Tips Membuat Anak Lebih Percaya Diri (Pe De)

Untuk menjadi eksklusif yang percaya diri alias pe de, kini telah banyak dikembangkan kursusu-kursus singkat meningkatkan jiwa mandiri, wirausaha, dll. Padahal, untuk menambahkan rasa yakin diri, bahu-membahu dapat di terapkan semenjak usia masih kanak-kanak. Rata-rata, anak-anak yang dibesarkan dalam asuhan serba “ jangan,” lebih banyak menjadi penakut dan kurang inisiatif.

Ddbu awaaladakum fainnahum khuliquu li ghairi zamaanikum. (didiklah putra-putrimu dengan budpekerti yang baik, sebenarnya mereka diciptakan bukan untuk zamanmu).

Kalimat pesan tersirat di atas, konon merupakan “atsar” dari sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a. khalifah keempat ini menatap pendidikan”adat” bagi anak selaku hal yang penting dan utama. Frasa terakhir dari kalimat diatas menyampaikan “bahwasanya mereka bukan di ciptakan untuk zamanmu,” mengambarkan bahwa perbedaan zaman menuntut kejelasan perilaku generasi yang hidup padanya, biar tidak tergerus oleh arus peradaban.

Sehubungan dengan hal di atas, hasil observasi yang dilaksanakan suatu forum layanan konsultasi psikologi di sekolah daerah penulis aktif mengajar, membuktikan rata-rata anak usiaTK yang akan masuk ke Sekolah Dasar, kurang percaya diri. Penelitian lebih di arahkan pada uji kematangan anak. Apakah anak yang di uji sudah siap secara mental di tingkat sekolah dasar ?

Uji kematangan tidak cuma di pusatkan pada kadar inteleektual semata, tetapi juga emosi dan mental secara umum. Hasil yang didapat menerangkan mereka secara intelektual sudah siap, namun di sayangkan secara mental mereka diyatakan tidak siap. Ketidaksiapan mereka lebih di karenakan mereka kurang yakin diri, tidak berani mengambil inisiatif dan cenderung pasif mendapatkan apa adanya.

Persoalan ini mungkin di anggap sepele, alasannya adalah di pandang “ah mereka kan masih kanak-kanak.” Tetapi bekerjsama peringatan yang keras yang di sampaikan oleh Ali bin Abi thalib r.a. mirip yang di kutif di atas, hendaknya mendorong para orangtu untuk merenungkan kembali langkah-langkah dan contoh latih mereka selama ini.

  Dasar-Dasar Pendidikan: 8 Tipe-Tipe Belajar

Perhatikan oleh kita, belum dewasa yang hidup bebas di jalanan yang tanpa hukum. Mereka memiliki keberanian untuk kurun depannya yang beum pasti. Tana bekal ilmu, mereka siap bergelut dengan zaman. Fisiknya seolah telah erat dengan segala ekspresi dominan dan bisa bertahan dalam segala cuaca extreme sekalipun. Tetapi mereka lemah dalam akhlak, tatakrama dan ilmu. Kelemahan di bidang ini sungguh membahayakan kehidupan. Padahal, tantangan zaman mau tidak mau harus berbekal kemampuan dan ilmu.

Pola asuh pertama, cenderung membunuh kreatifitas dan inisiatif. Sementara contoh asuh kedua, yang tanpa hukum, membunuh karakter insan yang di ciptakan untuk beribadah dan berkreasi. Dua contoh bimbing ini harus mendapat perbaikan disana-sini. Tumbuh liar, terperinci tidak baik. Inisitif dan kreatifitas terpasung juga tidak layak di pertahankan.

Serba “jangan” dan “awas”

Kembali ke observasi permulaan. Melihat rata-rata bawah umur yang di uji kematangan menerangkan mereka kurang yakin diri, maka pertanyaan di arahkan kepada “mengapa bawah umur tersebut yang sudah menempuh dua tahun duduk di kursi pra-sekolah itu tidak juga berkembangrasa pe de-nya ?”

Apakah metode pendidikan yang diterapkan telah memasung kreatifitas mereka ? ataukah ada alasannya adalah lain? Didapat kesimpulan bahwa teladan bimbing di rumahlah yang tidak sempurna. Anak di bimbing dalam pengawasan yang mudah mengeluarkan kata-kata “jangan,” dan atau “awas !” daripada “sok aja asal hati-hati!” atau “ayo berani dong, kan anak berakal !”

Memang kalimat-kalimat di atas amat sederhana. Namun, hasil yang di dapat oleh anak akan jauh berbeda. Jangan lupa, intonasi pengucapan pun mesti tepat. Janagan samapai “mempersilahkan” anak, namun dengan nada “eufemisme” yang di artikan sebagai mengancam (nyungkun dalam bahasa sunda mah ath). Ke cenderungan pengguna kalimat yang bernada ancaman, cuma membuahkan anak yang penuh rasa takut. Ke kamar mandi sendiri takut, tidur sendiri takut, naik tangga sendiri, takut, dl. Rasa takut tersebut akan bertumpuk yang pada gilirannya akan menjelma selaku suatu benteng yang menghalangi bawah umur untuk yakin diri akan kesanggupan mereka sendiri.

  Makalah Sosiologi Sastra

Bukankah dalam suatu haditsnya, Rasullulah saw mengusulkan para orangtua untuk mengajari anak-anaknya berenang dan memanah ?

Berenang membutuhkan keahlian dan keberanian. Demikian pula memanah. Dua keterampilan di darat dan di air ini, setidaknya menanamkan sifat berani, yakin diri. Lihat saja berenang jika tidak mempunyai kepandaian dan keberanian menghadapi air, jangan harap anda akan selamat. Begitu masuk ke dala air, yang ada ialah ayo maju berani mengambil resiko dan percayalah bahwa anda akan sukses sampai ke tepian.

Dari pemaparan di atas, untuk membentuk generasi yang mau tiba yang memang di ciptakan bukan untuk zaman kita sekarang ini, para orangtua nampaknya mesti melaksanakan reformasi acuan bimbing. Kata-kata khalifah Ali bin Abi Thalib r.a. kiranya menjadi penting untuk di perhatikan dan direnungkan.