Rasmul Qur’an


I. PENDAHULUAN 

Puji syukur pertama-tama saya haturkan ke hadirat Allah SWT yang dengan rahmat inayah-Nya saya mampu menyelesaikan makalah sederhana ini yang berjudul ilmu tauhid dan ruang lingkupnya. Semoga mampu bermanfaat bagi aku utamanya dan bagi kita semua pada umumnya.
Sebagaimana yang kita pahami bersama, Rasmul Qur’an merupakan ilmu yang sungguh penting di dalam agama Islam. Sebab, Rasmul Qur’an ialah bab sebagian dari gejala agama sejati dan murni yang diturunkan Allah Yang Maha kuasa dan bijaksana. Tanpa mengetahui Rasmul Qur’an, kita tidak akan mengetahui tujuan hidup bekerjsama. Sebab, seorang hamba harus tahu benar siapa yang disembah dan dimana kita akan hidup sesudah mati.

II. PEMBAHASAN 

A. Pengertian Rasmul Qur’an 


Istilah rasmul al-Quran terdiri dari dua kata adalah rasm dan al-Qur’an. Kata rasm memiliki arti bentuk goresan pena. Dapat juga diartikan dengan `atsar dan alamah. Sedangkan al-Qur’an ialah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., dengan perantaraan malaikat Jibril, ditulis dalam mushaf-mushaf dan disampaikan kepada umat insan secara mutawatir (oleh banyak orang) dan mempelajarinya ialah sebuah ibadah, dimulai dengan surat al-Patiihah dan diakhiri dengan surat an-Nas. (Chirzin, 1998: 106).
Kaprikornus ilmu rasm Al-Qur’an yakni ilmu yang mempelajari wacana penulisan mushaf Al-Qur’an yang di kerjakan dengan cara khusus baik dalam penulisan lafal-lafalnya maupun bentuk-bentuk aksara yang di gunakannya. Adapun yang di maksud rasm al-mushaf dalam bahasa yaitu : ketentuan atau orang yang di gunakan oleh usman ibn affan bersama teman-teman yang lain dalam Al-Qur’an berhubungan dengan susunan aksara-hurufnya, yang terdapat dalam mushaf yang di kirim aneka macam tempat dana kata serta mushaf al-iman yang berada di tangan usman ibn affan sendiri”
Sementara ulama yang lebih menyederhanakan rasm al-mushaf ialah : apa yang di tulis oleh para sahabat Nabi menyangkut sebagian lafaz-lafaz Al-Qur’an dalam mushaf usmani dengan contoh tersendiri yang menyalahi kaidah-kaidah penulisan Bahasa Arab.
Bagaimana ragam pertimbangan berhubungan masalah rasmul Qur’an. Apakah rasmul Qur’an ialah tauqif (ketetapan) dari Nabi Muhammad SAW. ataukah bukan. Mengenai permasalahan ini, timbul dua pendapat di kalangan ulama. Kelompok pertama menyatakan bahwa, rasmul Quran yaitu tauqifi dari Nabi Muhammad saw. Sedangkan kelompok kedua menyatakan bahwa, rasmul Quran yaitu bukan taugifi dari Nabi Muhammad SAW.
Menurut Kelompok pertama, bahwa rasmul Qur’an ialah tauqifi dan tata cara penulisannya dinyatakan sendiri oleh Rasulullah SAW. Pendapat ini dianut dan dipertahankan oleh Ibnu Mubarak yang sependapat dengan gurunya Abdul Aziz ad-Dabbagh. la menyatakan bahwa, tidak seujung rambutpun huruf al-Qur’an yang ditulis atas keinginanseorang sobat nabi atau yang yang lain. (as-Shalih, 1990:361)
Sedangkan kalangan kedua berpandangan bahwa, rasmul Qur’an tersebut tidak masuk nalar jikalau dibilang tauqifi. Pendapat ini dipelopori oleh Qadhi Abu al-Bagilani. la mengatakan bahwa tentang goresan pena al-Qur’an, Allah swt. sama sekali tidak mengharuskan kepada umat Islam dan tidak melarang para penulis al-Qur’an untuk menggunakan rasam selama itu (baca; Utsman bin Affan). Yang dibilang kewajiban hanyalah dimengerti dari info-gosip yang didengar. (as-Shalih, 1990:366)

