الحمد لله . الحمد لله الّذى دعاعباده ا لأبر ار. الى أشرف بيت وأعظم مز ار. ويحطّ عنهم الذّ نوب وا لأوز ار. احمده ان جعل الحجّ فى العمر مرّة من غير تـكر ار. وأشهد أن لااله الاّ الله وحده لاشريك له الملك الرحيم الغـــفّار . شـــهادة أسّــسّ عليــها اللبيت ذاا لأ ستار. واشهد أنّ سيّدنا محمّدا عبده ورسوله أفضل من قلّد الهدى وسنّ ا لأ شعار. اللّهمّ صلّ وسلّم وبارك على سيّدنا محمّد وعلى اله وأصحابه البررة ا لأ طهار. (امّا بعـــــد) فيا أيّهـــاالنّـــاس إتّقوا الله تعالى
فقد نودى بالحجّ فأين المشتاق. فقد قال الله تعالى فى القــــر آن العظــــيم.
اعوذ بالله من الشّيطان الرّجيم. بسم الله الرّ حمن الرّ حيم. ولله على النّاس حجّ البيت من اســـــــتطاع اليه ســـــبيلا. ومن كـــفر فإنّ الله غنى عن العالمـــين.
Hadirin Sidang Jum’ah Yang Dimuliakan Allah SWT
Dengan sarat kekhusu’an, kethawaddhu’an dan terpusatnya konsentrasi alam pikiran kita, marilah kita selalu mengistiqomahkan keimanan dan ketaqwaan kita yang memang kadangkala bertambah dan berkurang ini dengan terus melakukan apa yang menjadi perintah Allah dan rasul-Nya, dan menjauhi sekaligus tidak suka apa yang menjadi cegahan dan larangan-Nya.
Rasa syukur yang paling dalam juga kita curahkan kehadirat llahi Rabbi yang telah menganugerahkan aneka ragam kenikmatan-Nya, dimana kita mencicipi betapa hati nurani ini begitu tumpul, rasio dan akal kita begitu picik dan keras sehingga kita tidak mampu mengkalkulasikan secara kwantitatif semua nikmat dan anugerah Allah Ta’ala itu, atau bahkan mengkufurinya ! Na’udzu billahi min dzalika.
Hadirin Sidang Jum’ah rahimakumullah
Ketahuilah bahwa bahu-membahu Allah Subhanahu Wata’ala sudah mencanangkan dan membangun pilar-pilar agama Islam itu di atas beberapa rukunnya yang lima, adalah :
شهادة أن لا اله ا لاّ الله وحده لا شر يك له وانّ محمّدا عبده ورسوله رحمة لّلعالمين. واقام الصّلاة. وايتاء الزّ كاة. وصوم رمضان وحجّ البيت من اســتطاع اليه سبيلا . فمن اتى بهنّ كـــاملات فقد اســتكمل ا للإ يمان. ومن انتقص واحد منهن فبحق ربّه استهان.
“Mengucapkan syahadat / persaksian bahwa tidak ada Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah yang maha esa yang tiada sekutu bagi-Nya. dan bahwasanya Nabi Muhammad saw adalah hamba-Nya yang diutus untuk memberikan rahmad kepada seluruh alam. Menjalankan ibadah sholat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan menunuaikan ibadah haji bagi yang berkemampuan”. Barang siapa yang melakukan kesemuanya dengan sarat kesempurnaan, maka sungguh telah sempurnalah keimannannya. Dan barang siapa meminimalkan salah satu saja dari padanya maka bahwasanya dia telah merendahkan haq-haq Tuhannya”.
Menyadari ihwal hal ini, sejak sebulan yang lalu Allah Swt. telah membuka bulan-bulan haji-Nya dengan bulan Syawal. Di bulan Dzulo’dah ini, sebagaimana lazimnya saudara-kerabat kita ini yang mau menunaikan ibadah hajinya tengah menyiapkan diri untuk keberangkatannya. Apakah yang mesti kita rencanakan …….. ?
Hadirin Sidang Jum’ah Yang Berbahagia
Di isu terkini Haji mirip ini, kemudian kita teringat pada suatu sabda Rasulillah Saw yang berbunyi :
ألعمرة الى العمرة كفّارة لما بينهما والحجّ المبرورليس له جزاء الاّ الجنّة
Artinya: “Menunaikan Umroh sampai pelaksanaan yang selanjutnya yakni menjadi Kafarot/pelebur segala dosa yang ada diantara keduanya, dan haji yang mabrur tak ada jadinya yang lebih tepat kecuali Surga”.
Urusan Haji, memang merupakan dilema yang unik. Banyak orang yang cuma memandangnya selaku salah satu rukun Islam atau keharusan bagi Muslim yang mampu. Ada pula yang memandangnya sebagai semata-mata anugerah dari Allah atau panggilan Nabi Ibrahim As. Mereka yang menatap haji sebagai anugerah atau panggilan nabi Ibrahim, umumnya berpendapat bahwa Haji hampir tidak ada kaitannya dengan kesanggupan.
Keyakinan semacam ini lalu terkukuhkan oleh kenyataan/realita yang ada bahwa: “Siapa saja, asal telah mendapat panggilan dari nabi Ibrahim, melaratpun orang akan naik haji; sebaliknya jika masih belum menerima panggilan dari bapaknya para nabi itu, orang kayapun tidak akan berangkat”.
