Pasal-Pasal Dalam Konvensi Aturan Bahari 1982

KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG HUKUM LAUT

PEMBUKAAN
BAB I PENDAHULUAN
BAB II LAUT TERITORIAL DAN ZONA TAMBAHAN
BAB III SELAT YANG DIGUNAKAN UNTUK PELAYARAN INTERNASIONAL
BAB IV NEGARA-NEGARA KEPULAUAN ( ARCHIPELAGIS STATES )
BAB V ZONA EKONOMI EKSKLUSIF
BAB VI LANDAS KONTINEN ( CONTINENTAL SHELF )
BAB VII LAUT LEPAS ( HIGH SEAS )
BAB VIII REZIM PULAU ( REGIME OF ISLANDS )
BAB IX LAUT TERTUTUP ATAU SETENGAH TERTUTUP ( ENCLOSED OF SEMI-ENCLOSED)
BAB X HAK NEGARA TAK BERPANTAI UNTUK AKSES KE DAN DARI LAUT SERTA KEBEBASAN TRANSIT
BAB XII PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN LAUT
BAB XIII RISET ILMIAH KELAUTAN
BAB XIV PENGEMBANGAN DAN ALIH TEKNOLOGI KELAUTAN
BAB XV PENYELESAIAN SENGKETA ( SETTLEMENT OF DISPUTES)
BAB XVI KETENTUAN UMUM ( GENERAL PROVISIONS)
BAB XVII KETENTUAN PENUTUP


KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG HUKUM LAUT
 
Ditandatangani di Montego Bay, Jamaica, 10 Desember 1982
 
Pemberlakuan: 16 November 1994
 

 
PEMBUKAAN
Negara-negara Peserta pada Konvensi ini didorong oleh impian untuk menuntaskan, dalam semangat saling pemahaman dan koordinasi, semua persoalan yang bertalian dengan hukum bahari dan menyadari makna historis Konvensi ini sebagai suatu pinjaman penting terhadap pemeliharaan perdamaian, keadilan dan perkembangan bagi segenap rakyat dunia mencatat bahwa pertumbuhan yang sudah terjadi semenjak Konverensi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang diadakan di Jenewa tahun 1958 dan 1960 telah menekankan perlu adanya suatu Konvensi perihal aturan laut yang baru dan yang dapat diterima secara biasa menyadari bahwa persoalan-dilema ruang samudera adalah berhubungan erat satu sama lain dan perlu dianggap sebagai suatu kebulatan mengakui impian untuk membentuk, melalui Konvensi ini, dengan mengindahkan secara pantas kedaulatan semua Negara, sebuah tertib hukum untuk bahari dan samudera yang dapat memudahkan komunikasi internasional dan meningkatkan penggunaan maritim dan samudera secara damai, pendayagunaan sumber kekayaan alamnya secara adil dan efisien, konservasi sumber kekayaan hayati dan pengkajian, pinjaman dan pelestarian lingkungan laut dan konservasi kekayaan alam hayatinya,mengamati bahwa pencapaian tujuan ini akan ialah bantuan bagi perwujudan sebuah orde ekonomi internasional yang adil dan merata yang mengamati kepentingan dan keperluan umat manusia selaku suatu keseluruhan dan, khususnya, kepentingan dan keperluan khusus negara-negara berkembang, baik berpantai maupun tidak berpantai,berkeinginan dengan Konvensi ini untuk menyebarkan prinsip-prinsip yang termuat dalam resolusi 2749 (XXV) 17 Desember 1970 dimana Majelis Umum dengan khidmat menyatakan inter alia bahwa baik kawasan dasar laut dan dasar samudera dan tanah dibawahnya, di luar batas yurisdiksi nasional, maupun sumber kekayaannya, yakni warisan bareng umat manusia, yang eksplorasi dan eksploitasinya harus dijalankan bagi kemanfaatan umat manusia sebagai suatu keseluruhan, tanpa memandang lokasi geografis negara-negara,berkeyakinan bahwa pengkodifikasian dan pengembangan secara progresif aturan maritim yang dicapai dalam Konvensi ini akan ialah perlindungan untuk memperkokoh perdamaian, keamanan, koordinasi dan kekerabatan erat antara semua bangsa sesuai dengan asas keadilan dan persamaan hak dan akan memajukan peningkatan ekonomi dan sosial segenap rakyat dunia, sesuai dengan tujuan dan asas Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagaimana ditetapkan. Menegaskan dilema-dilema yang tidak dikelola dalam Konvensi ini tetap tunduk pada ketentuan dan asas hukum internasional biasa .
Telah menyepakati selaku berikut::
BAB I  PENDAHULUAN
 
Pasal 1
Penggunaan ungkapan dan ruang lingkup
 
1.   Untuk tujuan Konvensi ini:
(1) “Kawasan” (“Area”) berarti dasar bahari dan dasar samudera serta tanah dibawahnya di luar batasan yurisdiksi nasional;
(2) “Otorita” (“Authority”)  bermakna Otorita Dasar Laut Internasional (International Sea-Bed Authority);
(3) “kegiatan-aktivitas di Kawasan” (“activities in the Area”) mempunyai arti segala kegiatan eksplorasi dan eksploitasi kekayaan Kawasan;
(4) “pencemaran lingkungan bahari” (“pollution of the marine environment”) mempunyai arti dimasukkannya oleh manusia, secara pribadi atau tidak eksklusif, bahan atau energi ke dalam lingkungan laut, tergolong kuala, yang mengakibatkan atau mungkin membawa akibat buruk sedemikian rupa seperti kerusakan pada kekayaan hayati bahari dan kehidupan di bahari, ancaman bagi kesehatan manusia, gangguan kepada acara-acara di bahari termasuk penangkapan ikan dan penggunaan maritim yang sah yang lain, penurunan kwalitas kegunaan air maritim dan pengurangan kenyamanan. secara eksklusif atau tidak langsung, materi atau energi ke dalam lingkungan maritim, tergolong kuala, yang mengakibatkan atau mungkin menenteng balasan jelek sedemikian rupa seperti kerusakan pada kekayaan hayati maritim dan kehidupan di bahari, ancaman bagi kesehatan manusia, gangguan kepada acara-aktivitas di laut termasuk penangkapan ikan dan penggunaan laut yang sah lainnya, penurunan kualitas kegunaan air laut dan pengurangan kenyamanan..
(5) (a) “dumping” bermakna:
(i)   setiap pembuangan dengan sengaja limbah atau benda yang lain dari kendaraan air, pesawat udara, peralatan (platform) atau bangunan bikinan lainnya di maritim;
(ii)  setiap pembuangan dengan sengaja kendaraan air, pesawat udara, pelataran (platform), atau bangunan produksi lainnya di bahari.
(b)  tidak tergolong “dumping”:
(i)   pembuangan limbah atau benda lainnya yang berhubungan dengan atau berasal dari pengoperasian wajar kendaraan air, pesawat udara, pelataran (platform) atau bangunan buatan lainnya di maritim serta peralatannya, selain dari limbah atau benda yang lain yang diangkut oleh atau ke kendaraan air, pesawat udara, pelataran (platform) atau bangunan produksi lainnya di maritim, yang bermaksud untuk pembuangan benda tersebut atau yang berasal dari pembuatan limbah atau benda lain itu di atas kendaraan air, pesawat udara, pelataran (platform) atau bangunan tersebut;
(ii)  penempatan benda untuk suatu keperluan tertentu, tetapi bukan semata-mata untuk pembuangan benda tersebut, asalkan penempatan itu tidak bertentangan dengan tujuan Konvensi ini.
2.   (1) “Negara-negara Peserta” berarti negara-negara yang telah menyepakati untuk terikat oleh Konvensi ini dan untuk mana konvensi ini berlaku.
(2) Konvensi ini berlaku mutatis mutandis untuk satuan-satuan tersebut pada pasal 305, ayat 1 (b), (c), (d), (e), dan (f), yang menjadi Peserta Konvensi berdasarkan syarat-syarat yang berlaku untuk masing-masing dan sejauh hal tersebut “Negara Peserta” mencakup satuan-satuan tersebut.

BAB II
LAUT TERITORIAL DAN ZONA TAMBAHAN

Bagian 1. KETENTUAN UMUM

Pasal 2
Status aturan bahari teritorial, ruang udara
 di atas bahari teritorial, serta dasar laut dan lapisan tanah dibawahnya
1.   Kedaulatan suatu Negara pantai, selain wilayah daratan dan perairan pedalamannya, dan dalam hal suatu Negara kepulauan dengan perairan kepulauannya, meliputi pula suatu jalur maritim  yang memiliki batas dengannya yang dinamakan maritim terotgirial.
2.   Kedaulatan ini mencakup ruang udara di atas maritim serta dasar maritim dan lapisan tanah dibawahnya.
3.   Kedaulatan atas maritim teritorial dilaksanakan dengan tunduk pada Konvensi ini dan peraturan-peraturan yang lain dari aturan internasional.
Bagian 2. BATAS LAUT TERITORIAL

Pasal 3
 Lebar bahari teritorial


Setiap Negara memiliki hak untuk menetapkan lebar maritim teritorialnya sampai sebuah batas yang tidak melebihi 12 mil laut, diukur dari garis pangkal yang ditentukan sesuai dengan Konvensi ini.

 Pasal 4
Batas terluar laut teritorial

Batas terluar laut teritorial adalah garis yang jarak setiap titiknya dari titik yang terdekat garis pangkal, sama dengan lebar bahari teritorial.
   
Pasal 5
Garis pangkal biasa (wajar baseline)

Kecuali diputuskan lain dalam Konvensi ini, garis pangkal biasa untuk mengukur lebar maritim teritorial ialah garis air rendah sepanjang pantai sebagaimana yang ditandai pada peta skala besar yang secara resmi diakui oleh Negara pantai tersebut.
Pasal 6
Karang
Dalam hal pulau yang terletak pada atol atau pulau yang mempunyai karang-karang di sekitarnya, maka garis pangkal untuk mengukur lebar bahari teritorial yakni garis air rendah pada segi karang ke arah maritim sebagaimana ditunjukkan oleh tanda yang terperinci untuk itu pada peta yang diakui resmi oleh Negara pantai yang bersangkutan.
Pasal 7
Garis pangkal lurus (straight baselines )
1.       Di kawasan-kawasan dimana garis pantai menjorok jauh ke dalam dan menikung ke dalam atau jikalau terdapat suatu formasi pulau sepanjang pantai di dekatnya, cara penarikan garis pangkal lurus yang menghubungkan titik-titik yang tepat dapat digunakan dalam menawan garis pangkal dari mana lebar bahari teritorial diukur.
2.       Dimana alasannya adalah adanya sebuah delta dan keadaan alam lainnya garis pantai sangat tidak tetap, maka titik-titik yang sempurna dapat diseleksi pada garis air rendah yang paling jauh menjorok ke maritim dan sekalipun garis air rendah lalu mundur, garis-garis pangkal lurus tersebut akan tetap berlaku sampai dirobah oleh Negara pantai sesuai dengan Konvensi ini.
3.       Penarikan garis pangkal lurus tersebut dihentikan menyimpang terlalu jauh dari arah umum dari pada pantai dan bagian-bab bahari yang terletak di dalam garis pangkal demikian harus cukup bersahabat ikatannya dengan daratan untuk mampu tunduk pada rezim perairan pedalaman.
4.       Garis pangkal lurus tidak boleh ditarik ke dan dari elevasi surut kecuali bila di atasnya didirikan mercu suar atau instalasi serupa yang secara permanen ada di atas permukaan laut atau kecuali dalam hal penarikan garis pangkal lurus ke dan dari elevasi demikian sudah mendapatkan pengesahan biasa internasional.
5.       Dalam hal cara penarikan garis pangkal lurus mampu diterapkan menurut ayat 1, maka di dalam menetapkan garis pangkal tertentu, mampu ikut dipertimbangkan kepentingan ekonomi yang khusus bagi kawasan yang bersangkutan, yang kenyataan dan pentingnya secara terperinci dibuktikan oleh praktek yang telah berjalan usang.
6.       Sistem penarikan garis pangkal lurus dihentikan diterapkan oleh sebuah Negara dengan cara yang demikian rupa sehingga memotong laut teritorial Negara lain dari maritim lepas atau zona ekonomi langsung.
Pasal 8
Perairan pedalaman (internal waters)
1.       Kecuali sebagaimana diatur dalam bagian IV, perairan pada segi darat garis pangkal laut teritorial merupakan bagian perairan pedalaman Negara tersebut.
2.       Dalam hal penetapan garis pangkal lurus sesuai dengan cara yang ditetapkan dalam pasal 7 berakibat tertutupnya selaku perairan pedalaman tempat-kawasan yang sebelumnya tidak dianggap demikian, maka di dalam perairan demikian akan berlaku suatu hak lintas hening sebagaimana diputuskan dalam Konvensi ini.

  Pasal 9
 Mulut sungai

Apabila suatu sungai mengalir eksklusif ke maritim, garis pangkal yakni suatu garis lurus melintasi lisan sungai antara titiktitik pada garis air rendah kedua tepi sungai.
Pasal 10
Teluk
1.       Pasal ini cuma menyangkut teluk pada pantai milik satu Negara.
2.       Untuk maksud Konvensi ini, sebuah teluk yakni sebuah lekukan yang terperinci yang lekukannya berbanding sedemikian rupa dengan lebar mulutnya sehingga mengandung perairan yang tertutup dan yang bentuknya lebih dari pada sekedar sebuah lingkungan pantai semata-mata. Tetapi suatu lekukan tidak akan dianggap sebagai suatu teluk kecuali bila luas teluk adalah seluas atau lebih luas dari pada luas setengah bulat yang garis tengahnya yaitu suatu garis yang ditarik melintasi ekspresi lekukan tersebut.
3.       Untuk maksud pengukuran, tempat suatu lekukan adalah kawasan yang terletak antara garis air rendah sepanjang pantai lekukan itu dan sebuah garis yang menghubungkan titik-titik garis air rendah pada pintu masuknya yang alamiah. Apabila karena adanya pulau-pulau, lekukan memiliki lebih dari satu mulut, maka setengah lingkaran dibuat pada sebuah garis yang panjangnya sama dengan jumlah keseluruhan panjang garis yang melintasi berbagai verbal tersebut. Pulau-pulau yang terletak di dalam lekukan mesti dianggap seakan-akan selaku bagian tempat perairan lekukan tersebut.
4.       Jika jarak antara titik-titik garis air rendah pada pintu masuk alamiah sebuah teluk tidak melampaui 24 mil laut, maka garis penutup mampu ditarik antara ke dua garis air rendah tersebut dan perairan yang tertutup karenanya dianggap selaku perairan pedalaman.
5.       Apabila jarak antara titik-titik garis air rendah pada pintu masuk alamiah suatu teluk melebihi 24 mil maritim, maka sebuah garis pangkal lurus yang panjangnya 24 mil laut ditarik dalam teluk tersebut sedemikian rupa, sehingga berdasarkan sebuah kawasan perairan yang maksimum yang mungkin diraih oleh garis sepanjang itu.
6.       Ketentuan di atas tidak diterapkan pada apa yang disebut teluk “sejarah”, atau dalam setiap hal dimana metode garis pangkal lurus berdasarkan pasal 7 diterapkan
Pasal 11
Pelabuhan (Ports)
Untuk maksud penetapan batas bahari teritorial, instalasi pelabuhan permanen yang terluar yang merupakan bab integral dari sistem pelabuhan dianggap selaku bab dari pada pantai. Instalasi lepas pantai dan pulau buatan tidak akan dianggap sebagai instalasi pelabuhan yang permanen.

  Pasal 12
Tempat berlabuh di tengah maritim (Roadsteads)
Tempat berlabuh di tengah maritim yang lazimnya digunakan untuk memuat, membongkar dan menambat kapal, dan yang terletak seluruhnya atau sebagian di luar batas luar laut teritorial, tergolong dalam bahari teritorial.

Pasal 13
Elevasi surut
1.       Suatu elevasi adalah suatu kawasan daratan yang terbentuk secara alamiah yang dikelilingi dan berada di atas permukaan laut pada waktu air surut, namun berada di bawah permukaan bahari pada waktu air pasang. Dalam hal suatu penilaian surut terletak seluruhnya atau sebagian pada suatu jarak yang tidak melebihi lebar maritim teritorial dari daratan utama atau suatu pulau, maka garis air surut pada elevasi demikian mampu digunakan sebagai garis pangkal untuk maksud pengukuran lebar bahari teritorial.
2.       Apabila suatu elevasi surut berada seluruhnya pada sebuah jarak yang lebih dari laut teritorial dari daratan utama atau suatu pulau, maka elevasi demikian tidak mempunyai bahari teritorial sendiri.
Pasal 14
Kombinasi cara-cara penetapan garis pangkal
Negara pantai mampu memutuskan garis pangkal secara bergantian dengan menggunakan cara penarikan manapun yang diatur dalam pasal-pasal di atas untuk menyesuaikan dengan kondisi yang berbeda.

Pasal 15
Penetapan garis batas laut teritorial antara negara-negara
yang pantainya berhadapan atau berdampingan
Dalam hal pantai dua Negara yang letaknya berhadapan atau berdampingan satu sama lain, tidak satupun di antaranya berhak, kecuali ada kesepakatan yang sebaliknya antara mereka, untuk menetapkan batas maritim teritorialnya melampaui garis tengah yang titiktitiknya sama jaraknya dari titik-titik terdekat pada garis-garis pangkal dari mana lebar laut teritorial masing-masing Negara diukur.
Tetapi ketentuan di atas tidak berlaku, jika terdapat argumentasi hak historis atau kondisi khusus lain yang menyebabkan perlunya memutuskan batas bahari teritorial antara kedua Negara berdasarkan sebuah cara yang berlawanan dengan ketentuan di atas.
Pasal 16
Peta dan daftar koordinat geografis
1.       Garis pangkal untuk mengukur lebar laut teritorial sebagaimana ditetapkan sesuai dengan pasal 7, 9 dan 10, atau garis batas yang diakibatkan oleh ketentuan-ketentuan itu dan garis batas yang ditarik sesuai dengan pasal 12 dan 15, harus dicantumkan dalam peta dengan skala atau skala-skala yang mencukupi untuk penetapan garis posisinya. Sebagai gantinya dapat diberikan sebuah daftar titik-titik koordinat geografis, yang menjelaskan datum geodetik.
2.       Negara pantai mesti menawarkan pengumuman sebagaimana mestinya mengenai peta atau daftar koordinat geografis tersebut dan mendepositkan satu copy/turunan setiap peta atau daftar tersebut terhadap Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Bagian 3. LINTAS DAMAI (INNOCENT PASSAGE)  
DI LAUT TERITORIAL

   Sub Bagian A. PERATURAN YANG BERLAKU UNTUK SEMUA KAPAL

Pasal 17
   Hak lintas tenang


Dengan tunduk pada Konvensi ini, kapal semua Negara, baik berpantai maupun tak berpantai, menikmati hak lintas damai melalui maritim teritorial.
Pasal 18
Pengertian lintas (meaning of passage)
1.   Lintas berarti navigasi melalui laut teritorial untuk kebutuhan:
(a) melintasi bahari tanpa memasuki perairan pedalaman atau singgah di daerah berlabuh di tengah maritim (roadstead) atau kemudahan pelabuhan di luar perairan pedalaman; atau
(b) berlalu ke atau dari perairan pedalaman atau singgah di tempat berlabuh di tengah bahari (roadstead) atau akomodasi pelabuhan tersebut.
2.   Lintas harus terus menerus, pribadi serta secepat mungkin. Namun demikian, lintas meliputi berhenti dan buang jangkar, tetapi hanya sepanjang hal tersebut berkaitan dengan navigasi yang umum atau perlu dilakukan karena force majeure atau mengalami kesulitan atau guna menunjukkan santunan terhadap orang, kapal atau pesawat udara yang dalam bahaya atau kesusahan
Pasal 19
Pengertian lintas hening
1.       Lintas yaitu damai sepanjang tidak merugikan bagi kedamaian, ketertiban atau keselamatan Negara pantai. Lintas tersebut harus dilakukan sesuai dengan ketentuan Konvensi ini dan peratruan aturan internasional lainnya.
2.       Lintas sebuah kapal ajaib harus dianggap membahayakan kedamaian, ketertiban atau Keamanan Negara pantai, jika kapal tersebut di laut teritorial melaksanakan salah satu aktivitas sebagai berikut :
(a)     setiap bahaya atau penggunaan kekerasan terhadap kedaulatan, keutuhan daerah atau kemerdekaan politik Negara pantai, atau dengan cara lain apapun yang ialah pelanggaran asas aturan internasional sebagaimana tercantum dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa;
(b)     setiap latihan atau praktek dengan senjata macam apapun;
(c)     setiap tindakan yang bermaksud untuk mengumpulkan gosip yang merugikan bagi pertahanan atau keselamatan Negara pantai;
(d)     setiap perbuatan propaganda yang bermaksud mensugesti pertahanan atau keamanan Negara pantai;
(e)     peluncuran, pendaratan atau penerimaan setiap pesawat udara di atas kapal;
(f)      peluncuran, pendaratan atau penerimaan setiap peralatan dan peralatan militer;
(g)     bongkar atau muat setiap komoditi, mata duit atau orang secara berlawanan dengan peraturan perundangundangan bea cukai, fiskal, imigrasi atau saniter Negara Pantai;
(h)     setiap perbuatan pencemaran dengan sengaja dan parah yang bertentangan dengan ketentuan Konvensi ini;
(i)      setiap acara perikanan;
(j)      kegiatan riset atau survey;
(k)     setiap tindakan yang bermaksud mengganggu setiap sistem komunikasi atau setiap fasilitas atau instalasi lainnya Negara pantai;
(l)      setiap kegiatan lainnya yang tidak bekerjasama langsung dengan lintas.
Pasal 20
Kapal selam dan kendaraan bawah air lainnya

Di maritim teritorial, kapal selam dan kendaraan bawah air lainnya diharuskan melakukan navigasi di atas permukaan air danmenunjukkan benderanya.
Pasal 21
Hukum dan peraturan dari Negara pantai yang berhubungan dengan lintas hening
1.       Negara pantai mampu membuat peraturan perundang-ajakan sesuai dengan ketentuan Konvensi ini dan peraturan aturan internasional yang lain yang bertalian dengan lintas hening lewat bahari teritorial, mengenai semua atau setiap hal berikut :
(a)     keselamatan navigasi dan pengaturan kemudian lintas maritim;
(b)     perlindungan alat-alat pembantu dan kemudahan navigasi serta akomodasi atau instalasi yang lain;
(c)     santunan kabel dan pipa laut;
(d)     konservasi kekayaan hayati laut;
(e)     pencegahan pelanggaran peraturan perundang-seruan perikanan Negara pantai;
(f)      pelestarian lingkungan negara pantai dan pencegahan, penghematan dan pengendalian pencemarannya;
(g)     penelitian ilmiah kelautan dan survey hidrografi;
(h)     pencegahan pelanggaran peraturan perundang-undangan bea cukai, fiskal, imigrasi atau saniter Negara Pantai.
2.       Peraturan perundang-permintaan demikian tidak berlaku bagi disain, konstruksi, pengawakan atau peralatan kapal ajaib, kecuali kalau peraturan perundang-permintaan tersebut melaksanakan peraturan atau patokan internasional yang diterima secara biasa .
3.       Negara pantai harus menginformasikan semua peraturan perundang-usul tersebut sebagaimana mestinya.
4.       Kapal asing yang melakukan hak lintas damai lewat bahari teritorial harus mematuhi semua peraturan perundangundangan demikian dan semua peraturan internasional bertalian dengan pencegahan tubrukan di maritim yang diterima secara biasa .
Pasal 22
     Alur laut dan sketsa pemisah lalu lintas di maritim teritorial
1.       Negara pantai dimana perlu dengan mengamati keselamatan navigasi, dapat mewajibkan kapal gila yang melaksanakan hak lintas hening melalui maritim teritorialnya untuk mempergunakan alur bahari dan sketsa pemisah lalu lintas sebagaimana yang dapat ditetapkan dan yang harus dikuti untuk pengaturan lintas kapal.
2.       Secara khusus, kapal tanki, kapal bertenaga nuklir, dan kapal yang mengangkut nuklir
atau barang atau materi lain sebab sifatnya berbahaya atau beracun mampu diharuskan untuk menghalangi pelayarannya pada alur bahari demikian.
3.       Dalam penetapan alur laut dan penentuan sketsa pemisah lalu lintas berdasarkan pasal ini, Negara pantai mesti memperhatikan:
(a)     anjuran dari organisasi internasional yang berwenang;
(b)     setiap alur yang biasanya dipakai untuk navigasi internasional;
(c)     karakteristik khusus kapal dan alur tertentul; dan
(d)     kepadatan kemudian lintas.
4.       Negara pantai mesti mencantumkan secara terperinci alur maritim dan sketsa pemisah kemudian lintas demikian pada peta yang harus diumumkan sebagaimana mestinya.
Pasal 23
    