B. Pola Penulisan Al-Qur’an Dalam Mushaf Usmani

Terdapat beberapa contoh penulisan Al-Qur’an model mushaf usamni yang menyimpang dari kaidah penulisan bahasa arab.
1. Penghilangan aksara (al-hadzf) 
Al-Hadzf ini terdiri dari enam bab, yakni:
a. Menghilangkan aksara, alif ialah dari ya al-nida (يا ايها النس) dari ha’ al-tanbih (ها نكم); dari نا dhamir(انجيكم) lajazh jalalah (الله) dari dua kata (الرحن) dan (سبحن); sehabis huruf lam ( خلنف ); sehabis dua huruf lam dari semua mustanna (رجلن); dari semua jama’ shahih baik mudzakkar maupun muannats (سمعون) dan ( المعء منت) dari semua jamak yang satu acuan dengan (مسجد) dan dari semua kata bilangan ( ثلث) dari basmallah dan sebagainya.
b. Menghilangkan karakter ya, vaitu aksara ya dibuang dari manqush munawwan (bertanwin), baik saat berharakat rafa’ maupun jar (غير ياغ ولاعاد); menghilangkan karakter ya’ pada kata خافون، اتفون، اطيعون dan, selain yang dikecualikan.
c. Menghilangkan abjad lam jika dalam keadaan idqham (اليل) dan (الدي) selain yang dikecualikan.
d. Menghilangkan aksara waw, yaitu jikalau terletak bergandengan (فاو الى) dan (لا يستون).
Di samping itu, ada beberapa penghilangan karakter yang tidak masuk kaidah. Misalnya penghilangan huruf alif pada kata dan menetralisir ya’ dari kata ابراهيم serta menetralisir waw dari empat kata kerja (al-fil) يوم يدع، يمح الله، ويدع الا نسان dan سندع الزبانيه
2. Penambahan huruf(al-ziyadah) 
Penambahan ini, adalah alif sehabis waw pada selesai isim jamak atau yang memiliki hukum jamak. Misalnya اولو الالباب, ملا قوا ربهم dan بنو اسرائيل Di samping itu memperbesar alif sehabis Hamzah marsumah waw (Hamzah yang terletak di atas tulisan waw). Misalnya, تا الله تفتوا Yang asalnya di tulis تا الله تفتأ Demikian pada kata ماتة, dalam ayat,فى كل سنبلة ما ئة حية kata الرسول Dalam ayat اطعنا الرسولا dan ,سبيل dalam ayat فا ضلونا السميلا. Demikian juga penambahan karakter ya pada kata با يكمatau penambahan huruf waw pada kataاولو، اوليك، اولاء Dan اولات.
3. Kaidah Hamzah 
Yaitu jika hamzah berharakat suku, maka di tulis dengan aksara yang beharakat sebelumnya. Misalnya انذن Dan اوتمن, selain yang dikecualikan. Adapun Hamzah yang berharakat, bila ia berada di awal kata dan bersambung dengan Hamzah itu huruf suplemen, maka dia mesti di tulis dengan alif secara mutlak, baik berharakat fathah maupun berharakat kasrah. Misalnya فياي، ساصرف، اولوا، ايون selain yang dikecualikan. Sedangkan bila Hamzah terletak di tengah maka beliau tulis sesuai dengan aksara harakatnya, yakni fathah dengan alif dan kasrah dengan ya serta dlamah dengan waw. Misalnya سئل، سال، تقرؤه Tetapi jika karakter yang sebelum Hamzah itu sukun, maka tidak ada pelengkap. Misalnya ملء الارض dan الخبء selain yang dikecualikan.
Di samping itu, jika Hamzah itu terletak di ujung, Makkah beliau di tulis dengan abjad dari jenis harakat karakter sebelumnya. Misalnya, kata سبا، لؤلو dan شاطئ .
4. Menggantikan Huruf Dengan Huruf Lain 
Badl ini ada beberapa jenis yakni : 
a. Huruf alif di tulis dengan waw sebagai penghormatan pada kata الزكوة، الصلوة dan الحيوة selain yang dikecualikan.
b. Huruf alif yang di tulis dengan huruf ya pada kata-kata mirip الى، انى، على Yang berartiكيف (bagaimana) بلى، متى dan لدى selain kata dalam surat Yusuf.
c. Huruf alif di ganti dengan nun tawkid khafifah pada kata اذن.
d. Huruf ta’ ta’nits (ة) di ganti dengan ta’ maftuhah (ت) pada kata رحمت selaku yang terdapat dalam surat al-baqarah, al-araf, hud, maryam, al-rum dan al-zukhruf. Di samping itu aksara ta’ta’nits (ة) di tulis dengan ta’ maftuhah (ت) pada kata نعمت sebagai terdapat dalam surat al-baqarah, ali imran, al maidah, ibrahim dan sebagainya.
5. Menyambungkan dan memisahkan karakter (al washl dan al fashl)
Washl dan fashl banyak ragamnya yakni : 
a. Kata ان dengan harakat fathah pada hamzahnya, di susul dengan لا maka penulisannya bersambung dengan menghilangkan huruf nun, misalnyaالا tidak di tulisان لا kecuali pada kata ان لا تقولو dan ان لا تعبلوا.
b. Kata من Yang bersambung dengan ما penulisannya disambungkan kata dan abjad nun pada mimnya tidak di tulis, seperti ممن kecuali pada kalimat من ما ملكت ابما نكم Sebagai terdapat dalam Al-Qur’an surat an-nisa’ dan ar-rum dan kata ممن رزقناكم dalam surat al-munafiqun.
c. Kata من yang bersambung dengan من ditulis bersambung dengan menghilangkan-min, sehingga menjadi kata ممن bukan من منَ
d. Kata عن yang bersambung dengan ما ditulis bersambung dengan menghilangkan nun, sehingga menjadi عمنbukan عن من kecuali dalam kalimat ويصر فه عن من يشاء
e. Kata ان yang bersambung dengan ما ditulis bersambung dengan menghilangkan nun, sehingga menjadi اما
f. Kata أن yang bersambung dengan ما ditulis bersambung dengan menghilangkan nun, sehingga menjadi اما
g. Kata كل yang diiringi ما Di sambung sehingga menjadi كلما Kecuali pada firman Allah SWT من كل ماسا لتموه dan كل ما ردوا الى الفتنة
6. Kata yang mampu dibaca dengan dua suara (ma’ fih qiratani)

