Manfaat Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Manajemen berbasis sekolah (MBS) menunjukkan keleluasaan dan kewenangan yang luas kepala sekolah diikuti seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya otonomi yang menunjukkan tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan seni manajemen Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sesuai dengan kondisi lokal, sekolah dapat mengembangkan kesejahteraan guru sehingga guru dapat berkonsentrasi dalam tugas terutama, ialah mengajar.
Sejalan dengan anutan diatas, B Suryosubroto mengutarakan bahwa otonomi diberikan agar sekolah mampu leluasa mengelola sumber daya dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas keperluan serta biar sekolah lebih tanggap terhadap kebutuhan lingkungan setempat. Maka dengan adanya otomoni tersebut, sekolah akan lebih leluasa dalam mengimprovisasi dirinya sesuai dengan kemapuan.
Dengan MBS, pemecahan persoalan internal sekolah, baik yang menyangkut proses pembelajaran maupun sumber daya pendukungnya cukup dibicarakan di dalam sekolah dengan masyarakatnya, sehingga tidak butuhdiangkat ke tingkat pemerintah daerah apalagi ke tingkat sentra yang “jauh panggang dari api”.
Dengan keleluasaan mengorganisir sumber daya dan juga adanya partisipasi penduduk , mendorong profesionalisme kepemimpinan sekolah yaitu kepala sekolah baik dalam tugas selaku manajer maupun sebagai sebagai pemimpin sekolah. Dan dengan diberikan potensi kepada sekolah dalam membuatkan kurikulum, guru didorong untuk mengimprovisasi dan berinovasi dalam melaksanakan banyak sekali eksperimentasi di lingkungan sekolah dengan tujuan memperoleh kesesuaian antara teori dengan realita.
Perubahan yang paling mendasar dalam faktor manajemen kurikulum, bahwa pendidikan mesti bisa mengoptimalisasikan semua peluangkelembagaan yang ada dalam masyarakat, baik pada forum-forum pendidikan yang dikelola pemerintah, penduduk ataupun swasta. Persyaratan dasar penetapan jenis kurikulum antara lain:
1. Kurikulum dikembangkan berdasarkan minat dan talenta penerima didik;
2. Kurikulum berhubungan dengan karakteristik potensi kawasan setempat, contohnya: sumber daya alam ekonomi, pariwisata, sosial-budaya;
3. Dapat dikembangkan secara nyata sebagai dasar penguat sektor perjuangan pemberdayaan ekonomi masyarakat;
4. Pembelajaran berorientasi pada kenaikan kompetensi kemampuan untuk belajar dan bekerja, lebih bersifat aplikatif dan operasional;
5. Jenis pengurus program bahu-membahu dengan peserta didik, orang bau tanah, tokoh penduduk , dan kawan kerja.
Dengan demikian administrasi berbasis sekolah (MBS) mendorong profesionlisme guru dan terutama kepala sekolah selaku pemimpin pendidikan yang ada di garda depan. Melalui pengembangan kurikulum yang efektif dan fleksibel, rasa tanggap sekolah terhadap keperluan penduduk lokal akan meningkat serta layanan pendidikan akan sesuai dengan tuntutan akseptor ajar dan penduduk seiring perkembangan zaman yang terus berubah.
A. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Dari waktu ke waktu kesadaran penduduk kepada urgensi pendidikan makin meningkat dan mulai tampak dipermukaan. Hal ini mampu diindikasikan dengan animo masyarakat yang banyak menyekolahkan bawah umur mereka ke lembaga yang kredibel. Mereka sadar bahwa untuk menghadapi tantangan yang makin berat yang disebabkan oleh pergantian dan tantangan zaman ialah kesiapan pada penguasaan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu forum pendidikan yang maju dan bisa menawarkan layanan yang optimal sesuai dengan keperluan penduduk akan menjadi sekolah favorit.
Dalam hal ini bukan hanya instansi yang bersifat komersial yang dituntut untuk bersaing, akan tetapi forum pendidikan juga dituntut untuk berkompetisi dengan forum pendidikan yang lain guna menunjukkan jasa yang memiliki kesesuaian dan keserasian dengan keperluan penduduk selaku unsur edukasi. Oleh sebab itu forum pendidikan mesti mempunyai sistem administrasi pendidikan yang baik dan mampu menyongsong kala persaingan. Jika pendidikan ingin dikerjakan secara terpola dan terorganisir maka aneka macam eleman yang terlibat dalam acara perlu dimengerti. Untik itu, diperlukan pengkajian perjuangan pendidikan selaku suatu sistem.
