Penemuan Dan Aplikasi Pengembangan Berbasis Kimia Hijau

 Oleh: Ika Devi Sunbulat Sari (@T03-Ika)

Mind Mapping Kimia Hijau

Abstrak

Dampak dari limbah industri, utamanya limbah industri kimia masih menjadi masalah yang menjadi perbincangan yang tiada final. Kekhawatiran penduduk akan dampak buruk yang mampu terjadi  dalam kehidupan mereka, menuntut para hebat kimia dan teknik kimia untuk memperoleh solusi yang efektif dalam menangani hal tersebut. Konsep Kimia Hijau menjadi jawaban yang mampu para hebat sajikan ialah dengan merancang produk kimia yang mengurangi atau menetralisir penggunaan zat berbahaya. Dalam pelaksanaan konsep kimia hijau biar tujuan kita semua tercapai, ada 12 prinsip yang harus dikerjakan sehingga proses bikinan kimia yang bisa selaras dengan lingkungan tanpa ancaman. Prinsip tersebut diaplikasikan ke dalam pengembangan yang berbasis kimia hijau, diantaranya yakni katalis yang mampu dimasak menjadi produk baru, nanoteknologi yang ramah lingkungan, dan pengembangan bioreduktor dari ekstrak bahan alami.

Kata kunci: kimia hijau, lingkungan, prinsip, limbah, katalis, nanoteknologi, bioreduktor, alami, lestari

Abstract

The impact of industrial waste, especially chemical industrial waste is still a duduk perkara that is an endless discussion. People’s concerns about the negative impact that can occur in their lives, require chemists and chemical engineers to find effective solutions to overcome this duduk perkara. The concept of Green Chemistry is the answer that experts can provide, namely by designing chemical products that reduce or eliminate the use of hazardous substances. In implementing the green chemistry concept so that all of our goals are achieved, there are 12 principles that must be implemented so that the chemical production process can be in harmony with the environment without danger. These principles are applied to developments based on green chemistry, including catalysts that can be processed into new products, environmentally friendly nanotechnology, and the development of bioreductants from extracts of natural ingredients.

Keywords: green chemistry, environment, principle, waste, catalyst, nanotechnology, bioreductant, natural, sustainable

1.    Pendahuluan

Menurut Dunn (2012) Kimia Hijau atau Kimia berkelanjutan didefinisikan oleh Badan Perlindungan Lingkungan selaku “rancangan produk kimia yang meminimalkan atau menetralisir penggunaan zat berbahaya”. Dalam beberapa tahun terakhir ada cita-cita dari penduduk yang lebih besar, bahwa ahli kimia dan insinyur kimia mesti menciptakan proses kimia yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan, serta kemungkinan tren ini akan terus berkembang selama beberapa dekade mendatang.

Praktik kimia hijau dimulai dengan akreditasi bahwa buatan, pemrosesan, penggunaan, dan akhirnya pembuangan produk kimia mampu menjadikan kerusakan jika dikerjakan secara tidak benar. Dalam mencapai tujuannya, kimia hijau dan teknik kimia hijau dapat memodifikasi atau sepenuhnya mendesain ulang produk dan proses kimia dengan tujuan mengurangi limbah dan penggunaan atau pembuatan materi yang sangat berbahaya (Manahan, 2005. Hlm. 10).

Dalam jurnal Konsep Pengetahuan Lingkungan Green Chemistry pada Program Studi Pendidikan Biologi, yang ditulis oleh Ulfah dkk. (2013), menyebutkan bahwa adapun 12 prinsip Green Chemistry (Kimia Hijau) :

1)   Mencegah terbentuknya polutan proses kimia dengan cara merancang sintesa kimia yang menangkal terbentuknya sampah atau polutan.

2)  Merancang bahan kimia dan produk turunannya yang aman yang menghasilkan produk kimia yang efektif tanpa atau rendah imbas racunnya.

