalir dr dlm makam sesepuh ini air biasa-biasa saja. Air ini keluar, seperti kita menggali sumur!”

  Wajah Wasiat | Cerpen Sule Subaweh

“Tapi, Pak, kami percaya ini air keramat! Soalnya, air ini keluar dr dlm makam yg baru beberapa meter digali!”

“Betul, Pak!! Sumur di sekitar makam ini saja perlu delapan meter bila mau keluar air!”

“Ini mukjizat, Pak!!”

“Sebaiknya, tokoh masyarakat jangan memihak pemerintah!! Pembangunan jalan tol ini tak berarti apa-apa bagi kami! Kebanyakan warga cuma punya sepeda motor, sedangkan jalan tol cuma untuk pengendara roda empat!”

“Kalau memang terpaksa, jalannya dibelokan saja. Jangan sampai pembangunan ini justru merusak makam keramat!”

Semua warga terus berbicara. Mereka ingin meyakinkan petinggi dr Dinas Pekerjaan Umum & tokoh masyarakat serta perwakilan dr pemerintah untuk menggagalkan pembongkaran makam.

“Bapak-bapak & saudara-saudara sekalian. Pembangunan jalan tol didedikasikan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. Pajak yg diperoleh dr pengguna jalan tol itu dipergunakan untuk pembangunan! Selain itu, pembangunan jalan tol tak mungkin dibelokkan ke arah lain dgn maksud menyingkir dari makam ini. Di mana-mana, yg namanya jalan tol itu lurus, enggak bengkok-bengkok!” kali ini yg bicara Pak Lurah, yg mulai senewen dgn tingkah warganya.

“Lho, Pak Lurah kok bukan mendukung warganya? Jangan-jangan Pak Lurah sudah disogok, ya…?”

“Pak Lurah payah!”

“Pak Lurah lupa sama leluhur sendiri!!”

Pak Lurah terdiam & tak lagi berkata-kata. Pak Lurah jadi mirip kura-kura yg disentuh kepalanya.

“Kalau memang kalian ngotot mau membongkar makam keramat ini, silakan hadapi kami!!”

“Bongkar saja kalau berani!! Kami siap mati! Kami siap jihad demi menjaga makam ini!!”

Warga kian beringas. Para tokoh penduduk , Pak Lurah, & orang-orang dr Dinas Pekerjaan Umum menyerah. Mereka kesudahannya meninggalkan areal pemakaman diiringi koor olok-olokan para warga. Sobrak & Gobang pribadi mendekati warga sambil memberikan masakan untuk warga yg menjaga makam keramat.

*****

Keesokan harinya Bapak Wali Kota tiba dibarengi oleh sejumlah pejabat tempat. Di antaranya terdapat Ustadz Markum, ustadz muda yg tidak mengecewakan beken & disegani warga sekitar. Bapak Wali Kota & rombongan disambut demonstrasi & yel-yel oleh warga yg masih berada di sekitar makam. Mereka siap menghalau siapa pun yg hendak menggusur makam yg mengeluarkan air keramat. Tak peduli Wali Kota atau presiden sekalipun. Ratusan satuan pamong praja tiba di sekeliling makam. Mereka mengepung areal pemakaman.

“Bapak-bapak & kerabat-kerabat sekalian! Kita boleh saja beda pertimbangan , kita bebas saja murka, namun kami berharap kepala kita tetap masbodoh! Sesuai perintah dr pemerintah sentra, makam ini akan dipindahkan untuk kemudian diletakkan di tempat yg jauh lebih luas & anggun lagi!”

“Tapi Pak, makam ini tak mungkin dipindahkan. Dengan keluarnya air dr dlm makam, mengambarkan bahwa makam ini memang betul-betul keramat!! Batalkan saja proyek pembanguan jalan tol itu!!”

  Yang Terpenjara Waktu | Cerpen Zhizhi Siregar

“Allahu Akbar…!!!”

“Allahu Akbar…!!”

Ketika takbir sudah terdengar, semangat warga pun menggelegar. Ratusan satuan polisi pamong praja segera mengamankan suasana. Mereka menangkapi semua orang yg hendak mempertahankan makam. Pertikaian pun tak bisa dihindari. Warga yg mempertahankan makam saling serang dgn satuan polisi pamong praja.

Saat yg bersamaan, datang beberapa petugas dr Perusahaan Air Minum (PAM) yg tengah bertugas sedang mencari-cari sumber kebocoran pipa yg baru terdeteksi. Langkah mereka terhenti oleh kericuhan antara warga & satuan polisi pamong praja. Polisi pamong praja sukses meredam keberingasan warga setelah menerima pinjaman tenaga dr satuan lain.

“Tenang kerabat-kerabat… saya harap semua hening!!” Bapak Wali Kota yg gres saja mendengarkan informasi dr bawahannya, berdiri di depan semua warga yg sudah mulai reda.

“Bapak-bapak & kerabat-kerabat sekalian. Tanpa meminimalkan rasa hormat kami terhadap makam leluhur kita, pemerintah kawasan akan tetap memindahkan makam tersebut. Selain itu, dapat kami informasikan bahwa air yg keluar dr dlm makam itu adalah air dr pipa PAM yg bocor!!”

Semua warga yg mendengarnya terbelalak. Semua saling tatap, kemudian mereka menunduk malu. Kemudian Ustadz Markum berdiri di tengah-tengah warga, “Saudara-saudara sekalian, ziarah ke sebuah makam itu dibolehkan. Nabi pun pernah menganjurkannya biar kita ingat pada ajal. Tapi, kita tak boleh berlebihan. Sesuatu yg berlebihan itu tak baik! Kita bisa musyrik!!”

Bapak Wali Kota mulai bernapas lega sebab warga tak lagi murka, “Sekarang, kerabat-saudara sekalian saya harap membubarkan diri!!”

Semua warga pun menuruti perintah Bapak Wali Kota untuk membubarkan diri. Pembangunan jalan tol itu siap dilanjutkan kembali. Para pekerja dr PAM sibuk memperbaiki pipa yg bocor. Setelah pipa itu sudah diperbaiki, penggalian makam leluhur kembali dijalankan. Makam itu akan dipindahkan ke lokasi yg sudah disediakan. Tetapi ajaibnya, tatkala sebuah kendaraan beroda empat pengeruk gres saja menggali, air kembali muncrat dr bagian makam yg lain. Pekerja PAM diminta untuk memeriksa apakah ada kemungkin kebocoran pada pipa-pipa mereka.

Setelah diselidiki, ternyata pipa air milik PAM baik-baik saja. Mereka bingung, dr manakah sumber air yg muncrat itu. Sampai sepekan lamanya, air dr dlm makam itu tetap mengalir. Airnya bening nan jernih. Aromanya bacin kolam kesturi. Kejadian ini dirahasiakan. Semua warga meyakini itu kebocoran pipa PAM yg belum mampu diperbaiki. (*)

Zaenal Radar T. sering menulis cerpen, novel, & skenario televisi. Buku kumpulan cerpennya yg sudah terbit, di antaranya Harga Kematian (DAR! Mizan, 2003), Air Mata Laki-laki (FBA Press, 2004).