Wakalah

I. PENDAHULUAN
Seiring dengan cepatnya akselerasi perihal ekonomi syari’ah ditengah-tengah penduduk , fiqh muammalah menyebabkan diskusi terus menerus. Persoalan-persoalan aturan ataukah ekonomi. Disatu sisi, didalam muammalah sendiri dibahas tentang berbagai macam tehnis transaksi dalam keterkaitannya dengan kegiatan melakukan buatan, distribusi, dan konsumsi, maka muammalah penuhdengan info-info ekonomi.
Melihat paparan diatas perlu kiranya kita mengetahui kesepakatan dalam muammalah yang kini ini akan kita bahas yaitu wakalah (perwakilan), yang seluruhnya itu sudah ada dan dikelola dalam al Qur’an, Hadist, maupun dalam kitab-kitab klasik yang telah dibuat oleh ulam terdahulu. Untuk mengetahui tentang hukm wakalah, sumber-sumber hukum wakalah, dan bagaimana sebaiknya wakalah diaplikasikan dalam kehidupan kita.

II. PEMBAHASAN
Pengertian 
Wakalah diketahui sebagai sebuah janji tolong membantu antar langsung, baik dalam persoalan pidana maupun perdata. Wakalah dipraktekkan oleh dua orang yang saling beriktikad baik mengikatkan diri mereka untuk menyelenggarakan kontrakmenyangkut pendelegasian wewenang dan kewajiban. Seorang menyerahkan wewenang untuk menangani sesuatu dan seorang lainnya siap untuk mengemban wewenang tersebut.
Dalam kitab fathul mu’in dijelaskan pula: 
تَفْوِيْضُ شَخْصٍ امْرَهُ اِلى اخَرَ فِيْمَا يَقْبَلُ النِّيَابَةَ لِيَفْعَلَهُ فِي حَيَاتِهِ[1]
wakalah adalah penyerahan kekuasaan oleh seseorang kepada orang lain dalam hal-hal yang mampu diwakilkan pelaksanaannya, agar dilaksanakan selagi dia masih hidup.
Didalam kesepakatan wakalah, walaupun beliau merupakan kesepakatan tolong membantu, akan tetapi mengambil upah dalam akad ini diperbolehkan. Hal ini didasarkan pada aturan asalnya, bahwa dalam wakalah, wakil bersifat jaiz (boleh) dalam menerima perwakilan. Maka beliau diperkenankan untuk mendapatkan upah dari muwakkil selaku imbalan. Atas dasar inilah mengakibatkan wakalah sebagai salah satu bentuk transaksi bisnis yang diperkenankan.[2]
Dasar Hukum 
Wakalah dipraktekkan menurut beberapa ayat al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW. Ayat al-Qur’an yang mampu dijadikan sebagai landasan wakalah diantaranya ialah:
وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَا إِصْلَاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا خَبِيرًا
Artinya: Jika kau khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga pria dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua hakam tersebut berniat mengadakan perbaikan, niscaya allah akan memberikan taufiq kepada suami istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Mengenal. (an-Nisa’ : 35)
Ayat diatas mengandung pesan tersurat wacana diperkenankannya mengangkat seorang wakil dari problem keluarga. Dalam hal ini digambarkan wacana hubungan suami-istri. Ia membicarakan wacana perselisihan keluarga (waktu itu pertengkaran antara Sa’ad dan istrinya) yang hampir meraih perceraian. Kemudian al Qur’an mengisyaratkan untuk mengangkat seorang hakim (wakil) dari keduanya untuk memperjelas permasalahannya dan mencari jalan keluar terbaik untuk mereka.
Disamping ayat diatas juga, keblehan komitmen wakalah juga ditemukan dalam surat al Kahfi: 19 berikut:
وَكَذَلِكَ بَعَثْنَاهُمْ لِيَتَسَاءَلُوا بَيْنَهُمْ قَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْ قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ قَالُوا رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثْتُمْ فَابْعَثُوا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَذِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ فَلْيَنْظُرْ أَيُّهَا أَزْكَى طَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلَا يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا
Artinya: Dan demikianlah Kami bangunkan mereka supaya mereka saling mengajukan pertanyaan diantara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang diantara mereka: ”sudah berapa laamakah kamu berada (disini?)”. Mereka menjwab kita berada (disini) sehari atau setengah hari. Berkata (lainnya lagi) Tuhankamu lebih mengetahui berapa lamnya kau berada disini. Maka suruhlah diantara kau untuk pergi kekota dengan membawa duit perakmu ini, dan hendak lah dia lihat manakah masakan yang lebih baik, maka hendaklah beliau menenteng makanan itu untukmu, dan hendaklah beliau berlaku lemah lembut dan jangan sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun. (al-Kahfi:19)

Selain didasarkan kepada al Qur’an yang sudah disebutkan diatas, wakalah juga didasarkan pada hadist Rasulullah SAW:
Artinya: dari Urwah al Bariqi dia menyampaikan bahwa Rasulullah SAW pernah memberikannya uang satu dinar untuk dibelikan seekor hewan korban. Kemudian beliau membelikannya dua kambing satu kambing dengan harga satu dinar. Maka (sehabis Rasulullah menemuinya) Rasulullah mendoakannya supaya Allah memberkahi perdagangan yang dilakukan oleh Urwah al Barqi tersebut.