Sejalan dengan tuntutan tersebut, pendidikan sudah mulai berbenah diri dan mengalami reformasi selaku bentuk konsekuensi dari permintaan itu. Pemerintah dalam hal ini sudah merencanakan konsep pengelolaan pendidikan, yakni desain administrasi berbasis sekolah untuk diterapkan dilembaga-lembaga pendidikan sebagai balasan atas tuntutan zaman.
Implementasi manajemen berbasis sekolah (MBS), pada hakekatnya ialah dukungan otonomi yang lebih luas kepada sekolah dengan tujuan final memajukan mutu hasil penyelenggaraan pendidikan, sehingga bisa menciptakan prestasi yang bantu-membantu lewat penyelenggaraan manajerial yang mapan. Melalui peningkatan kinerja dan partisipasi semua stakeholder-nya maka sekolah pada semua jenjang dan jenis pendidikan pada otonominya akan menjadi sebuah instansi pendidikan yang organik, demokratis, kreatif, inovatif serta unik dengan ciri khas sendiri untuk melakukan pembaruan sendiri (self reform).
Dalam kontek ini sekolah mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan. Menurut Syahril Sagala, kekuasaan yang dimiliki sekolah antara lain mengambil keputusan dengan rekruitmen serta pengelolaan guru dan pegawai manajemen serta keputusan berhubungan dengan pengelolaan sekolah. Adapun komponen yang didesentralisasikan ialah administrasi kurikulum, administrasi tenaga kependidikan, manajemen kesiswaan, administrasi pendanaan serta manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat. Secara visualistis, implementasi manajemen berbasis sekolah (MBS) yang dimaksud dapat dilihat pada sketsa dibawah ini.
Gambar Bagan Implentasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
B. Faktor-Faktor yang Perlu Diperhatikan dalam Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Kajian yang dirumuskan oleh BPPN dan Bank Dunia merumuskan beberapa faktor yang berhubungan dengan administrasi berbasis sekolah (MBS) dintaranya adalah:
1. Kewajiban Sekolah
Manajemen berbasis sekolah (MBS) yang memperlihatkan fleksibilitas pengelolaan sekolah mempunyai peluangyang besar dalam menciptakan kepala sekolah, guru, dan pengelola sisitem pendidikan profesional. Oleh sebab itu pelaksanaannya mesti diikuti seperangkat kebijakan, serta monitoring dan permintaan pertangungjawaban (akuntabel) yang relatif tinggi, untuk menjamin bahwa sekolah selain mempunyai otonomi juga memiliki kebijakan melakukan kebijakan pemerintah dan menyanggupi cita-cita masyarkat sekolah. Dengan demikian, sekolah dituntut mampu memperlihatkan pengelolaan sumber daya secara transparan, demokratis, tanpa monopoli dan tanggung jawab baik kepada penduduk maupun pemerintah, dalam rangka mengembangkan kapasitas pelayanan terhadap peserta didik.
2. Kebijakan dan Prioritas Pemerintah
Pemerintah sebagai penanggung jawab pendidikan nasional berhak merumuskan kebijakan-kebijakan yang menjadi prioritas nasional utamanya yang berhubungan dengan acara peningkatan melek karakter dan angka (literacy and numeracy), efisiensi, kualitas, dan pemerataan pendidikan. Dalam hal-hal tersebut, sekolah tidak diperbolehkan untuk belajar sendiri dengan mengabaikan kebijakan dan standar yang ditetapkan oleh pemerintah yang dipilih secara demokratis.
Agar prioritas-prioritas pemerintah dilakukan oleh sekolah dan semua kegiatan ditujukan untuk memperlihatkan pelayanan terhadap akseptor latih sehingga mampu berguru dengan baik, pemerintah perlu merumuskan seperangkat ajaran perihal pelaksanaan MBS. Pedoman-anutan tersebut, utamanya ditujukan untuk menjamin bahwa hasil pendidikan (student outcomes) terevalusi dengan baik, kebijakan-kebijakan pemerintah dilakukan secara efektif, sekolah dioperasikan dalam rangka yang disetujui pemerintah, dan budget dibelanjakan sesuai dengan tujuan.
3. Peranan Orang Tua dan Masyarakat
MBS menuntut pinjaman tenaga kerja yang terampil dan bermutu untuk menghidupkan motivasi kerja yang lebih produktif dan memberdayakan otoritas kawasan setempat, serta mengefisienkan metode dan menetralisir birokrasi yang tumpang tindih. Untuk kepentingan tersebut, diharapkan partisipasi masyaraka dan hal ini merupakan salah satu aspek penting dalam Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Melalui dewan sekolah (school council), orang bau tanah dan masyarakat dapat berpartisipasi dalam pembuatan berbagai keputusan. Dengan demikian, masyarakat mampu lebih memahami, serta memantau dan membantu sekolah dalam pengelolaan termasuk acara belajar-mengajar. Besarnya partisipasi penduduk dalam pengeloaan sekolah tersebut mungkin dapat menyebabkan rancunya kepentingan antar sekolah, orang renta, dan masyarakat. Dalam hal ini pemerintah perlu merumuskan bentuk partisipasi (pembagian peran) setiap bagian secara terperinci dan tegas.
