“Penjelasan ihwal bersenggama danwaktunya dituturkan melalui susunan kata yang indah dalam beberapa bait”
Dengan nazham tersebut Syekh pe-nazham mengawali penjelasannya wacana tata krama berhubungan intim dan waktu-waktu yang diusulkan serta yang mesti dihindari oleh yang mau bersenggama. Juga hal-hal yang bertalian dengan tata krama berhubungan intim. Berikut ini bait-baitnya:
“Senggama dikerjakan setiap sat, selain pada waktu yang akan dijelaskan secara berurutan. Di dalam ketika tersebut, senggama bisa dimulai, wahai mitra, mirip penjelasan yang terdapat pada surat An-Nisa.”
Syekh pe-nazham menjelaskan, bahwa senggama mampu dilaksanakan setiap ketika, baik siang maupun malam, kecuali pada waktu yang nanti akan di jelaskan, sebagaimana isyarat yang terdapat dalam Al Qur’an, Yaitu Firman Allah SWT :
Artinya: “Istri-istri kalian yaitu (mirip) tanah tempat kalian bercocok tanam, maka dangilah tanah kawasan bercocok tanam kalian ini bagaimana saja kamu kehendaki.” (QS. Al Baqarrah: 223)
Maksudnya, kapan saja kau mau, baik siang maupun malam, berdasarkan beberapa tafsir atas ayat di atas. Ayat ini pulalah yang dimaksudkan oleh kata-kata pe-nazham: “seperti penjelasan yang ada pada surah An-Nisa’. Akan namun, bersengggama pada malam permulaan malam lebih utama. Oleh alasannya itu, Syekh pe-nazhama mengingatkannya dalam bait berikut:
“Namun senggama di awal malam lebih utama, ambilah pelajaran ini. Pendapat lain menyampaikan sebalinya, maka yang permulaan itulah yang diisytiharkan.”
Al-Imran Abu Abdullah bin Al Hajji di dalam kitab Al Madkhal mengatakan, bahwa Anda dipersilahkan memilih dalam melakukan senggama, baik di awal atau simpulan malam. Akan tetapi di awal malam lebih utama. Sebab, waktu untuk mandi jinabat masih panjang diakhir malam, terkadang waktu untuk mandi sungguh sempit dan berjamaah shalat subuh terpaksa mesti tertinggal, atau bahkan mengerjakan shalat subuh sudah keluar dari waktu yang utama, yakni shalat di permulaan waktu,.
Di samping itu, senggama di tamat malam telah barang tentu dilakukan sesudah tidur, dan bacin verbal pun telah berganti tidak lezat, sehingga dikhawatirkan akan mendatangkan rasa jijik dan berkurangnya gairah untuk memadu cinta kasih. AKibatnya, senggama dilaksanakan hanya bertujuan senggama lainnya tidak. Padahal maksud dan tujuan senggama tidaklah demikian, yakni untuk menanamkan rasa ulfah dan mahabbah, rasa damai dan cinta, serta mencintai selaku buah asmara yang tertanam didalam lubuk hati suami istri.
Pendapat tersebut ditentang oleh Imam Al Ghazali. Beliau berpendapat, bahwa senggama di permulaan malam yaitu makruh, alasannya adalah orang (setelah bersenggama) akan tidur dalam kondisi tidak suci. Sehubungan dengan usulan Al Ghazali ini, Syekh pe-nazham mengingatkan melalui nazham-nya: waqiila bil-‘agresi (usulan lain menyampaikan sebalinya). Akan namun, pendapat yang masyhur ialah pada permulaan malam, sebagaimana yang disampaikan pe-nazham: wa awwalun syuhir (maka yang permulaan itulah yang diisytiharkan)
Selanjutnya, syekh pe-nazham menerangkan beberapa malam, dimana disunahkan di dalamnya melakukan senggama, sebagaimana diuraikan pada bait nazham berikut ini:
“Senggama di malam Jum’at dan senin betul-betul di sunahkan, alasannya adalah keistimewaan malam itu tidak disangsikan.”