Ketuk tilu pada kurun kemudian yaitu kesenian yang berfungsi selaku upacara untuk menyambut pesta panen padi, yang ialah ungkapan rasa syukur kepada Dewi Sri. Upacara panen padi umumnya dikerjakan pada malam hari dengan mengarak seorang gadis sebagai lambang Dewi Sri yang diiringi dengan suara-bunyian dan arak-arakan. Arak-arakan itu kemudian berhenti ditempat yang sudah ditentukan, misalnya lapangan atau pekarangan yang luas. Di situ sang gadis didudukkan pada kawasan yang terbuat dari bambu dekat oncor.
Ada yang menyatakan bahwa ketuk tilu yang berkembang sekarang kemungkinan merupakan pertumbuhan dari skanisme penduduk ketika masih menganut animisme dan dinamisme. Ketuk tilu yang di dalamnya ada pemain perempuan yang disebut ronggeng, dikala itu identik dengan shaman atau pendeta perempuan yang bertindak selaku pelaksana upacara.
Dalam perkembangannya ketuk tilu menjadi tari pergaulan, dimana laki-laki dan wanita menari berpasangan. Penari perempuan biasanya disebut ronggeng. Ketuk tilu bisa pula diartikan sebagai jenis waditra ketuk berjumlah tiga buah yang semula dibentuk dari bambu namun kini telah dilengkapi dengan waditra lainnya antara lain terompet selaku melodi, kendang sebagai penyatu irama dan penunjang tari, kempul dan goong selaku epilog lagu. Sedangkan tiga buah ketuk berfungsi selaku kerangka lagu dan penyangga semoga lagu tetap konstan.
Ketuk tilu yaitu bentuk pertunjukkan yang didalamnya terdapat beberapa janis tarian yang diubahsuaikan dengan lagu pengiringnya. Penyajian ketuk tilu umumnya diawali dengan tatalu arang-arang yang berfungsi selaku pembuka dan penutup, peralihan lagu dan istirahat. Selanjutnya para ronggeng memasuki arena panggung dan mengawali pertunjukkan tari dengan gerak jajangkungan. Kemudian wawayangan dimana ronggeng menari dan menyanyi, dengan kehadiran pertama ronggeng lulugu lalu disertai ronggeng pangbarep (primadona). Kemudian diperdengarkan kidung kembang gadung, yang merupakan lagu persembahan untuk karuhun semoga kita diberi keselamatan. Biasanya pada bab ini posisi ronggeng membelakangi penonton. Setelah itu tari bareng , dimana para ronggeng menari berpasangan dengan penonton laki-laki (pamogoran). Sebelum menari bareng umumnya diawali dengan ibing Tunggal atau ibing jago, yang berisikan tiga lagu; yakni lagu Cikeruhan, Cijagragaan dan Mamang. Di tempat “kaleran” (subang) contohnya dikenal dengan istilah Ewag. Ketika menari bareng , para pamogoran menuntaskan tariannya dengan tari oray-orayan dan iringan lagu ucing-ucingan.