Kapal aneh bertenaga nuklir dan kapal yang memuat nuklir
atau materi lain yang alasannya adalah sifatnya berbahaya atau beracun

Kapal abnormal bertenaga nuklir dan kapal yang mengangkut nuklir atau bahan lain yang sebab sifatnya berbahaya atau beracun, bila melaksanakan hak lintas damai melalui laut teritorial, harus menenteng dokumen dan mematuhi langkah-langkah pencegahan khusus yang ditetapkan oleh kesepakataninternasional bagi kapal-kapal demikian.
Pasal 24
Kewajiban Negara pantai
1.       Negara pantai dihentikan menghalangi lintas damai kapal abnormal melalui bahari teritorial kecuali sesuai dengan ketentuan Konvensi ini. Dalam penerapan Konvensi ini atau setiap peraturan perundang-usul yang dibuat sesuai Konvensi ini, Negara pantai khususnya tidak akan :
(a)     menetapkan tolok ukur atas kapal ajaib yang secara praktis berakibat penolakan atau penghematan hak litas tenang; atau
(b)     menyelenggarakan diskriminasi formal atau diskriminasi faktual kepada kapal Negara manapun atau kepada kapal yang memuat muatan ke, dari atau atas nama Negara manapun.
2.       Negara pantai mesti mengumumkan secara sempurna ancaman apapun bagi navigasi dalam bahari teritorialnya yang diketahuinya.
Pasal 25
Hak pertolongan Negara Pantai
1.       Negara pantai dapat mengambil langkah yang diperlukan dalam laut teritorialnya untuk menghalangi lintas yang tidak damai.
2.       Dalam hal kapal menuju perairan pedalaman atau singgah di suatu fasilitas pelabuhan di luar perairan pedalaman, Negara pantai juga mempunyai hak untuk mengambil langkah yang diperlukan untuk menghalangi pelanggaran apapun kepada patokan yang ditentukan bagi masuknya kapal tersebut ke perairan pedalaman atau persinggahan demikian.
3.       Negara pantai, tanpa diskriminasi formil atau diskriminasi positif di antara kapal gila, mampu menundasementara dalam tempat tertentu laut teritorialnya lintas hening kapal ajaib bila penangguhan demikian sangat dibutuhkan untuk pemberian keamanannya, termasuk kebutuhan latihan senjata. Penangguhan demikian berlaku hanya sesudah diumumkan sebagaimana mestinya.
Pasal 26
Pungutan yang dapat dibebankan pada kapal asing
1.       Tidak ada pungutan yang dapat dibebankan pada kapal abnormal cuma alasannya adalah melintasi maritim teritorial.
2.       Pungutan dapat dibebankan pada kapal gila yang melintasi laut teritorial hanya selaku pembayaran bagi pelayanan khusus yang diberikan kepada akses tersebut. Pungutan ini mesti dibebankan tanpa diskriminasi.
Sub Bagian B. PERATURAN YANG BERLAKU BAGI KAPAL DAGANG DAN
KAPAL PEMERINTAH YANG DIOPERASIKAN UNTUK TUJUAN KOMERSIAL

Pasal 27
Yurisdiksi kriminal di atas kapal abnormal
1.       Yurisdiksi kriminal Negara pantai tidak dapat dikerjakan di atas kapal ajaib yang sedang melintasi maritim teritorial untuk menangkap siapapun atau untuk mengadakan penyidikan yang bertalian dengan kejahatan apapun yang dilaksanakan di atas kapal selama lintas demikian, kecuali dalam hal yang berikut :
(a)     kalau akibat kejahatan itu dicicipi di Negara pantai;
(b)     jika kejahatan itu tergolong jenis yang mengusik kedamaian Negara tersebut atau ketertiban maritim kawasan;
(c)     apabila telah diminta bantuan penguasa lokal oleh nakhoda kapal oleh wakil diplomatik atau pejabat konsuler Negara bendera; atau
(d) apabila langkah-langkah demikian diperlukan untuk menumpas jual beli gelap narkotika atau bahan psychotropis.
2.       Ketentuan di atas tidak menghipnotis hak Negara pantai untuk mengambil langkah apapun menurut undangundangnya untuk tujuan penangkapan atau penyidikan di atas kapal ajaib yang melintasi laut teritorialnya setelah meninggalkan perairan Pedalaman.
3.       Dalam hal sebagaimana ditentukan dalam ayat 1 dan 2, Negara pantai, kalau nakhoda memintanya, mesti memberi tahu wakil diplomatik atau pejabat konsuler Negara bendera sebelum melaksanakan tindakan apapun dan harus membantu korelasi antara wakil atau pejabat demikian dengan awak kapal. Dalam keadaan darurat informasiini mampu disampaikan ketika langkah-langkah tersebut dijalankan.
4.       Dalam memikirkan apakah atau dengan cara bagaimanakah suatu penangkapan akan dikerjakan, penguasa lokal harus memperhatikan sebagaimana mestinya kepentingan navigasi.
5.       Kecuali dalam hal sebagaimana diputuskan dalam Bab XII atau yang bertalian dengan pelanggaran terhadap peraturan perundang-ajakan yang ditetapkan sesuai dengan Bab V, Negara pantai tidak dibenarkan untuk mengambil langkah apapun di atas kapal ajaib yang melintasi maritim teritorial untuk melaksanakan penangkapan seseorang atau melakukan penyidikan apapun yang bertalian dengan kejahatan apapun yang dilaksanakan sebelum kapal itu memasuki bahari teritorial, kalau kapal tersebut dalam perjalanannya dari sebuah pelabuhan aneh, hanya melintasi maritim teritorial tanpa memasuki perairan pedalaman.
Pasal 28
Yurisdiksi perdata bertalian dengan kapal asing
1.       Negara pantai seharusnya tidak menghentikan atau merobah haluan kapal asing yang melintasi maritim teritorialnya untuk tujuan melakukan yurisdiksi perdata bertalian dengan seseorang yang berada di atas kapal itu.
2.       Negara pantai tidak mampu melaksanakan eksekusi terhadap atau menahan kapal untuk kebutuhan proses perdata apapun, kecuali hanya apabila berkenaan dengan keharusan atau tanggung jawab ganti rugi yang diterima atau yang dipikul oleh kapal itu sendiri dalam melakukan atau untuk maksud perjalannya lewat perairan Negara pantai.
3.       Ayat 2 tidak mengurangi hak Negara pantai untuk melakukan hukuman atau penangkapan sesuai dengan undangundangnya dengan tujuan atau guna kebutuhan proses perdata terhadap suatu kapal asing yang berada di maritim teritorial atau melintasi maritim teritorial sehabis meninggalkan perairan pedalaman.
SUB BAGIAN C.
PERATURAN YANG BERLAKU BAGI KAPAL PERANG DAN
KAPAL PEMERINTAH LAINNYA YANG DIOPERASIKAN UNTUK TUJUAN NON-KOMERSIAL

Pasal 29
Batasan kapal perang

Untuk maksud Konvensi ini “kapal perang” berarti suatu kapal yang dimiliki oleh angkatan bersenjata sebuah Negara yang menggunakan tanda luar yang menunjukkan ciri khusus kebangsaan kapal tersebut, di bawah komando seorang perwira yang diangkat untuk itu oleh Pemerintah Negaranya dan yang namanya terdapat di dalam daftar dinas militer yang sempurna atau daftar serupa, dan yang diawaki oleh awak kapal yang tunduk pada disiplin angkatan bersenjata reguler.

Pasal 30
Tidak ditaatinya peraturan perundang-ajakan
Negara pantai oleh kapal perang gila Apabila sesuatu kapal perang tidak mentaati peraturan perundang-permintaan yang dikeluarkan oleh Negara pantai mengenai lintas melalui bahari teritorial dan tidak mengindahkan permintaan untuk mentaati peraturan perundang-permintaan tersebut yang disampaikan kepadanya, maka Negara pantai mampu menuntut kapal perang itu secepatnya meninggalkan bahari teritorialnya.
Pasal 31
Tanggung jawab Negara bendera untuk kerugian yang
disebabkan oleh kapal perang atau kapal pemerintah
lainnya yang dioperasikan untuk tujuan non-komersial
Negara bendera memikul tanggung jawab internasional untuk setiap kerugian atau kerusakan yang diderita Negara pantai selaku balasan tidak ditaatinya oleh suatu kapal perang kapal pemerintah yang lain yang dioperasikan untuk tujuan non-komersial peraturan perundang-permintaan Negara pantai tentang lintas lewat laut teritorial atau ketentuan Konvensi ini atau peraturan hukum internasional lainnya.
Pasal 32
Kekebalan kapal perang dan kapal pemerintah lainnya yang dioperasikan untuk tujuan non-komersial
Dengan pengecualian sebagaimana tercantum dalam sub-bab A dan dalam pasal 30 dan 31, tidak satupun ketentuan dalam Konvensi ini meminimalkan kekebalan kapal perang dan kapal pemerintah lainnya yang dioperasikan untuk tujuan non-komersial.
BAGIAN 4.
ZONA TAMBAHAN

Pasal 33
Zona suplemen

1.       Dalam suatu zona yang berbatasan dengan bahari teritorialnya, yang dinamakan zona pemanis, Negara pantai mampu melaksanakan pengawasan yang diperlukan untuk :
(a)     mencegah pelanggaran peraturan perundang-ajakan bea cukai, fiskal, imigrasi atau saniter di dalam wilayah atau laut teritorialnya;
(b)     menghukum pelanggaran peraturan perundang-permintaan tersebut di atas yang dikerjakan di dalam wilayah atau laut teritorialnya.
2.       Zona pelengkap tidak dapat melampaui lebih 24 mil laut dari garis pangkal dari mana lebar bahari teritorial diukur.
BAGIAN 1.
KETENTUAN UMUM

Pasal 34
Status aturan perairan yang ialah selat yang digunakan untuk pelayaran internasional

1.       Rezim lintas melalui selat yang dipakai untuk pelayaran internasional yang ditetapkan dalam Bab ini tidak boleh menghipnotis dalam hal lain status aturan perairan yang merupakan selat demikian atau pelaksanaan kedaulatan atau yurisdiksi Negara yang memiliki batas dengan selat tersebut atas perairan demikian dan ruang udara, dasar bahari serta tanah di bawahnya.
2.       Kedaulatan atau yurisdiksi Negara yang memiliki batas dengan selat dikerjakan sesuai dengan ketentuan Bab ini dan peraturan hukum internasional lainnya.
Pasal 35
Ruang lingkup Bab ini
Tidak ada suatu ketentuan apapun dalam Bab ini mempengaruhi :
(a)     bab perairan pedalaman maupun yang terletak dalam sebuah selat, kecuali dimana penetapan sebuah garis pangkal lurus sesuai dengan pasal 7 menjadikan tertutupnya selaku perairan pedalaman bagian-bagian yang sebelumnya tidak dianggap demikian;
(b)     status aturan perairan di luar maritim teritorial Negara yang memiliki batas dengan selat selaku zona ekonomi langsung atau maritim lepas; atau
(c)     rezim aturan dalam selat dimana lintas dikontrol untuk keseluruhan atau untuk sebagian oleh konvensi-konvensi internasional yang sudah berlaku sejak lama khusus bagi selat demikian.
Pasal 36
Rute maritim lepas atau rute lewat zona ekonomi pribadi melalui
selat-selat yang dipakai untuk pelayaran internasional
Bagian ini tidak berlaku bagi suatu selat yang dipakai untuk pelayaran internasional bila melalui selat itu terdapat suatu rute laut lepas atau rute melalui suatu zona ekonomi langsung yang serupa fungsinya berkenaan dengan sifat-sifat navigasi dan hidrografis; dalam rute demikian, Bab-bagian lainnya yang relevan dalam Konvensi ini, tergolong ketentuan perihal kebebasan pelayaran dan penerbangan di atasnya, berlaku.
BAGIAN 2.
LINTAS TRANSIT

Pasal 37
Ruang lingkup bab ini

Bagian ini berlaku bagi selat yang dipakai untuk pelayaran internasional antara satu bab laut lepas atau zona ekonomi eksklusif dan bab bahari lepas atau sebuah zona ekonomi pribadi yang lain.

         
Pasal 38
Hak lintas transit
1.       Dalam selat termasuk pada pasal 37, semua kapal dan pesawat udara mempunyai hak lintas transit, yang dihentikan dihalangi; kecuali bahwa, bila selat ini berada antara sebuah pulau dan daratan utama Negara yang berbatasan dengan selat, lintas transit tidak berlaku apabila pada segi ke arah maritim pulau itu terdapat sebuah rute melalui laut lepas atau melalui sebuah zona ekonomi langsung yang serupa fungsinya bertalian dengan sifat-sifat navigasi dan hidrografis.
2.       Lintas transit mempunyai arti pelaksanaan keleluasaan pelayaran dan penerbangan menurut Bab ini semata-mata untuk tujuan transit yang terus menerus, langsung dan secepat mungkin antara satu bab laut lepas atau zona ekonomi langsung dan bagian laut lepas atau zona ekonomi langsung lainnya. Namun demikian tolok ukur transit secara terus menerus, pribadi dan secepat mungkin tidak menutup kemungkinan bagi lintas melalui selat untuk maksud memasuki, meninggalkan atau kembali dari sebuah Negara yang berbatasan dengan selat itu, dengan tunduk pada syarat-syarat masuk Negara itu.
3.       Setiap acara yang bukan sebuah pelaksanaan hak lintas transit melalui sebuah selat tetap tunduk pada ketentuanketentuan lain Konvensi ini.
Pasal 39
Kewajiban kapal dan pesawat udara di saat lintas transit
1.       Kapal dan pesawat udara, ketika melaksanakan hak lintas transit, mesti :
(a)     melalui dengan segera melalui atau di atas selat;
(b)     menghindarkan diri dari bahaya atau penggunaan kekerasan apapun terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik Negara yang memiliki batas dengan selat, atau dengan cara lain apapun yang melanggar asas-asas hukum internasional yang tercantum dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
(c)     menghindarkan diri dari aktivitas apapun selain transit secara terus menerus langsung dan secepat mungkin dalam cara normal kecuali diharapkan alasannya force majeure atau sebab kesulitan.
(d)     menyanggupi ketentuan lain Bab ini yang berkaitan.
2.       Kapal dalam lintas transit mesti :
(a)     menyanggupi peraturan aturan internasional yang diterima secara biasa , prosedur dan praktek perihal keamanan di bahari termasuk Peraturan Internasional tentang Pencegahan Tubrukan di Laut;
(b)     memenuhi peraturan internasional yang diterima secara lazim, prosedur dan praktek tentang pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran yang berasal dari kapal.
3.       Pesawat udara dalam lintas transit harus :
(a)     mentaati Peraturan Udara yang ditetapkan oleh Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (International Civil Aviation Organization) sepanjang berlaku bagi pesawat udara sipil; pesawat udara pemeritah biasanya memenuhi tindakan keselamatan demikian dan setiap waktu beroperasi dengan mengindahkan keselamatan penerbangan sebagimana mestinya;
(b)     setiap waktu memonitor frekwensi radio yang ditunjuk oleh otorita pengawas kemudian lintas udara yang berwenang yang ditetapkan secara internasional atau oleh frekwensi radio darurat internasional yang tepat;
Pasal 40
Kegiatan riset dan survey
Sewaktu melaksanakan lalu lintas transit, kapal asing tergolong kapal riset ilmiah kelautan dan kapal survey hidrografi tidak mampu melaksanakan riset atau survey apapun tanpa ijin sebelumnya dari Negara yang berbatasan dengan selat itu.
Pasal 41
Alur bahari dan sketsa pemisah lalu lintas dalam selat yang digunakan untuk pelayaran internasional
1.       Sesuai dengan ketentuan Bab ini, Negara yang memiliki batas dengan selat dapat memilih alur maritim dan dapat menetapkan denah pemisah lalu lintas untuk pelayaran di selat kalau dibutuhkan untuk mengembangkan lintasan yang aman bagi kapal.
2.       Negara yang demikian, apabila keadaan menghendakinya, dan setelah untuk itu memberikan pengumuman sebagaimana mestinya, dapat mengambil alih setiap alur-alur laut atau denah pemisah lalu lintas yang sudah ditentukan atau ditetapkan sebelumnya dengan alur-alur maritim skema pemisah lalu lintas yang lain.
3.       Alur maritim dan denah pemisah kemudian lintas demikian mesti sesuai dengan peraturan internasional yang telah diterima secara umum.
4.       Sebelum memilih atau mengubah alur maritim atau memutuskan atau mengganti sketsa pemisah lalu lintas, Negara yang berbatasan dengan selat mesti mengajukan seruan terhadap organisasi internasional yang berwenang dengan maksud dapat menerimanya. Organisasi itu cuma dapat menerima alur laut dan bagan pemisah lalu lintas yangtelah disepakati dengan Negara-negara yang berbatasan dengan selat, sehabis mana Negara-negara itu mampu memilih, memutuskan atau menggantinya.
5.       Bertalian dengan sebuah selat dimana sedang direkomendasikan alur laut atau skema pemisah lalu lintas lewat perairan dua atau lebih Negara yang memiliki batas dengan selat, Negara-negara yang bersangkutan harus berhubungan dalam merumuskan seruan lewat konsultasi dengan organisasi internasional yang berwenang.
6.       Negara yang memiliki batas dengan selat harus secara terperinci mencantumkan semua alur maritim dan denah pemisah lalu lintas yang ditentukan atau ditetapkannya pada peta yang diumumkan sebagaimana mestinya.
7.       Kapal dalam lintas transit harus menghormati alur laut dan skema pemisah lalu lintas yang berlaku dan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan pasal ini.
Pasal 42
Peraturan perundang-seruan Negara yang berbatasan dengan selat yang bertalian dengan lintas transit
1.       Dengan tunduk pada ketentuan bagian ini, Negara yang memiliki batas dengan selat mampu membuat peraturan perundangundangan yang bertalian dengan lintas transit melalui selat, tentang semua atau setiap hal berikut :
(a)     keselamatan pelayaran dan pengaturan lalu lintas di bahari sebagaimana diputuskan dalam pasal 41;
(b)     pencegahan, penghematan, dan pengendalian pencemaran dengan melakukan peraturan internasional yang berlaku, wacana pembuangan minyak, limbah berminyak dan bahan berancun yang lain di selat;
(c)     bertalian dengan kapal penangkap ikan, pencegahan penangkapan ikan, tergolong cara penyimpanan alat penangkap ikan;
(d)     memaksimalkan ke atas kapal atau menurunkan dari kapal setiap komoditi, mata uang atau orang berlawanan dengan peraturan perundang-permintaan bea cukai, fiskal, imigrasi atau saniter Negara yang memiliki batas dengan selat.
2.       Peraturan perundang-usul demikian tidak boleh mengadakan diskriminasi formil atau diskriminasi kasatmata di antara kapal asing atau di dalam pelaksanaannya yang menenteng akhir simpel menolak, menghambat atau meminimalisir hak lintas transit sebagaimana diputuskan dalam bagian ini.
3.       Negara-negara yang berbatasan dengan selat harus mengumumkan sebagaimana mestinya semua peraturan perundangundangan tersebut.
4.       Kapal ajaib yang melakukan hak lintas transit mesti memenuhi peraturan perundang-ajakan demikian.
5.       Negara bendera suatu kapal atau Negara dimana terdaftar sebuah pesawat udara yang berhak atas kekebalan, yang bertindak secara berlawanan dengan peraturan perundang-seruan tersebut atau ketentuan lain Bab ini, mesti memikul tanggung jawab internasional untuk setiap kerugian atau kerusakan yang diderita oleh Negara yang memiliki batas dengan selat.

Pasal 43
Sarana bantu navigasi dan keamanan serta pengembangan yang lain
dan pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran
Negara pemakai dan Negara yang berbatasan dengan selat hendaknya berhubungan lewat persetujuan untuk :
(a)     pengadaan dan pemeliharaan di selat fasilitas bantu navigasi dan keamanan yang dibutuhkan atau pengembangan fasilitas bantu pelayaran internasional; dan
(b)     untuk pencegahan, penghematan dan pengendalian pencemaran dari kapal.
Pasal 44
Kewajiban Negara yang memiliki batas dengan selat
Negara yang memiliki batas dengan selat tidak boleh menghalangi lintas transit dan mesti mengumumkan dengan tepat setiap adanya ancaman bagi pelayaran atau penerbangan lintas di dalam atau di atas selat yang diketahuinya. Tidak boleh ada Penangguhan lintas transit.
Bagian 3. LINTAS DAMAI (INNOCENT PASSAGE)

Pasal 45
Lintas damai
1.       Rezim lintas tenang berdasarkan ketentuan Bab II bab 3, mesti berlaku dalam selat yang dipakai untuk pelayaran internasional :
(a)     yang menurut ketentuan pasal 38 ayat 1, dikecualikan dari pelaksanaan rezim lintas transit; atau
(b)     antar bab maritim lepas atau sebuah zona ekonomi eksklusif dan maritim teritorial sebuah Negara asing.
2.       Tidak boleh ada penangguhan lintas tenang melalui selat demikian.

