Para Ulama besar memiliki pertimbangan yang berlawanan tentang Hukum perempuan yang sedang membaca Al-Quran diperbolehkan atau tidak ?? Ada usulan Ulama yang menyampaikan bagi wanita yang sedang haid diperbolehkan membaca Al-Quran alasannya adalah belum diketahui secara niscaya dalil shahih yang melarang.
Namun ada dalil dan hadist dari sabda Rasulullah SAW yang menyebutkan bahwa wanita yang sedang menstruasi diperbolehkan membaca Al-Quran dan lalu hendak melaksanakan ibadah Umrah akan tetapi sedang dalam kurun menstruasi :
Berkata Syeikh Al-Albany:
“Hadist ini menawarkan bolehnya wanita yang haid membaca Al-Alquran, karena membaca Al-Quran termasuk amalan yang paling utama dalam ibadah haji, dan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah mengijinkan bagi Aisyah semua amalan kecuali thawaf dan shalat, dan seandainya haram baginya membaca Al-Alquran pastinya akan dia terangkan sebagaimana beliau menandakan aturan shalat (ketika haid), bahkan aturan membaca Al-Quran (dikala haid) lebih berhak untuk dijelaskan karena tidak adanya nash dan ijma’ yang mengharamkan, berlawanan dengan aturan shalat (saat haid). Kalau ia shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang Aisyah dari shalat (ketika haid) dan tidak mengatakan perihal aturan membaca Al-Alquran (saat haid) ini memperlihatkan bahwa membaca Al-Quran saat haid diperbolehkan, alasannya adalah mengakhirkan keterangan saat diharapkan tidak diperbolehkan, sebagaimana hal ini ditetapkan dalam ilmu ushul fiqh, dan ini terang tidak samar lagi, walhamdu lillah.” (Hajjatun Nabi hal:69).
Namun jikalau orang yang berhadats kecil dan wanita haid ingin membaca Al-Alquran maka dilarang menyentuh mushhaf atau bab dari mushhaf, dan ini yakni pertimbangan empat madzhab, Hanafiyyah (Al-Mabsuth 3/152), Malikiyyah (Mukhtashar Al-Khalil hal: 17-18), Syafi’iyyah (Al-Majmu’ 2/67), Hanabilah (Al-Mughny 1/137). Mushhaf disebut juga dengan Al-Quran.
Kemudian mereka mengeluarkan dalil dengan firman Allah ta’alaa:
yang artinya : “Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang suci.”
pertimbangan dari ulama yang lain yakni dilarang menjamah Al-Alquran tergolong sampulnya alasannya ia masih melekat. Ketika seorang wanita yang sedang haid boleh saja menyentuh Al-Quran tetapi dengan catatan membungkus tangan dengan kaos tangan, maka Al-Alquran boleh disentuh.
Berkata Syeikh Bin Baz :
“Boleh bagi wanita haid dan nifas untuk membaca Al-Quran menurut pendapat yang lebih shahih dari 2 pendapat ulama, alasannya adalah tidak ada dalil yang melarang, tetapi dihentikan menjamah mushhaf, dan boleh memegangnya dengan penghalang mirip kain yang higienis atau selainnya, dan boleh juga memegang kertas yang ada goresan pena Al-Quran (dengan menggunakan penghalang) dikala dibutuhkan” (Fatawa Syeikh Bin Baz 24/344).
Akan tetapi yang lebih baik yaitu ketika hendak membaca Al-Alquran dalam keadaan suci , diperbolehkan menyentuh dan membaca Al-Quran jikalau dalam keadaan hadast kecil. Pendapat tersebut dikemukakan dengan janji oleh beberapa ulama.
Berkata Imam An-Nawawy :
“Kaum muslimin sudah bersepakat atas bolehnya membaca Al-Quran untuk orang yang tidak suci alasannya hadats kecil, dan yang lebih utama hendaknya dia berwudhu.” (Al-Majmu’, An-Nawawy 2/163).
Adapula dalil yang menyampaikan bahwa bolehnya membaca Al-Quran meski tidak berwudhu apalagi dulu ada dalam hadist Ibnu Abbas. Beliau saat itu sedang menginap di rumah bibinya Maimunah Radhiyaallhu’anha ( istri dari Rasulullah SAW), lalu dia berkata dalam dalilnya :
“Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidur hingga dikala datang tengah malam, atau sebelumnya atau sesudahnya, dia berdiri lalu duduk dan mengusap paras dengan tangan ia biar tidak mengantuk, lalu membaca sepuluh ayat terakhir dari surat Ali Imran.” (HR.Al-Bukhary)
Di dalam hadist ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca Al-Alquran sesudah bangkit tidur, sebelum beliau berwudhu.