Apabila ada dua ayat Al-Qur’an yang memiliki versi qiraat yang berbeda yang dimungkinkan ditulis dalam bentuk tulis dalam bentuk tulisan yang sama, maka acuan penulisannya sama dalam setiap Mushaf Ustmaniy. Dalam Mushaf Ustmaniy, kata tersebut di tulis dengan menghilangkan alif Misalnya, kalimat ملك يوم الدين dan يخد عون الله
Ayat-ayat tersebut boleh dibaca dengan memutuskan alif (dibaca dua harakat) dan mampu dibaca selaku haknya lafzh (dibaca 1 harakat). Akan tetapi, kalau tidak memungkinkan ditulis dalam bentuk tulisan yang serupa, maka ditulis dalam Mushaf `Utsmaniy dengan rasm al-mushaf yang berlawanan. Misalnya kalimat ووصبها ابراهيم بنيه Dalam sebagian mushaf ustmaiy di tulis dan di baca واوصى sedangkan dalam sebagian mushaf lainnya di tulis dan dibaca ووصَ Dan sebagainya.

C. Hukum Penulisan Al-Qur’an Dengan Rasmul Usmani

Pada ulama juga berlawanan pendapat perihal hal ini apakah kaum muslimin di wajibkan mengikuti rasm usmani dalam penulisan Al-Qur’an ataukah di bolehkan dengan rasm imlai (teladan penulisan konvensional).
Beberapa usulan para ulama perihal hal ini yaitu selaku berikut.

a. Para ulama mengakui bahwa rasm usmani berhifat tauqifi wajib mengikuti rasm usmani dalam penulisan Al-Qur’an dan dilarang menyalahinya, sehubungan dengan itu ahmad ibn hambal berkata : 
تحرم مخا لفة خط مصحف عثمان فى واو او الف اوياء اوعير ذالك

“Haram hukumnya menyalahi rasm usmani (dalam penulisan Al-Qur’an) mirip karakter wawu alif, ya atau yang selainnya.”

Sementara itu ketika Imam Malik di tanya mengenai penulisan Al-Qur’an dengan kaidah hijaiyah (kaidah imla’) Malik berkata : 
لا أرى ذلك ولكن يكتب على الكتبه الاولى
“Saya tidak beropini demikian. Akan namun hendaklah di tulis berdasarkan tulisan pertama.
b. Para ulama tidak mengenali bahwa rasm usmani itu bersifat tawqifi, tidak mesti kita mengikuti rasm usmani dalam penulisan Al-Qur’an, dengan kata lain kita di bolehkan menulisnya dengan rasm imlai’
Sehubungan dengan ini mereka menyatakan sebagai berikut : 

“Sesungguhnya bentuk dan model goresan pena tidak lain hanyalah ialah tanda atau simbol, alasannya adalah itu segala bentuk serta model goresan pena Al-Qur’an yang memperlihatkan arah bacaan yang benar, mampu dibenarkan. Sedangkan rasm usmani yang menyalahi rasm imla’ sebagaimana kita kenal, menyulitkan banyak orang serta mampu menjadikan berat dan kacau (bagi pembacanya). 
c. Sebagian ulama berpendapat boleh bahkan wajib mengikuti rasm imlai’ dalam Al-Qur’an yang di runtuhkan bagi orang-orang awam dan dilarang menulisnya dengan rasm usmani. Namun rasm usmani pun wajib di pelihara dan di tertarikan.