BAB  IV
NEGARA-NEGARA KEPULAUAN (ARCHIPELAGIC STATES)

Pasal 46
  Penggunaan perumpamaan

Untuk maksud Konvensi ini:
(a)     “Negara kepulauan” mempunyai arti sebuah Negara yang semuanya berisikan satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain;
(b)     “kepulauan” memiliki arti suatu deretan pulau, termasuk bab pulau, perairan di antaranya dan lain-lain wujud alamiah yang relevansinya satu sama yang lain demikian eratnya sehingga pulau-pulau, perairan dan wujud alamiah yang lain itu merupakan suatu kesatuan geografi, ekonomi dan politik yang hakiki, atau yang secara historis dianggap sebagai demikian.
Pasal 47
Garis pangkal kepulauan (archipelagic baselines)
1.       Suatu Negara kepulauan mampu menawan garis pangkal lurus kepulauan yang menghubungkan titik-titik terluar pulaupulau dan karang kering terluar kepulauan itu, dengan ketentuan bahwa didalam garis pangkal demikian tergolong pulau-pulau utama dan suatu daerah dimana perbandingan antara kawasan perairan dan daerah daratan, tergolong atol, yakni antara satu berbanding satu dan sembilan berbanding satu.
2.       Panjang garis pangkal demikian dilarang melampaui 100 mil maritim, kecuali bahwa hingga 3% dari jumlah seluruh garis pangkal yang mengelilingi setiap kepulauan mampu melebihi kepanjangan tersebut, hingga pada suatu kepanjangan maksimum 125 mil laut.
3.       Penarikan garis pangkal demikian tidak boleh menyimpang terlalu jauh dari konfirgurasi biasa kepulauan tersebut.
4.       Garis pangkal demikian dilarang ditarik ke dan dari elevasi surut, kecuali apabila di atasnya telah dibangun mercu suar atau instalasi serupa yang secara permanen berada di atas permukaan bahari atau kalau elevasi surut tersebut terletak semuanya atau sebagian pada sebuah jarak yang tidak melampaui lebar bahari teritorial dari pulau yang terdekat.
5.       Sistem garis pangkal demikian tidak boleh diterapkan oleh suatu Negara kepulauan dengan cara yang demikian rupa sehingga memotong maritim teritorial Negara lain dari bahari lepas atau zona ekonomi pribadi.
6.       Apabila sebuah bab perairan kepulauan suatu Negara kepulauan terletak di antara dua bab suatu Negara tetangga yang langsung berdampingan, hak-hak yang ada dan kepentingan-kepentigan sah lainnya yang dikerjakan secara tradisional oleh Negara tersebut terakhir di perairan demikian, serta segala hak yang ditetapkan dalam persetujuanantara Negara-negara tersebut akan tetap berlaku dan mesti dihormati.
7.       Untuk maksud menghitung perbandingan perairan dengan daratan menurut ketentuan ayat 1, kawasan daratan dapat mencakup di dalamnya perairan yang terletak di dalam tebaran karang, pulau-pulau dan atol, termasuk bagian plateau oceanik yang bertebing curam yang tertutup atau nyaris tertutup oleh serangkaian pulau kerikil gamping dan karang kering di atas permukaan laut yang terletak di sekitarplateau tersebut.
8.       Garis pangkal yang ditarik sesuai dengan ketentuan pasal ini, mesti dicantumkan pada peta dengan skala atau skala-skala yang mencukupi untuk memastikan posisinya. Sebagai gantinya, mampu dibentuk daftar koordinat geografis titik-titik yang secara terperinci memerinci datum geodetik.
9.       Negara kepulauan mesti memberitahukan sebagaimana mestinya peta atau daftar koordinat geografis demikian dan harus mendepositkan satu salinan setiap peta atau daftar demikian pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pasal 48
Pengukuran lebar maritim teritorial, zona tambahan, zona ekonomi pribadi dan landas kontinen
Lebar laut teritorial, zona suplemen, zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen mesti diukur dari garis pangkal kepulauan yang ditarik sesuai dengan ketentuan pasal 47.
Pasal 49
Status aturan perairan kepulauan, ruang udara di atas perairan
kepulauan dan dasar bahari serta tanah di bawahnya
1.       Kedaulatan sebuah Negara kepulauan meliputi perairan yang ditutup oleh garis pangkal kepulauan, yang ditarik sesuai dengan ketentuan pasal 47, disebut sebagai perairan kepulauan, tanpa mengamati kedalaman atau jaraknya dari pantai.
2.       Kedaulatan ini meliputi ruang udara di atas perairan kepulauan, juga dasar maritim dan tanah di bawahnya, dan sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya.
3.       Kedaulatan ini dikerjakan sesuai dengan ketentuan Bab ini.
4.       Rezim lintas alur maritim kepulauan yang ditetapkan dalam Bab ini bagaimanapun juga tidak boleh di bidang lain mensugesti status perairan kepulauan, termasuk alur maritim, atau pelaksanaan kedaulatan oleh Negara kepulauan atas perairan demikian dan ruang udara, dasar bahari dan tanah di bawahnya, serta sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya.
Pasal 50
Penetapan batas perairan pedalaman
Di dalam perairan kepulauannya, Negara kepulauan mampu menawan garis-garis penutup untuk kebutuhan penetapan batas perairan pedalaman, sesuai dengan ketentuan pasal 9, 10 dan 11.
Pasal 51
Perjanjian yang berlaku, hak perikanan tradisional dan kabel laut yang ada
1.       Tanpa mengurangi arti ketentuan pasal 49, Negara kepulauan harus menghormati kesepakatanyang ada dengan Negara lain dan mesti mengakui hak perikanan tradisional dan acara lain yang sah Negara tetangga yang eksklusif berdampingan dalam kawasan tertentu yang berada dalam perairan kepulauan. Syarat dan ketentuan bagi pelaksanaan hak dan aktivitas demikian termasuk sifatnya, ruang lingkup dan daerah dimana hak akan acara demikian, berlaku, atas seruan salah satu Negara yang bersangkutan harus dikontrol dengan perjanjian bilateral antara mereka. Hak demikian dihentikan dialihkan atau dibagi dengan Negara ketiga atau warga negaranya.
2.       Suatu Negara kepulauan mesti menghormati kabel bahari yang ada yang dipasang oleh Negara lain dan yang melalui perairannya tanpa lewat darat. Suatu Negara kepulauan harus membolehkan pemeliharaan dan penggantian kabel demikian sehabis diterimanya keteranganyang sebaiknya tentang letak dan maksud untuk memperbaiki atau mengubahnya.
Pasal 52
 Hak lintas tenang (right of innocent passage)
1.       Dengan tunduk pada ketentuan pasal 53 dan tanpa meminimalisir arti ketentuan pasal 50, kapal semua Negara menikmati hak lintas damai melalui perairan kepulauan sesuai dengan ketentuan dalam Bab II, bagian 3.
2.       Negara Kepulauan mampu, tanpa menyelenggarakan diskriminasi formal maupun diskriminasi faktual diantara kapal aneh, menundasementara lintas tenang kapal ajaib di tempat tertentu perairan kepulauannya, bila penangguhan demikian sungguh perlu untuk melindungi keamanannya. Penangguhan demikian akan berlaku cuma setelah diumumkan sebagaimana mestinya.
Pasal 53
    Hak lintas alur bahari kepulauan (right of archipelagic sea lanes passage)
1.       Suatu Negara Kepulauan dapat memilih alur laut dan rute penerbangan di atasnya, yang sesuai dipakai untuk lintas kapal dan pesawat udara asing yang terus menerus dan langsung serta secepat mungkin melalui atau di atas perairan kepulauannya dan laut teritorial yang berdampingan dengannya.
2.       Semua kapal dan pesawat udara menikmati hak lintas alur bahari kepulauan dalam alur maritim dan rute penerbangan demikian.
3.       Lintas alur laut kepulauan berarti pelaksanaan hak pelayaran dan penerbangan sesuai dengan ketentuan-ketentuan Konvensi ini dalam cara wajar semata-mata untuk melakukan transit yang terus menerus, pribadi dan secepat mungkin serta tidak terhalang antara satu bagian laut lepas atau zona ekonomi pribadi dan bab maritim lepas atau zona ekonomi pribadi lainnya.
4.       Alur laut dan rute udara demikian mesti melintasi perairan kepulauan dan laut teritorial yang berdampingan dan mencakup semua rute lintas wajar yang digunakan sebagai rute atau alur untuk pelayaran internasional atau penerbangan lewat atau melintasi perairan kepulauan dan di dalam rute demikian, sepanjang mengenai kapal, semua alur navigasi normal dengan ketentuan bahwa duplikasi rute yang sama kemudahannya lewat tempat masuk dan keluar yang serupa tidak perlu.
5.       Alur laut dan rute penerbangan demikian harus diputuskan dengan suatu rangkaian garis sumbu yang bersambungan mulai dari tempat masuk rute lintas sampai daerah ke luar. Kapal dan pesawat udara yang melakukan lintas lewat alur laut kepulauan dihentikan menyimpang lebih dari pada 25 mil bahari ke dua segi garis sumbu demikian, dengan ketentuan bahwa kapal dan pesawat udara tersebut dihentikan berlayar atau melayang erat ke pantai kurang dari 10% jarak antara titik-titik yang terdekat pada pulau-pulau yang memiliki batas dengan alur laut tersebut.
6.       Suatu Negara kepulauan yang memilih alur maritim menurut ketentuan pasal ini dapat juga memutuskan bagan pemisah kemudian lintas untuk keperluan lintas kapal yang aman melalui akses sempit dalam alur laut demikian.
7.       Suatu Negara kepulauan, bila keadaan menghendaki, sehabis untuk itu mengadakan pengumuman sebagaimana mestinya, dapat mengubah alur bahari atau bagan pemisah kemudian lintas yang sudah diputuskan atau ditetapkannya sebelumnya dengan alur maritim atau bagan pemisah kemudian lintas lain.
8.       Alur laut dan skema pemisah kemudian lintas demikian mesti sesuai dengan peraturan internasional yang diterima secara umum.
9.       Dalam menentukan atau mengganti alur laut atau memutuskan atau mengganti denah pemisah lalu lintas, suatu Negara kepulauan harus mengajukan ajakan-ajakan kepada organisasi internasional berwenang dengan maksud untuk dapat diterima. Organisasi tersebut hanya mampu menerima alur bahari dan denah pemisah lalu lintas yang demikian sebagaimana disetujui bareng dengan Negara kepulauan, setelah mana Negara kepulauan dapat memilih, menetapkan atau menggantinya.
10.     Negara kepulauan harus dengan terang menunjukkan sumbu-sumbu alur bahari dan bagan pemisah lalu lintas yang ditentukan atau ditetapkannya pada peta-peta yang mesti diumumkan sebagaimana mestinya.
11.     Kapal yang melaksanakan lintas alur bahari kepulauan mesti mematuhi alur maritim dan denah pemisah lalu lintas yang berlaku yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan pasal ini.
12.     Apabila suatu Negara kepulauan tidak menentukan alur maritim atau rute penerbangan, maka hak lintas alur bahari kepulauan mampu dijalankan lewat rute yang biasanya dipakai untuk pelayaran internasional.
Pasal 54
Kewajiban kapal dan pesawat udara selama melakukan lintas, acara riset
dan survey, Kewajiban Negara kepulauan dan peraturan perundang-seruan
Negara kepulauan bertalian dengan lintas alur bahari kepulauan
Pasal-pasal 39, 40, 42 dan 44 berlaku mutatis mutandis bagi lintas alur laut kepulauan.