4. Peranan Profesionalisme dan Manajerial
Manajemen berbasis sekolah (MBS) menuntut perubahan-pergeseran tingkah laris kepala sekolah, guru, dan tenaga administrasi dalam mengoperasikan sekolah. Pelaksanaan MBS memiliki potensi memajukan tabrakan pranata yang bersifat profesional dan manajerial. Untuk menyanggupi persayaratan pelaksanaan MBS, kepala sekolah, guru, tenaga manajemen harus memiliki kedua sifat tersebut ialah profesional dan manjerial. Mereka mesti mempunyai wawasan yang mendalam ihwal akseptor bimbing dan prinsip-prinsip pendidikan untuk menjamin bahwa keputusan penting yang dibentuk oleh sekolah, didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan pendidikan. Kepala sekolah utamanya, perlu mempelajari dengan teliti, baik kebijakan dan prioritas pemerintah maupun prioritas sekolah sendiri. Untuk kepentingan tersebut, kepala sekolah harus:
a. Memiliki kemampuan untuk berkolaborasi dengan guru dan penduduk sekitar sekolah;
b. Memiliki pemahaman dan wawasan yang luas ihwal teori pendidikan dan pembelajaran;
c. Memiliki kesanggupan dan keterampilan untuk menganalisis situasi kini berdasarkan apa yang seharusnya serta mampu memperkirakan kejadian di periode depan berdasarkan situasi sekarang;
d. Memiliki kemauan dan kesanggupan untuk mengidentifikasi masalah dan keperluan yang berkaitan dengan efektivitas pendidikan di sekolah;
e. Mampu mempergunakan berbagai peluang, menyebabkan tantangan sebagai potensi , serta mengkonseptualkan arah baru untuk perubahan.
Pemahaman kepada sifat profesional dan manjerial tersebut sangat penting biar peningkatan efisiensi, kualitas, dan pemerataan serta supervisi dan monitoring yang direnacanakan sekolah betul-betul untuk meraih tujuan pendidikan sesuai dengan kerangka kebijakan pemerintah dan tujuan sekolah.
5. Pengembangan Profesi
Dalam administrasi berbasis sekolah (MBS) pemerintah mesti manjamin bahwa semua unsur penting perihal kependidikan (sumber insan) mendapatkan pengembangan profesi yang diharapkan untuk mengurus sekolah secara efektif. Agar sekolah dapat mengambil faedah yang ditawarkan MBS, perlu dikembangkan adanya pusat pengembangan profesi, yang berfungsi sebagai pemasokjasa pelatihan bagi tenaga kependidikan untuk MBS. Selain itu, penting untuk dicatat sebaik mungkin sekolah dan masyarakat perlu dilibatkan dalam proses MBS sedini mungkin. Mereka tidak perlu hanya menunggu, namun melibatkan diri dalam diskusi-diskusi perihal MBS dan mempunyai ide untuk mengadakan ihwal faktor-faktor yang terkait.
C. Strategi Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah
Pada dasarnya, mengganti pendekatan administrasi berbasis pusat menjadi manajemen berbasis sekolah bukanlah ialah one-shot and quick-fix, akan tetapi ialah proses yang berlangsung secara terus menerus dan melibatkan semua unsur yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan persekolahan. Oleh sebab itu, seni manajemen utama yang perlu ditempuh dalam melakukan manajemen berbasis sekolah adalah sebagai berikut:
1. Mensosialiasikan konsep administrasi berbasis sekolah ke seluruh warga sekolah, ialah guru, siswa, wakil-wakil kepala sekolah, konselor, karyawan dan unsur-unsur terkait yang lain (orangtua murid, pengawas, dan instansi terkait) lewat seminar, diskusi, forum ilmiah, dan media abad. Dalam sosialisasi ini hendaknya juga dibaca dan dimengerti tata cara, budaya, dan sumber daya sekolah yang ada secermat-cermatnya dan direfleksikan kecocokannya dengan metode, budaya, dan sumber daya yang diperlukan untuk penyelenggaraan manajemen berbasis sekolah.
2. Melakukan analisis suasana sekolah dan luar sekolah yang akibatnya berbentuktantangan aktual yang harus dihadapi oleh sekolah dalam rangka mengubah manajemen berbasis pusat menjadi administrasi berbasis sekolah. Tantangan ialah selisih (ketidaksesuaian) antara kondisi sekarang (administrasi berbasis sentra) dan keadaan yang diperlukan (administrasi berbasis sekolah). Karena itu, besar kecilnya ketidaksesuaian antara kondisi kini (realita) dan kondisi yang dibutuhkan (idealnya) mengumumkan besar kecilnya tantangan (loncatan).
