Dalam pandangan anutan Islam, segala sesuatu harus dilakukan secara rapi, benar, tertib, dan terencana. Proses-prosesnya mesti diikuti dengan baik. Sesuatu dihentikan dijalankan secara sembarang pilih. Mulai dari permasalahan terkecil mirip mengendalikan urusan Rumah Tangga sampai dengan persoalan paling besar mirip mengendalikan masalah sebuah negara. Semua itu diharapkan pengaturan yang bagus, sempurna dan terarah dalam bingkai sebuah manajemen agar tujuan yang hendak diraih mampu dicapai dan bisa simpulan secara efisien dan efektif.
Pendidikan Agama Islam dengan berbagai jalur, jenjang, dan bentuk yang ada mirip pada jalur pendidikan formal ada jenjang pendidikan dasar yang berbentuk Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), jenjang pendidikan menengah ada yang berbentuk Madrasah Alyah (MA) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), dan pada jenjang pendidikan tinggi terdapat begitu banyak Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) dengan berbagai bentuknya ada yang berbentuk Akademi, Sekolah Tinggi, Institut, dan Universitas. Pada jalur pendidikan non formal mirip Kelompok Bermain, Taman Penitipan Anak (TPA), Majelis Ta’lim, Pesantren dan Madrasah Diniyah. Jalur Pendidikan Informal mirip pendidikan yang diselenggarakan di dalam kelurarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan. Kesemuanya itu perlu pengelolaan atau manajemen yang sebaik-baiknya, alasannya adalah bila tidak bukan cuma gambaran negatif ihwal pendidikan Islam yang ada pada penduduk akan tetap melekat dan sukar dihilangkan bahkan mungkin Pendidikan Islam yang haq itu akan hancur oleh kebathilan yang dikontrol dan tersusun rapi yang berada di sekelilingnya, sebagaimana dikemukakan Ali bin Abi Thalib :
الحق بلا نظام يغلبه الباطل بالنظام
”kebenaran yang tidak terencana dengan rapi akan dihancurkan oleh kebathilan yang tersusun rapi”.
Makalah ini, akan membicarakan wacana pengertian Manajemen Pendidikan Islam, Implikasinya, karakteristik mana¬jemen pendidikan Islam, prinsip-prinsip dasar administrasi pendidikan Islam, dan mekanisme membangun rancangan mana¬jemen pendidikan Islam, serta fungsi-fungsi manajemen pendidikan Islam.
B. Manajemen Pendidikan Islam dan Implikasinya
Dari sisi bahasa manajemen berasal dari bahasa Inggris yang ialah terjemahan eksklusif dari kata management yang memiliki arti pengelolaan, ketata laksanaan, atau tata pimpinan. Sementara itu, Mochtar Efendy berpendapat bahwa administrasi berasal dari kata kerja bahasa Inggris “ To Manage” yang sinonim dengan to hand, to control, dan to guide (mengorganisir, memeriksa dan memimpin). Dari sini, administrasi mampu diartikan pengurusan, pengendalian, memimpin atau membimbing.
Ramayulis dalam bukunya, Ilmu Pendidikan Islam, menyatakan bahwa pemahaman yang serupa dengan hakikat administrasi yakni al-tadbir (pengaturan). Kata ini merupakan derivasi dari kata dabbara (menertibkan) yang banyak terdapat dalam Al Qur’an mirip firman Allah SWT :
يُدَبِّرُ اْلأَمْرَ مِنَ السَّمَآءِ إِلَى اْلأَرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ أَلْفَ سَنَةِ مِّمَّا تَعُدُّونَ
Artinya : Dia mengontrol problem dari langit ke bumi, lalu (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun berdasarkan perhitunganmu (Al Sajdah : 05).
Dari isi kandungan ayat di atas, dapatlah dikenali bahwa Allah swt yakni pengatur alam (manager). Keteraturan alam raya ini merupakan bukti kebesaran Allah swt dalam mengorganisir alam ini. Namun, karena manusia yang diciptakan Allah SWT sudah dijadaikan sebagai khalifah di bumi, maka ia mesti mengatur dan mengurus bumi dengan sebaik mungkin sebagaimana Allah mengatur alam raya ini.
Sementara administrasi berdasarkan istilah yakni proses mengkordinasikan aktifitas-aktifitas kerja sehingga mampu akhir secara efesien dan efektif dengan dan melalui orang lain. Sedangkan Sondang P Siagian, mengartikan manajemen selaku kemampuan atau keahlian untuk memperoleh sebuah hasil dalam rangka mencapai tujuan lewat kegiatan-acara orang lain.