BAB V
ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

Pasal 55
Rezim aturan khusus zona ekonomi langsung
Zona ekonomi eksklusif ialah sebuah tempat di luar dan berdampingan dengan bahari teritorial, yang tunduk pada rejim aturan khusus yang ditetapkan dalam Bab ini berdasarkan mana hak-hak dan yurisdiksi Negara pantai dan hak-hak serta kebebasan-kebebasan Negara lain, diatur oleh ketentuan-ketentuan yang berhubungan Konvensi ini.
Pasal 56
Hak-hak, yurisdiksi dan kewajiban Negara pantai dalam zona ekonomi langsung
1.       Dalam zona ekonomi eksklusif, Negara pantai memiliki :
(a)     Hak-hak berdaulat untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan alam, baik hayati maupun non-hayati, dari perairan di atas dasar maritim dan dari dasar bahari dan tanah di bawahnya dan berkenaan dengan acara lain untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi ekonomi zona tersebut, mirip produksi energi dari air, arus dan angin;
(b)     Yurisdiksi sebagaimana ditentukan dalam ketentuan yang berhubungan Konvensi ini berkenaan dengan :
(i)      pengerjaan dan pemakaian pulau bikinan, instalasi dan bangunan;
 (ii)    riset ilmiah kelautan;
(iii)    derma dan pelestarian lingkungan laut;
(c)     Hak dan kewajiban lain sebagaimana ditentukan dalam Konvensi ini.
2.       Di dalam melaksanakan hak-hak dan menyanggupi kewajibannya berdasarkan Konvensi ini dalam zona ekonomi langsung, Negara Pantai mesti memperhatikan sebagaimana mestinya hak-hak dan kewajiban Negara lain dan harus bertindak dengan suatu cara sesuai dengan ketentuan Konvensi ini.
3.       Hak-hak yang tercantum dalam pasal ini berkenaan dengan dasar bahari dan tanah di bawahnya harus dilakukan sesuai dengan Bab VI.
Pasal 57
Lebar zona ekonomi pribadi
Zona ekonomi pribadi tidak boleh melampaui 200 mil bahari dari garis pangkal darimana lebar bahari teritorial diukur.
Pasal 58
Hak-hak dan keharusan Negara lain di zona ekonomi pribadi
1.       Di zona ekonomi pribadi, semua Negara, baik Negara berpantai atau tak berpantai, menikmati, dengan tunduk pada ketentuan yang relevan Konvensi ini, keleluasaan kebebasan pelayaran dan penerbangan, serta keleluasaan menaruh kabel dan pipa bawah maritim yang disebut dalam pasal 87 dan penggunaan laut lain yang sah menurut hukum internasional yang bertalian dengan keleluasaan-kebebasan ini, mirip penggunaan maritim yang berkaitan dengan pengoperasian kapal, pesawat udara, dan kabel serta pipa di bawah bahari, dan sejalan dengan ketentuan-ketentuan lain Konvensi ini.
2.       Pasal 88 sampai 115 dan ketentuan aturan internasional lain yang berlaku dipraktekkan bagi zona ekonomi eksklusif sepanjang tidak berlawanan dengan Bab ini.
3.       Dalam melakukan hak-hak memenuhi kewajibannya menurut Konvensi ini di zona ekonomi langsung, Negaranegara harus memperhatikan sebagaimana mestinya hak-hak dan kewajiban Negara pantai dan mesti mentaati peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Negara pantai sesuai dengan ketentuan Konvensi ini dan peraturan aturan internsional yang lain sepanjang ketentuan tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan Bab ini.
Pasal 59
Dasar untuk penyelesaian sengketa perihal santunan
hak-hak dan yurisdiksi di zona ekonomi pribadi
Dalam hal dimana Konvensi ini tidak memberikan hak-hak atau yurisdiksi terhadap Negara pantai atau terhadap Negara lain di zona ekonomi eksklusif, dan muncul sengketa antara kepentinganan-kepentingan Negara pantai dan Negara lain atau Negara-negara lain manapun, maka sengketa itu harus diselesaikan berdasarkan keadilan dan dengan pendapatsegala kondisi yang relevan, dengan memperhatikan masing-masing keutamaan kepentingan yang terlibat bagi para pihak maupun bagi penduduk internasional secara keseluruhan.
Pasal 60
Pulau produksi, instalasi dan bangunan-bangunan di zona ekonomi eksklusif
1.       Di zona ekonomi pribadi, Negara pantai mempunyai hak langsung untuk membangun dan untuk menguasakan dan mengontrol pembangunan operasi dan penggunaan :
(a)     pulau buatan;
(b)     instalasi dan bangunan untuk keperluan sebagaimana ditentukan dalam pasal 56 dan tujuan ekonomi lainnya;
(c)     instalasi dan bangunan yang dapat mengganggu pelaksanaan hak-hak Negara pantai dalam zona tersebut.
2.       Negara pantai mempunyai yurisdiksi pribadi atas pulau buatan, instalasi dan bangunan demikian, tergolong yurisdiksi yang bertalian dengan peraturan perundang-undangan bea cukai, fiskal, kesehatan, keselamatan dan imigrasi.
3.       Pemberitahuan sebagaimana mestinya mesti diberikan tentang pembangunan pulau bikinan, instalasi atau bangunan demikian dan fasilitas tetap guna informasiadanya instalasi atau bangunan demikian mesti dipelihara. Setiap instalasi atau bangunan yang ditinggalkan atau tidak terpakai mesti dibongkar untuk menjamin keselamatan pelayaran, dengan mengamati setiap persyaratan internasional yang diterima secara lazim yang ditetapkan dalam hal ini oleh organisasi internasional yang berwenang. Pembongkaran demikian mesti memperhatikan dengan semestinya penangkapan ikan, derma lingkungan bahari, dan hak-hak serta keharusan Negara lain. Pengumuman yang tepat harus diberikan mengenai kedalaman, posisi dan dimensi setiap instalasi atau bangunan yang tidak dibongkar secara keseluruhan.
4.       Negara pantai, jika dibutuhkan, dapat memutuskan zona keamanan yang layak di sekitarpulau bikinan, instalasi dan bangunan demikian dimana Negara pantai dapat mengambil tindakan yang sempurna untuk menjamin baik keselamatan pelayaran maupun keselamatan pulau produksi, instalasi dan bangunan tersebut.
5.       Lebar zona keamanan harus diputuskan oleh Negara pantai dengan memperhatikan tolok ukur-kriteria internasional yang berlaku. Zona keselamatan demikian harus dibangun untuk menjamin bahwa zona keselamatan tersebut sesuai dengan sifat dan fungsi pulau produksi, instalasi dan bangunan tersebut dan dilarang melebihi jarak 500 meter sekeliling bangunan tersebut, diukur dari setiap titik terluar, kecuali jika diijinkan oleh tolok ukur internasional yang diterima secara umum atau di rekomendasikan oleh organisasi internasional yang berwenang. Pemberitahuan yang sebaiknya harus diberikan ihwal luas zona keselamatan tersebut.
6.       Semua kapal mesti menghormati zona keamanan ini dan mesti menyanggupi patokan internasional yang diterima secara umum yang bertalian dengan pelayaran di sekeliling pulau bikinan, instalasi, bangunan dan zona keamanan.
7.       Pulau produksi, instalasi dan bangunan-bangunan serta zona keamanan di sekelilingnya dihentikan diadakan sehingga dapat menjadikan gangguan kepada penggunaan alur laut yang diakui yang penting bagi pelayaran internasional.
8.       Pulau bikinan, instalasi dan bangunan tidak memiliki status pulau. Pulau produksi, instalasi dan bangunan tidak memiliki bahari teritorialnya sendiri, dan kehadirannya tidak mensugesti penetapan batas maritim teritorial, zona ekonomi langsung atau landas kontinen.
Pasal 61
Konservasi sumber kekayaan hayati
1.       Negara pantai harus menentukan jumlah tangkapan sumber kekayaan hayati yang dapat diperbolehkan dalam zona ekonomi eksklusifnya.
2.       Negara pantai, dengan memperhatikan bukti ilmiah terbaik yang tersedia baginya harus menjamin dengan menyelenggarakan tindakan konservasi dan pengelolaan yang tepat sehingga pemeliharaan sumber kekayaan hayati di zona ekonomi eksklusif tidak dibahayakan oleh eksploitasi yang berlebihan. Di mana Negara pantai dan organisasi internasional berwenang, baik sub-regional, regional maupun global, mesti bekerja sama untuk tujuan ini.
3.       Tindakan demikian juga bertujuan untuk memelihara atau memulihkan populasi jenis yang mampu dimanfaatkan pada tingkat yang dapat menjamin hasil maksimum yang lestari, sebagaimana ditentukan oleh aspek ekonomi dan lingkungan yang relevan, termasuk keperluan ekonomi masyarakat nelayan kawasan pantai dan keperluan khusus Negara berkembang, dan dengan mengamati pola penangkapan ikan, saling ketergantungan persediaan jenis ikan dan kriteria minimum internasional yang diajukan secara lazim, baik di tingkat sub-regional, regional maupun global.
4.       Dalam mengambil tindakan demikian, Negara pantai harus mengamati akibat kepada jenis-jenis yang berafiliasi atau tergantung pada jenis yang dimanfaatkan dengan tujuan untuk memelihara atau memulihkan populasi jenis yang berafiliasi atau tergantung demikian di atas tingkat dimana reproduksinya mampu sangat terancam.
5.       Keterangan ilmiah yang tersedia, statistik penangkapan dan usaha perikanan, serta data lainnya yang berkaitan dengan konservasi persediaan jenis ikan harus disumbangkan dan dipertukarkan secara terorganisir melalui organisasi internasional yang berwenang baik sub-regional, regional maupun global di mana perlu dan dengan tugas serta semua Negara yang berkepentingan, termasuk Negara yang warganegaranya diperbolehkan menangkap ikan di zona ekonomi langsung.
Pasal 62
Pemanfaatan sumber kekayaan hayati
1.       Negara pantai harus menggalakkan tujuan pemanfatan yang optimal sumber kekayaan hayati di zona ekonomi eksklusif tanpa meminimalkan arti ketentuan Pasal 61.
2.       Negara pantai mesti menetapkan kemampuannya untuk mempergunakan sumber kekayaan hayati zona ekonomi pribadi. Dalam hal Negara pantai tidak mempunyai kemampuan untuk mempergunakan seluruh jumlah tangkapan yang dapat dibolehkan, maka Negara pantai tersebut lewat kontrakatau pengaturan lainnya dan sesuai dengan ketentuan, kriteria dan peraturan perundang-usul tersebut pada ayat 4, menunjukkan peluang pada Negara lain untuk mempergunakan jumlah tangkapan yang mampu diperbolehkan yang masih tersisa dengan mengamati secara khusus ketentuan pasal 69 dan 70, khususnya yang bertalian dengan Negara meningkat yang disebut di dalamnya.
3.       Dalam memperlihatkan potensi mempergunakan kepada negara lain memasuki zona ekonomi eksklusifnya menurut ketentuan Pasal ini, Negara pantai mesti memperhitungkan semua aspek yang relevan, tergolong inter alia pentingnya sumber kekayaan hayati di daerah itu bagi perekonomian Negara pantai yang bersangkutan dan kepentingan nasionalnya lainnya, ketentuan pasal 69 dan 70, kebutuhan Negara berkembang di sub-region atau region itu dalam mempergunakan sebagian dari surplus dan kebutuhan untuk meminimalisir dislokasi ekonomi di negara yang warganegaranya telah lazimmenangkap ikan di zona tersebut atau telah betul-betul melakukan usaha riset dan kenali persediaan jenis ikan.
4.       Warganegara Negara lain yang menangkap ikan di zona ekonomi langsung harus mematuhi langkah-langkah konservasi, ketentuan dan tolok ukur yang lain yang ditetapkan dalam peraturan perundang-usul Negara pantai. Peraturan perundang-undangan ini mesti sesuai dengan ketentuan konvensi ini dan dapat meliputi, antara lain hal-hal berikut :
(a)     pertolongan ijin terhadap nelayan, kapal penangkap ikan dan peralatannya, termasuk pembayaran bea dan pungutan bentuk lain, yang dalam hal Negara pantai yang berkembang, mampu berupa kompensasi yang pantas di bidang pembiayaan, perlengkapan dan teknologi yang bertalian dengan industri perikanan;
(b)     penetapan jenis ikan yang boleh ditangkap, dan memilih kwota-kwota penangkapan, baik yang bertalian dengan persediaan jenis ikan atau kelompok persediaan jenis ikan sebuah rentang waktu tertentu atau jumlah yang mampu ditangkap oleh warganegara suatu Negara selama rentang waktu tertentu;
(c)     pengaturan animo dan tempat penangkapan, macam ukuran dan jumlah alat penangkapan ikan, serta macam, ukuran dan jumlah kapal penangkap ikan yang boleh dipakai;
(d)     penentuan umum dan ukuran ikan dan jenis lain yagn boleh ditangkap;
(e)     perincian keterangan yang diperlukan dari kapal penangkap ikan, tergolong statistik penangkapan dan perjuangan penangkapan serta laporan wacana posisi kapal;
(f)      kriteria, di bawah penguasaan dan pengawasan Negara pantai, dilakukannya acara riset perikanan yang tertentu dan pengaturan pelaksanaan riset demikian, termasuk pengambilan teladan tangkapan, disposisi contoh tersebut dan pelaporan data ilmiah yang berhubungan;
(g)     penempatan peninjau atau trainee diatas kapal tersebut oleh Negara pantai;
(h)     penurunan seluruh atau sebagian hasil tangkapan oleh kapal tersebut di pelabuhan Negara pantai;
(i)      ketentuan dan kriteria bertalian dengan usaha patungan atau pengaturan kerjasama yang lain;
(j)      tolok ukur untuk latihan pesonil dan pengalihan teknologi perikanan, tergolong kenaikan kemampuan Negara pantai untuk melaksanakan riset perikanan;
(k)     prosedur penegakan.
5.       Negara pantai mesti mengadakan pemberitahuan sebagaimana mestinya tentang peraturan konservasi dan pengelolaan.
Pasal 63
Persediaan jenis ikan yang terdapat di zona ekonomi pribadi dua Negara
pantai atau lebih atau baik di dalam zona ekonomi eksklusif maupun
di dalam suatu daerah di luar serta berdekatan dengannya
1.       Dimana persediaan jenis ikan yang serupa atau persediaan jenis ikan yang termasuk dalam jenis yang sama terdapat dalam zona ekonomi langsung dua Negara pantai atau lebih, maka Negara-negara ini mesti secara langsung lewat organisasi sub-regional atau regional yang bersangkutan berupaya meraih janji tentang langkah-langkah yang diperlukan untuk mengkoordinasikan dan menjamin konservasi dan pengembangan persediaan jenis ikan demikian tanpa mengurangi arti ketentuan lain Bab ini.
2.       Dimana persediaan ikan yang sama atau persediaan jenis ikan yang tergolong dalam jenis yang serupa yang terdapat baik dalam zona ekonomi langsung maupun di luar daerah dan yang berbatasan dengan zona tersebut, maka Negara pantai dan Negara yang menangkap persediaan jenis ikan demikian di kawasan yang berdekatan harus berusaha baik secaralangsung atau melalui organisasi sub-regional atau regional yang bersangkutan untuk meraih akad mengenai tindakan yang dibutuhkan untuk konservasi persediaan jenis ikan di tempat yang berdekatan tersebut.
Pasal 64
 Jenis bermigrasi jauh (highly migratory species)
1.       Negara pantai dan Negara lain yang warganegaranya melaksanakan penangkapan ikan di tempat untuk jenis ikan yang bermigrasi jauh sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, harus melakukan pekerjaan sama secara eksklusif atau lewat organisasi internasional yang bersangkutan dengan tujuan untuk menjamin konservasi dan memajukan tujuan pemanfaatan optimal jenis ikan yang demikian di seluruh tempat, baik didalam maupun di luar zona ekonomi eksklusif. Di Kawasan dimana tidak terdapat organisasi internasional yang bersangkutan Negara pantai dan Negara lain yang warganegaranya mempergunakan jenis ikan demikian di tempat tersebut mesti bekerjasama untuk membentuk organisasi demikian dan berperan serta dalam kegiatannya.
2.       Ketentuan ayat 1 berlaku disamping ketentuan lain Bab ini.
Pasal 65
Mamalia Laut
Tidak ada satu ketentuan pun dalam Bab ini yang menghalangi hak Negara pantai atau kewenangan suatu organisasi internasional, sebagaimana layaknya, untuk melarang, membatasi atau menertibkan eksploitasi mamalia laut secara lebih ketat dari pada yang dikelola dalam Bab ini. Negara-negara mesti bekerja sama dengan tujuan untuk konservasi mamalia maritim dan dalam hal cataceans harus bekerja utamanya melalui organisasi internasional yang bersangkutan untuk konservasi, pengelolaan dan observasi.
Pasal 66
Persediaan jenis ikan anadrom
1.       Negara dimana sungainya merupakan tempat asal persediaan jenis ikan anadrom mesti memiliki kepentingan utama dan tanggung jawab atas persediaan jenis ikan demikian.
2.       Negara asal persediaan jenis ikan anadrom harus menjamin konservasi jenis tersebut dengan menyelenggarakan tindakantindakan pengaturan yang tepat bagi penangkapan ikan di semua perairan pada segi darat batas luar zona ekonomi pribadi dan bagi penangkapan ikan sebagaimana ditetapkan dalam ayat 3 (b). Negara asal setelah mengadakan konsultasi dengan negara lain yang disebut dalam ayat 3 dan 4 yang menangkap jenis ikan ini, dapat memutuskan jumlah tangkapan total yang diperbolehkan bagi persediaan jenis ikan yang berasal dari sungai-sungainya;
3.–     (a)    Perikanan bagi persediaan jenis ikan anadrom cuma mampu dikerjakan dalam perairan pada segi darat batas luar zona ekonomi eksklusif kecuali dalam hal ketentuan ini akan mengakibatkan dislokasi ekonomi bagi suatu negara lain dari pada Negara asal. Berkenaan dengan penangkapan ikan demikian di sebelah luar batas luar zona ekonomi eksklusif, Negara-negara yang bersangkutan harus tetap mengadakan konsultasi dengan tujuan untuk mencapai kata setuju tentang ketentuan dan standar penangkapan ikan demikian dengan memperhatikan kriteria konservasi dan keperluan Negara asal persediaan jenis ikan ini.
(b)     Negara asal mesti bekerjasama untuk memperkecil dislokasi ekonomi di Negara yang menangkap persediaan jenis ikan ini, dengan mengamati jumlah tangkapan wajar dan cara operasi Negara tersebut itu serta semua tempat di mana penangkapan demikian telah dilakukan.
(c)     Negara yang disebut dalam sub-ayat (b), yang berperan serta melalui kesepakatan dengan negara asal dalam langkah-langkah untuk memperbaharui jumlah persediaan jenis ikan anadrom, khususnya dengan mengeluarkan ongkos untuk maksud itu, mesti diberi perhatian khusus oleh Negara asal dalam perjuangan pemanfaatan persediaan jenis ikan ini yang berasal dari sungainya.
(d)     Pelaksanaan peraturan perihal penyediaan jenis ikan anadrom di luar zona ekonomi eksklusif harus dialukan berdasarkan kesepakatan antara Negara asal dan Negara yang lain yang berkepentingan.
4.       Dalam hal dimana persediaan jenis anadrom bermigrasi ke dalam atau lewat perairan di segi darat batas luar zona ekonomi eksklusif Negara yang lain dari pada Negara asal, maka Negara demikian mesti bekerjasama dengan Negara asal dengan tujuan untuk konservasi dan pengelolaan persediaan jenis ikan demikian.
5.       Negara asal persediaan jenis ikan anadrom dan Negara lain yang melakukan penangkapan persediaan jenis ikan ini, mesti menciptakan pengaturan untuk melaksanakan ketentuan pasal ini, dimana perlu, lewat organisasisasi regional.
Pasal 67
Jenis ikan catadrom
1.       Negara pantai yang dalam perairannya jenis ikan catadrom memakai sebagian besar siklus kehidupannya memiliki tanggung jawab atas pengelolaan jenis-jenis ini dan harus menjamin masuk dan keluarnya jenis ikan yang bermigrasi.
2.       Pemanfaatan jenis ikan catadrom mesti dilakukan hanya dalam perairan pada segi darat batas luar zona ekonomi eksklusif. Apabila dijalankan dalam zona ekonomi pribadi pemanfaatan harus tunduk pada pasal ini dan ketentuan lain Konvensi ini perihal penangkapan ikan dalam zona tersebut.
3.       Dalam hal dimana ikan catadrom bermigrasi melalui zona ekonomi langsung Negara lain, sebagai ikan muda atau ikan mendekati cukup umur, pengelolaan termasuk pemanfaatan ikan demikian mesti dikelola dengan kesepakatanantara Negara yang disebut dalam ayat 1 dan Negara lain yang berkepentingan Perjanjian demkian mesti menjamin pengelolaan rasional jenis tersebut dan mengamati tanggung jawab Negara yang disebutkan dalam ayat 1 atas pemeliharaan jenis ikan ini.
Pasal 68
Jenis Sedenter
Bagian ini tidak berlaku bagi ikan jenis sedenter sebagaimana diartikan dalam pasal 77 ayat 4.
Pasal 69
Hak Negara-negara tak berpantai
1.       Negara tak berpantai mempunyai hak untuk berperan serta atas dasar keadilan, dalam eksploitasi bagian yang layak dari keunggulan sumber kekayaan hayati zona ekonomi pribadi Negara-negara pantai dalam sub-region atau region yang serupa, dengan memperhatikan kondisi ekonomi dan geografi yang berhubungan semua Negara yang berpentingan dan sesuai dengan ketentuan pasal ini dan pasal-pasal 61 dan 62.
2.       Persyaratan dan cara peran serta demikian akan ditetapkan oleh Negara-negara yang berkepentingan lewat kontrakbilateral, sub-regional atau regional dengan mengamati, inter alia :
(a)     keperluan untuk menyingkir dari akhir yang merugikan bagi masyarakat nelayan atau industri penangkapan ikan Negara pantai;
(b)     sejauh mana Negara tak berpantai tersebut, sesuai dengan ketentuan pasal ini, berperan serta atau berhak untuk berperan serta berdasarkan perjanjian bilateral, sub-regional atau regional yang ada dalam mengeksploitasi sumber kekayaan hayati zona ekonomi langsung Negara-negara pantai lainnya;
(c)     sejauh mana Negara tak berpantai yang lain dan Negara yang secara geografis tak mujur berperan serta dalam eksploitasi sumber kekayaan hayati zona ekonomi pribadi Negara pantai tersebut dan kebutuhan yang muncul jadinya untuk menghindari sebuah beban khusus bagi suatu Negara pantai tertentu atau suatu bagian dari padanya;
(d)     keperluan gizi penduduk masing-masing Negara.
3.       Bilamana kapasitas tangkap suatu Negara pantai mendekati sebuah titik yang memungkinkan Negara itu untuk menangkap seluruh jumlah tangkapan yang diperbolehkan dari sumber kekayaan hayati di zona ekonomi eksklusifnya, maka Negara pantai dan Negara-negara lain yang berkepentingan mesti bekerjasama dalam memutuskan pengaturan yang adil atas dasar bilateral, sub-regional atau regional untuk memperbolehkan tugas serta Negara-negara berkembang tak berpantai di sub-region atau region yang serupa dalam suatu eksploitasi sumber kekayaan hayati di zona ekonomi eksklusif Negara-negara pantai di dalam sub-region atau region sebagaimana layaknya dengan memperhatikan terhadap dan atas dasar kriteria yang memuaskan bagi semua pihak. Dalam pelaksanaan ketentuan ini faktor-faktor yang disebut dalam ayat 2 juga mesti diamati.
4.       Negara maju tak berpantai, menurut ketentuan pasal ini, berhak untuk berperan serta dalam eksploitasi sumber kekayaan hayati hanya dalam zona ekonomi langsung Negara pantai yang maju dalam sub-region atau region yang serupa dengan memperhatikan sejauh mana Negara pantai, dalam menunjukkan peluang terhadap Negara lain untuk memanfaatkan sumber kekayaan hayati di zona ekonomi eksklusifnya, sudah mengamati keperluan untuk memperkecil akhir yang merugikan bagi masyarakat nelayan dan dislokasi ekonomi di Negara yang warganegaranya sudah bisa menangkap ikan dalam zona tersebut.
5.       Ketentuan di atas ialah tanpa mengurangi arti pengaturan yang disepakati di sub-region atau region dimana Negara pantai mampu memberikan kepada Negara-negara tak berpantai dalam sub-region dan region yang serupa hak-hak yang sama atau yang didahulukan untuk eksploitasi sumber kekayaan hayati di zona ekonomi langsung.
Pasal 70
Hak Negara yang secara geografis tak mujur
1.       Negara yang secara geografis tak mujur memiliki hak untuk berperan serta, atas dasar yang adil, dalam eksploitasi sebuah bab yang pantas dan surplus sumber kekayaan hayati zona ekonomi pribadi Negara-negara pantai di subregion atau region yang serupa, dengan memperhatikan kondisi ekonomi dan geografis yang berkaitan dari semua Negara yang berkepentingan dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan pasal ini dan pasal-pasal 61 dan 62.
2.       Untuk tujuan Bab ini, “Negara yang secara geografis tak mujur” memiliki arti Negara pantai, tergolong Negara yang berbatasan dengan maritim tertutup atau setengah tertutup, yang letak geografisnya membuatnya tergantung pada eksploitasi sumber kekayaan hayati zona ekonomi pribadi Negara lain di sub-region atau region untuk persediaan ikan yang memadai bagi keperluan gizi penduduknya atau bab
3.       Persyaratan dan cara peran serta demikian harus ditetapkan oleh Negara-negara yang bersangkutan melalui persetujuan bilateral, sub-region atau regional dengan memperhatikan, inter alia :
(a)     kebutuhan untuk menyingkir dari akibat yang merugikan bagi penduduk nelayan atau industri Penangkapan ikan Negara Pantai;
(b)     hingga sejauh mana negara yang secara geografis tak mujur, sesuai dengan ketentuan pasal ini, berperan serta atau berhak untuk berperan serta menurut kesepakatan bilateral, sub-regional atau regional yang ada dalam eksploitasi sumber kekayaan hayati di zona ekonomi langsung Negara pantai lain;
(c)     sampai sejauh mana Negara yang secara geografis tak beruntung yang lain dan Negara tak berpantai berperan serta dalam eksploitasi sumber kekayaan hayati zona ekonomi pribadi Negara pantai dan keperluan yang timbul jadinya untuk menyingkir dari suatu beban khusus bagi suatu Negara pantai tertentu atau satu bab dari padanya;
(d)     kebutuhan gizi masyarakatmasing-masing Negara.
4.       Bilamana kapasitas tangkap sebuah Negara pantai mendekati sebuah titik yang memungkinkan Negara itu untuk mempergunakan seluruh jumlah tangkapan yang diperbolehkan dari sumber kekayaan hayati di zona ekonomi langsung, maka Negara pantai dan negara lain yang berkepentingan mesti berafiliasi untuk memutuskan pengaturan yang adil, atas dasar bilateral, sub-regional atau regional untuk memperbolehkan peran serta Negara-negara berkembang yang secara geografis tak beruntung di sub-region atau region yang serupa dalam eksploitasi sumber kekayaan hayati zona ekonomi eksklusif Negara pantai di sub-region atau region sebagaimana layaknya sesuai dengan keadaan dan berdasarkan kriteria yang membuat puas bagi semua pihak. Dalam pelaksanaan ketentuan ini faktor-faktor yang disebut dalam ayat 3 juga harus diperhatikan.
5.       Negara maju yang secara geografis tak mujur, menurut ketentuan pasal ini, berhak untuk berperan serta dalam eksploitasi sumber kekayaan hayati hanya di zona ekonomi eksklusif Negara pantai yang maju dalam subregion atau region yang sama dengan mengamati sampai sejauh mana Negara pantai, dalam menunjukkan potensi kepada Negara lain untuk memanfaatkan sumber kekayaan hayati zona ekonomi eksklusifnya, telah mengamati kebutuhan untuk memperkecil akhir yang merugikan bagi masyarakat nelayan dan dislokasi ekonomi di Negara yang warganegaranya telah umummenangkap ikan dizona tersebut.
6.       Ketentuan di atas ialah tanpa menghemat arti pengaturan yang sudah disepakati di sub-region atau region dimana Negara pantai mampu memberikan terhadap Negara-negara yang secara geografis tak mujur dalam sub-region atau region yang serupa hak yang serupa atau hak yang didahulukan untuk eksploitasi sumber kekayaan hayati di zona ekonomi pribadi.
Pasal 71
Tidak berlakunya pasal-pasal 69 dan 70
Ketentuan pasal-pasal 69 dan 70 tidak berlaku dalam hal sebuah Negara pantai yang ekonominya sungguh bergantung pada eksploitasi sumber kekayaan hayati di zona ekonomi eksklusifnya.
Pasal 72
Pembatasan pengalihan hak
1.       Hak yang diberikan berdasarkan Pasal 69 dan 70 untuk mengekploitasi sumber kekayaan hayati dilarang dialihkan baik secara pribadi atau tidak eksklusif kepada Negara ketiga atau warganegaranya dengan cara sewa atau perijinan, dengan menyelenggarakan usaha patungan atau dengan cara lain apapun yang memiliki akibat pengalihan demikian, kecuali disetujui secara lain oleh Negara-negara yang berkepentingan.
2.       Ketentuan di atas tidak menutup kemungkinan bagi Negara yang berkepentingan untuk memperoleh pertolongan teknis atau keuangan dari Negara ke tiga atau organisasi internasional untuk memudahkan pelaksanaan hak-hak sesuai dengan ketentuan pasal-pasal 69 dan 70, dengan ketentuan bahwa hal itu tidak mempunyai akhir yang disebutkan dalam ayat 1.
Pasal 73
Penegakan Peraturan perundang-ajakan Negara pantai
1.       Negara pantai dapat, dalam melaksanakan hak berdaulatnya untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan hayati di zona ekonomi langsung mengambil tindakan demikian, tergolong menaiki kapal, menilik, menangkap dan melakukan proses peradilan, sebagaimana diharapkan untuk menjamin ditaatinya peraturan perundang-seruan yang ditetapkannya sesuai dengan ketentuan Konvensi ini.
2.       Kapal-kapal yang ditangkap dan awak kapalnya harus secepatnya dibebaskan setelah diberikan sebuah duit jaminan yang pantas atau bentuk jaminan yang lain.
3.       Hukuman Negara pantai yang dijatuhkan kepada pelanggaran peraturan perundang-usul perikanan di zona ekonomi langsung dilarang meliputi pengurungan, kalau tidak ada kesepakatansebaliknya antara Negara-negara yang bersangkutan, atau setiap bentuk hukuman badan yang lain.
4.       Dalam hal penangkapan atau penahanan kapal gila Negara pantai harus segera menginformasikan kepada Negara bendera, lewat kanal yang sempurna, tentang langkah-langkah yang diambil dan perihal setiap hukuman yang lalu dijatuhkan.
Pasal 74
Penetapan batas zona ekonomi pribadi
antara Negara yang pantainya berhadapan atau berdampingan
1.       Penetapan batas zona ekonomi langsung antara Negara yang pantainya berhadapan atau berdampingan harus diadakan dengan kesepakatan atas dasar hukum internasional, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 38 Status Mahkamah Internasional, untuk meraih sebuah pemecahan yang adil.
2.       Apabila tidak dapat diraih kesepakatan dalam jangka waktu yang pantas, Negara-negara yang bersangkutan mesti menggunakan prosedur yang diputuskan dalam Bab XV.
3.       Sambil menunggu sebuah kesepakatan sebagaimana diputuskan dalam ayat 1, Negara-negara yang bersangkutan, dengan semangat saling pemahaman dan kerjasama, harus melaksanakan setiap perjuangan untuk menyelenggarakan pengaturan sementara yang bersifat praktis dan, selama abad peralihan ini, tidak membahayakan atau membatasi dicapainya suatu kesepakatan akhir. Pengaturan demikian dihentikan merugikan bagi tercapainya penetapan selesai perihal perbatasan.
4.       Dalam hal adanya suatu persetujuan yang berlaku antara negara-negara yang bersangkutan, maka problem yang bertalian dengan Penetapan batas zona ekonomi pribadi mesti ditetapkan sesuai dengan ketentuan kesepakatan itu.
Pasal 75
Peta dan daftar koordinat geografis
1.       Dengan tunduk pada ketentuan-ketentuan Bab ini, garis batas terluar zona ekonomi langsung dan garis penetapan batas yang ditarik sesuai dengan ketentuan pasal 74 harus dicantumkan pada peta dengan skala atau skala-skala yang mencukupi untuk memilih posisinya. Dimana perlu, daftar titik-titik koordinat-koordinat geografis, yang memerinci datum geodetik, dapat menggantikan garis batas terluar atau garis-garis penetapan Perbatasan yang demikian.
2.       Negara pantai mesti menginformasikan sebagaimana mestinya peta atau daftar koordinat geografis demikian dan mesti mendepositkan satu copy setiap peta atau daftar demikian pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.

BAB VI
LANDAS KONTINEN (CONTINENTAL SHELF)

Pasal 76
Batasan landas kontinen
1.       Landas kontinen suatu Negara pantai mencakup dasar maritim dan tanah di bawahnya dari daerah di bawah permukaan bahari yang terletak di luar bahari teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah kawasan daratannya sampai pinggiran luar tepi kontinen, atau hingga sebuah jarak 200 mil maritim dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur, dalam hal pinggiran luar tepi kontinen tidak meraih jarak tersebut.
2.       Landas kontinen sebuah negara pantai dilarang melampaui batas-batas sebagaimana ditentukan dalam ayat 4 sampai 6.
3.       Tepian kontinen mencakup kelanjutan bagian daratan negara pantai yang berada dibawah permukaan air, dan berisikan dasar bahari dan tanah dibawahnya dari dataran kontinen, lereng (slope) dan tanjakan (rise). Tepian kontinen ini tidak meliputi dasar samudera dalam dengan bukti-bukti samudera atau tanah di bawahnya.
4.–     (a)    Untuk maksud konvensi ini, Negara pantai akan menetapkan pinggiran luar tepian kontinen dalam hal tepian kontinen tersebut lebih lebar dari 200 mil maritim dari garis pangkal dan mana lebar laut teritorial diukur, atau dengan :
(i)      sebuah garis yang ditarik sesuai dengan ayat 7 dengan menunjuk pada titik tetap terluar dimana ketebalan kerikil endapan adalah paling sedikit 1% dari jarak terdekat antara titik tersebut dan kaki lereng kontinen; atau
(ii)     suatu garis yang ditarik sesuai dengan menunjuk pada titik-titik tetap yang tereltak tidak lebih dari 60 mil kaut dari kaki lereng kontinen.
(b)     Dalam hal tidak terdapatnya bukti yang bertentangan, kaki lereng kontinen mesti ditetapkan sebagai titik perubahan maksimum dalam tanjakan pada kakinya.
5.       Titik-titik tetap yang ialah garis batas luar landas kontinen pada dasar bahari, yang ditarik sesuai dengan ayat 4 (a)(i) dan (ii), atau tidak akan boleh melampaui 350 mil laut dari garis pangkal dari mana laut teritorial diukur atau dilarang melampaui 100 mil bahari dari garis batas kedalaman (isobath) 2.500 meter, yaitu suatu garis yang menghubungkan kedalaman 2.500 meter.
6.       Walaupun ada ketentuan ayat 5, pada bukti-bukti dasar bahari, batas luar landas kontinen tidak boleh melebihi 350 mil laut dari garis pangkal dari mana laut teritorial diukur. Ayat ini tidak berlaku bagi elevasi dasar laut yang ialah bagian-bab alamiah tepian kontinen, mirip pelataran (pateau), tanjakan (rise), puncak (caps), ketinggian yang datar (banks) dan puncak gunung yang bulat (spurs) nya.
7.       Negara pantai harus menetapkan batas terluar landas kontinennya di mana landas kontinen itu melebihi 200 mil laut dari garis pangkal dari mana laut teritorial diukur dengan cara menarik garis-garis lurus yang tidak melampaui 60 mil laut panjangnya, dengan menghubungkan titik-titik tetap, yang ditetapkan dengan koordinat-koordinat lintang dan bujur.
8.       Keterangan perihal batas-batas landas kontinen di luar 200 mil maritim dari garis pangkal dari mana laut teritorial diukur harus disampaikan oleh Negara pantai terhadap Komisi Batas-batas Landas Kontinen (Commision on the Limits of the Continental Shelf) yang diresmikan berdasarkan Lampiran II atas dasar perwakilan geografis yang adil. Komisi ini mesti membuat nasehat terhadap Negara pantai tentang problem yang bertalian dengan penetapan batas luar landas kontinen mereka. Batas-batas landas kontinen yang ditetapkan oleh suatu Negara pantai menurut anjuran -nasehat ini yakni tuntas dan mengikat.
9.       Negara pantai mesti mendepositkan pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa peta-peta dan keterangan yang berkaitan tergolong data geodesi, yang secara permanen menggambarkan batas luar landas kontinennya Sekretaris Jenderal mesti menginformasikan peta-peta dan informasi tersebut sebagaimana mestinya.
10.     Ketentuan pasal ini dilarang meminimalisir arti duduk perkara penetapan batas landas kontinen antara Negara-negara yang berhadapan atau berdampingan.
Pasal 77
Hak Negara pantai atas landas kontinen
1.       Negara pantai melaksanakan hak berdaulat di landas kontinen untuk tujuan mengeksplorasinya dan mengekploitasi sumber kekayaan alamnya.
2.       Hak yang tersebut dalam ayat 1 di atas adalah eksklusifnya dalam arti bahwa jika Negara pantai tidak mengekplorasi landas kontinen atau mengekploitasi sumber kekayaan alamnya, tiada seorangpun mampu melaksanakan aktivitas itu tanpa persetujuan tegas Negara pantai.
3.       Hak sebuah Negara pantai atas landas kontinen tidak tergantung pada pendudukan (okupasi), baik efektif atau tidak tetap (notinal), atau pada proklamasi secara terang apapun.
4.       Sumber kekayaan alam tersebut dalam Bab ini terdiri dari sumber kekayaan mineral dan sumber kekayaan non hayati yang lain pada dasar maritim dan tanah di bawahnya, bareng dengan organisme hidup yang tergolong jenis sedenter yakni organisme yang pada tingkat yang sudah mampu dipanen dengan tidak bergerak berada pada atau di bawah dasar bahari atau tidak dapat bergerak kecuali jikalau berada dalam kontak pisik tetap dengan dasar laut atau tanah dibawahnya.
Pasal 78
Status aturan perairan dan ruang udara diatas landas kontinen serta
hak dan kebebasan Negara lain
1.       Hak Negara pantai atas landas kontinen tidak menghipnotis status aturan perairan di atasnya atau ruang udara di atas perairan tersebut.
2.       Pelaksanaan hak Negara pantai atas landas kontinen tidak boleh meminimalkan, atau mengakibatkan gangguan apapun yang tak berdalih terhadap pelayaran dan hak serta keleluasaan lain yang dimiliki Negara lain sebagaimana diputuskan dalam ketentuan Konvensi ini.