3)  Merancang sintesa kimia yang tidak berbahaya, mendesain proses dengan menggunakan dan menciptakan senyawa yang memiliki sedikit atau tanpa efek beracun terhadap insan dan lingkungan.

4)  Memanfaatkan bahan baku dalam proses kimia dari material terbaharukan. Bahan baku dari produk agrikultur atau aquakultur mampu dibilang sebagai bahan baku terbaharukan, sedangkan hasil pertambangan dikatakan selaku bahan tidak dapat diperbarui.

5)  Menggunakan katalis. Reaksi yang mempergunakan katalis memiliki kelebihan sebab hanya menggunakan sedikit material katalis untuk mempercepat dan mengoptimalkan produktifitas dan proses daur reaksi.

  Peran Energi Hijau Bagi Kebidupan “Yuk Kita Budibayakan Energi”

6)  Menghindari proses derivatisasi tehadap senyawa kimia. Artinya menghindari tahapan pembentukan senyawa antara atau derivat dikala melaksanakan reaksi, sebab agen derivat tersebut memperbesar hasil samping atau cuma terbuang percuma sebagai sampah.

7)  Memaksimalkan ekonomi atom dengan cara mendesain proses sehingga hasil simpulan mengandung proporsi maksimum terhadap asupan permulaan proses sehingga tidak menciptakan limbah.

8)  Penggunaan pelarut dan keadaan reaksi yang lebih aman dengan cara mencoba menyingkir dari penggunaan pelarut, biro pemisah, atau bahan kimia pembantu yang lain. Pelarut dipakai seminimal mungkin dan tidak menyebabkan dilema pencemaran atau kerusakan kepada lingkungan dan atmosfer. Air yakni universal solvent yang ramah lingkungan.

9)  Meningkatkan efisiensi energi ialah melakukan reaksi pada keadaan mendekati atau sama dengan keadaan alamiah, contohnya suhu ruang dan tekanan atmosfer.

10)   Merancang materi kimia dan produknya yang dapat terdegradasi sesudah dipakai menjadi material tidak berbahaya atau tidak terakumulasi sehabis dipakai.

11) Analisis pada waktu serentak dengan proses buatan untuk mencegah polusi. Dalam suatu proses, dimasukkan tahapan pengawasan dan pengendalian bersama-sama dan sepanjang proses sintesis untuk menghemat pembentukan produk samping.

12)   Memperkecil kesempatankecelakaan ialah mendesain materi kimia dan wujud fisiknya yang mampu meminimalkan kesempatankecelakaan kimia contohnya ledakan, kebakaran, atau pelepasan racun ke lingkungan.

Aplikasi pengembangan yang berbasis Kimia Hijau yaitu dimana upaya perwujudan untuk menanggulangi tantangan atau permasalah dalam industri kimia; baik itu dengan mengkaji ulang, mendesain ulang, dan membuat kembali alat-alat ilmiah dalam memproduksi, mengubah serta mempergunakan produk kimia untuk meningkatkan efisiensi dan kemanjuran, sambil mengurangi kesempatanlimbah dan ancaman.

2.   Rumusan Masalah       

Ø  Apa yang dimaksud dengan inovisasi dalam Kimia Hijau?

< span style="mso-list: Ignore;">Ø  Apa yang di maksud dengan katalisis?

Ø  Bagaimana tugas nanoteknologi dalam Kimia Hijau?

Ø  Apa saja ekstrak dari bahan alami yang mampu dijadikan bioreduktor?

 

3.   Tujuan

Ø  Untuk mengenali apa yang dimaksud dengan inovisasi dalam Kimia Hijau.

Ø  Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan katalisis.

Ø  Untuk mengetahui tugas nanoteknologi dalam Kimia Hijau.

Ø  Untuk mengenali apa saja ekstrak bahan alami yang mampu dijadikan bioreduktor.

4.   Pembahasan

Ø  Inovisasi dalam Kimia Hijau

Menurut KBBI Daring, inovasi adalah pemasukan atau pengenalan hal-hal yan
g baru; pembaruan;
penemuan gres yang berlawanan dari yang sudah ada atau yang telah dikenal sebelumnya (ide, metode, atau alat).