Bila kita amati dari kedua pemahaman manajemen di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen merupkan sebuah proses pemanfaatan semua sumber daya melalui tunjangan orang lain dan berhubungan dengannya, agar tujuan bersama bisa dicapai secara efektif, efesien, dan produktif. Disisi lain, Pendidikan Islam ialah proses transinternalisasi nilai-nilai Islam terhadap peserta ajar sebagai bekal untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia dan di akhirat.
Dengan demikian maka yang disebut dengan manajemen pendidikan Islam sebagaimana dinyatakan Ramayulis adalah proses pemanfaatan semua sumber daya yang dimiliki (ummat Islam, lembaga pendidikan atau lainnya) baik perangkat keras maupun lunak. Pemanfaatan tersebut dijalankan melalui kerjasama dengan orang lain secara efektif, efisien, dan produktif untuk meraih kebahagiaan dan kesejahteraan baik di dunia maupun di darul baka.
Definisi lain dipaparkan oleh Mujammil Qomar dalam karyanya Manajemen pendidikan Islam, Ia menyatakan bahwa ”Manajemen pendidikan Islam yakni sebuah proses pengelolaan forum pendidikan secara Islami dengan cara menyiasati sumber-sumber berguru dan hal-hal lain yang terkait untuk meraih tujuan pendidikan Islam secara efektif dan efisien.” Lebih lanjut Mujammil Mengatakan, bahwa makna definitif ini mempunyai implikasi-implikasi yang saling terkait dan membentuk satu kesatuan tata cara dalam administrasi pendidikan Islam. Implikasi-implikasi tersebut antara lain :
Pertama, proses pengelolaan lembaga pendidikan Islam secara islami. Aspek ini menginginkan adanya muatan-muatan nilai Islam dalam proses pengelolaan lembaga pendidikan Islam. Misalnya, aksentuasi pada penghargaan, maslahat, kualitas, pertumbuhan, dan pemberdayaan. Selanjutnya, upava pengelolaan itu diupayakan bersandar pada pesan-pesAn Al-Qur’an dan hadis supaya selalu dapat menjaga sifat Islami.
Kedua, kepada forum pendidikan Islam. Hal ini menunjukkan objek dari manajemen ini yang secara khusus diarahkan untuk menanggulangi forum pendidikan Islam dengan segala keunikannya. Maka, manajemen ini bisa memaparkan cara-cara pengelolaan pesantren, madrasah, perguruan tinggi Islam, dan sebagainya.
Ketiga, proses pengelolaan forum pendidikan Islam secara Islami menghendaki adanya sifat inklusif dan pribadi. Frase secara islami menawarkan perilaku inklusif, yang btrarti kaidah-kaidah manajerial yang dirumuskan dalam buku ini mampu dipakai untuk pengelolaan pendidikan selain pendidikan Islam selama ada kesesuaian sifat dan misinya. Dan sebaliknya, kaidah-kaidah manajemen pendidikan secara umum bisa juga digunakan dalam mengorganisir pendidikan Islam selama sesuai dengan nilai-nilai Islam, kenyataan, dan kultur yang dihadapi forum pendidikan Islam. Sementara itu, frase forum pendidikan Islam memperlihatkan keadaan eksklusif sebab menjadi objek eksklusif dari kajian ini, hanya terkonsentrasi pada lembaga pendidikan Islam”. Sedangkan, forum pendidikan yang lain telah dibahas secara rincian dalam buku-buku administrasi pendidikan.
Keempat, dengan cara menyiasati. Frase ini mengandung taktik yang menjadi salah satu pembeda antara administrasi dengan manajemen. Manajemen penuh siasat atau taktik yang diarahkan untuk meraih sebuah tujuan. Demikian pula dengan manajemen pendidikan Islam yang senantiasa diwujudkan melalui seni manajemen tertentu. Adakalanya strategi tersebut sesuai dengan taktik dalam mengorganisir lembaga pendidikan lazim, tetapi bisa jadi berlawanan sama sekali lantaran adanya situasi khusus yang dihadapi forum pendidikan Islam.
Kelima, sumber-sumber mencar ilmu dan hal-hal lain yany terkait. Sumber belaiar di sini mempunyai cakupan yang cukup luas, yaitu: (1) Manusia, yang mencakup guru/ustadz/dosen, siswa/santri/mahasiswa, para pegawai, dan para pengurus yayasan; (2) Bahan, yang mencakup perpustakaan, buku palajaran, dan sebagainya; (3) Lingkungan, merupakan segala hal yang mengarah pada masyarakat; (4) Alatt dan peralatan, mirip laboratorium; dan (5) Aktivitas. Adapun hal-hal lain yang terkait bisa berupa keadaan sosio-politik, sosio-kultural, sosio-ekonomik, maupun sosio-religius yang dihadapi oleh lembaga pendidikan Islam.
Keenam, tujuan pendidikan Islam. Hal ini merupakan arah dari seluruh aktivitas pengelolaan lembaga pendidikan Islam sehingga tujuan ini sungguh memengaruhi komponen-bagian lainnya, bahkan mengendalikannya.