  Pasal 79
Kabel dan pipa bahari dilandas kontinen
1.       Semua Negara berhak untuk meletakkan kabel dan pipa bawah maritim di atas landas kontinen sesuai dengan ketentuan pasal ini.
2.       Dengan tunduk pada haknya untuk mengambil tindakan yang pantas untuk mengeksplorasi landas kontinen, mengekploitasi sumber kekayaan alamnya dan untuk pencegahan, penghematan dan pengendalian pencemaran yang berasal dari pipa, Negara pantai dihentikan membatasi pemasangan atau pemeliharaan kabel atau pipa demikian.
3.       Penentuan arah jalannya pemasangan pipa laut demikian di atas landas kontinen mesti mendapat persetujuan Negara pantai.
4.       Tidak satupun ketentuan dalam Bab ini mempengaruhi hak Negara pantai untuk menetapkan kriteria bagi kabel atau pipa yang memasuki daerah atau maritim teritorialnya, atau mempengaruhi yurisdiksi negara pantai atas kabel dan pipa yang dipasang atau digunakan bertalian dengan eksplorasi landas kontinennya atau eksploitasi sumber kekayaan alamnya atau operasi pulau produksi, instalasi dan bangunan yang ada di bawah yurisdiksinya.
5.       Apabila memasang kabel atau pipa bawah maritim, Negara-negara mesti memperhatikan sebagaimana mestinya kabel atau pipa yang telah ada. Khususnya, kemungkinan untuk perbaikan kabel dan pipa yang telah ada tidak boleh dirugikan.
Pasal 80
Pulau bikinan, instalasi dan bangunan di atas landas kontinen
Pasal 60 berlaku mutatis mutandis untuk pulau bikinan, instalasi dan bangunan di atas landas kontinen.
Pasal 81
Pemboran di landas kontinen
Negara pantai memiliki hak pribadi untuk mengijinkan dan mengendalikan pemboran di landas kontinen untuk segala kebutuhan.
Pasal 82
Pembayaran dan perlindungan bertalian
dengan eksploitasi landas kontinen diluar 200 mil laut
1.       Negara pantai harus melaksanakan pembayaran atau dukungan berupa barang bertalian dengan eksploitasi sumber kekayaan non hayati landas kontinen di luar 200 mil laut dijumlah dari garis pangkal untuk mengukur luas lautteritorial.
2.       Pembayaran dan sumbangan tersebut harus dibuat secara tahunan berkenaan dengan semua bikinan pada suatu daerah sehabis bikinan 5 tahun pertama pada tempat itu. Untuk tahun ke enam, tarip pembayaran atau pemberian yaitu 1% dari nilai atau jumlah produksi daerah itu. Tarip tersebut mesti naik dengan 1% untuk tiap tahun berikutnya sampai tahun ke duabelas dan akan tetap pada 7% sesudah itu. Produksi tidak meliputi sumber yang digunakan bertalian dengan eksploitasi.
3.       Suatu negara berkembang yang merupakan pengimpor netto sebuah sumber mineral yang dihasilkan dari landas kontinennya dibebaskan dari keharusan melaksanakan pembayaran atau dukungan yang bertalian dengan sumber mineral tersebut.
4.       Pembayaran atau dukungan itu harus dibuat lewat Otorita yang harus membagikannya terhadap Negara Peserta pada Konvensi ini atas dasar ukuran pembagian yang adil, dengan memperhatikan kepentingan dan kebutuhan Negara-negara meningkat , khususnya yang paling terkebelakang dan yang tak berpantai diantaranya.
Pasal 83
Penetapan garis batas landas kontinen antara Negara yang
pantainya berhadapan atau berdampingan
1.       Penetapan garis batas landas kontinen antara Negara yang pantainya berhadapan atau berdampingan mesti dilakukan dengan persetujuan atas dasar hukum internasional, sebagaimana tercantum dalam Pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional untuk mencapai sebuah solusi yang adil.
2.       Apabila tidak dapat diraih persetujuan dalam rentang waktu yang layak, Negara yang bersangkutan mesti menggunakan prosedur yang diputuskan dalam Bagian XV.
3.       Sambil menanti kesepakatan sebagaimana ditentukan dalam ayat 1, Negara-negara yang bersangkutan, dengan semangat saling pengertian dan koordinasi, mesti menciptakan segala usaha untuk menyelenggarakan pengaturan sementara yang bersifat praktis dan, selama abad peralihan ini, tidak membahayakan atau mengusik pencapaian kesepakatan yang tuntas. Pengaturan demikian tidak boleh merugikan penetapan garis batas yang tuntas.
4.       Dalam hal ada sebuah persetujuan yang berlaku antara Negara-negara yang bersangkutan, dilema yang bertalian dengan penetapan garis batas landas kontinen harus ditetapkan sesuai dengan ketentuan persetujuan itu.
Pasal 84
Peta dan daftar koordinat geografis
1.       Dengan tunduk pada ketentuan Bab ini, garis batas luar landas kontinen dan garis-garis penetapan batas yang ditarik sesuai degnan pasal 83 mesti dicantumkan pada peta dengan skala atau skala-skala yang mencukupi untuk penentuan posisinya. Dimana perlu daftar titik-titik koordinat geografis, yang memerinci datum geodetik, dapat menggantikan garis-garis batas bahari atau garis-garis penetapan batas demikian.
2.       Negara pantai mesti mengumumkan sebagaimana mestinya peta-peta atau daftar-daftar koordinat geografis demikian dan mesti mendepositkan satu copy/salinan dari setiap peta atau daftar demikian pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa dan dalam hal peta dalam daftar yang mencantumkan garis-garis batas luar landas kontinen, pada Sekretaris Jenderal Otorita.
Pasal 85
Penggalian terowongan
Bab ini tidak menghemat hak Negara pantai untuk eksploitasi tanah di bawah landas kontinen dengan melakukan penggalian terowongan, tanpa memandang kedalaman perairan di atas tanah di bawah landas kontinen tersebut.

BAB VII
LAUT LEPAS (HIGH SEAS)

Bagian 1. KETENTUAN UMUM
Pasal 86
Penerapan ketentuan bagian ini.
Ketentuan Bab ini berlaku bagi semua bab dari maritim yang tidak tergolong dalam zona ekonomi pribadi, dalam bahari teritorial atau dalam perairan pedalaman suatu Negara, atau dalam perairan kepulauan suatu Negara kepulauan. Pasal ini tidak menimbulkan penghematan apapun kepada keleluasaan yang dicicipi semua Negara di zona ekonomi eksklusif sesuai dengan pasal 58.
Pasal 87
Kebebasan bahari lepas
1.       Laut lepas terbuka untuk semua Negara, baik Negara pantai atau tidak berpantai. Kebebasan laut lepas, dijalankan berdasarkan syarat-syarat yang ditentukan dalam Konvensi ini dan ketentuan lain aturan internasional. Kebebasan laut lepas itu meliputi, inter alia, baik untuk Negara pantai atau Negara tidak berpantai :
(a)     kebebasan berlayar;
(b)     kebebasan penerbangan;
(c)     keleluasaan untuk memasang kabel dan pipa bawah laut, dengan tunduk pada Bab VI;
(d)     keleluasaan untuk membangun pulau produksi dan instalasi lainnya yang diperbolehkan menurut aturan internasional, dengan tunduk pada Bab VI;
(e)     kebebasan menangkap ikan, dengan tunduk pada tolok ukur yang tercantum dalam bagian 2;
(f) kebebasan riset ilmiah, dengan tunduk pada Bab VI dan XIII.
2.       Kebebasan ini akan dilaksanakan oleh semua Negara, dengan memperhatikan sebagaimana mestinya kepentingan Negara lain dalam melaksanakan keleluasaan bahari lepas itu, dan juga dengan memperhatikan sebagaimana mestinya hak-hak dalam Konvensi ini yang bertalian dengan aktivitas di Kawasan.
Pasal 88
Pencadangan maritim lepas untuk maksud tenang
Laut lepas dicadangkan untuk maksud tenang.
Pasal 89
Tidak sahnya permintaan kedaulatan maritim lepas
Tidak ada sebuah Negara pun yang dapat secara sah menundukkan aktivitas manapun dari laut lepas pada kedaulatannya.

Pasal 90
Hak berlayar
Setiap Negara, baik berpantai atau tidak berpantai, mempunyai hak untuk melayarkan kapal di bawah benderanya di maritim lepas.
Pasal 91
Kebangsaan kapal
1.    Setiap Negara harus menetapkan standar bagi tunjangan kebangsaannya pada kapal, untuk registrasi kapal di dalam wilayah, dan untuk hak mengibarkan benderanya. Kapal mempunyai kebangsaan Negara yang benderanya secara sah mampu dikibarkan olehnya. Harus ada suatu kaitan yang sungguh-sungguh antara Negara dan kapal itu.
2.    Setiap Negara harus menawarkan kepada kapal yang olehnya diberikan hak untuk mengibarkan benderanya dokumen yang diperlukan untuk itu.
Pasal 92
Status kapal
1.       Kapal mesti berlayar di bawah bendera sebuah Negara saja dan kecuali dalam hal-hal luar biasa yang dengan jelas diputuskan dalam kesepakataninternasional atau dalam Konvensi ini, harus tunduk pada yurisdiksi langsung Negara itu di laut lepas. Suatu kapal tidak boleh merobah bendera kebangsaannya sewaktu dalam pelayaran atau ketika berada di suatu pelabuhan yang disinggahinya, kecuali dalam hal adanya suatu perpindahan pemilikan yang konkret atau perubahan pendaftaran.
2.       Sebuah kapal yang berlayar di bawah bendera dua Negara atau lebih, dan menggunakannya berdasarkan kemudahan, dilarang menuntut salah satu dari kebangsaan itu terhadap Negara lain manapun, dan dapat dianggap sebagi suatu kapal tanpa kebangsaan.
Pasal 93
Kapal yang menggunakan bendera Perserikatan Bangsa-Bangsa, tubuh-tubuh
terutama dan Badan Tenaga Atom Internasional
Pasal-pasal yang terdahulu tidak mempunyai efek kepada duduk perkara kapal-kapal yang dipakai dalam dinas resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa, badan-tubuh khususnya atau Badan Tenaga Atom Internasional (International Atomic Energy Agency), yang mengibarkan bendera organisasi tersebut.
Pasal 94
Kewajiban Negara Bendera
1.       Setiap Negara mesti melaksanakan secara efektif yurisdiksi dan pengawasannya dalam bidang administratif, teknis dan sosial atas kapal yang mengibarkan benderanya.
2.       Khususnya setiap Negara mesti :
(a)     memelihara suatu daftar (register) kapal-kapal yang memuat nama dan keterangan-informasi yang lain perihal kapal yang mengibarkan benderanya, kecuali kapal yang dikecualikan dari peraturan-peraturan internasional yang diterima secara umum sebab ukurannya yang kecil, dan
(b)     melakukan yurisdiksi di bawah perundang-usul nasionalnya atas setiap kapal yang mengibarkan benderanya dan nakhoda, perwira serta awak kapalnya bertalian dengan persoalan administratif, teknis dan sosial mengenai kapal itu.
3.       Setiap Negara mesti mengambil langkah-langkah yang diperlukan bagi kapal yang memakai benderanya, untuk menjamin keamanan di laut, berkenaan, inter alia, dengan :
(a)     konstruksi, perlengkapan dan kelayakan bahari kapal;
(b)     pengawakan kapal, persyaratan perburuhan dan latihan awak kapal, dengan mengamati ketentuan internasional yang berlaku;
(c)     pemakaian tanda-tanda, memelihara dan pencegahan tubrukan.
4. Tindakan demikian mesti mencakup tindakan yang diperlukan untuk menjamin :
(a)     bahwa setiap kapal, sebelum pendaftaran dan sehabis pada jangka waktu tertentu, diperiksa oleh seorang surveyor kapal yang berwenang, dan bahwa di atas kapal tersedia peta, penerbitan pelayaran dan peralatan navigasi dan alat-alat yang lain yang diperlukan untuk navigasi yang kondusif kapal itu;
(b)     bahwa setiap kapal ada dalam pengendalian seorang nakhoda dan perwira-perwira yang mempunyai patokan yang sempurna, terutama perihal seamanship (kepelautan), navigasi, komunikasi dan permesinan kapal, dan bahwa awak kapal itu memenuhi syarat dalam kualifikasi dan jumlahnya untuk jenis, ukuran, mesin dan peralatan kapal itu;
(c)     bahwa nakhoda, perwira, dan sedapat mungkin awak kapal sepenuhnya mengenal dan diharuskan untuk mematuhi peraturan internasional yang berlaku wacana keamanan jiwa di laut, pencegahan tubrukan dan pencegahan, penghematan dan pengendalian pencemaran laut serta pemeliharaan komunikasi lewat radio.
5.       Dalam mengambil langkah-langkah yang diharuskan dalam ayat 3 dan 4 setiap Negara diharuskan untuk mengikuti peraturan-peraturan, prosedur dan praktek internasional yang biasa diterima dan untuk mengambil setiap langkah yang mungkin diharapkan untuk pentaatannya.
6.       Suatu Negara yang memiliki alasan yang berpengaruh untuk menduga bahwa yurisdiksi dan pengendalian yang pantas bertalian dengan sebuah kapal telah tidak terealisasi, dapat melaporkan fakta itu kepada Negara bendera. Setelah mendapatkan laporan demikian, Negara bendera harus mengusut persoalan itu dan, bila dibutuhkan, mesti mengambil tindakan yang diperlukan untuk memperbaiki kondisi.
7.       Setiap Negara harus menyelenggarakan investigasi yang dilakukan oleh atau dihadapan seorang atau orang-orang yang berwenang, atas setiap kecelakaan kapal atau kejadian pelayaran di maritim lepas yang menyangkut kapal yang mengibarkan benderanya dan yang menimbulkan hilangnya nyawa atau luka berat pada warganegara dari Negara lain atau kerusakan berat pada kapal-kapal atau instalasi instalasi Negara lain atau pada lingkungan bahari. Negara bendera dan Negara yang lain itu harus berafiliasi dalam penyelenggaraan suatu pemeriksaan yang diadakan oleh Negara lainnya itu kepada setiap kecelakaan bahari atau peristiwa pelayaran yang demikian itu.
Pasal 95
Kekebalan kapal perang dilaut lepas
Kapal perang di maritim lepas memiliki kekebalan sarat terhadap yurisdiksi Negara manapun selain Negara bendera.
Pasal 96
Kekebalan kapal yang cuma digunakan untuk dinas
pemerintah non-komersial
Kapal yang dimiliki atau dioperasikan oleh sebuah Negara dan dipakai hanya untuk dinas pemerintah non-komersial di bahari lepas, memiliki kekebalan penuh terhadap yurisdiksi Negara lain manapun kecuali Negara bendera.
Pasal 97
Yurisdiksi pidana dalam kasus tubrukan laut atau tiap
kejadian pelayaran lainnya
1.       Dalam hal terjadinya suatu tubrukan atau kejadian pelayaran lain apapun yang menyangkut suatu kapal bahari lepas, berkaitan dengan tanggung jawab pidana atau disiplin nakhoda atau setiap orang lainnya dalam dinas kapal, tidak boleh diadakan penuntutan pidana atau disiplin kepada orang-orang yang demikian kecuali di hadapan peradilan atau pejabat administratif dari atau Negara bendera atau Negara yang orang demikian itu menjadi warganegaranya.
2.       Dalam perkara disiplin, cuma Negara yang sudah mengeluarkan ijazah nakhoda atau sertifikat kesanggupan atau ijin yang harus merupakan pihak yang berwenang, setelah dipenuhinya proses aturan sebagaimana mestinya, untuk menyatakan penarikan sertifikat demikian, sekalipun pemegangnya bukan warganegara dari Negara yang mengeluarkannya.
3.       Tidak boleh penangkapan atau penahanan kepada kapal, sekalipun selaku suatu langkah-langkah investigasi, ditugaskan oleh pejabat manapun kecuali oleh pejabat pejabat dari Negara bendera.
Pasal 98
Kewajiban untuk memberikan santunan
1.       Setiap Negara mesti mewajibkan (meminta) nakhoda suatu kapal yang berlayar di bawah benderanya untuk, selama hal itu mampu dilakukannya tanpa ancaman yang besar bagi kapal, awak kapal atau penumpang :
(a)     untuk memperlihatkan sumbangan kepada setiap orang yang ditemukan di laut dalam bahaya akan hilang;
(b)     untuk menuju segera membantu orang yang dalam kesulitan, apabila mendapat pemberitahuan tentang keperluan mereka akan derma, sepanjang langkah-langkah demikian selayaknya dapat diharapkan dari padanya;
(c)     sehabis sebuah tubrukan, untuk memberikan derma pada kapal lain itu, awak kapal dan penumpangnya dan dimana mungkin, untuk mengumumkan terhadap kapal lain itu nama kapalnya sendiri, pelabuhan registrasinya dan pelabuhan terdekat yang akan didatanginya.
2.       Setiap Negara pantai harus menggalakkan diadakannya, pengoperasian dan pemeliharaan dinas search and rescue (SAR) yang mencukupi dan efektif berkenaan dengan keamanan di dalam dan di atas maritim dan, dimana kondisi menghendakinya, bekerjasama dengan Negara tetangga untuk tujuan ini dengan cara pengaturan regional.
Pasal 99
Larangan pengangkutan budak belian
Setiap Negara harus mengambil tindakan efektif untuk mencegah dan menghukum pengangkutan budak belian dalam kapal yang diijinkan untuk mengibarkan benderanya dan untuk mencegah pemakaian tak sah benderanya untuk kebutuhan itu. Setiap budak belian yang melarikan diri keatas kapal manapun, apapun benderanya, akan ipso facto mendapatkan kemerdekaannya.
Pasal 100
Kewajiban untuk kerjasama dalam
penindasan pembajakan di bahari
Semua Negara mesti berhubungan sepenuhnya dalam penindasan pembajakan di laut lepas di kawasan lain manapun di luar yurisdiksi sesuatu Negara.
Pasal 101
Batasan pembajakan di maritim
Pembajakan di laut berisikan salah satu di antara tindakan berikut :
(a)     setiap tindakan kekerasan atau penahanan yang tidak syah, atau setiap tindakan memusnahkan, yang dikerjakan untuk tujuan langsung oleh awak kapal atau penumpang dari suatu kapal atau pesawat udara swasta, dan ditujukan :
(i)      di bahari lepas, terhadap kapal atau pesawat udara lain atau kepada orang atau barang yang ada di atas kapal atau pesawat udara demikian;
(ii)     terhadap suatu kapal, pesawat udara, orang atau barang di suatu tempat di luar yurisdiksi Negara manapun;
(b)     setiap langkah-langkah turut serta secara sukarela dalam pengoperasian suatu kapal atau pesawat udara dengan mengenali fakta yang menjadikannya sebuah kapal atau pesawat udara pembajak.
(c)     setiap langkah-langkah mengajak atau dengan sengaja membantu langkah-langkah yang disebutkan dalam sub-ayat (a) atau (b).
Pasal 102
Perompakan oleh suatu kapal perang, kapal atau pesawat
udara pemerintah yang awak kapalnya telah berontak
Tindakan-langkah-langkah perompakan sebagaimana ditentukan dalam pasal 101, yang dijalankan oleh sebuah kapal perang, kapal atau pesawat udara pemerintah yang awak kapalnya sudah berontak dan sudah mengambil alih pengendalian atas kapal atau pesawat udara itu disamakan dengan tindakan-langkah-langkah yang dikerjakan oleh sebuah kapal atau pesawat udara perompak.
Pasal 103
Batasan kapal atau pesawat udara perompak
Suatu kapal atau pesawat udara dianggap suatu kapal atau pesawat udara perompak apabila ia dimaksudkan oleh orang yang mengendalikannya digunakan untuk tujuan melakukan salah satu langkah-langkah yang dimaksud dalam pasal 101. Hal yang sama berlaku jika kapal atau pesawat udara itu sudah dipakai untuk melaksanakan setiap tindakan demikian, selama kapal atau pesawat udara itu berada di bawah pengendalian orang-orang yang bersalah melaksanakan tindakan itu.
Pasal 104
Tetap dimilikinya atau kehilangan kebangsaan kapal atau pesawat udara perompak
Suatu kapal atau pesawat udara dapat tetap memiliki kebangsaannya walaupun sudah menjadi suatu kapal atau pesawat udara perompak. Tetap dimilikinya atau kehilangan kebangsaan ditentukan oleh undang-undang Negara yang sudah menawarkan kebangsaan itu.
Pasal 105
Penyitaan suatu kapal atau pesawat udara perompak
Di maritim lepas, atau disetiap kawasan lain di luar yurisdiksi Negara manapun setiap Negara mampu menyita sebuah kapal atau pesawat udara perompak atau suatu kapal atau pesawat udara yang telah diambil oleh perompak dan berada di bawah pengendalian perompak dan menangkap orang-orang yang menguras barang yang ada di kapal. Pengadilan Negara yang telah melakukan tindakan penyitaan itu dapat memutuskan eksekusi yang hendak dikenakan, dan juga dapat memutuskan tindakan yang hendak diambil berkenaan dengan kapal-kapal, pesawat udara atau barang-barang, dengan tunduk pada hak-hak pihak ketiga yang sudah bertindak dengan itikad baik.