Dalam tulisannya Subadi (2012), menyebutkan bahwa Inovasi secara etimologi berasal dari Kata Latin innovation yang memiliki arti pembaharuan atau pergantian. Kata kerjanya innovo yang artinya memperbaharui dan mengubah, inovasi adalah sebuah pergeseran yang baru menuju kearah perbaikan, lainnya atau berlawanan dari yang ada sebelumnya, yang dilakukan dengan sengaja dan bermaksud (tidak secara kebetulan).

Inovasi dalam Kimia Hijau sendiri mempunyai maksud yakni sebuah penemuan atau pembaharuan dari teknologi tata cara dan produk dalam proses kimia, yang berbasis kimia hijau. Artinya teknologi, proses buatan, dan produk yang dihasilkan dapat selaras dengan lingkungan atau tidak menjadikan efek yang jelek dan berbahaya bagi kehidupan. Temuan-temuan atau pengembangan teknologi yang mampu selaras tersebut diantaranya ada pengembangan katalisis (proses katalitik), nanoteknologi, dan bioreduktor.

Ø  Katalisis

Katalis yaitu suatu zat atau material yang mempercepat laju reaksi kimia pada suhu tertentu, tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri. Suatu katalis berperan dalam reaksi namun bukan sebagai pereaksi ataupun produk. Reaksi katalisis terjadi pada fluid solid, interface, luas permukaan yang besar akan sungguh membantu dalam mencapai laju reaksi yang signifikan.

  Bukan Cuma Pencemaran Tetapi Juga Kepunahan

Sedangkan katalisis atau katalitik ialah proses reaksi yang melibatkan katalis. Katalisis atau proses katalitik adalah suatu kunci teknologi untuk menunjukkan sebuah solusi yang realistis kepada banyak hal termasuk berita ihwal persoalan lingkungan (Sidjabat, 2008). Menurut Widi (2018), mengatakan bahwa Katalisis menjadi salah satu proses yang sungguh penting dalam industri kimia, dan hingga dikala ini aplikasi katalisis dalam proses industri kimia sudah meraih angka lebih dari 25.000 jenis.

Peran katalisis memang sungguh penting, tetapi disamping itu penggunaan katalisis akan menciptakan limbah katalis. Karena mirip yang kita tahu, katalis tidak ikut bereaksi hanya sebagai pemantik saja semoga proses reaksi kimia untuk menciptakan produk bisa berlangsung. Jika memang desain kimia hijau ini bisa terlaksana, perlu adanya solusi dari limbah katalis tersebut dengan pengembangan teknologi yang dapat mengelolanya menjadi produk baru. Apabila memang tidak dapat diolah kembali maka harus dipakai regenerasi ataupun ditimbun dalam tanah(landfill),  sehingga  tidak  menjadi  dilema  dalam lingkungan (Sidjabat, 2008).

Ø  Peran Nanoteknologi dalam Kimia Hijau

Nanoteknologi yaitu teknologi rekayasa material dalam skala nanometer atau satu per satu milyar meter  dari atom-atom atau molekul-molekul untuk menerima sifat-sifat yang dapat dikontrol sesuai harapan. Teknologi ini menggabungkan beberapa disiplin ilmu ialah ilmu kimia, fisika, biologi, elektronik, mesin dan ilmu material. Dalam kimia ada yang gres-gres ini dikenal dengan Nanokimia yakni disiplin baru dalam nanoteknologi yang berkatian dengan sifat-sifat unik yang terkait dengan perakitan atom atau molekul utamanya lewat metoda kimiawi, ini juga berafiliasi dengan nanopartikel. (Anonim-UNY, 2010)

Pengembangan nanopartikel intinya menyangkut 3 aspek, yaitu eksplorasi materi baku dan pemilihan tata cara sintesis, sintesis nanopartikel itu sendiri, karakterisasi, dan aplikasinya. Beragam sistem sintesis telah dikem
bangkan  dengan  cara fisik, kimia, dan biologi. Beberapa cara kimia antara lain kopresipitasi, sol-gel, elektrokimia, hidrotermal, spray drying. Namun, metode-sistem ini dibebani dengan aneka macam persoalan termasuk penggunaan materi kimia berbahaya, materi kimia mahal dan konsumsi energi yang tinggi (
Fajaroh, 2018).