D. Faedah Penulisan-Penulisan Al-Qur’an Dengan Rasm Usmani

Penulisan Al-Qur’an dengan mengikuti atau berpedoman kepada rasm usmani yang di kerjakan pada periode khalifah usman sangat berfaedah bagi umat Islam.
a. Memelihara dan melestarikan penulisan al-Qur’an sesuai dengan pola penulisan al-Qur’an pada awal penulisan dan pembukuannya.
b. Memberi kemungkinan pada lafazh yang sama untuk dibaca dengan versi qira’at yang berlawanan, seperti dalam firman Allah berikut ini:
وما يخد عون الا انفسهم (البقرة 2:9)
Lafazh (يحد عون) dalam ayat di atas, bisa dibaca berdasarkan model qira’at yang lain yakni Sementara jikalau ditulis (يخا دعون) tidak memberi kemungkinan untuk di­baca (يخد عون)
c. Kemungkinan mampu menawarkan makna atau maksud yang tersembunyi, dalam ayat-ayat tertentu yang penulisannya menyalahi rasm imla’i, mirip dalam firman Allah berikut ini:
واسماء بنينا ها بأيد وانا لمو سعون (الذاربات \51:47)
Menurut sementara ulama. lafaz (با يد) ditulis dengan abjad ganda ى (الياء), alasannya memberi kode akan ke­besaran kekuasaan Allah SWT. khususnya dalam penciptaan langit dan alam semesta.
d. Kemungkinan dapat memperlihatkan keaslian harakat (syakl) suatu lafaz, mirip penambahan huruf ayat و (الواو) pada ayat (سا وريكم دار الفاسقين) dan penambahan karakter ى (الياء) pada ayat (وابتاءى دى الفربى).

E. Perkembangan Penulisan Al-Qur’an

Sebagian disebutkan dalam sejarah bahwa mushaf ustmaniy yang di tulis oleh panitia empat (Abd Allah bin Zubair, Sa’id al-Rahman bin al-Hants dan Zaid bin Tsabit) belum bertitik dan ber­syakal. Hal ini dikarenakan tanda-tanda seperti itu belum dikenal pada waktu itu. Sekalipun Al-Qur’an di tulis demikian, akan tetapi dan kaum muslimin mampu membaca Al-Qur’an dengan benar. Mushaf utsmaniy sebagai di ungkapkan al ashari (w. 382 H) di baca oleh kaum muslimin selama sekitar 40 tahun. 