Rukun dan Syarat 
Rukun wakalah adalah:
a. al muwakkil (orang yang mendelegasikan/ melimpahkan kekuasaan)
b. al wakil ( orang yang menerima perwakilan)
c. al muwakkal fih (sesuatu yang diwakilkan)
d. Sighat ijab ( ucapan serah terima)
Sebuah janji wakalah dianggap syah bila menyanggupi persyaratan selaku berikut:
al muwakkil ( orang yang mewakilkan) adalah orang yang dianggap sah oleh syari’at dalam menjalankan apa yang beliau wakilkan. Ia harus telah dianggap mahir bertindak aturan (telah baligh dan cerdik sehat). Dalam kitab fathul mu.in ini juga di jelaskan bekerjsama wakalah dikatakan sah apabila muwakkil mempunyai kekuasaan pelaksanaan atas suatu kasus dikala diikat janji wakalah. 
اِنْ كَانَ عَلَيْهِ وِلاَيَةٌ لِمُوَكِّلٍ بِمِلْكِهِ التَّصَرُّفَ فِيْهِ حِيْنَ التَّوْكِيْلِ
al wakil dianggap mahir bertindak hukum dan dianggap sah oleh syari’at dalam menjalankan sesuatu yang diwakilkan kepadanya. Wakil juga harus ditunjuk secara langsung dan tegas oleh orang yang menyuruh untuk menghindari salah pendelegasian tugas. Penunjukan ini mampu dikerjakan secara lisan maupun tertulis. 
وَلاَلَهُ تَوْكِيْلٌ بِلاَ اِذْنٍ مِنَ الْمُوَكِّلِ فِيْمَا يَتَأَتَّى مِنْهُ، لِاَنَّهُ لَمْ يَرْضَ بِغَيْرِهِ
al muwakkal fih ( barang yang diwakilkan), yakni: 
– Milik sah dan milik pribadi orang yang mendelegasikan. Barang tersebut bukan milik umum, bukan barang yang semua orang mampu memperolehnya. Seperti tidak sah untuk mewakilkan untuk menggali barang tambang yang belum ada pemiliknya, alasannya adalah barang itu ialah milik umum dan bukan milik langsung muwakkil.
– Bukan berbentuk utang kepada orang lain, mirip pernyataan: ” aku tunjuk engkau selaku wakil saya untuk meminjam uang kepada Ahmad”. Jika hal tersebut dikerjakan, maka hutang menjadi tanggung jawab wakil, bukan muwakkil.
– Merupakan sesuatu yang boleh diwakilkan menurut syara’
– Menurut jumhur ulama’ boleh perwakilan dalam problem ibadah yang bersifat mendapatkan dan menyerahkan terhadap yang berhak. Seperti mendelegasikan menerima zakat dan kemudian menyerahkannya terhadap yang berhak.
وَيُشْتَرَطُ فِى الْوَكَالَةِ اَنْ يَكُوْنَ الْمُوَكَّلْ فِيْهِ مَعْلُوْمًا لِلْوَكِيْلِ وَلَوْ بِوَجْهٍ
Dalam wakalah disyaratkan keadaan muwakkal fih dimengerti oleh wakil meskipun cuma dari satu paras [3]
وَلاَ تَصِحُّ الْوَكَالَةُ اِلاَّ بِاِيْجَابٍ، وَهُوَ مَايُشْعِرُ بِرِضَا الْمُوَكِّلِ الَّذِيْ يَصِحُّ مُبَاشَرَتُهُ الْمُوَكَّلَ فِيْهِ فِى التَّصَرُّفِ.