Pasal 106
Tanggung jawab atas penyitaan tanpa alasan yang cukup
Apabila penyitaan suatu kapal pesawat udara yang dicurigai melakukan perompakan dikerjakan tanpa argumentasi yang cukup, maka Negara yang sudah melaksanakan penyitaan tersebut harus bertanggung jawab kepada Negara yang kebangsaannya dimiliki oleh kapal atau pesawat udara tersebut untuk setiap kerugian atau kerusakan yang disebabkan oleh penyitaan tersebut.
Pasal 107
Kapal atau pesawat udara yang berhak menguras alasannya perompakan
Suatu penyitaan sebab perompakan cuma dapat dikerjakan oleh kapal perang atau pesawat udara militer, atau kapal atau pesawat udara lain yang secara terang diberi tanda dan mampu diketahui selaku dalam dinas pemerintah dan yang diberi wewenang untuk melakukan hal demikian.
Pasal 108
Perdagangan gelap obat narkotik atau bahan-materi psikotropis
1.       Semua Negara harus berafiliasi dalam penumpasan jual beli gelap obat narkotik dan materi-bahan psikotropis yang dijalankan oleh kapal di maritim lepas berlawanan dengan konvensi internasional.
2.       Setiap Negara yang mempunyai argumentasi yang patut untuk menerka bahwa suatu kapal yang mengibarkan benderanya terlibat dalam perdagangan gelap obat narkotik atau materi psikotropis mampu meminta kerjasama Negara lain untuk menumpas jual beli demikian.
Pasal 109
Penyiaran gelap dari maritim lepas
1.       Semua Negara harus bekerjasama dalam menumpas siaran gelap dari laut lepas.
2.       Untuk maksud Konvensi ini, “penyiaran gelap” memiliki arti transmisi dari pada bunyi radio atau siaran televisi dari kapal atau instalasi di laut lepas yang ditujukan untuk penerimaan oleh lazim secara bertentangan dengan peraturan internasional tetapi tidak termasuk didalamnya transmisi usul pemberian.
3.       Setiap orang yang melaksanakan penyiaran gelap mampu dituntut dimuka pengadilan :
(a)     Negara bendera kapal;
(b)     Negara registrasi instalasi;
(c)     Negara dimana orang itu menjadi warganegara;
(d)     setiap Negara dimana transmisi itu dapat diterima; atau
(e)     setiap Negara dimana komunikasi radio yang sah mengalami gangguan.
4.       Di bahari lepas, sebuah Negara yang mempunyai yurisdiksi sesuai dengan ayat 4, sesuai dengan Pasal 110, dapat menangkap setiap orang atau kapal yang melakukan siaran gelap dan menyita perlengkapan pemancaran tersebut.
Pasal 110
Hak melaksanakan pemeriksaan
1.       Kecuali bila perbuatan mengganggu berasal dari wewenang yang berdasarkan perjanjian, suatu kapal perang yang menjumpai sebuah kapal abnormal di maritim lepas, selain kapal yang mempunyai kekebalan sarat sesuai pasal-pasal 95 dan 96, tidak dibenarkan untuk menaikinya kecuali bila ada alasan yang cukup untuk mengira bahwa :
(a)     kapal tersebut terlibat dalam perompakan;
(b)     kapal tersebut terlibat dalam perdagangan budak;
(c)     kapal tersebut terlibat dalam penyiaran gelap dan Negara bendera kapal perang tersebut memiliki yurisdiksi menurut pasal 109;
(d)     kapal tersebut tanpa kebangsaan; atau
(e)     meskipun mengibarkan sebuah bendera ajaib atau menolak untuk menawarkan benderanya, kapal tersebut, dalam kenyataannya, mempunyai kebangsaan yang sama dengan kapal perang tersebut.
2.       Dalam hal-hal yang diputuskan dalam ayat 1, kapal perang tersebut mampu melakukan pemeriksaan atas hak kapal tersebut untuk mengibarkan benderanya. Untuk kebutuhan ini, kapal perang boleh mengirimkan sekoci, di bawah perintah seorang perwira ke kapal yang dicurigai. Apabila kecurigaan tetap ada sehabis dokumen-dokumen di periksa, mampu diteruskan dengan pemeriksaan berikutnya di atas kapal, yang mesti dijalankan dengan memperhatikan segala pertimbangan yang mungkin.
3.       Apabila ternyata kecurigaan itu tidak beralasan dan kalau kapal yang diperiksa tidak melaksanakan sebuah perbuatan yang membenarkan pemeriksaan itu, kapal tersebut akan menerima ganti kerugian untuk setiap kerugian atau kerusakan yang mungkin diderita.
4.       Ketentuan-ketentuan ini berlaku mutatis mutandis bagi pesawat udara militer.
5.       Ketentuan-ketentuan ini berlaku juga bagi setiap kapal atau pesawat udara lain yang berwenang dan mempunyai gejala jelas dan dapat dikenal sebagai kapal atau pesawat udara dalam dinas pemerintah.
Pasal 111
Hak Pengejaran saat itu juga
(Right of hot pursuit)
1.       Pengejaran saat itu juga sebuah kapal abnormal mampu dilaksanakan apabila pihak yang berwenang dari Negara pantai mempunyai alasan cukup untuk mengira bahwa kapal tersebut telah melanggar peraturan perundang-undangan Negara itu. Pengejaran demikian mesti dimulai pada dikala kapal asing atau salah satu dari sekocinya ada dalam perairan pedalaman, perairan kepulauan, bahari teritorial atau zona pemanis negara pengejar, dan hanya boleh diteruskan di luar bahari teritorial atau zona suplemen bila pengejaran itu tidak terputus. Adalah tidak butuhbahwa pada dikala kapal aneh yang berada dalam maritim teritorial atau zona pelengkap itu menerima perintah untuk berhenti, kapal yang memberi perintah itu juga berada dalam bahari teritorial atau zona embel-embel. Apabila kapal aneh tersebut berada dalam zona perhiasan, sebagaimana diartikan dalam pasal 33, pengejaran hanya dapat dijalankan jika telah terjadi pelanggaran terhadap hak-hak untuk derma mana zona itu telah diadakan.
2.       Hak pengejaran saat itu juga harus berlaku, mutatis mutandis bagi pelanggaran-pelanggaran di zona ekonomi eksklusif atau di landas kontinen, termasuk zona-zona keamanan disekitar instalasi-instalasi di landas kontinen, kepada peraturan perundang-undangan Negara pantai yang berlaku sesuai dengan Konvensi ini bagi zona ekonomi pribadi atau landas kontinen, tergolong zona keselamatan demikian.
3.       Hak pengejaran seketika berhenti secepatnya sesudah kapal yang diburumemasuki bahari teritorial Negaranya sendiri atau Negara ketiga.
4.       Pengejaran seketika belum dianggap sudah dimulai kecuali bila kapal yang mengejar-ngejar telah meyakinkan diri dengan cara-cara praktis yang demikian yang mungkin tersedia, bahwa kapal yang dikejar atau salah satu sekocinya atau kapal lain yang bekerjasama selaku sebuah team dan menggunakan kapal yang dikejar selaku kapal induk berada dalam batasan maritim teritorial atau sesuai dengan  keadaannya di dalam zona pelengkap atau zona ekonomi langsung atau di atas landas kontinen. Pengejaran hanya mampu mulai sesudah diberikan sebuah tanda visual atau suara untuk berhenti pada suatu jarak yang memungkinkan tanda itu dilihat atau didengar oleh kapal gila itu.
5.       Hak pengejaran seketika dapat dilaksanakan hanya oleh kapal-kapal perang atau pesawat udara militer atau kapal-kapal atau pesawat udara yang lain yang diberi tanda yang terperinci dan mampu diketahui sebagai kapal atau pesawat udara dalam dinas pemerintah dan berwenang untuk melaksanakan tugas itu.
6.       Dalam hal pengejaran seketika dilakukan oleh suatu pesawat udara :
(a)     ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 dan 4 mesti berlaku mutatis mutandis;
(b)     pesawat udara yang menawarkan perintah untuk berhenti harus melaksanakan pengejaran kapal itu secara aktif sampai kapal atau pesawat udara Negara pantai yang dipanggil oleh pesawat udara pengejar itu tiba untuk mengambil alih pengejaran itu, kecuali apabila pesawat udara itu sendiri dapat melakukan penangkapan kapal tersebut. Adalah tidak cukup untuk membenarkan sebuah penangkapan di luar maritim teritorial bahwa kapal itu hanya tampakoleh pesawat udara selaku suatu pelanggar atau pelanggar yang dicurigai, jika kapal itu tidak ditugaskan untuk berhenti dan dikejar oleh pesawat udara itu sendiri atau oleh pesawat udara atau kapal lain yang melanjutkan pengejaran itu tanpa terputus.
7.       Pelepasan suatu kapal yang ditahan dalam yurisdiksi suatu Negara dan dikawal ke pelabuhan Negara itu untuk kebutuhan investigasi di hadapan pejabat-pejabat yang berwenang tidak boleh dituntut semata-mata atas argumentasi bahwa kapal itu dalam melaksanakan perjalanannya, dikawal melalui sebagian dari zona ekonomi langsung atau maritim lepas bila keadaan menghendakinya.
8.       Dalam hal suatu kapal sudah dihentikan atau ditahan di luar maritim teritorial dalam keadaan yang tidak membenarkan dilaksanakannya hak pengejaran saat itu juga, maka kapal itu mesti diberi ganti kerugian untuk setiap kerugian dan kerusakan yang telah diderita akibatnya.
Pasal 112
Hak untuk memasang kabel dan pipa bawah laut
1.       Semua Negara memiliki hak untuk memasang kabel dan pipa bawah laut di atas dasar bahari lepas di luar landas kontinen.
2.       Pasal 79 ayat 5, berlaku terhadap kabel dan pipa demikian.
Pasal 113
Pemutusan atau kerusakan kabel atau pipa bawah maritim
Setiap Negara mesti menetapkan peraturan perundang permintaan yang diperlukan untuk mengendalikan bahwa pemutusan atau kerusakan pada kabel bawah laut di bawah laut lepas yang dilaksanakan dengan sengaja atau sebab kelalaian yang sungguh oleh suatu kapal yang mengibarkan benderanya atau oleh seorang yang tunduk pada yurisdiksinya, sedemikian rupa sehingga besar kemungkinannya memutuskan atau menghalangi komunikasi telegrap atau telepon, demikian pula,pemutusan atau kerusakan pada pipa atau kabel listrik voltase tinggi di bawah bahari merupakan suatu pelanggaran yang dapat dihukum. Ketentuan ini juga mesti berlaku kepada perbuatan yang dipertimbangkan dapat atau kemungkinan besar berakibat pemutusan atau kerusakan demikian. Akan tetapi, ketentuan tersebut tidak berlaku bagi setiap pemutusan atau kerusakan yang disebabkan oleh orang-orang yang hanya bertindak dengan tujuan sah untuk menyelamatkan nyawa atau kapalnya, setelah mereka melaksanakan segala upaya pencegahan untuk menghindarkan terjadinya pemutusan atau kerusakan demikian.

Pasal 114
Pemutusan atau kerusakan oleh pemilik kabel atau pipa bawah maritim
kepada kabel atau pipa bawah laut yang lain
Setiap Negara harus menetapkan peraturan perundang-ajakan yang diperlukan untuk mengontrol bahwa bila orang-orang yang tunduk pada yurisdiksinya, yang merupakan pemilik kabel atau pipa bawah laut di bawah maritim lepas, ketika melakukan pemasangan atau perbaikan kabel atau pipa itu, menjadikan terjadinya pemutusan atau kerusakan pada kabel atau pipa bahari lain, mereka harus menanggung ongkos perbaikannya.
Pasal 115
Ganti rugi untuk kerugian yang diderita dalam perjuangan untuk menghalangi
kerusakan pada kabel atau pipa bawah laut
Setiap Negara mesti menetapkan peraturan perundang-usul yang diharapkan untuk menjamin bahwa pemilik kapal yang mampu menerangkan bahwa mereka sudah mengorbankan sebuah jangkar, sebuah jaring atau perlengkapan penangkapan ikan yang lain dalam usaha untuk menghalangi terjadinya kerusakan pada kabel atau pipa bawah laut, harus diberi ganti kerugian oleh pemilik dari kabel atau pipa tersebut, dengan ketentuan bahwa pemilik kabel itu sudah mengambil segala tindakan pencegahan yang masuk akal sebelumnya.
BAGIAN 2.
KONSERVASI DAN PENGELOLAAN SUMBER
KEKAYAAN HAYATI DI LAUT LEPAS

  Kehidupan Sosial Budaya Indonesia, Konsep Bantuan Sosial

Pasal 116
Hak untuk menangkap ikan di bahari lepas

Semua Negara memiliki hak bagi warganegaranya untuk melaksanakan penangkapan ikan di laut lepas dengan tunduk pada :
(a)     kewajibannya berdasarkan perjanjian internasional;
(b)     hak dan kewajiban maupun kepentingan Negara pantai, yang diputuskan, inter alia, dalam pasal 63, ayat 2, dan pasal-pasal 64 hingga 67; dan
(c)     ketentuan bab ini.
Pasal 117
Kewajiban Negara untuk menyelenggarakan tindakan bertalian dengan warga
negaranya untuk konservasi sumber kekayaan hayati di bahari lepas
Semua Negara memiliki kewajiban untuk mengambil langkah-langkah atau kerjasama dengan Negara lain dalam mengambil tindakan demikian bertalian dengan warga negara masing-masing yang dianggap perlu untuk konservasi sumber kekayaan hayati di maritim lepas.
Pasal 118
Kerjasama Negara-negara dalam konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan hayati
Negara-negara mesti melakukan koordinasi satu dengan lainnya dalam konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan hayati di tempat maritim lepas. Negara-negara yang warganegaranya melaksanakan eksploitasi sumber kekayaan hayati yang serupa atau sumber kekayaan hayati yang berbeda di daerah yang serupa, harus mengadakan negosiasi dengan tujuan untuk mengambil langkah-langkah yang dibutuhkan untuk konservasi sumber kekayaan hayati yang bersangkutan. Mereka mesti, menuntut keperluan, bekerjasama untuk menetapkan organisasi perikanan sub-regional atau regional untuk kebutuhan ini.
Pasal 119
Konservasi sumber kekayaan hayati di laut lepas
1.       Dalam memutuskan jumlah tangkapan yang diperbolehkan dan menetapkan lain-lain tindakan konservasi sumber kekayaan hayati di bahari lepas. Negara-negara mesti :
(a)     mengambil tindakan yang direncanakan berdasarkan bukti ilmiah terbaik yang tersedia pada Negara yang bersangkutan, memelihara atau memulihkan populasi jenis-jenis yang ditangkap pada taraf yang dapat memberikan hasil tangkap lestari maksimum, sebagaimana diputuskan oleh faktor lingkungan dan ekonomi yang relevan, termasuk kebutuhan khusus dari Negara berkembang, dan dengan mengamati pola-teladan penangkapan ikan, saling ketergantungan antara persediaan jenis ikan dan setiap kriteria minimum internasional yang secara biasa diusulkan pada taraf sub-regional, regional maupun global.
(b)     mengamati balasan kepada jenis yang berhubungan dengan atau tergantung dari jenis yang ditangkap dengan tujuan untuk memelihara atau memulihkan populasi jenis yang berafiliasi atau tergantung demikian di atas taraf dimana reproduksinya menjadi sangat terancam.
2.       Keterangan ilmiah yang tersedia, statistik perihal penangkapan dan upaya penangkapan ikan dan lain-lain data yang berhubungan dengan konservasi persediaan jenis ikan mesti disumbangkan dan dipertukarkan secara terstruktur lewat organisasi internasional yang berwenang baik sub-regional, regional atau global, dimana perlu dan dengan serta semua Negara yang berkepentingan.
3.       Negara yang berkepentingan harus menjamin bahwa tindakan konservasi dan pelaksanaannya tidak menyelenggarakan diskriminasi formal atau diskriminasi faktual terhadap nelayan dari Negara manapun juga.
Pasal 120
Mamalia laut
Pasal 65 juga berlaku bagi konservasi dan pengelolaan mamalia maritim di bahari lepas.

BAB VIII
REZIM PULAU (REGIME OF ISLANDS)

Pasal 121
Rezim pulau
1.       Pulau ialah kawasan daratan yang dibentuk secara alamiah yang dikelilingi oleh air dan yang ada di atas permukaan air pada air pasang.
2.       Kecuali dalam hal sebagaimana ditentukan dalam ayat 3, laut teritorial, zona embel-embel, zona ekonomi langsung dan landas kontinen suatu pulau ditetapkan sesuai dengan ketentuan Konvensi ini yang berlaku bagi kawasan darat yang lain.
3.       Batu karang yang tidak dapat mendukung kediaman insan atau kehidupan ekonomi tersendiri tidak mempunyai zona ekonomi pribadi atau landas kontinen.

BAB IX
LAUT TERTUTUP ATAU SETENGAH TERTUTUP (ENCLOSED OR SEMI-ENCLOSED)

Pasal 122
B a t a s a n
Untuk maksud Konvensi ini. “laut tertutup atau setengah tertutup” memiliki arti suatu teluk, lembah maritim (basin), atau maritim yang dikelilingi oleh dua atau lebih Negara dan dihubungkan dengan maritim lainnya atau samudera oleh suatu alur yang sempit atau yang terdiri semuanya atau utamanya dari maritim teritorial dan zona ekonomi eksklusifnya dua atau lebih Negara pantai.
Pasal 123
Kerjasama antara Negara-negara yang berbatasan dengan maritim
tertutup atau setengah tertutup
Negara-negara yang memiliki batas dengan bahari tertutup atau setengah tertutup hendaknya bekerjasama satu sama lainnya dalam melakukan hak dan kewajibannya menurut Konvensi ini. Untuk kebutuhan ini mereka harus berusaha secara langsung atau lewat organisasi regional yang tepat :
(a)     untuk mengkoordinasikan pengelolaan, konservasi, eksplorasi dan eksploitasi sumber kekayaan hayati laut;
(b)     untuk mengkoordinasikan pelaksanaan hak dan kewajiban mereka bertalian dengan dukungan dan pemeliharaan lingkungan maritim;
(c)     untuk mengkoordinasikan kecerdikan riset ilmiah mereka dan untuk gotong royong dimana perlu menyelenggarakan acara bersama riset ilmiah di kawasannya;
(d)     untuk mengundang, menurut kebutuhan, Negara lain yang berminat atau organisasi internasional untuk berhubungan dengan mereka dalam pelaksanaan lebih lanjut ketentuan pasal ini.

Pasal 124
Pengguna istilah
1.       Untuk maksud Konvensi ini :
(a)     “Negara tak berpantai” berarti suatu Negara yang tidak memiliki pantai maritim;
(b)     “Negara transit” berarti sebuah Negara, dengan atau tanpa pantai laut, yang terletak antara suatu Negara tak berpantai dan maritim, yang lewat daerahnya dikerjakan lalu lintas udara transit;
(c)     “kemudian lintas dalam transit” memiliki arti transit orang, bagasi, barang dan alat pengangkutan melintasi daerah satu atau lebih Negara transit, dimana lintas lewat kawasan demikian, dengan atau tanpa alih kapal (transhipment), di gudangkan, dipecah-pecah (breaking bulk), atau perubahan dalam cara pengangkutan, hanya ialah sebuah bagian dari suatu perjalanan yang lengkap yang mulai atau berakhir di dalam daerah Negara tak berpantai itu;
(d)     “alat pengangkutan” memiliki arti :
(i)      kereta api, alat pengangkutan laut, danau dan sungai dan kendaraan darat;
(ii)     di mana kondisi setempat menghendakinya, orang dan binatang pengangkut barang.
2.       Negara tak berpantai atau Negara transit, dengan menyelenggarakan kesepakatan antara mereka, dapat memasukkan selaku alat pengangkutan pipa susukan dan pipa gas dan alat pengangkutan lain dari pada apa yang tercantum dalam ayat 1.
Pasal 125
Hak terusan ke dan dari laut dan keleluasaan transit
1.       Negara tak berpantai mempunyai hak untuk akses ke dan dari maritim untuk keperluan melakukan hak yang ditentukan dalam Konvensi ini tergolong hak yang bertalian dengan kebebasan maritim lepas dan warisan bersama umat manusia. Untuk keperluan ini, Negara tak berpantai mesti menikmati keleluasaan transit melalui wilayah Negara transit dengan memakai semua alat pengangkutan.
2.       Persyaratan dan cara untuk melakukan keleluasaan transit mesti disepakati antara Negara tak berpantai dan Negara transit yang bersangkutan melalui kesepakatan bilateral, sub-regional atau regional.
3.       Negara transit, dalam melakukan kedaulatan sepenuhnya atas wilayahnya, memiliki hak untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan untuk menjamin bahwa hak dan kemudahannya yang ditentukan dalam Bab ini untuk Negara tak berpantai bagaimanapun juga tidak akan mengurangi kepentingannya yang sah.
Pasal 126
Tidak berlakunya klausula “most-favoured-nation”
Ketentuan Konvensi ini, demikian pula persetujuan khusus yang berkenaan dengan pelaksanaan hak susukan ke dan dari bahari, yang menetapkan hak dan fasilitas yang disebabkan karena kedudukan geografis khusus Negara tak berpantai dikecualikan dari berlakunya klausula “most-favoured-nation”.
Pasal 127
Bea-cukai, pajak dan pungutan-pungutan lain
1.       Lalu lintas dalam transit tidak dikenakan beacukai, pajak atau pungutan-pungutan lain apapun kecuali pungutan-pungutan yang dipungut untuk jasa khusus yang diberikan bertalian dengan lalu lintas demikian.
2.       Alat pengangkutan dalam transit dan fasilitas lain yang disediakan dan dipakai oleh Negara tak berpantai dihentikan dikenakan pajak atau pungutan yang lebih tinggi dari pada yang dipungut atas penggunaan alat pengangkutan Negara transit.
Pasal 128
Zona bebas dan akomodasi bea-cukai yang lain
Untuk memudahkan lalu lintas dalam transit, zona bebas atau fasilitas bea cukai lainnya mampu disediakan di pelabuhan masuk dan keluar di Negara transit, dengan kesepakatan antara Negara itu dengan Negara tak berpantai.
Pasal 129
Kerjasama dalam pembangunan dan perbaikan alat pengangkutan
Dalam hal tidak terdapat alat pengangkutan dalam Negara transit untuk melakukan kebebasan transit atau dalam hal alat yang ada, tergolong instalasi pelabuhan dan peralatannya, bagaimanapun juga tidak memadai, Negara transit dan Negara tak berpantai yang bersangkutan mampu berhubungan dalam membangun atau memperbaikinya.
Pasal 130
Tindakan untuk menangkal atau menghapus kelambatan atau kesulitan
lain yang bersifat teknis dalam lalu lintas transit
1.       Negara transit mesti mengambil segala langkah-langkah yang sempurna untuk menghalangi terjadinya kelambatan atau kesusahan lain yang bersifat teknis dalam lalu lintas transit.
2.       Apabila kelambatan atau kesusahan demikian terjadi, pejabat yang berwenang dari Negara transit dan Negara tak berpantai yang bersangkutan harus berafiliasi untuk menetralisir kelambatan atau kesusahan demikian segera.
Pasal 131
Perlakuan sama di pelabuhan-pelabuhan
Kapal yang mengibarkan bendera Negara tak berpantai mesti menikmati perlakuan yang sama dengan yang diberikan pada kapal gila yang lain di pelabuhan-pelabuhan laut.
Pasal 132
Pemberian fasilitas transit yang lebih besar
Konvensi ini bagaimanapun tidak menjadikan penarikan fasilitas transit yang lebih besar dari apa yang ditetapkan dalam konvensi ini dan yang disepakati antara Negara-negara Peserta Konvensi ini atau sudah diberikan oleh satu Negara Peserta. Konvensi ini juga tidak menutup kemungkinan adanya bantuan fasilitas-kemudahan lebih besar dikemudian hari.

BAB XI
KAWASAN (THE AREA)

Bagian 1. Ketentuan Umum

Pasal 133
Penggunaan istilah


Dalam Bab ini yang dimaksud dengan :
(a)     “Kekayaan” bermakna segala kekayaan mineral yang bersifat padat, cair atau gas in situ di Kawasan atau di bawah dasar bahari, tergolong nodul-nodul polimetalik;
(b)     kekayaan yang dihasilkan dari Kawasan dinamakan “mineral-mineral”

Pasal 134
Ruang lingkup Bab ini
1.       Ketentuan-ketentuan dalam Bab ini berlaku bagi Kawasan.
2.       Kegiatan-acara di tempat dikelola oleh ketentuan-ketentuan Bab ini.
3.       Syarat-syarat tentang penyimpanan dan pengumuman peta-peta atau daftar koordinat-koordinat geografis yang menawarkan batasan mirip dimaksud dalam pasal 1 ayat 1, tercantum dalam Bab VI.
4.       Tidak satu ketentuanpun dalam pasal ini mensugesti penetapan garis batas terluar landas kontinen sesuai dengan Bab VI atau keabsahan dari perjanjian-perjanjian tentang penetapan garis batas di antara Negara-negara yang pantainya berhadapan atau berdampingan.
Pasal 135
Status hukum perairan dan ruang udara di atasnya
Baik ketentuan Bab ini maupun hak apapun yang diperoleh atau dilaksanakan menurut ketentuan Bab ini, tidak akan mempengaruhi status aturan perairan yang ada di atas Kawasan atau ruang udara di atasnya.
BAGIAN 2.
ASAS-ASAS YANG MENGATUR KAWASAN

Pasal 136
Warisan bersama umat insan
Kawasan dan kekayaan-kekayaannya merupakan warisan
bareng umat insan.