Maka dari itu peran dari nanoteknologi ketika ini, makin dikembangkan kearah desain kimia hijau yang ramah lingkungan dan tidak butuhmengeluarkan ongkos yang banyak, alias murah. Salah satu produk yang dikembangkan saat ini yaitu pembentukan nanopartikel dengan menggunakan bioreduktor dari bahan alami. Ternyata limbah masakan dari hasil budidaya dan limbah holtikultura mengandung biomolekul dan senyawa yang dapat bermafaat yang dapat memiliki kegunaan sebagia bioreduktor. Yang mampu mereduksi logam dalam larutan lembap membentuk nenopartikel logam dan oksida logam.

Ø  Ekstrak Bahan Alami yang mampu dijadikan Bioreduktor

Berikut beberapa contoh bioreduktor dari bahan alami yang sudah didapatkan selaku .

·        Tanaman pereduksi pada  sintesis  nanopartikel  emas. Tanaman yang diseleksi ialah tanaman yang mengandung senyawa flavonoi, adalah pandan (Pandanus amaryllifolius),  kemangi (Ocimum citriodorum), jeruk nipis (Citrus aurantifolia), labu siam (Sechium edule), dan rumput mutiara (Hedyotis corymbosa). Sintesis dikerjakan dengan pengadukan HAuCl4 0,5 mM dengan 3 mL bioreduktor pada skala 2 alat pengaduk tipe IKA C-MAG HS 7 dengan atau tanpa penambahan penstabil pada larutan. Kelima ekstrak dapat mereduksi Au3+ menjadi Au dan menghasilkan  partikel  emas  dengan  ukuran  nanometer  yang  ditandai dengan  terbentuknya  produk  berwarna  merah. (Wahyuni, M.  dan M. S. Sudrajat. 2017)

·        Daun ilalang mengandung senyawa bioaktif seperti alkaloid dan flavonoid. Senyawa flavonoid dapat digunakan selaku zat reduktor alami dalam sintesis nanopartikel perak  (AgNPs). Sintesis nanopartikel perak memakai tata cara green synthesis (reduktor alam). Terbentuknya koloid nanopartikel perak tampaksecara visual ditandai dengan pergeseran warna koloid menjadi coklat setelah penambahan ekstrak daun ilalang.

  Tidak Harus Besar Langkah Kecilpun Bisa Menanggulangi Pencemaran Udara Dan Air

·        Dubey (2010) sudah melaporkan pembentukan nanopartikel perak dan emas yang masing-masing dengan diameter 16 nm dan 11 nm dengan memakai prekursor larutan Ag dan Au encer dengan bioreduktor ekstrak Tanacetum vulgare (buah tansi). Selain itu, beberapa ekstrak limbah kuliner lain, mirip Pyrus sp (buah pir) dan Mangifera indica (kulit mangga) sudah memberikan kemampuannya dalam mereduksi ion Au (I) untuk membentuk nanopartikel Au (Yang, 2014. Ghodake 2010 dalam Hidayat, 2021).

 

5.   Kesimpulan

Inovasi yaitu suatu pergantian yang baru menuju kearah perbaikan, lainnya atau berlainan dari yang ada sebelumnya, yang dilakukan dengan sengaja dan berencana (tidak secara kebetulan). Inovasi dalam Kimia Hijau sendiri memiliki maksud adalah sebuah penemuan atau pembaharuan dari teknologi tata cara dan produk dalam proses kimia, yang berbasis kimia hijau.

