Abbas bin Firnas atau yang lebih dikenal dengan nama Ibnu Firnas, lahir di Izn-Rand Onda, Andalusia pada tahun 810 Masehi. Ia ialah seorang Ilmuwan Muslim yang beberapa penemuannya berasal dari Al Qur’an.
Ia menemukan ide terbang sesudah membaca Al Qur’an surat Al-Mulk ayat 19 yang berbunyi:
أَوَلَمْ يَرَوْا إِلَى الطَّيْرِ فَوْقَهُمْ صَافَّاتٍ وَيَقْبِضْنَ ۚ مَا يُمْسِكُهُنَّ إِلَّا الرَّحْمَٰنُ ۚ إِنَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ بَصِيرٌ
Artinya:
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan burung-burung yang menyebarkan dan mengatupkan sayapnya di atas mereka? Tidak ada yang menahannya (di udara) selain Yang Maha Pemurah. Sesungguhnya Dia Maha Melihat segala sesuatu.”
Abbas Bin Firnas berfikir bahwa burung saja yang tidak dihisab mampu terbang terlebih insan. Lalu beliau mengajukan pertanyaan dalam hatinya “apakah saya mungkin mampu terbang seperti burung, bukankah kalau Allah berkehendak maka bisa terjadi?“
Kemudian beliau meneliti burung, bagaimana dia dapat mengepakkan sayapnya sampai mampu melayang. Abbas Bin Firnas kemudian merakit sebuah sayap produksi lalu dipasangkan ke tangannya.
Lalu ia pergi ke atas bukit yang agak rendah untuk melakukan percoban. Ia kepakkan sayapnya, kemudian terjatuh. Ia terus melaksanakan beberapa percobaan hingga beberapa kali untuk melakukan pergeseran pada sayap rakitannya semoga tepat.
Dari beberapa kali percobaan, Abu Firnas sampai bisa melayang sejauh 20 meter menggunakan sayap buatannya.
(Baca Juga: “Kisah Jabir Ibnu Hayyan Menemukan Prinsip Besi Setelah Baca Al Qur’an Surat Al Hadid“)
Penyebaran Manuskrip
Hasil inovasi Abu firnas kemudian menyebar ke barat ketika orang islam dikalahkan di Spanyol sampai muncul perjanjian Perdesilas 1492, kemudian dunia dibagi dua oleh Paus pada dikala itu ialah barat dengan timur. Barat yakni Spanyol dan timur yaitu Portugal.
Portugal lalu tiba dan sampai ke Nusantara di Selat Malaka tahun 511. Tapi yang lebih menawan setelah insiden itu adalah dibawanya manuskrip-manuskrip yang salah satunya milik Abu firnas ke barat dan dipelajari oleh ilmuwan di sana.
Hingga kita mengenal Wright Bersaudara yang berisikan dua orang adik beradik, Orville Wright (19 Agustus 1871 – 30 Januari 1948) dan Wilbur Wright (16 April 1867 – 30 Mei 1912) dihargai atas desain dan perancangan pesawat melayang efektif pertama dan membuat penerbangan terkendali pertama menggunakan pesawat melayang bermesin yang lebih berat daripada udara.
BJ. Habibie |
Kemudian Pembuatan pesawatpun makin meningkat hingga ke yang lebih mutakhir, tetapi dikala itu pesawat melayang masih kaku, masih terdapat retaka-retakan (crack). Kemudian retakan di sayap pesawat tersebut diperbaiki oleh seorang yang dididik oleh orang tuanya persis mirip Imam An-Nawawi Ad-Dimasyqiy dididik, sehingga sifat-sifatnya kecilnya sama dengan Imam An-Nawawi.
Imam An-Nawawi itu saat masih dididik cinta wawasan walaupun arahnya lebih kepada Agama. Kalau diajak main sukar, begitu keluar rumah bawa kitab untuk dipelajari, sesudah main pulang lagi ke rumah.
Orang ini waktu kecilpun sama, disuruh main ke luar rumah sukar. Saat dipaksa ke luar rumah dia balik lagi ke rumah lewat jendela saat orang tuanya pergi.
Pria ahli pesawat terbang ini bukanlah orang Arab, Amerika, Eropa, atau Afrika. Beliau adalah orang Indonesia, Prof. Dr. H. Bacharuddin Jusuf Habibie.
(Baca juga: “Bacharuddin Jusuf Habibie – Ilmuwan Pemegang 46 Hak Paten di Bidang Aeronautika“)