Adapun bagi mereka yang memandang haji sebagai keinginan hidup, biasanya Haji ialah cambuk pendorong untuk giat melakukan pekerjaan dan menabung. Mereka bekerja dan menabung, hingga terwujud apa yang mereka cita-citakan itu. Apapun persepsi seseorang perihal ibadah haji, yang jelas seyogyanya kita memanjatkan do’a kebaikan untuk saudara-kerabat kita yang hendak menunaikannya :
اللّهمّ اجعل حجّناحجا مبرورا وسعيا مشكورا وذنبا مغفورا وتجارة لن تبورا
“Allahhumma Yaa Allah Yaa Tuhan Kami, jadikanlah mereka yang menunaikan haji menjadi haji-haji yang mabrur, perjalanan yang penuh rasa syukur, dosa-dosa yang terampuni, dan jual beli yang tiada kerugian”.
Tetapi perlu dikenang, bahwa kata sementara orang arif, do’a semacam ini ‘hanyalah penaka minyak pelumas’ bagi melicinkan jalannya roda ibadah dan amaliyah menuju tujuannya ialah penerimaan Allah dan ridloNya. Maka berdasarkan pengertian ini, pelumas saja tentulah tidak cukup, apalagi tanpa roda, sama sekali. Sedangkan ada roda itupun masih diperlukan wawasan bagaimana cara menjalankannya, dan kesesuaian praktik menjalankannya dengan wawasan.
Hadirin Sidang Jum’ah Rahimakumullah
Dalam kaitannya dengan ibadah haji, disamping pelaksanaan rukun-rukunnya, kebenaran dan keihlasan niat merupakan komponen ‘rodanya’ yang sungguh penting dan memilih. Sebab tanpa niat tak ada ibadah. Dan mereka yang berhaji bahkan berinfak apa saja akan menerima sesuatu yang sesuai dengan niat-Nya.
إنّما ا لا عـــــمال بالنّـــــيّات. وانّما لـــكلّ امرء مانوى
“Sesungguhnya sah dan sempurnanya setiap bentuk amal apapun yaitu tergantung beberapa niatnya, dan bagi setiap personalnya akan mendapatkan apa yang diniatkan”.
Lebih lanjut itu artinya: mereka yang berhaji dengan niat menemukan julukan haji, akan mendapatkan julukan itu. Mereka yang bermaksud melaksanakan rukun Islam, akan terbebas dari tuntutan keharusan rukun kelima ini. Mereka yang berniat mendapatkan haji mabrur akan menerimanya. Mereka yang semata-mata ingin memperoleh ridlo Allah, akan memperolehnya. Demikian seterusnya. Dan dari niat ini pulalah, akan tercermin sikap masing-masing yang bersangkutan dan akan tumus / meresuk dalam prilakunya kemudian.
Niat yang benar dan lapang dada akan menuntun seseorang yang melaksanakan ibadah terhadap jalannya yang lurus dan benar, dan diperjalanan ibadahnya tidak terbelokkan oleh nafsu dan keadaan yang menyesatkan. Sebaliknya niat yang tidak benar atau kurang tulus akan dengan gampangnya dibelokkan menjadi suatu kepentingan untuk mencari kepuasan diri sendiri (walaupun kepuasan diri sendiri itu adalah kepuasan melakukan ibadah)
Tentu saja disamping niat yang benar dan ikhlas, masih diperlukan wawasan dan pengertian terhadap ibadah yang dilakukan itu sendiri. Karena tanpa ilmu bagaimana orang dapat berzakat dengan baik? menulis risalah saja, bila tanpa di-ngelmuni akan cuma menyia-nyiakan kertas. Teringatlah kita pada statemen atau pernyataan Imam Syafi’i RA :
من أراد الدّنيا فعــليه بالعــــلم. ومن أراد ا لأ خرة فعـــليه بالعـــــلم . ومن ارا دهما فعــليه بالعــــلم.
Artinya: “Barang siapa menginginkan dunia, dia harus pintar. Siapa mengharapkan akherat, beliau mesti terpelajar, dan siapa menghendaki dunia dan akherat, beliau juga mesti berilmu”.
Sebagai simpulan dari khutbah ini, marilah kita memanjatkan do’a “Mudah-mudahan tidak ada diantara saudara-saudara kita yang sepulang dari ibadah hajinya tidak menjadi lebih baik dan justru perilaku dan ibadahnya lebih buruk dari sebelumnya, sebab alangkah tidak berguna dan sayangnya kalau kita sudah bersusah payah mengorbankan banyak hal seperti harta, tenaga dan asumsi ; tahu-tahu haji kita tidak diterima Tuhan. Na’udzubillahi Min Dzalika.
Tentulah bukan karena kita tidak mendo’akan kemabruran hajinya atau do’a kita tidak mustajab ! tapi entah lanjutkan sendiri . . . . . !
أعوذ بالله من الشّيـــطان الرّ جـــيم . بســم الله الــرّ حمن الرّ حــيم. وأذّن فى النــّاس بالــحجّ يأتوك رجــا لا وعلى كـلّ ضامر يأتين من كلّ
فجّ عميق. بارك الله لى ولكم فى القر آن العظيم. ونفعني واياكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم . انه هو السميع العـــليم . واســــتغفروا الله العظـــيم لى ولكم فيا فوز المســتغفر ين ويانجـــــــاة الـــــــتّائبين.