5 Teladan Teater Tutur (Pantun Sunda, Dalang Jemblung, Kentrung, Cepung, Dan Sinrilli)

1. Pantun Sunda
    Pantun Sunda berasal dari Bumi Parahyangan atau Sunda selaku wujud pemujaan terhadap Dewi Sri (dewi padi). Dalam bahasa Sunda dan Jawa kata pantun mempunyai arti padi. Pantun Sunda umumdibacakan dalam acara, antara lain: kelahiran, khitanan, perkawinan, ajal, ruwatan, dan nazar. Fungsi religiusnya jauh lebih berpengaruh dari fungsi hiburannya di mana sebelum pembacaan dimulai, tuan rumah atau yang punya hajat harus menyediakan sesajen.
Baca juga:
2. Dalang Jemblung (Banyumas)
    Teater tutur ini bantu-membantu bersumber dari pentaswayang kulit, hanya saja tutur, dialog, gamelan, dan sebagainya dilakukan dengan suara verbal (vokal) oleh seseorang atau beberapa orang. Dalam adegan perang dengan senjata, umumnya dipakai kundhi (mirip senjata tajam berupa pisau yang berfungsi selaku cempala/dhodhogan). Pesindennya merangkap sebagai pemain perempuan atau permaisuri dalam obrolan. Tradisi pertunjukan ini berasal dari upacara nguyen, yaitu berjaga semalam suntuk waktu kelahiran bayi sambil menyimak macapatan atau pembacaan cerita dalam bentuk puisi Jawa.
3. Kentrung (Jawa Timur)
    Kentrung adalah bentuk teater rakyat berupa penyampaian cerita secara mulut di depan penonton oleh seorang dalang. Diduga timbul pada zaman Kesultanan Demak dan berkembang di daerah pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan sebutan yang berlainan-beda. Kentrung dipentaskan jika ada upacara merayakan khitanan, tujuh bulan kehamilan, perkawinan, atau tolak bala. Cerita dituturkan dalam bentuk prosa diselingi puisi yang dinyanyikan. Tabuhannya terdiri atas rebana (terbang), kendang, angklung, keprak, lesung atau terompet, bedug kecil, dan lain-lain. Khasanah ceritanya diambil dari agama Islam, mirip lahirnya Nabi Musa, Nabi Yusuf, atau legenda rakyat mirip Jaka Tarub.
     Pantun Sunda berasal dari Bumi Parahyangan atau Sunda sebagai wujud pemujaan terhadap 5 Contoh Teater Tutur (Pantun Sunda, Dalang Jemblung, Kentrung, Cepung, dan Sinrilli)
  
4. Cepung (Lombok)
    Dinamakan ‘Cepung’ mungkin alasannya adalah diiringi bunyi ‘gamelan lisan’ yang iramanya berbunyi “cek-cek-cek-cek-pung”. Cepung pada dasarnya yaitu seni membaca kitab lontar, utamanya cerita Monyeh, yang diiringi instrumen seruling, redeb, dan ‘gamelan ekspresi’ (vokal). Lontar Monyeh ditulis oleh Jero Mahram pada tahun 1859, berisi filsafat Islam dengan tujuan pengembangan agama. Pemainnya paling sedikit enam orang, terdiri atas seorang pembaca lontar, seorang pemain redeb, seorang pemain seruling, dan tiga orang penembang. Mereka duduk dalam bentuk setengah lingkaran. Bahasa yang dipakai yaitu bahasa Sasak dan terjadi kontak aktif selama pentasdengan penonton. Pertunjukan ini juga memakai sesajian.
     Pantun Sunda berasal dari Bumi Parahyangan atau Sunda sebagai wujud pemujaan terhadap 5 Contoh Teater Tutur (Pantun Sunda, Dalang Jemblung, Kentrung, Cepung, dan Sinrilli)
Baca juga:
  
5. Sinrilli (Sulawesi Selatan)
    Sinrilli ialah pertunjukan kisah tutur oleh seorang pansirilli(pencerita) diiringi instrumen musik keso-keso (rebab). Penceritaannya dalam bentuk nada lagu (kelong) diiringi lengkingan keso-keso yang membangunkan situasi haru, indah, dan humor. Konon Sinrilli bermula dari istana raja-raja Gowa, namun setelah kerajaan itu jatuh ke tangan Belanda, bentuk kesenian ini menyebar di kalangan rakyat. Ada tiga kelompok cerita dalam sinrilli, ialah: kepahlawanan (Sinrilli I Datuk Museng, Sinrilli Tolo Daeng Magansing, Sinrilli Kappala Talung Batua), keagamaan (ihwal pertumbuhan agama Islam di Sulawesi Selatan, misalnya, dongeng Tuanta Salamaka), dan percintaan (Sinrilli I Jamila, Sinrilli I Manakku, Sinrilli I Made Daeng ri Makka).