Dinukil dari Fiqih Islami wa Adillatuhu, disebutkan bahwa shalat Jum’ah sudah diwajibkan saat Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berada di Makkah, sebelum terjadi Hijrah. Seperti yang diriwayatkan oleh Daruquthni dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anh: “Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam diizinkan untuk melakukan Shalat Jum’at sebelum melaksanakan Hijrah. Akan tetapi, kaum Muslimin tidak bisa berkumpul di Makkah, maka Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menulis surat kepada Mush’ab bin Umair yang berada di Madinah: ‘Amma ba’du, perhatikanlah pada hari saat orang-orang Yahudi mengumumkan untuk membaca kitab Zabur di hari Sabath-nya! Kumpulkanlah wanita-wanita dan bawah umur kalian! Jika siang sudah cenderung separuhnya, di tengah siang hari Jum’at, mendekatlah terhadap Allah dengan dua raka’at.”
Pada kurun itu masih terjadi sengketa dengan kaum Quraisy (yang belum mengakui bahwa Nabi Muhammad ialah Rasulullah), maka perintah tersebut tidak bisa dilakukan. Sebab sebagaimana yang telah diuraikan di atas, jika salah satu syarat sahnya pelaksanaan shalat Jum’at ialah harus dijalankan dengan berjamaah. Padahal dikala itu sungguh susah untuk mengumpulkan umat Islam secara bahu-membahu di satu tempat dan pada waktu yang sama pula dalam kondisi yang tidak aman.
Namun, meski tidak mampu melakukan shalat Jum’at, Nabi Muhammad masih sempat mendelegasikan salah seorang sahabatnya yang bernama Mush’ah bin Umair bin Hasyim yang tinggal di kota Madinnah, semoga dia mengajarkan Al-Qur’an pada penduduk kota itu. Pada dikala inilah sejarah shalat Jum’at dimulai. Karena selain mengajarkan Al-Qur’an, sahabat setia Nabi tersebut juga meminta ijin pada beliau untuk menyelenggarakan ibadah shalat Jum’at. Dan, Rasul dengan bahagia hati mengijinkannya. Makara, Mush’ah bin Umair bin Hasyim ialah orang yang pertama kali melakukan ibadah ini.
Sementara, Nabi Muhammad sendiri gres mampu melaksanakan shalat Jum’at, ketika ia sudah berada di kota Madinnah. Pada waktu itu, ia ada di sebuah tempat yang berjulukan Quba’ dan menemui sobat dekatnya lainnya yang berjulukan Bani ‘Amr bin ‘Auf. Peristiwa ini terjadi pada hari Senin pada 12 bulan Rabi’ul Awwal.
Kemudian tiga hari sesudahnya, adalah hari Kamis, Nabi mendirikan suatu masjid. Mesjid yang pertama didirikan oleh Nabi yakni Mesjid Quba. Keesokannya, pada hari Jum’at, Nabi Muhammad berjumpa lagi dengan sahabatnya itu di kota Madinnah yang akan menyelenggarakan shalat Jum’at di sebuah lembah yang sudah dijadikan masjid dan tempatnya tidak begitu jauh dari mereka berdua.
Mengetahui hal tersebut, maka Nabi Muhammad menetapkan untuk ikut melaksanakan shalat Jum’at sekaligus berkhutbah sebelum pelaksanaan shalat. Inilah khutbah pertama yang dilakukan oleh Rasul, ketika berada di kota Madinnah. Begitulah sekilas sejarah shalat Jum’at menurut catatan dan bukti-bukti yang ada.
Jum’at pertama yang dilakukan Rasul SAW adalah di Wadi Ranuna, sekitar satu kilometer dari Masjid Quba, atau kurang lebih empat kilometer dari Madinah al-Munawwarah. Di sana sekarang bangun suatu masjid yang diberi nama Masjid Jum’at. Tentu saja, dalam shalat Jum’at itu diselenggarakan khutbah Jum’at yang disampaikan Rasul SAW kepada kaum Muslim. Apa isi khutbah Rasul SAW pada dikala itu? Hanafi al-Mahlawi dalam bukunya Al-Amakin al-Masyhurah Fi Hayati Muhammad (Tempat-daerah bersejarah yang dikunjungi Rasul SAW), isi khutbah itu adalah sebagai berikut; “Segala puji bagi Allah, terhadap-Nya saya memohon bantuan, ampunan, dan petunjuk. Aku beriman terhadap Allah dan tidak kufur kepada-Nya. Aku bersaksi bahwa tidak ada yang kuasa selain Allah, dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan, saya bersaksi bahwa Muhammad ialah hamba dan delegasi Allah. Dia sudah mengutusnya dengan isyarat dan agama yang benar, dengan cahaya dan pelajaran, sehabis usang tidak ada rasul yang diutus, minimnyua ilmu, dan banyaknya kesesatan pada manusia di kala zaman menjelang selesai dan akhir hayat makin erat.
