Pemeliharaan Al-Qur’an pada periode Rasulullah SAW. dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu:
Daftar Isi
a) Pemeliharaan Al-Qur’an dalam dada
Pemeliharaan Al-Qur’an dalam dada sering juga disebut pengumpulan Al-Qur’an dalam arti hifzuhu atau menghafalnya dalam hati.
Kondisi penduduk arab yang hidup pada abad turunnya Al-Qur’an yakni penduduk yang tidak memedulikan baca tulis alasannya itu satu-satunya andalan mereka yaitu hafalan, mereka juga diketahui sebagai penduduk yang sederhana dan bersahaja.
Kesederhanaan ini yang menciptakan mereka memiliki waktu luang yang cukup yang dipakai unrtuk menambah ketajaman anggapan dan hafalan.
Masyarakat arab waktu itu sungguh gandrung lagi membanggakan kesusatraan. Mereka membuat ratusan ribu syair lalu dihafalnya diluar kepala. Mereka bahkan melakukan perlombaan-perlombaan dalam bidang ini pada waktu-waktu tertentu.
Akan namun dikala Al-Qur’an tiba dengan langgam bahasa yang sangat menawan , pemberiataan mistik yang terbukti, instruksi ilmiah yang mantap serta keseimbangan bahasa yang terang bisa mengalahkan syair-syairnya, sehingga mereka mengalihkan perhatian kepada kitab yang mulia ini dengan sepenuh hati menghafal ayat-ayat dan surat-suratnya, kemudian secara perlahan-lahan mereka meninggalkan syair-syairnya karena telah mendapatkan cahaya kehidupan dalam Al-Qur’an.
Al-Qur’an diturunkan terhadap Nabi yang ummi, maka otomatis untuk memelihara apa yang yang diturunkannya kepadanya haruslah di hafal. Usaha keras Nabi Muhammad SAW., untuk menghafal Al-Qur’an terbukti setiap malam dia membaca Al-Qur’an dalam shalat sebagai ibadah untuk merenungkan maknanya.
Rasulullah sungguh ingin segera menguasai Al-Qur’an yang diturunkan, kepadanya belum akhir Malaikat Jibril membacakan ayatnya, ia sudah menggerakkan lidahnya untuk menghafal apa yang sedang diturunkan, alasannya adalah takut apa yang turun itu terlupakan sehingga Allah SWT., menurunkan firman-Nya sebagaimana yang terdapat dalam Q.S. al-Qiyamah (75) : 16-19 selaku berikut:
16. janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Alquran sebab hendak cepat-cepat (menguasai)nya. 17. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu berilmu) membacanya. 18. kalau Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu. 19. Kemudian, Sesungguhnya atas tanggungan kamilah penjelasannya.
Ayat di atas bagaikan mengatakan janganlah engkau wahai Nabi Muhammad menggerakkan lidahmu untuk membacanya sebelum Malaikat Jibril selesai membacakannya kepadamu, jangan hingga engkau tidak menghafalnya atau melupakan satu bab darinya. Allah SWT., melarang ketergesa-gesaan supaya tidak terjerumus ke dalam pelanggaran.
Kata jam’ahu (penghimpunannya) dari ayat diatas memiliki arti penghafalannya, oleh alasannya adalah itu orang-orang yang hafAl-Qur’an disebut Jumma’ul Qur’an atau Huffadzul Qur’an. Makna lainnya dari Jam’ahu ialah penulisan seluruh Al-Qur’an.
Nabi Muhammad SAW., sesudah menerima wahyu langsung memberikan wahyu tersebut kepada para sahabatnya sesuai denagn hapalan Nabi, tidak kurang tidak lebih. Sehingga sobat pun banyak sekali yang hafiz Qur’an. Manna Khlil Al-Qattan mengutip hadits dari kitab shahih Buhari bahwa Ada tujuh hafiz di zaman Rasulullah yaitu : Abdullah Bin Mas’ud, Salim bin Maqal, Muadz bin Jabal, Ubai Bin Ka’ab, zaid bin Tsabit, Abu Zaid bin Zakan, dan Abu Darda’.
Penyebutan para hafiz yang tujuh di atas bukan bermakna pembatasan, alasannya beberapa keterangan dalam kitab-kitab sejarah memberikan bahwa para sahabat berlomba menghafalkan Al-Qur’an dan mereka menyuruh bawah umur dan istri-istri mereka untuk menghafalkannya. Mereka membacanya dalam shalat sehingga alunan suaranya seperti suara lebah.
b) Pemeliharaan Al-Qur’an dengan tulisan
Walaupun Nabi Muhammad SAW., dan para sahabat menghafal ayat-ayat Al-Qur’an secara keseluruhan, namun guna menjamin terpeliharanya wahyu Ilahi beliau tidak cuma mengandalkan hafalan, namun juga tulisan.
Sejarah memberitahukan bahwa setiap ada ayat yang turun Nabi Muhammad SAW., mengundang sobat-sahabat yang dikenal cendekia menulis. Rasulullah mengangkat beberapa orang penulis (kuttab) wahyu seperti Ali, Muawiyah, Ubay bin Ka’ab dan Zaid bin Tsabit.
Ayat-ayat Al-Qur’an mereka tulis dalam pelepah kurma, kerikil, kulit-kulit atau tulang-tulang binatang. Sebagian sahabat ada juga sahabat yang menuliskan ayat-ayat tersebut secara eksklusif. Namun sebab keterbatasan alat tulis dan kemanpuan sehingga tidak banyak yang melakukannya.
Hal lain yang menjadi bukti bahwa Penulisan Al-Qur’an telah ada semenjak zaman Rasulullah SAW., dikemukkan oleh Ibrahim al-Abyari, perihal sekelumit historis Umar bin Khattab dikala mendapat berita bahwa saudaranya masuk islam, lalu beliau marah besar terhadap adiknya sehabis ditemuinya sedang membca Al-Qur’an.
Namun saat Umar sudah reda marahnya, ia melihat lembaran-lembaran di sudut rumahnya yang di dalamnya terdapat goresan pena ayat-ayat Al-Qur’an. Kemudian Umar masuk Islam setelah menerima kalimat-kalimat yang mengandung mukjizat yang bukan perkataan manusia.
Dari beberapa pernyataan tersebut, maka jelaslah bahwa sejak zaman Nabi Muhammad SAW., sudah terjadi pengumpulan Al-Qur’an yang dijalankan dengan dua cara yakni menghafalnya dalam hati dan menulisnya di atas pelbagai jenis bahan yang ada pada ketika itu.
Meskipun Al-Qur’an saat itu belum tertulis dalam lembaran yang berupa mushaf sebagaimana sekarang, tetapi ini cukup menjadi bukti bahwa telah ada penulisan Al-Qur’an pada Zaman Nabi Muhammad SAW., bahwa pemeliharaan Al-Qur’an di kala Nabi ini dinamakan pembukuan yang pertama.