وَلاَ يُشْتَرَطُ فِى الْوَكَالَةِ الْقَبُوْلُ لَفْظًا، لَكِنْ يُشْتَرَطُ عَدَمُ الرَّدِّ فَقَطْ. 
Sighat dari pihak muwakkil mesti berbentukucapan yang mengindikasikan kerelaan. Sedangkan qobul dari pihak wakil tidak mesti diucapkan secara mulut, cukup dengan tidak adanya penolakan darinya.
Fatwa MUI perihal Wakalah 
Seiring dengan berkembangnya institusi keuangan Islam di Indonesia, maka sebuah hukum aturan turut pula dikembangkan untuk melegalisasi serta melindungi janji-janji yang tepat Syari’ah Islam diterapkan dalam Sistem Keuangan Islam di Indonesia. Maka dari itu, Dewan Syari’ah Nasional – Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan ajaran NO: 10/DSN-MUI/IV/2000.
Fatwa ini ditetapkan pada ketika Rapat Pleno Dewan Syari’ah Nasional (8 Muharram 1421 H./13 April 2000) yang menetapkan:
Ketentuan Wakalah.
Rukun dan Syarat Wakalah
Aturan terjadinya perselisihan
Aplikasi Wakalah Dalam Institusi Keuangan 
Akad Wakalah mampu diaplikasikan ke dalam aneka macam bidang, termasuk dalam bidang ekonomi, terutama dalam institusi keuangan:
1. Transfer uang
Proses transfer uang ini yaitu proses yang memakai desain janji Wakalah, dimana prosesnya diawali dengan adanya usul nasabah sebagai Al-Muwakkil kepada bank selaku Al-Wakil untuk melakukan perintah/usul kepada bank untuk mentransfer sejumlah duit terhadap rekening orang lain, lalu bank mendebet rekening nasabah (Jika transfer dari rekening ke rekening), dan proses yang terakhir ialah dimana bank mengkreditkan sejumlah dana terhadap kepada rekening tujuan.
Berikut adalah beberapa contoh proses dalam transfer duit[4]:
Wesel Pos 
Pada proses wesel pos, uang tunai diberikan secara pribadi dari Al-Muwakkil terhadap Al-Wakil, dan Al-Wakil memperlihatkan uangnya secara eksklusif kepada nasabah yang dituju.
Transfer uang melalui cabang sebuah bank 
Dalam proses ini, Al-Muwakkil menawarkan uangnya secara tunai kepada bank yang merupakan Al-Wakil, namun bank tidak memberikannya secara pribadi kepada nasabah yang dikirim. Tetapi bank mengirimkannya terhadap rekening nasabah yang dituju tersebut.
Transfer melalui ATM 
Kemudian ada juga proses transfer duit dimana pendelegasian untuk mengirimkan duit, tidak secara eksklusif uangnya diberikan dari Al-Muwakkil terhadap bank sebagai Al-Wakil. Dalam model ini, Nasabah Al-Muwakkil meminta bank untuk mendebet rekening tabungannya, dan kemudian meminta bank untuk menambahkan di rekening nasabah yang dituju sebesar pengurangan pada rekeningnya sendiri. Yang sangat sering terjadi dikala ini yakni proses yang ketiga ini, dimana nasabah bisa melakukan transfer sendiri lewat mesin ATM.
2. Letter Of Credit Import Syariah
Akad untuk transaksi Letter of Credit Import Syariah ini memakai akad Wakalah Bil Ujrah. Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 34/DSN-MUI/IX/2002. Akad Wakalah bil Ujrah ini mempunyai definisi dimana nasabah menunjukkan kuasa kepada bank dengan imbalan derma ujrah atau fee.
3. Letter Of Credit Eksport Syariah
Akad untuk transaksi Letter of Credit Eksport Syariah ini menggunakan komitmen Wakalah. Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 35/DSN-MUI/IX/2002. Akad Wakalah ini memiliki definisi dimana bank mempublikasikan surat pernyataan akan mengeluarkan uang terhadap eksportir untuk memfasilitasi perdagangan eksport.
4. Investasi Reksadana Syariah
Akad untuk transaksi Investasi Reksadana Syariah ini memakai komitmen Wakalah dan Mudharabah. Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 20/DSN-MUI/IV/2001. Akad Wakalah ini memiliki definisi dimana pemilik modal menunjukkan kuasa kepada manajer investasi biar mempunyai kewenangan untuk menginvestasikan dana dari pemilik modal. 