Ketika Islam berkembang ke aneka macam kawasan yang berikutnya terjadi akulturasi budaya (perpaduan budaya) antara masyarakat Arab dan non-Arab, perkembangan tanda baca dalam penulisan Al-Qur’an me­rupakan hal yang sungguh layak, utamanya untuk melestarikan bahasa Arab. Ziyad Ibn Samiyyah, Gubernur Basrah pada periode pemerintahan Muawiyyah (661 -680 M), salah seorang yang mempunyai atensi besar kepada pembubuhan tanda baca (syakal). Hal ill] tidak terlepas dari pemantauannya kepada kaum Muslim”” yang melakukan kesalahan dalam membaca Al-Qur’an. Misalnya, mereka melaksanakan kesalahan dalam membaca firman Allah SWT (Allah berlepas diri dari orang-orang Musyirikin). Melihat kenyataannya ini, ziyad bin sammiyah meinta Abu al-Aswad al-Dualliy untuk memubuhkan tanda baca (syakal) dalam mushaf supaya tidak terjadi kekeliruan dalam membaca Al-Qur’an di kelompok kaum Muslimin. Kendati demikian, Abu al-Aswad belum menaruh syakal untuk setiap karakter, kecuali syakal abjad tamat saja. Misalnya untuk tanda fathah. (a) beliau membubuhkan tan­da titik satu yang terletak di atas burnt (_._), tanda kasrah (i) dengan membubuhkan titik satu di bawah aksara ()dan tanda dhamah (u) de­ngan titik satu yang terletak di antara bagian-bagian huruf () Sedangkan untuk sukun (mati) tidak diberi tanda apa-apa.
Pertumbuhan tanda baca (syakal) selanjutnva dikembangkan oleh murid al-Dualliy, al-Khalil bin Ahmad. Pada kurun Abasiah. Ia sudah membuat fathah, dengan membubuhkan huruf alif kecil (‘) terletak di atas abjad(_), tanda/kasrah dengan membubuhkan aksara ya’ kecil (ي) di bawah aksara (ي) dan tanda dhamah dengan membubuhkan tanda kepada huruf waw kecil (و) di atas karakter (و). Adapun tanda sukun (mati) ialah dengan membubuhkan tanda kepala karakter ha (ح) yang terletak di atas huruf (ح) dan tasydid dengan membubuhkan tanda kepala karakter sin (س) yang terletak di atas aksara (س).
Seiring dengan ekspansi Islam ke banyak sekali kawasan dan makin banyaknya masyarakat non Arab rang masuk Islam, maka timbal upaya untuk membuat gejala karakter Al-Qur’an. Upaya tersebut terlihat pada abad Khalifah Abd al-Malik bin Marwan (685-705 M). Kemudian beliau menugaskan seorang ulama, al-Hajjaj bin Yusuf Al-Tsaqafi untuk menyusun tanda-tanda baca Al-qur’an (nugath al-‘Ajam). al-Hajj, selan­jutnya menugaskan Nashr bin Ibn Ashim dan Yahya bin Ya’mur (kedua­nya murid al-Dualliy) untuk menyusun gejala baca tersebut. Atas titah al-Hajjaj kepala dua orang hebat ini, make terdapatlah tanda­-tanda karakter dalam Al-qur’an dengan cara membubuhkan tanda titik (.) pada karakter-huruf yang sama untuk membedakan antara abjad yang satu dengan karakter lainnya. Misalnya huruf dal (د) dengan dzal (ذ) huruf ha (ه), jim(ج) dan kha (ح) dan sebagainya. Menurut sebuah riwayat, al-Hajjaj sudah melakukan pergeseran Rasm `Utsmaniy di 11 tempat.
Tokoh-tokoh lain yang membubuhkan tanda aksara Al-qur’an yaitu `Ubaidillah bin Zayyad (67 H), yang menyuruh seorang Persia meletakkan karakter alif, yang pada Rasm `Utsmaniy justru dibuang misalnya, kata ملا ئكة yang dalam Rasm `Utsmaniy ditulis مكئكة al-Zanjani, seorang warga Madinah, membuat bentuk melengkung. Kemudian pengikut al-Dualliy menyertakan tanda-tanda yang lain yaitu dengan menaruh garis horizontal di atas abjad yang terpisah, baik hamzah maupun bukan hamzah. Sebagai tanda alif washal, mereka menaruh garis vertikal jika sebelumnya fathah dan ke bawah jikalau sebelumnya dhamah.
Adanya pembubuhan gejala aksara tersebut menyebabkan pro dan koma di golongan ulama paling tidak hingga generasi tabi’in. Untuk berikutnya, para ulama banyak yang mendukung upaya terse­but. Pertimbangan mereka, banyak kaum Muslimin yang merasa ke­sulitan membaca Al-qur’an disebabkan mereka bukan penduduk di kawasan Arab.

III. KESIMPULAN 

Ilmu rasm qur’an adalah ilmu yang mempelajari ihwal penulisan mushaf Al-Qur’an dengan baik. Pola penulisan rasm qur’an dalam mushaf usmani menurut kaidah bahasa araba : 
1. Penghilangan huruf (al hadzf)
2. Penambahan huruf (al ziyadah)
3. Kaidah hamzah 
4. Menggantikan aksara dengan aksara lain (al hadl)
5. Menyambungkan dan memisahkan aksara (al washl dan al fashl)
6. Kata yang mampu di baca dengan dua suara (ma fih qiraatani)
Berbagai pertimbangan tentang aturan penulisan Al-Qur’an dengan rasm usmani para ulama mengetahui bahwa rasm usmani bersifat taufiqi, namun ada juga ulama yang tidak mengenali rahm imlai dalam Al-Qur’an faedah penulisan Al-Qur’an dalam rasm usmani pada era usman 
a. Memelihara dan melestarikan penulisan Qur’an 
b. Memberi kemungkinan pada lafad yang sama 
c. Dapat menunjukkan makna atau maksud yang tersembunyi 
d. Kemungkinan mampu menunjukkan keaslian harakat 
Seiring dengan lisan Islam banyak sekali kawasan dan semakin banyaknya masyarakat non arab masuk Islam, maka timbul upaya untuk menciptakan abjad Al-Qur’an.

IV. PENUTUP 

Demikian makalah yang kami susun dan masih banyak kekurangannya. Penulis yakin bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak kesalahan oleh risikonya anjuran dan kritik anda yang membangun dan masukan buat kami yang mau mengakibatkan makalah ini akan lebih baik. Amin.