Katalisis atau katalitik merupakan proses reaksi yang melibatkan katalis. Katalisis atau proses katalitik adalah sebuah kunci teknologi untuk memperlihatkan sebuah solusi yang realistis kepada banyak hal termasuk berita perihal dilema lingkungan (Sidjabat, 2008).

Peran dari nanoteknologi ketika ini, kian dikembangkan kearah desain kimia hijau yang ramah lingkungan. Salah satu produk yang dikembangkan dikala ini adalah pembentukan nanopartikel dengan memakai bioreduktor dari materi alami. Tanaman pereduksi pada  sintesis  nanopartikel  emas, yakni pandan (Pandanus amaryllifolius),  kemangi (Ocimum citriodorum), jeruk nipis (Citrus aurantifolia), labu siam (Sechium edule), dan rumput mutiara (Hedyotis corymbosa).

Daun ilalang mengandung senyawa bioaktif seperti alkaloid dan flavonoid. Senyawa flavonoid mampu dipakai selaku zat reduktor alami dalam sintesis nanopartikel perak. Dan pembentukan nanopartikel perak dan emas dengan bioreduktor ekstrak Tanacetum vulgare (buah tansi). Limbah buah pir yang wangi mungkin dna kulit mangga mampu mereduksi Au (perak) membentuk nanopartikel Au (emas).

Daftar Pustaka

Dunn, P. J. (2012). The importance of green chemistry in process research and development. Chemical Society Reviews, 41(4) 1452-1461. Dalam https://doi.org/10.1039/C1CS15041C (Diakses pada 14 November 2021)

Fajaroh, Fauziatul. 2018. Sintesis Nanopartikel dengan Prinsip Kimia Hijau. Dalam Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2018. Malang: Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang.

Hidayat, Atep Afia. 2021. Industri Kimia di Masa Depan. Dalam Kimia dan Pengetahuan Lingkungan Industri. Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Mercu Buana.

Manahan, Stanley E.. 2006. Green Chemistry and the Ten Commandments of Sustainability 2nd ed. Columbia: ChemChar Research, Inc. Woodlea Drive. ISBN. 0-9749522-4-9.

Sidjabat, Oberlin. 2008. Pengembangan Teknologi Bersih dan Kimia Hijau dalam Meminimalisasi Limbah Industri. Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi, 42(1), 45-50.

Subadi, Tjipto. 2012. Inovasi Pendidikan. Surakarta: FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta. Dalam http://hdl.handle.net/11617/3059 (Diakses pada 14 November 2021)

Ulfah, M., Rahayu, P., & Dewi, L. R. 2013. Konsep Pengetahuan Lingkungan Green Chemistry pada Program Studi Pendidikan Biologi. Semarang: Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP PGRI Semarang. Dalam Seminar Nasional X Pendidikan Biologi FKIP UNS 2013. Universitas Sebelas Maret. Vol. 10, No. 3, 18-185.

Widi, Restu Kartiko. 2018. Pemanfaatan Material Anorganik: Pengenalan dan Beberapa Inovasi di Bidang Penelitian. Yogyakarta: Deepublish. Dalam https://www.google.co.id/books/edition/Pemanfaatan_Material_Anorganik_Pengenala/sS1qDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=0 (Diakses pada 14 November 2021)

Wahyuni, Marwita  dan M. S. Sudrajat. 2017. Skrining Aktivitas Bioreduktor Beberapa Ekstrak Tanaman Asia Untuk Sintesis Nanopartikel Emas. Bandung: Politeknik Negeri Bandung. Dalam http://digilib.polban.ac.id/files/disk1/148/jbptppolban-gdl-marwitawah-7357-1-kelengka-0.pdf.  (Diakses pada 14 November 2021)

Sumber tumpuan:

Hidayat, Atep Afia. 2021. Kimia Hijau. Dalam Modul 11 Kimia dan Pengetahuan Lingkungan Industri. Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Mercu Buana.

Sumber tumpuan internet:

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/inovasi (Diakses pada 14 November 2021)