5. Asuransi Syariah
Akad untuk Asuransi syariah ini menggunakan kesepakatan Wakalah bil Ujrah. Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 52/DSN-MUI/III/2006. Akad Wakalah bil Ujrah ini mempunyai definisi dimana pemegang polis memperlihatkan kuasa kepada pihak asuransi untuk menyimpannya ke dalam tabungan maupun ke dalam non-simpanan.
Dalam model ini, pihak asuransi berperan sebagai Al-Wakil dan pemegang polis sebagai Al-Muwakil.
Akhir Wakalah 

Akad al wakalah akn selsai kalau ada hal-hal sebagai berikut[5]:
Matinya salah seorang dari yang berakad sebab salah satu syarat sah akad yakni orang yang berakad masih hidup. 
Bila salah seorang yang berakad aneh, sebab salah satu syarat sah kesepakatan yaitu orang yang berakad cerdik. 
Dihentikannya pekerjaan yang dimaksud, alasannya adalah jikalau telah berhenti, dalam keadaan seperti ini al wakalah tidak berfungsi lagi. 
Pemutusan oleh muwakkil kepada wakil walaupun wakil belum mengetahui (pertimbangan Syafi’i dan Hambali). Menurut Madzhab Hanafi wakil wajib mengenali putusan muwakkil. Sebelum dia mengenali hal itu, tindakannya tak ubah seperti sebelum ditentukan, untuk segala hukumnya. 
Wakil memutuskan sendiri, berdasarkan Madzhab Hanafi tidak perlu muwakkil mengenali pemutusan dirinya atau tidak perlu kehadirannya, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. 
Keluarnya muwakkil dari status kepemilikan. 
Analisis 
Dalam bidang ibadah, pada prinsip dasarnya yaitu tidak boleh dikerjakan atau dijalankan oleh setiap muslim kalau tidak ada dalil yang memerintahkan untuk dilakukan. Dalam bidang persoalan iman dan syari’at,Islam bersifat memilih dan memutuskan secara tegas hal-hal yang menyangkut iman dan syari’at tersebut, dan tidak diberikan kebebasan bagi manusia untuk melakukan sebuah kreatifitas atau perubahan dalam keyakinan dan syari’at itu.
Sedangkan prinsip dalam muammalah ialah dalam rangka menciptakan dan merealisasikan kemaslahatan umat manusia, dengan tetap memperhatikan dan menimbang-nimbang aneka macam suasana dan kondisi yang ada disekitar manusia itu sendiri. Hal ini dikarenakan dalam persoalan muammalah, syari’at islam dalam satu segi lebih banyak yang besifat konfirmasi terhadap berbagai kreatifitas yang dijalankan oleh manusia.
Seperti halnya keterangan dari teori wakalah diatas, yaitu yang telah disebutkan dalam kitab Fathul Mu’in. Dimana informasi yang terdapat dalam kitab tersebut, berdasarkan pandangan pemakalah masih relevan dengan realitas wakalah pada masa ini, hanya saja terjadi penyesuaian dalam hal transaksi yang dilaksanakan, alasannya adalah kian pesatnya kemajuan zaman. Seperti; Transfer duit, Letter Of Credit Import Syariah, Letter Of Credit Eksport Syariah, Investasi Reksadana Syariah, Asuransi Syariah, dll. 
Semua jenis transaksi wakalah diatas masih memakai syarat dan rukun sebagaimana disebutkan dalam kitab fathul mu’in. Misal dalam transfer uang, utamanya tentang sighat dari muwakkil. Dalam kitab fathul mu’in disebutkan:
وَلاَ تَصِحُّ الْوَكَالَةُ اِلاَّ بِاِيْجَابٍ، وَهُوَ مَايُشْعِرُ بِرِضَا الْمُوَكِّلِ الَّذِيْ يَصِحُّ مُبَاشَرَتُهُ الْمُوَكَّلَ فِيْهِ فِى التَّصَرُّفِ.
وَلاَ يُشْتَرَطُ فِى الْوَكَالَةِ الْقَبُوْلُ لَفْظًا، لَكِنْ يُشْتَرَطُ عَدَمُ الرَّدِّ فَقَطْ. 
Sighat dari pihak muwakkil mesti berbentukucapan yang mengindikasikan kerelaan. Sedangkan qobul dari pihak wakil tidak harus diucapkan secara verbal, cukup dengan tidak adanya penolakan darinya.