Pasal 137
Status hukum Kawasan dan kekayaan-kekayaannya
1.       Tidak satu Negarapun boleh menuntut atau melakukan kedaulatan atau hak-hak berdaulatnya atas bab manapun dari Kawasan atau kekayaan-kekayaan-nya, demikian pula tidak satu Negara atau badan hukum atau peroranganpun boleh mengambil langkah-langkah pemilikan terhadap bagian Kawasan manapun. Tidak satupun tuntutan atau penyelenggaraan kedaulatan atau hak-hak berdaulat ataupun tindakan pemilikan yang demikian akan diakui.
2.       Segala hak kepada kekayaan-kekayaan di Kawasan ada pada umat insan selaku sebuah keseluruhan, yang atas nama siapa Otorita bertindak. Kekayaan-kekayaan ini tidak tunduk pada pengalihan hak. Namun demikian mineral-mineral yang dihasilkan dari Kawasan cuma mampu dialihkan sesuai dengan ketentuan Bab ini dan ketentuanketentuan, peraturan-peraturan dan prosedur-mekanisme Otorita.
3.       Tidak satu Negara, badan hukum atau peroranganpun boleh menuntut, mendapatkan atau melaksanakan hak-hak yang bertalian dengan mineral-mineral yang dihasilkan dari Kawasan, kecuali bila dilakukan sesuai dengan ketentuan Bab ini. Apabila tidak demikian, maka tidak satupun juga permintaan, perolehan atau pelaksanaan hak-hak demikian akan diakui.
Pasal 138
Perilaku biasa Negara-negara berkenaan dengan Kawasan
Perilaku lazim Negara-negara berkenaan dengan Kawasan mesti sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bab ini, asasasas yang terdapat dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan ketentuan-ketentuan aturan internasional yang lain untuk kepentingan memelihara perdamaian dan keamanan serta meningkatkan kerjasama internasional dan saling Pengertian.
Pasal 139
Tanggung jawab untuk menjamin pentaatan dan keharusan mengeluarkan uang ganti rugi
1.       Negara-negara Peserta mesti bertanggung jawab untuk menjamin bahwa acara-kegiatan di Kawasan, baik dijalankan oleh Negara-negara Peserta atau perusahaan perusahaan negara atau tubuh hukum atau orang individual yang mempunyai kebangsaan Negara-negara Peserta atau yang dikuasai secara efektif oleh mereka atau oleh warganegara-warganegara mereka, mesti dijalankan sesuai dengan Bab ini. Tanggung jawab yang serupa berlaku pula bagi organisasi-organisasi internasional untuk aktivitas kegiatan yang dikerjakan oleh organisasiorganisasi tersebut di Kawasan.
2.       Dengan tidak menghemat berlakunya ketentuan-ketentuan hukum internasional dan pada Lampiran III pasal 22, kerugian yang disebabkan oleh kelalaian suatu Negara Peserta atau organisasi internasional untuk melakukan kewajibannya menurut Bab ini akan mengakibatkan kewajiban untuk ganti rugi, Negara-negara Peserta atau organisasi-organisasi internasional yang bertindak tolong-menolong mesti memikul secara bareng dan secara tanggung renteng keharusan untuk ganti rugi. Akan tetapi sebuah Negara Peserta tidak berkewajiban menanggung kerugian yang disebabkan oleh suatu kelalaian yang dilaksanakan oleh seorang yang disponsorinya berdasarkan pasal 153 ayat 2 (b) kalau Negara Peserta tersebut sudah mengambil segala langkah-langkah yang perlu dan sempurna untuk menjamin ditaatinya secara efektif menurut pasal 153 ayat 4, dan Lampiran III, pasal 4, ayat 4.
3.       Negara-negara Peserta yang menjadi anggota-anggota organisasi-organisasi internasional harus mengambil tindakan-langkah-langkah yang tepat untuk menjamin pelaksanaan pasal ini yang bekenaan dengan organisasi-organisasi tersebut.
Pasal 140
Kemanfaatan bagi umat manusia
1.       Kegiatan-kegiatan di Kawasan sebagaimana dikontrol secara khusus dalam Bab ini, mesti dilaksanakan untuk kemanfaatan umat insan selaku suatu keseluruhan, terlepas dari letak geografis Negara-negara, baik Negara pantai atau Negara tak berpantai dan dengan mengamati secara khusus kepentingan-kepentingan dan keperluankeperluan Negara-negara meningkat dan bangsa-bangsa yang belum meraih kemerdekaan sarat atau berstatus berpemerintahan sendiri yang diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa sesuai dengan Resolusi Majelis Umum No. 1514 (XV) dan Resolusi Majelis Umum yang lain yang berkaitan.
2.       Otorita harus memutuskan pembagian yang adil dari keuntungan-keuntungan dan keuntungan-laba ekonomi lainnya yang didapat dari aktivitas-kegiatan di Kawasan melalui mekanisme yang sempurna atas dasar non-diskriminasi sesuai dengan pasal 160 ayat 2 (f) (i).
Pasal 141
Penggunaan Kawasan semata-mata untuk maksud-maksud tenang
Kawasan terbuka untuk digunakan semata-mata untuk maksud maksud tenang oleh semua Negara, baik Negara pantai maupun Negara tak berpantai tanpa diskriminasi dan tanpa menghemat ketentuan-ketentuan lain dari Bab ini.
Pasal 142
Hak-hak dan kepentingan-kepentingan yang sah Negara-negara pantai
1.       Kegiatan-kegiatan di Kawasan, berkenaan dengan endapan-endapan kekayaan di Kawasan yang letaknya melintasi garis-garis batas yurisdiksi nasional, dilakukan dengan mengamati seperlunya hak-hak dan kepentingankepentingan sah setiap Negara pantai yang yurisdiksinya dilintasi endapan-endapan tersebut.
2.       Konsultasi-konsultasi, tergolong sebuah cara pemberitahuan apalagi dulu, mesti dipelihara dengan Negara yang bersangkutan, dengan maksud untuk mencegah pelanggaran terhadap hak-hak dan kepentingan-kepentingan tersebut. Dalam hal aktivitas-acara di Kawasan mampu menimbulkan eksploitasi kekayaan-kekayaan yang terletak di dalam yurisdiksi nasional, maka disyaratkan adanya persetujuan apalagi dahulu dari Negara pantai yang bersangkutan.
3.       Baik Bab ini maupun hak-hak yang diberikan atau dilaksanakan sesuai dengan Bab ini, tidak mensugesti hak Negara pantai untuk mengambil langkah-langkah-tindakan yang konsisten dengan ketentuan-ketentuan yang berhubungan dari Bab XII yang dianggap perlu untuk menghalangi, meminimalisir atau melenyapkan marabahaya yang mengancam garis pantainya atau kepentingan-kepentingan yang berkaitan dengan itu dari pencemaran atau ancaman pencemaran atau peristiwa-kejadian berbahaya yang lain yang berasal dari atau yang disebabkan oleh aktivitas-acara apapun di Kawasan.
Pasal 143
Penelitian ilmiah kelautan
1.       Penelitian ilmiah kelautan di Kawasan harus dijalankan semata-mata untuk maksud-maksud hening dan untuk kemanfaatan umat manusia sebagai suatu keseluruhan, sesuai dengan Bab XIII.
2.       Otorita mampu melakukan observasi ilmiah kelautan perihal Kawasan dan kekayaan-kekayaannya, dan dapat menyelenggarakan persetujuan-perjanjian untuk keperluan tersebut. Otorita harus membuatkan dan mendorong diadakannya observasi ilmiah kelautan di Kawasan dan mengkoordinasikan serta mengembangkan hasil-hasil penelitian dan evaluasi tersebut bila ada.
3.       Negara-negara Peserta mampu mengadakan penelitian ilmiah kelautan di tempat. Negara-negara Peserta harus menggalakkan kerjasama internasional dibidang penelitian ilmiah kelautan di Kawasan dengan jalan :
(a)     berperan serta dalam acara-acara internasional dan mendorong kerjasama dalam observasi ilmiah kelautan oleh personil berbagai negara dan personil Otorita;
(b)     menjamin bahwa program-acara itu dikembangkan lewat Otorita atau organisasi-organisasi internasional lainnya yang sempurna untuk kemanfaatan Negara-negara berkembang dan Negara yang teknologinya kurang maju dengan tujuan :
(i)      memperkuat kemampuan observasi mereka;
(ii)     melatih personil mereka dan personil Otorita di bidang teknik dan aplikasi penelitian;
(iii)    membina dipekerjakannya personil mereka yang mahir dalam observasi di Kawasan.
(c)     berbagi secara efektif hasil-hasil penelitian dan anlisa kalau ada, lewat Otorita atau susukan-terusan internasional lainnya apabila dipandang perlu.
Pasal 144
Alih teknologi
1.       Otorita harus mengambil tindakan-langkah-langkah sesuai dengan Konvensi ini:
(a)     untuk memperoleh teknologi dan pengetahuan ilmiah yang bertalian dengan kegiatan-acara di Kawasan; dan
(b)     untuk mengembangkan dan mendorong alih teknologi dan pengetahuan ilmiah tersebut kepada Negara-negara meningkat sehingga semua Negara Peserta mendapat manfaat dari padanya.
2.       Untuk tujuan ini Otorita dan Negara-negara Peserta mesti berafiliasi dalam menggalakkan alih teknologi dan pengetahuan ilmiah yang bertalian dengan kegiatan-aktivitas di Kawasan sehingga Perusahaan dan semua Negara Peserta dapat mendapatkan faedah dari padanya. Khususnya mereka harus memprakarsai dan meningkatkan :
(a)     acara-acara untuk alih teknologi ke Perusahaan dan ke Negara-negara berkembang berkenaan dengan aktivitas-acara di Kawasan, termasuk, inter alia, memudahkan terusan Perusahaan dan Negara-negara meningkat pada teknologi yang berhubungan , dengan ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat yang masuk akal dan layak.
(b)     tindakan-tindakan yang diarahkan untuk mengembangkan teknologi Perusahaan dan teknologi domestik Negaranegara berkembang, khususnya dengan menunjukkan kesempatan-peluang kepada personil Perusahaan dan Negara-negara berkembang untuk mengikuti latihan dalam ilmu dan teknologi kelautan dan berperan serta secara penuh dalam acara-aktivitas di Kawasan.
Pasal 145
Perlindungan lingkungan maritim
Tindakan-tindakan yang perlu berkenaan dengan acara-acara di Kawasan mesti diambil sesuai dengan Konvensi ini untuk menjamin dukungan yang efektif kepada lingkungan bahari dari akhir-akhir yang merugikan yang mungkin timbul dari kegiatan-aktivitas tersebut. Untuk tujuan ini Otorita mesti memutuskan ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan mekanisme-mekanisme yang sempurna untuk inter alia :
(a)     pencegahan, penghematan dan pengendalian pencemaran dan bahaya-ancaman lainnya terhadap lingkungan maritim, termasuk garis pantai, dan gangguan terhadap keseimbangan ekologis lingkungan bahari, dengan memperlihatkan perhatian khusus pada keperluan akan pertolongan kepada akhir-balasan jelek dari kegiatan-aktivitas mirip pemboran, pengerukan, penggalian, pembuangan limbah, pembangunan dan operasi atau pemeliharaan instalasiinstalasi, kanal-akses pipa dan peralatan-perlengkapan lainnya yang bertalian dengan acara-acara itu.
(b)     pertolongan dan konservasi kekayaan-kekayaan alam Kawasan dan pencegahan kerusakan terhadap tanaman dan fauna lingkungan maritim.
Pasal 146
Perlindungan kehidupan manusia
Berkenaan dengan kegiatan-acara di daerah, langkah-langkah-langkah-langkah yang perlu harus diambil untuk menjamin pinjaman yang efektif bagi kehidupan manusia. Untuk tujuan ini Otorita mesti menetapkan ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan mekanisme-prosedur yang sempurna untuk melengkapi hukum internasional yang ada sebagaimana terdapat dalam perjanjianperjanjian yang berhubungan .
Pasal 147
Akomodasi acara-acara di Kawasan dan dalam
lingkungan bahari
1.       Kegiatan-aktivitas di Kawasan harus dijalankan dengan mengamati secara layak kegiatan-acara yang lain dalam lingkungan laut.
2.       Instalasi-instalasi yang digunakan untuk melakukan acara-acara di Kawasan mesti memenuhi syarat-syarat berikut :
(a)     instalasi-instalasi tersebut harus dibangun, diposisikan dan dipindahkan semata-mata sesuai dengan Bab ini dan tunduk pada ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan prosedur-mekanisme Otorita. Harus ada pemberitahuan secukupnya perihal pembangunan, penempatan dan pemindahan instalasi tersebut dan mesti dipelihara cara yang tetap untuk memberi peringatan akan adanya instalasi-instalasi tersebut;
(b)     instalasi-instalasi tersebut dilarang dibangun di daerah yang mampu mengakibatkan gangguan kepada penggunaan alur-alur bahari yang diakui penting untuk pelayaran internasional atau di kawasan-tempat dimana terdapat aktivitas-aktivitas penangkapan ikan yang padat.
(c)     zona-zona pengaman harus diadakan di sekeliling instalasi-instalasi tersebut dengan tanda-tanda yang patut, untuk menjamin keamanan baik pelayaran maupun instalasi-instalasi tersebut. Konfigurasi dan letak zona-zona pengaman tersebut tidak boleh sedemikian rupa sehingga membentuk sebuah jalur yang membatasi kanal yang sah dari kapal-kapal ke zona maritim tertentu atau pelayaran melalui alur-alur maritim internasional.
(d)     instalasi-instalasi demikian harus digunakan semata-mata untuk maksud-maksud hening.
(e)     instalasi-instalasi tersebut tidak mempunyai status sebagai pulau. Instalasi-instalasi tersebut tidak mempunyai maritim teritorial sendiri, dan kehadirannya tidak mensugesti penetapan garis batas bahari teritorial, zona ekonomi langsung atau landas kontinen.
3.       Kegiatan-acara lain dalam lingkungan maritim mesti dilakukan dengan mengamati sepatutnya aktivitas-kegiatan di Kawasan.
Pasal 148
Peran serta Negara-negara berkembang dalam
kegiatan-acara di Kawasan
Peran serta Negara-negara berkembang yang efektif dalam aktivitas-acara di Kawasan mesti ditingkatkan sebagaimana dikontrol secara khusus dalam Bab ini, dengan memperhatikan secukupnya kepentingan-kepentingan dan Kebutuhan khusus Negara-negara tersebut, dan terutama kepentingan khusus Negara-negara tak berpantai dan geografis tak mujur diantara mereka untuk mengatasi rintangan-rintangan yang timbul sebab letaknya yang tidak menguntungkan, termasuk letaknya yang jauh dari Kawasan dan kesukaran jalan masuk ke dan dari Kawasan.
Pasal 149
Benda-benda purbakala dan bersejarah
Semua benda-benda purbakala dan yang memiliki nilai sejarah yang ditemukan di Kawasan mesti dipelihara atau digunakan untuk kemanfaatan umat manusia selaku sebuah keseluruhan, dengan memperhatikan secara khusus hak-hak yang didahulukan dari Negara asal, atau Negara asal-kebudayaan, atau Negara asal jarahan dan asal kepurbakalaan.
BAGIAN 3.
PENGEMBANGAN KEKAYAAN-KEKAYAAN DI KAWASAN

Pasal 150
Kebijaksanaan-kecerdikan berkenaan dengan
aktivitas-aktivitas di Kawasan