Ketujuh, efektif dan efisien. Maksudnya, berhasil guna dan berdaya guna. Artinya, manajemen yang sukses mencapai tujuan dengan pengurangan tenaga, waktu, dan biaya. Efektif dan efisien ini ialah penjelasan kepada kompcnfen-bagian sebelumnya sekaligus mengandung makna pe-nyempurnaan dalam proses pencapaian tujuan pendidikan Islam.
Lalu, dari sini timbul pertanyaan: Apa perbedaan administrasi pendidikan Islam dengan administrasi lainnya misalnya dengan administrasi pendidikan lazim? Memang secara general sama. Artinya, ada banyak atau bahkan dominan kaidah-kaidah manajerial yang mampu digunakan oleh kedua jenis administrasi tersebut, bahkan oleh seluruh administrasi. Namun, secara spesifik terdapat kekhususan-kekhususan yang membutuhkan penanganan yang spesial pula. Dalam hal ini, Dede Rosyada menyatakan, “Inti administrasi dalam bidang apa pun sama, hanya saja variabel yang dihadapinya mampu berlawanan, tergantung pada bidang apa administrasi tersebut digunakan dan dikembangkan.” Perbedaan variabel ini membawa perbedaan kultur yang lalu menimbulkan berbagai perbedaan.
C. Karakteristik Manajemen Pendidikan Islam
Manajemen pendidikan Islam mempunyai objek bahasan yang cukup kompleks. Berbagai objek bahasan tersebut dapat dijadikan bahan yang lalu diintegrasikan untuk merealisasikan administrasi pendidikan yang berciri khas Islam. Mujammil Qomar menyampaikan, “Istilah Islam mampu dimaknai sebagai Islam wahyu atau Islam budaya. Islam wahyu meliputi Al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi,. baik hadis Nabawi maupun hadis Qudsi. Sementara itu, Islam budaya meliputi perumpamaan sobat Nabi, pemahaman ulama, pengertian cendekiawan muslim dan budaya umat Islam. Kata Islam yang menjadi identitas manajemen pendidikan ini dimaksudkan dapat meliputi makna keduanya, adalah Islam wahyu dan Islam budaya. Oleh karena itu, pembahasan manajemen pendidikan Islam selalu melibatkan wahyu dan budaya kaum muslimin, ditambah kaidah-kaidah administrasi pendidikan secara biasa , Maka, pembahasan ini akan menimbang-nimbang bahan-materi sebagai berikut:
1. Teks-teks wahyu baik Al-Qur’an maupun hadis yang terkait dengan administrasi pendidikan.
2. Perkataan-perkataan (aqwal) para teman Nabi maupun ulama dan cendekiawan muslim yang terkait dengan administrasi pendidikan.
3. Realitas perkembangan lembaga pendidikan Islam.
4. Kultur komunitas (pinipinan dan pegawai) forum pendidikan Islam.
5. Ketentuan kaidah-kaidah manajemen pendidikan.
Jika dicermati, bahan nomor 1 sampai 4 mencerminkan ciri khas Islam pada bangunan administrasi pendidikan Islam, sementara bahan nomor 5 merupakan pelengkap yang bersifat lazim dan risikonya dapat dipakai untuk menolong merumuskan bangunan manajemen pendidikan Islam. Tentunya setelah dipilih berdasarkan nilai-nilai Islam dan realitas yang dihadapi oleh lembaga pendidikan Islam. Nilai-nilai Islam tersebut ialah refleksi wahyu, sedangkan realitas tersebut selaku refleksi budaya atau kultur.
Teks-teks wahyu sebagai sandaran teologis. Perkataan-perkataan para teman Nabi, ulama, dan cendekiawan muslim selaku sandaran rasional, realitas perkembangan lembaga pendidikan Islam serta kultur komunitas (pimpinan dan pegawai) forum pendidikan Islam sebagai sandaran empiris; sedangkan ketentuan kaidah-kaidah manajemen pendidikan sebagai sandaran teoretis. Makara, bangunan manajemen pen¬didikan Islam ini ditaruh di atas empat sandaran, yakni sandaran teologis, rasional, empiris, dan teoretis.
Sandaran teologis menimbulkan kepercayaan adanya kebenaran pesan-pesan wahyu karena berasal dari Tuhan, sandaran rasional menjadikan doktrin kebenaran ber¬dasarkan pertimbangan nalar-pikiran. Sandaran empiris me¬nimbulkan iman adanya kebenaran menurut data-data yang akurat, sedangkan sandaran teoretis menyebabkan iktikad adanya kebenaran berdasarkan nalar pikiran dan data sekaligus serta telah dipraktikkan berkali-kali dalam pengelolaan pendidikan.