Dari informasi diatas kita sedikit menceritakan mengenai mekanisme transfer itu sendiri. Dimana seseorang yang akan mentransferkan duit (muwakkil) menyerahkan uangnya (muwakkal fih) terhadap bank (wakil) dengan sighat yang diucapkan oleh muwakkil kepada wakil, dan wakil itu sendiri seringkali tidak mengucapkan sighat qabul, akan namun dengan melayani apa yang menjadi hajat muwakkil. Hal ini mengindikasikan sighat wakil tidak harus diucapkan, akan tetapi cukup tidak ada penolakan dari wakil itu sendiri.
III. KESIMPULAN
Dari sekian banyak akad-janji yang dapat dipraktekkan dalam kehidupan manusia. Wakalah termasuk salah satu akad yang menurut kaidah Fiqh Muamalah, komitmen Wakalah mampu diterima. Pengertian Wakalah yaitu:
Perlindungan (al-hifzh)
Pencukupan (al-kifayah)
Tanggungan (al-dhamah)
Pendelegasian (al-tafwidh)
Dalam akad Wakalah beberapa rukun dan syarat harus dipenuhi supaya komitmen ini menjadi sah: 
Orang yang mewakilkan (Al-Muwakkil)
i. Pemberi kuasa memiliki hak untuk bertasharruf pada bidang-bidang yang didelegasikannya.
ii. Pemberi kuasa itu telah cakap bertindak atau mukallaf.
Orang yang diwakilkan. (Al-Wakil)
i. Penerima kuasa perlu cakap aturan.
ii. Penerima kuasa mampu mengerjakan amanah
Obyek yang diwakilkan.
i. Boleh menguasakan sesuatu yang bersifat ibadah maliyah mirip mengeluarkan uang zakat, sedekah, dan sejenisnya.
ii. Obyek yang akan diwakilkan dihentikan melanggar Syari’ah Islam.
Shighat
i. Perjanjian antara pemberi kuasa dengan akseptor kuasa.
ii. Isi berupa pendelegasian dari pemberi kuasa kepada peserta kuasa
iii. Tugas penerima kuasa oleh pemberi kuasa perlu diterangkan untuk dan atas pemberi kuasa melaksanakan sesuatu tindakan tertentu
Akad Wakalah telah dapat diterapkan dalam Institusi Keuangan Islam di Indonesia. Fatwa untuk janji ini telah dikeluarkan oleh Dewan Syari’ah Nasional – Majelis Ulama Indonesia NO: 10/DSN-MUI/IV/2000. Hal ini akan mendukung perkembangan produk-produk keuangan Islam dengan janji Wakalah, yang mana akan mendukung pula perkembangan perbankan dan investasi Syariah di Indonesia.
IV. PENUTUP

Demikianlah uraian singkat yang mampu kami sampaikan. Mudah-mudahan dengan uraian yang singkat ini mampu memperbesar pengetahuan kita dan berkhasiat dalam kehidupan kita.
Kami mengakui bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kelemahan. Kami mohon kritik dan anjuran yang mampu membangun, demi kesempurnaan makalah kami selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA 
· Afandi, M. Yazid. 2009. Fiqh Muammalah Dan Implementasinya Dalam Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Logung Pustaka
· Suhendi, Hendi. 2008. Fiqh Muammalah. Jakarta: Raja Grafindo Persada
· As’ad, Aly. 1979. Fathul Mu’in Terjemahan. Kudus: Menara Kudus
· http://viewislam.wordpress.com/2009/04/16/desain-kesepakatan-wakalah-dalam-fiqh-muamalah/
· Dewan Syariah Nasional, Fatwa ihwal Wakalah No.10/DSN-MUI/IV/2000, Majelis Ulama Indonesia
· Dewan Syariah Nasional, Fatwa perihal Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksadana Syariah No.20/DSN-MUI/IV/2001, Majelis Ulama Indonesia
· Dewan Syariah Nasional, Fatwa perihal Letter of Credit (L/C) Impor Syariah, No.34 /DSN-MUI/IX/2002, Majelis Ulama Indonesia
· Dewan Syariah Nasional, Fatwa ihwal Letter of Credit (L/C) Impor Syariah, No.35 /DSN-MUI/IX/2002, Majelis Ulama Indonesia
[1] Aliy As’ad, Fathul Mu’in Terjemah, h.249
[2] M. Yazid Afandi, Fiqh Muammalah dan Implementasinya Dalam Lembaga Keuangan Syari’ah, h.204
[3] Op.cit. h.254
[4] http://viewislam.wordpress.com/2009/04/16/rancangan-kesepakatan-wakalah-dalam-fiqh-muamalah/
[5] Hendi Suhendi, Fiqh Muammalah, h.237