3. Merumuskan tujuan situasional yang mau diraih dari pelaksanaan manajemen berbasis sekolah menurut tantangan nyata yang dihadapi. Segera sehabis tujuan situasional ditetapkan, standar kesiapan setiap fungsi dan faktor-faktornya ditetapkan. Kriteria inilah yang mau dipakai sebagai tolok ukur atau tolok ukur untuk mengukur tingkat kesiapan setiap fungsi dan faktor-faktornya.
4. Mengidentifikasi fungsi-fungsi yang perlu dilibatkan untuk meraih tujuan situasional dan yang masih perlu diteliti tingkat kesiapannya. Untuk meraih tujuan situasional yang telah ditetapkan, maka perlu diidentifikasi fungsi-fungsi mana yang perlu dilibatkan untuk mencapai tujuan situasional dan yang masih perlu diteliti tingkat kesiapannya. Fungsi-fungsi yang dimaksud meliputi antara lain: pengembangan kurikulum, pengembangan tenaga kependidikan dan nonkependidikan, pengembangan siswa, pengembangan iklim akademik sekolah, pengembangan relasi sekolah-masyarakat, pengembangan akomodasi, dan fungsi-fungsi lain.
5. Menentukan tingkat kesiapan setiap fungsi dan faktor-faktornya lewat analisis SWOT, yang dikerjakan dengan maksud mengetahui tingkat kesiapan setiap fungsi dari keseluruhan fungsi yang dibutuhkan untuk meraih tujuan situasional yang sudah ditetapkan. Analisis SWOT dilakukan terhadap keseluruhan aspek dalam setiap fungsi, baik faktor yang termasuk internal maupun eksternal. yang dinyatakan selaku : kekuatan, bagi aspek yang termasuk internal; potensi , bagi faktor yang tergolong aspek eksternal. Sedang tingkat kesiapan yang kurang mencukupi, artinya tidak menyanggupi ukuran kesiapan, dinyatakan mempunyai arti: kekurangan, bagi aspek yang tergolong faktor internal; dan bahaya, bagi aspek yang tergolong aspek eksternal.
6. Memilih langkah-langkah pemecahan (peniadaan) duduk perkara, yaitu langkah-langkah yang diharapkan untuk mengganti fungsi yang tidak siap menjadi fungsi yang siap. Selama masih ada persoalan, yang serupa artinya dengan ada ketidaksiapan fungsi, maka tujuan situasional yang sudah ditetapkan tidak akan tercapai. Oleh alasannya itu, semoga tujuan situasional tercapai, perlu dijalankan langkah-langkah-langkah-langkah yang mengganti ketidaksiapan menjadi kesiapan fungsi. Tindakan yang dimaksud lazimnya disebut tindakan pemecahan problem, yang hakekatnya ialah langkah-langkah menangani makna kekurangan dan/atau ancaman, semoga menjadi kekuatan dan/atau potensi , yaitu dengan mempergunakan adanya satu/lebih faktor yang memiliki arti kekuatan dan/atau peluang.
7. Berdasarkan tindakan pemecahan dilema tersebut, sekolah bantu-membantu dengan semua bagian-unsurnya membuat planning untuk jangka pendek, menengah, dan panjang, beserta program-programnya untuk mewujudkan rencana tersebut. Sekolah tidak senantiasa mempunyai sumber daya yang cukup untuk melakukan manajemen berbasis sekolah idealnya, sehingga perlu dibuat sekala prioritas jangka pendek, menengah, dan panjang.
8. Melaksanakan program-program untuk merealisasikan planning jangka pendek administrasi berbasis sekolah. Dalam pelaksanaan, semua input yang dibutuhkan untuk berlangsungnya proses (pelaksanaan) manajemen berbasis sekolah harus siap. Jika input tidak siap/tidak memadai, maka tujuan situasional tidak akan tercapai. Yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan ialah pengelolaan kelembagaan, pengelolaan acara, dan pengelolaan proses berguru mengajar.
Pemantauan kepada proses dan evaluasi terhadap hasil administrasi berbasis sekolah perlu dilakukan. Hasil pantauan proses mampu digunakan selaku umpan balik bagi perbaikan penyelenggaraan dan hasil penilaian mampu digunakan untuk mengukur tingkat ketercapaian tujuan situasional yang telah dirumuskan. Demikian aktivitas ini dilaksanakan secara terus-menerus, sehingga proses dan hasil administrasi berbasis sekolah mampu dioptimalkan.