Barang siapa yang taat terhadap Allah dan Rasul-Nya, bantu-membantu dia sudah mendapatkan petunjuk. Dan, barang siapa yang bermaksiat terhadap Allah dan Rasul-Nya, bergotong-royong ia sudah melampaui batas dan kesasar dengan kesesatan yang sungguh jauh.
Aku berwasiat kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah. Itulah wasiat terbaik bagi seorang Muslim. Dan, seorang Muslim hendaknya senantiasa ingat alam baka dan menyeru kepada ketakwaan kepada Allah. Berhati-hatilah terhadap yang diperingatkan Allah. Sebab, itulah perayaan yang tiada tandingannya. Sesungguhnya ketakwaan kepada Allah yang dilaksanakan karena takut kepada-Nya, dia akan mendapatkan derma Allah atas segala masalah alam baka.
“Barang siapa yang senantiasa memperbaiki kekerabatan dirinya dengan Allah, baik di kurun sendiri maupun di tengah keramaian, dan beliau melaksanakan itu tidak lain kecuali cuma mengharapkan rida Allah, maka baginya kesuksesan di dunia dan tabungan pahala setelah mati, adalah dikala setiap orang memerlukan akhir atas apa yang telah dilakukannya. Dan, bila ia tidak melakukan semua itu, pastilah ia berharap agar masanya menjadi lebih panjang. Allah memperingatkan kamu akan siksa-Nya. dan Allah Mahasayang kepada hamba-hamba-Nya.” (QS Ali Imran [3]: 30).
Dialah Zat yang benar firman-Nya, melakukan janji-Nya, dan semua itu tidak pernah teringkari. Allah berfirman, “Keputusan di sisi-Ku tidak dapat diubah, dan Aku sekali-kali tidak menganiaya hamba-hamba-Ku.” (QS Qaf [50]: 29).
Karenanya, bertakwalah kalian kepada Allah dalam permasalahan kini maupun yang mau tiba, dalam kerahasiaan maupun terang-terangan. “Sesungguhnya barang siapa yang bertakwa terhadap Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya.” (QS At-Thalaq [65]: 5). “Barang siapa bertakwa terhadap Allah, sungguh ia telah menemukan kemenangan yang besar.” (QS Al-Ahzab [33]: 71).
Sesungguhnya ketakwaan terhadap Allah menghindarkan dari kemarahan, eksekusi, dan murka-Nya. Takwa kepada Allah akan menciptakan muka bersinar terang, membuat Allah rida, dan meninggikan derajat. Lakukanlah dengan sepenuh kesanggupan kalian, dan jangan hingga kurang di sisi Allah.
Dia telah mengajarkan kepada kalian dalam kitab-Nya dan membentangkan jalan-Nya, untuk mengenali siapa yang benar dan untuk mengenali siapa yang dusta. (QS Al-Ankabut [29]: 3).
Maka, berbuat oke, sebagaimana Dia berbuat baik kepada kalian, dan musuhilah musuh-lawan-Nya. Berjihadlah di jalan Allah dengan sebenar-benarnya jihad. Dia telah menentukan dan menamakan kalian sebagai Muslim. (QS Al-Hajj [22]: 78). Agar orang yang binasa itu binasanya dengan keterangan yang aktual dan supaya orang yang hidup itu hidupnya dengan keterangan yang faktual. (QS Al-Anfal [8]: 42).
Tiada daya upaya, kecuali cuma dengan kekuatan Allah. Karenanya, perbanyaklah mengingat Allah, dan beramallah untuk kehidupan setelah mati. Sesungguhnya orang yang membangun hubungan baik dengan Allah, Allah pun akan menciptakan baik kekerabatan orang itu dengan insan lainnya. Karena Allah yang memberi ketetapan terhadap manusia, sedang insan tidak bisa memberi ketetapan terhadap-Nya. Dia menguasai insan, sedang manusia tidak mampu menguasai-Nya. Allah itu Maha Agung. Tiada daya dan kekuatan selain dengan kekuatan Allah Yang Mahatinggi dan Mahaagung.”
Demikianlah isi khutbah Rasul SAW sebagaimana disebutkan dalam Tarikh Thabari, Tafsir al-Qurthubi, Subul al-Huda wa ar-Rasyad, dan Al-Bayan al-Muhammadi karya Dr Mustafa Asy-Sya’kah. Asy-Sya’kah memastikan bahwa khutbah diatas ialah khutbah Rasul SAW ketika shalat Jum’at pertama di Wadi Ranuna. Penjelasan ini juga diperkuat dengan informasi Ibnu Abbas RA yang diriwayatkan oleh Ibnu Katsir. Wallahu A’lam