Kegiatan-aktivitas di Kawasan sebagaimana dikontrol secara khusus dalam Bab ini, harus dijalankan sedemikian rupa sampai menolong pengembangan ekonomi dunia yang sehat dan perkembangan perdagangan internasional yang berimbang, dan untuk mengembangkan kerjasama internasional bagi pertumbuhan secara menyeluruh semua Negara, utamanya Negara-negara berkembang dengan maksud untuk menjamin :
(a)     pengembangan kekayaan di Kawasan;
(b)     pengelolaan kekayaan Kawasan secara tertib, aman dan rasional, tergolong pelaksanaan acara-acara di Kawasan yang efektif dan pencegahan terjadinya limbah yang tidak perlu sesuai dengan asas-asas konservasi yang sehat;
(c)     perluasan potensi untuk berperan serta dalam acara-aktivitas demikian konsisten dengan pasal 144 dan 148;
(d)     berperan serta dalam pemasukan-pemasukan Otorita dan alih teknologi terhadap Perusahaan dan Negara-negara meningkat sebagaimana yang dikelola dalam Konvensi ini;
(e)     menambah tersedianya mineral-mineral yang dihasilkan dari Kawasan sebagaimana dibutuhkan tolong-menolong dengan mineral-mineral yang dihasilkan dari sumber-sumber lain, untuk menjamin persediaan mineral-mineral itu bagi pelanggan;
(f)      pengembangan tingkat harga yang adil dan stabil yang memberi laba bagi produsen dan pantas bagi konsumen atas mineral-mineral yang dihasilkan baik dari Kawasan maupun dari sumber-sumber lain, dan pengembangan keseimbangan jangka panjang antara penawaran dan ajakan;
(g)     peningkatan peluang bagi semua Negara Peserta, dengan tidak memandang sistem sosial dan ekonominya atau letak geografinya, untuk berperan serta dalam pengembangan kekayaan-kekayaan Kawasan dan pencegahan monopoli aktivitas di Kawasan;
(h)     derma bagi Negara-negara berkembang dari balasan-akhir yang merugikan terhadap ekonomi dan penerimaanpenerimaan ekspor mereka yang disebabkan oleh penurunan harga mineral yang terkena, atau dalam volume ekspor-ekspor mineral itu, sejauh pengurangan tersebut disebabkan oleh aktivitas di Kawasan sebagaimana dikontrol dalam pasal 151;
(i)      pengembangan warisan bareng untuk kemanfaatan umat manusia sebagai suatu keseluruh; dan
(j)      syarat-syarat untuk masuknya ke pasar-pasar bagi impor-impor mineral-mineral yang dihasilkan dari kekayaankekayaan di Kawasan dan impor-impor komoditi-komoditi yang dihasilkan dari mineral-mineral tersebut dihentikan lebih menguntungkan dari pada yang diberlakukan bagi impor-impor dari sumber-sumber lainnya.
Pasal 151
Kebijaksanaan-kebijaksanaan Produksi
1.–      (a)   Dengan tidak menghemat target-target yang tercantum dalam pasal 150 dan untuk melakukan ketentuan sub-ayat (h) pasal tersebut Otorita, bertindak lewat lembaga-forum yang ada atau pengaturan-pengaturan baru atau perjanjian-persetujuanyang tepat, dalam mana semua pihak yang berkepentingan berperan serta, termasuk baik produsen-produsen maupun pelanggan-konsumen, harus mengambil tindakan-langkah-langkah yang perlu untuk meningkatkan perkembangan, efisiensi dan stabilitas pasar-pasar komoditi yang dihasilkan oleh mineral-mineral yang berasal dari Kawasan, pada tingkat harga yang memberi laba bagi para produsen dan layak bagi para pelanggan. Semua Negara Peserta harus melakukan pekerjaan sama untuk meraih tujuan ini.
(b)     Otorita memiliki hak untuk berperan serta dalam setiap konperensi komoditi perihal komoditi-komoditi tersebut dan dimana semua pihak-pihak yang berkepentingan termasuk para produsen dari konsumen, berperan serta. Otorita mempunyai hak untuk menjadi pihak dalam setiap pengaturan dan perjanjian yang dihasilkan konperensi tersebut. Peran serta Otorita dalam setiap tubuh yang dibuat berdasarkan pengaturan-pengaturan atau perjanjian-perjanjian demikian harus bertalian dengan buatan di Kawasan dan sesuai dengan ketentuanketentuan badan tersebut yang berkaitan.
(c)     Otorita harus melakukan kewajiban-kewajibannya berdasarkan pengaturan atau kontraksebagaimana disebut dalam ayat ini dengan cara yang menjamin pelaksanaan yang seragam dan non-diskriminasi perihal semua produksi mineral-mineral yang bersangkutan di Kawasan. Dalam melakukan hal itu, Otorita harus bertindak dengan cara konsisten dengan ketentuan-ketentuan kesepakatan-kesepakatan yang ada dan planning kerja Perusahaan yang telah disetujui.
2.–    (a)     Selama abad peralihan sebagaimana ditetapkan dalam ayat 3, produksi komersial tidak dilaksanakan menurut rencana kerja yang sudah disetujui sampai operator sudah mengajukan permintaan untuk dan sudah diberikan ijin bikinan oleh Otorita. Ijin buatan tersebut dihentikan diajukan atau dikeluarkan untuk abad lebih dari lima tahun sebelum buatan komersial pertama yang telah direncanakan menurut planning kerja dimulai, kecuali dengan mengamati sifat dan waktu kemajuan proyek, ketentuan-ketentuan, peraturanperaturan dan prosedur-mekanisme Otorita menentukan jangka waktu yang lain.
(b)     Dalam permintaan ijin bikinan, operator mesti menyebutkan secara tegas jumlah nikel setiap tahun yang di inginkan akan ditemukan berdasarkan planning kerja yang sudah disetujui. Permohonan tersebut mesti memuat planning pengeluaran-pengeluaran yang dilaksanakan operator, setelah ia menerima ijin yang dipertimbangkan secara masuk akal untuk memungkinkannya memulai produksi komersial pada tanggal yang dijadwalkan.
(c)     untuk tujuan sub-ayat (a) dan (b), Otorita mesti menetapkan syarat-syarat pelaksanaan yang tepat sesuai dengan Lampiran III pasal 17.
(d)     Otorita mesti mengeluarkan ijin produksi untuk tingkat bikinan yang diajukan, kecuali bila jumlah tingkat itu dan tingkat-tingkat yang sudah diijinkan melebihi pagu bikinan nikel, sebagaimana yang diperhitungkan menurut ayat 4 dalam tahun dikeluarkannya ijin buatan, selama tiap tahun produksi, yang dijadwalkan itu masih berada dalam masa peralihan.
(e)     jika dikeluarkan, ijin produksi dan permintaan yang disetujui itu akan menjadi bab dari renana kerja yang disetujui
(f)      jika permintaan operator untuk ijin buatan ditolak berdasarkan sub-ayat (d), setiap waktu operator tersebut dapat mengajukan lagi permintaan terhadap Otorita.
3.       Masa peralihan akan mulai berlaku lima tahun sebelum tanggal 1 Januari dari tahun dalam mana produksi komersial pertama dijadwalkan dimulai berdasarkan planning kerja yang disetujui. Apabila produksi komersial pertama ditangguhkan lebih usang dari tahun yang direncanakan semula, permulaan abad peralihan dan pagu produksi yang dipertimbangkan semula akan disesuaikan dengan penangguhan tersebut. Masa peralihan akan berjalan selama 25 tahun atau hingga final Konperensi Peninjauan Kembali sebagaimana disebut dalam pasal 155 atau hingga hari mulai berlakunya pengaturan-pengaturan atau perjanjian-perjanjian baru seperti tersebut dalam ayat 1, yang mana saja yang paling dulu. Otorita akan mulai kembali memegang kekuasaan yang ditetapkan dalam pasal ini untuk sisa era peralihan jikalau pengaturan-pengaturan atau perjanjian-persetujuantersebut telah tidak berlaku lagi atau menjadi tidak efektif lagi karena alasannya adalah apapun.
4.–     (a)    pagu produksi untuk setiap tahun dalam kala peralihan yakni jumlah dari :
(i)      perbedaan antara ekspresi dominan line values konsumsi nikel, yang dijumlah menurut sub-ayat (b) untuk satu tahun sebelum tahun dimulainya produksi komersial pertama dan satu tahun sebelum dimulainya masa peralihan; dan
(ii)     enampuluh persen dari perbedaan antara isu terkini line values untuk konsumsi nikel, yang dihitung berdasarkan sub-ayat (b), untuk tahun ijin buatan yang diajukan dan satu tahun sebelum tahun produksi komersial yang pertama.
(b)     untuk tujuan sub-ayat (a) :
(i)      demam isu line values yang dipakai untuk menghitung pagu buatan nikel yaitu nilai konsumsi nikel tahunan berdasarkan musim line yang dijumlah selama tahun mana ijin buatan telah diberikan. Trend line akan didasarkan pada regresi linear dari logaritmus konsumsi nikel yang sebenarnya untuk abad 15 tahun terakhir untuk mana data tersebut masih tersedia, dengan aspek waktu sebagai variabel independen. Trend line ini akan disebut isu terkini line yang asli.
(ii)     bila tingkat pertambahan tahun isu terkini line yang orisinil kurang dari 3 persen, maka isu terkini line yang digunakan untuk menentukan jumlah yang disebut dalam sub-ayat (a) sebaliknya yaitu satu tingkat pertumbuhan/garis yang melampaui musim line yang asli pada nilai untuk tahun pertama dari masa waktu 15 tahun yang berhubungan , dan bertambah sebesar 3 persen setahun; tetapi dengan ketentuan bahwa pagu buatan yang diputuskan untuk tiap tahun selama periode peralihan bagaimanapun dilarang melebihi selisih antara ekspresi dominan line values yang orisinil untuk tahun itu dan trend line values yang asli untuk satu tahun sebelum dimulainya kurun peralihan.
5.       Otorita harus mencadangkan untuk bikinan pertama Perusahaan sejumlah 38.000 metrik ton nikel dari pagu buatan yang ada di hitung menurut ayat 4.
6.–     (a)    seorang operator setiap tahunnya boleh memproduksi kurang dari atau sampai 8 persen lebih dari tingkat bikinan tiap tahun mineral-mineral yang berasal dari nodul-nodul polimetalik sebagaimana ditentukan dalam ijin produksinya, dengan ketentuan bahwa jumlah bikinan secara keseluruhan dilarang lebih dari apa yang ditentukan dalam ijin. Setiap kelebihan di atas 8 persen sampai 20 persen pada setiap tahun, atau setiap keunggulan dalam tahun pertama dan tahun-tahun selanjutnya setelah dua tahun berturut-turut dalam waktu mana sudah terjadi keunggulan, harus dirundingkan dengan Otorita dimana operator diharuskan untuk mendapatkan ijin produksi aksesori untuk menutup keunggulan tadi.
(b)     permohonan-permohonan untuk ijin bikinan tambahan tersebut harus diperhitungkan oleh Otorita cuma sesudah semua permintaan yang belum ditentukan yang diajukan oleh operator-operator yang belum menerima ijin buatan sudah dikerjakan dan sesudah memikirkan pula selayaknya kemungkinan pemohonpemohon lainnya. Otorita harus berpegang pada asas tidak melampaui jumlah buatan total yang diijinkan berdasarkan pagu produksi tiap tahun dalam era peralihan. Otorita tidak akan mengijinkan produksi berdasarkan planning kerja manapun untuk sebuah jumlah lebih dari 46.500 metrik ton nikel tiap tahun.
7.       Tingkat-tingkat bikinan logam-logam lain seperti tembaga, cobalt dan mangan yang diperoleh dari nodul-nodul polimetalik yang diambil berdasarkan suatu ijin buatan, dilarang lebih tinggi dari tingkat yang mau diproduksi seandainya operator telah memproduksikan tingkat tertinggi nikel dari nodul-nodul tersebut berdasarkan pasal ini. Otorita mesti menetapkan ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan prosedur-mekanisme sesuai dengan Lampiran III pasal 17 untuk melaksanakan ketentuan ayat ini.
8.       Hak-hak dan keharusan-keharusan yang bekerjasama dengan praktek-praktek ekonomi yang tidak adil berdasarkan perjanjian-perjanjian perdagangan multilateral yang berhubungan , harus diterapkan dalam eksplorasi dan eksploitasi mineral-mineral yang berasal dari Kawasan. Dalam solusi sengketa yang muncul menurut ketentuan ini, Negara-negara Peserta yang ialah Pihak-pihak pada perjanjian-kontrakjual beli multilateral tersebut mesti menggunakan Prosedur-prosedur Penyelesaian sengketa dalam Perjanjian-Perjanjian tersebut.
9.       Otorita memiliki kekuasaan untuk membatasi tingkat produksi mineral-mineral yang berasal dari kawasan, selain mineral-mineral yang berasal dari nodul-nodul polimetalik, berdasarkan syarat-syarat dan dengan memakai metode-sistem yang dianggap memadai dengan menetapkan Peraturan-Peraturan yang cocok dengan Pasal 161 ayat 8.
10.     Atas nasehat Dewan berdasarkan nasehat dari Komisi Perencanaan Ekonomi. Majelis harus menetapkan tata cara ganti rugi atau mengambil langkah-langkah-langkah-langkah lain berupa pinjaman pembiasaan ekonomi tergolong kerjasama dengan badan-tubuh khusus dan organisasi-organisasi internasional lain untuk membantu Negara-negara berkembang yang menderita akibat jelek yang berat terhadap penerimaan ekspor atau ekonomi mereka yang diakibatkan oleh penurunan harga mineral atau jumlah ekspor mineral itu, sejauh penurunan tersebut disebabkan oleh acara-kegiatan di Kawasan. Otorita atas permintaan mesti berinisiatif penelaahan mengenai masalahmasalah yang dihadapi oleh Negara-negara tersebut yang mungkin terkena dampak paling berat, dengan maksud untuk memperkecil kesusahan-kesulitan dan membantu mereka dalam pembiasaan ekonominya.
Pasal 152
Pelaksanaan kekuasaan-kekuasaan dan fungsi Otorita
1.       Dalam melaksanakan kekuasaan dan fungsinya, Otorita mesti menghindarkan diskriminasi tergolong dalam Pemberian potensi -peluang untuk acara-aktivitas di Kawasan.
2.       Namun sebagaimana diputuskan terutama dalam Bab ini, dibenarkan untuk menunjukkan pertimbanganpertimbangan khusus terhadap Negara-negara berkembang, termasuk terhadap Negara tak berpantai dan Negara yang secara geografis tidak beruntung diantara mereka.
Pasal 153
Sistem eksplorasi dan eksploitasi
1.       Kegiatan-kegiatan di Kawasan harus diorganisasikan, dilakukan dan dikendalikan oleh Otorita atas nama umat insan sebagai sebuah keseluruhan sesuai ketentuan pasal ini dan juga ketentuan-ketentuan lain dalam Bab ini yang berhubungan dan Lampiran-lampiran yang berkaitan serta ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan mekanisme-mekanisme Otorita.
2.       Kegiatan-kegiatan Kawasan harus dilakukan sebagaimana digambarkan pada ayat 3 :
(a)     oleh Perusahaan, dan
(b)     bantu-membantu dengan Otorita oleh Negara-negara Peserta atau perusahaan Negara, atau tubuh aturan atau individual yang memiliki kebangsaan Negara-negara Peserta atau yang secara efektif dikendalikan oleh mereka atau warganegara mereka, kalau disponsori oleh Negara-negara tersebut, atau oleh setiap golongan yang disebut sebelumnya yang menyanggupi syarat-syarat yang ditentukan dalam Bab ini dan dalam Lampiran III.
3.       Kegiatan-aktivitas di Kawasan harus dilaksanakan berdasarkan planning kerja tertulis yang resmi yang dibentuk sesuai dengan Lampiran III dan disetujui oleh Dewan sesudah ditelaah oleh Komisi Hukum dan Teknik. Dalam hal kegiatankegiatan di Kawasan dilaksanakan sebagaimana diijinkan oleh Otorita dan dijalankan oleh satuan-satuan yang disebut dalam ayat 2 (b), planning kerja, sesuai dengan lampiran III pasal 3, mesti dalam bentuk kontrak. Kontrakkontrak tersebut dapat memutuskan pengaturan-pengaturan bareng sesuai dengan Lampiran III Pasal 11.
4.       Otorita mesti menyelenggarakan pengawasan terhadap kegiatan-acara di Kawasan sebagaimana dibutuhkan untuk menjamin dipenuhinya ketentuan Bab ini yang relevan dan Lampiran-lampiran yang bersangkutan dengannya, dan ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan mekanisme-prosedur Otorita serta rencana kerja yang disetujui berdasarkan ayat 3. Negara-negara Peserta mesti menolong Otorita dengan mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk menjamin pemenuhan ketentuan tersebut sesuai dengan pasal 139.
5.       Otorita mempunyai hak untuk setiap waktu mengambil tindakan apapun yang ditentukan dalam Bab ini untuk menjamin dipenuhinya peraturan-peraturannya, dan pelaksanaan fungsi-fungsi pengawasan dan pengaturan yang diberikan kepadanya menurut ketentuan Bab ini atau berdasarkan perjanjian apapun. Otorita mempunyai hak untuk mengusut semua instalasi di Kawasan yang dipakai sehubungan dengan acara-aktivitas di Kawasan.
6.       Kontrak berdasarkan ayat 3 mesti menunjukkan kepastian kerja. Sesuai dengan itu kesepakatan tersebut tidak boleh ditinjau kembali, ditangguhkan atau tidak boleh kecuali menurut Lampiran III pasal 18 dan 19.
Pasal 154
Peninjauan kembali secara bersiklus
Setiap lima tahun terhitung sejak berlakunya Konvensi ini, Majelis harus mengadakan peninjauan kembali secara lazim dan sistimatis cara bagaimana rejim internasional Kawasan yang diresmikan dalam Konvensi ini beroperasi dalam praktek. Dalam rangka peninjauan ini, Majelis boleh mengambil, atau menyarankan supaya tubuh-tubuh lain mengambil, tindakantindakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan prosedur-prosedur dalam Bab ini dan Lampiran-lampiran yang bekerjasama dengannya yang akan menuju pada perbaikan pelaksanaan rejim.
Pasal 155
Konperensi Peninjauan Kembali
1.       Lima belas tahun sejak tanggal 1 Januari dari tahun buatan komersial yang pertama dimulai berdasarkan suatu planning kerja yang disetujui, Majelis mesti menyelenggarakan suatu konperensi untuk meninjau kembali ketentuan-ketentuan dalam Bab ini dan Lampiran-lampiran yang relevan yang mengendalikan metode eksplorasi dan eksploitasi kekayaan-kekayaan di Kawasan. Konperensi Peninjauan Kembali itu akan mempertimbangkan secara terang, dalam rangka pengalaman yang diperoleh selama era itu :
(a)     apakah ketentuan-ketentuan Bab ini yang mengendalikan sistem eksplorasi dan eksploitasi kekayaan-kekayaan di Kawasan dalam segala hal telah meraih maksudnya, tergolong apakah ketentuan tersebut telah memberi manfaat bagi umat insan sebagai suatu keseluruhan;
(b)     apakah, selama periode limabelas tahun, tempat-tempat yang dicadangkan telah dieksploitasi dengan cara efektif dan berimbang dibandingkan dengan kawasan yang tidak dicadangkan;
(c)     apakah pengembangan dan penggunaan Kawasan dan kekayaan-kekayaannya telah dilaksanakan sedemikian rupa sehingga menolong pengembangan ekonomi dunia yang sehat dan perkembangan perdagangan internasional yang berimbang;
(d)     apakah pemonopolian aktivitas-aktivitas di Kawasan telah dicegah;
(e)     apakah akal-kebijaksanaan yang ditentukan dalam pasal 150 dan 151 telah dipenuhi; dan
(f)      apakah tata cara tersebut sudah menyebabkan pembagian yang adil dari keuntungan-laba yang diperoleh dari kegiatan-acara di Kawasan, dengan memperhatikan secara khusus kepentingan-kepentingan dan kebutuhan-kebutuhan Negara-negara meningkat ;
2.       Konperensi Peninjauan Kembali harus menjamin terpeliharanya asas warisan bareng umat insan sebagai suatu keseluruhan, rejim internasional yang dibentuk untuk menjamin eksploitasi yang adil dari kekayaan-kekayaan di Kawasan untuk kemanfaatan semua negara, khususnya Negara-negara berkembang, dan suatu Otorita untuk mengelola, melakukan dan memantau acara-kegiatan di Kawasan. Koperensi itu juga mesti menjamin dipertahankannya asas-asas yang ditetapkan dalam Bab ini berkenaan dengan peniadaan tuntutan atau pelaksanaan kedaulatan terhadap bab manapun dari Kawasan, hak-hak dan sikap umum Negara-negara yang berkenaan dengan kawasan, dan tugas serta mereka dalam aktivitas-acara di Kawasan sesuai dengan Konvensi ini, pencegahan pemonopolian aktivitas-aktivitas di Kawasan, penggunaan Kawasan semata-mata untuk maksudmaksud tenang, aspek-faktor ekonomi acara-acara di Kawasan, observasi ilmiah kelautan, alih teknologi, sumbangan lingkungan laut, pemberian kehidupan insan, hak-hak Negara-negara pantai, status hukum perairan di atas Kawasan dan ruang udara di atasnya dan akomodasi antara aktivitas-aktivitas di Kawasan dan kegiatan-kegiatan lain di lingkungan maritim.
3.       Prosedur pengambilan keputusan yang berlaku dalam Koperensi Peninjauan Kembali harus sama dengan yang berlaku pada Konperensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Ketiga tentang Hukum Laut. Koperensi itu mesti mengadakan setiap usaha untuk meraih kesepakatan atas setiap amandemen dengan cara konsensus dan tidak akan ada pemungutan suara mengenai problem-dilema tersebut sampai semua usaha untuk meraih konsensus sudah dilaksanakan.
4.       Jika lima tahun sesudah dimulainya Konperensi Peninjauan Kembali tidak diraih kesepakatan mengenai tata cara eksplorasi dan eksploitasi kekayaan-kekayaan Kawasan, maka dalam dua belas bulan selanjutnya Konperensi boleh memutuskan, dengan mayoritas tiga perempat dari Negara-negara Peserta, untuk meratifikasi atau mengaksesi amandemen-amandemen yang mengubah atau mengganti sistem yang dianggapnya perlu dan patut. Amandemen-amandemen tersebut akan berlaku bagi semua Negara Peserta dua belas bulan sehabis pendepositan piagam ratifikasi atau aksesi, oleh tiga perempat dari Negara-negara penerima.
5.       Amandemen-amandemen yang diterima oleh Konperensi Peninjauan Kembali menurut pasal ini tidak akan menghipnotis hak-hak yang telah diperoleh berdasarkan persetujuan-persetujuan yang ada.
Bagian 4. OTORITA

Sub Bagian A. Ketentuan Umum

Pasal 156
Pembentukan Otorita

1.       Dengan ini dibuat Otorita Dasar Laut Internasional (International Sea-Bed Authority) yang mau berfungsi sesuai dengan Bab ini.
2.       Semua Negara Peserta ipso facto ialah anggota Otorita.
3.       Para peninjau pada Konperensi Peserikatan Bangsa-Bangsa Ketiga ihwal Hukum Laut yang telah menandatangani Akta Akhir (Final Act) dan yang tidak disebutkan dalam pasal 305 ayat 1 (c), (d), (e), atau (f), mempunyai hak untuk berperan serta dalam Otorita selaku peninjau, sesuai dengan ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan mekanisme-prosedurnya.
4.       Otorita berkedudukan di Jamaica.
5.       Otorita mampu membentuk pusat-sentra atau kantor-kantor regional yang dianggapnya perlu bagi pelaksanaan fungsi-fungsinya.

 Pasal 157
Sifat dan asas-asas dasar Otorita
1.       Otorita ialah organisasi yang melaluinya Negara-negara Peserta harus, sesuai dengan Bab ini, mengontrol dan memantau kegiatan-aktivitas di Kawasan, terutama dengan tujuan untuk mengorganisir kekayaan-kekayaan di Kawasan.
2.       Kekuasaan-kekuasaan dan fungsi-fungsi Otorita adalah kekuasaan-kekuasaan dan fungsi-fungsi yang secara tegas diberikan kepadanya menurut Konvensi ini. Otorita mempunyai kekuasaan insidental, konsisten dengan Konvensi ini, sebagaimana yang tersirat dalam dan di butuhkan untuk pelaksanaan kekuasaan-kekuasaan dan fungsi-fungsinya berkenaan dengan acara-kegiatan di Kawasan.
3.       Otorita didasarkan atas asas persamaan kedaulatan semua anggotanya.
4.       Semua anggota Otorita, mesti menyanggupi menurut itikad baik kewajiban-kewajiban yang mereka pikul sesuai dengan Bab ini untuk menjamin bagi mereka semua hak-hak dan keuntungan-keuntungan yang muncul dari keanggotaannya.
Pasal 158
Badan-badan Otorita
1.       Dengan ini dibentuk selaku badan-tubuh utama Otorita, satu Majelis, satu Dewan dan satu Sekretariat.
2.       Dengan ini dibuat Perusahaan, tubuh lewat mana Otorita akan melaksanakan fungsi-fungsi yang tersebut dalam pasal 170 ayat 1.
3.       Badan-tubuh tambahan yang dianggap perlu berdasarkan Bab ini.
4.       Setiap badan utama Otorita dan Perusahaan harus bertanggung jawab kepada pelaksanaan kekuasaan-kekuasaan dan fungsi-fungsi yang diberikan kepadanya. Di dalam pelaksanaan kekuasaan-kekuasaan dan fungsi-fungsinya tersebut, setiap tubuh mesti mencegah pengambilan langkah-langkah apapun yang mampu menyimpang dari atau menghalanghalangi pelaksanaan kekuasaan-kekuasaan dan fungsi-fungsi khusus yang diberikan kepada badan yang lain.

SUBBAGIAN B.
MAJELIS

Pasal 159
Susunan, Prosedur dan pemungutan bunyi

1. Majelis terdiri dari semua anggota Otorita. Setiap anggota mempunyai seorang wakil di Majelis, yang dapat didampingi oleh pengganti-pengganti dan penasehat-penasehat.
2. Majelis akan berjumpa dalam sidang tahunan yang tetap, dan di dalam sidang-sidang khusus yang diputuskan oleh Majelis atau diadakan oleh Sekretaris Jenderal atas permintanan Dewan atau atas seruan lebih banyak didominasi anggota Otorita.
3. Sidang-sidang akan diadakan di tempat kedudukan Otorita kecuali jika ditentukan lain oleh Majelis.
4. Majelis mesti memutuskan peraturan-peraturan dan prosedur-prosedurnya sendiri. Pada awal setiap sidang tetapnya. Majelis akan memilih Ketua I dan pejabat-pejabat lainnya yang dianggap perlu. Mereka akan bertugas hingga terpilihnya Ketua dan pejabat-pejabat baru yang lain pada sidang tetap berikutnya.
5. Mayoritas anggota Majelis akan ialah suatu quorum.
6. Setiap anggota Majelis mempunyai satu suara.
7. Keputusan tentang persoalan prosedur, tergolong keputusan-keputusan untuk menyelenggarakan sidang-sidang khusus Majelis, harus diambil berdasarkan dominan anggota yang datang dan memberi bunyi.
8. Keputusan-keputusan perihal persoalan substansi akan diambil dengan mayoritas dua pertiga dari anggota yang hadir dan menawarkan Suara, dengan ketentuan bahwa dominan tersebut mencakup dominan anggota yang ikut serta dalam sidang. Jika muncul problem apakah suatu dilema ialah persoalan substansi atau tidak, problem tersebut mesti dianggap sebagai dilema substansi kecuali jikalau diputuskan sebaliknya oleh Majelis dengan dominan yang diharapkan untuk keputusan-keputusan tentang problem-dilema substansi.
9. Jika duduk perkara substansi timbul dalam pemungutan suara untuk pertama kali, maka Ketua, jika diminta oleh paling sedikit seperlima anggota-anggota Majelis, dapat dan mesti menangguhkan persoalan pemungutan suara mengenai persoalan tersebut untuk satu jangka waktu yang tidak lebih dari lima hari kalender. Ketentuan ini cuma boleh dipraktekkan sekali untuk setiap masalah dan dilarang dipraktekkan sedemikian rupa sehingga menundapembahasan sebuah duduk perkara sampai melewati tamat periode sidang.
10. Berdasarkan usul tertulis kepada Ketua yang disponsori oleh tidak kurang dari seperempat jumlah anggota Otorita untuk memperoleh sebuah pertimbangan saran perihal apakah suatu permintaan yang diajukan kepada Majelis tentang problem apapun sesuai dengan Konvensi ini, Majelis harus meminta Kamar Sengketa Dasar Laut dari Pengadilan Internasional untuk Hukum Laut untuk menunjukkan usulan nasehatnya mengenai hal tersebut, dan mesti menangguhkan pemungutan bunyi tentang ajakan itu sambil menanti diterimanya pendapat anjuran dari Badan. Jika usulan usulan itu tidak diterima sebelum ahad terakhir dari sidang dimana pendapat saran itu dimintakan, Majelis mesti menetapkan kapan mereka akan berjumpa untuk mengadakan pemungutan bunyi perihal usul yang ditundaitu.
Pasal 160
Kekuasaan-kekuasaan dan fungsi-fungsi
1.       Majelis selaku satu-satunya, badan dari Otorita yang berisikan semua anggota, ialah badan tertinggi. Otorita terhadap siapa tubuh-badan utama yang lain bertanggung jawab sebagaimana secara khusus ditetapkan dalam Konvensi ini. Majelis mempunyai kekuasaan memutuskan budi lazim sesuai dengan ketentuan-ketentuan Konvensi ini yang berkaitan, perihal setiap duduk perkara atau hal dalam batas kewenangan Otorita.
2.       Sebagai suplemen, kekuasaan-kekuasaan dan fungsi-fungsi majelis yakni :
(a)     memilih anggota-anggota Dewan sesuai dengan pasal 161;
(b)     menentukan Sekretaris Jenderal dari antara kandidat-kandidat yang diusulkan oleh Dewan;
(c)     menentukan anggota Dewan Pimpinan dan Direktur Jenderal Perusahaan atas usulan Dewan;
(d)     membentuk tubuh-tubuh aksesori yang dianggapnya perlu bagi pelaksanaan fungsi-fungsinya sesuai dengan Bab ini. Dalam menetapkan susunan badan pelengkap ini harus dipertimbangkan secukupnya asas pembagian geografis yang adil dan kepentingan-kepentingan khusus serta kebutuhan akan anggota-anggota yang menyanggupi syarat dan mahir dalam dilema teknis yang berkaitan yang dihadapi oleh tubuh-tubuh tersebut;
(e)     menaksir iuran-iuran anggoga-anggota terhadap budget administratif Otorita sesuai dengan skala taksiran yang disepakati berdasarkan skala yang digunakan untuk budget tetap Perserikatan Bangsa-Bangas, hingga Otorita mempunyai penghasilan yang cukup dari sumber-sumber lain untuk menyanggupi pengeluaranpengeluaran administratifnya;
(f)    (i)       atas saran Dewan, memikirkan dan menyetujui ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan prosedur-mekanisme perihal pembagian yang adil dari keuntungan-keuntungan keuangan dan ekonomi yang lain yang berasal dari kegiatan-kegiatan di Kawasan, pembayaran-pembayaran dan iuraniuran sesuai dengan pasal 82, dengan menimbang-nimbang secara khusus kepentingan-kepentingan dan kebutuhan-keperluan Negara-negara berkembang dan rakyat yang belum mendapatkan kemerdekaan secara penuh atau status berpemerintahan sendiri yang lain. Apabila Majelis tidak menyetujui nasehat Dewan, maka Majelis akan mengembalikannya terhadap Dewan untuk diperhitungkan kembali dengan mengenang pandangan yang telah dinyatakan oleh Majelis;
(ii)     memikirkan dan menyetujui ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan mekanisme-mekanisme Otorita dan setiap pergantian-perubahan terhadapnya yang untuk sementara sudah diterima oleh Dewan sesuai dengan pasal 162 ayat 2 (0) (ii). Ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan mekanisme-prosedur ini haruslah berkaitan dengan prospekting, eksplorasi dan eksploitasi di Kawasan, pengelolaan keuangan dan manajemen intern Otorita dan atas nasehat Dewan Pimpinan Perusahaan mengenai pengalihan dana dari Perusahaan terhadap Otorita;
(g)     memutuskan wacana pembagian yang adil mengenai keuntungan-laba keuangan dan ekonomi yang lain yang didapat dari kegiatan-aktivitas di Kawasan, sesuai dengan Konvensi ini dan ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur Otorita;
(h)     mempertimbangkan dan menyepakati rancangan anggaran tahunan dari Otorita yang diajukan oleh Dewan;
(i)      menyelidiki laporan-laporan terencana Dewan dan Perusahaan dan laporan-laporan khusus yang dimintakan pada Dewan atau setiap tubuh Otorita yang lain;
(j)      berinisiatif diadakannya pengkajian dan mengajukan saran-rekomendasi yang bertujuan untuk memajukan kerjajsama internasional mengenai aktivitas-kegiatan di Kawasan dan mendorong pertumbuhan yang progresip dari hukum internasional yang berkaitan dengan acara-kegiatan tersebut dan pengkodifikasiannya;
(k)     menimbang-nimbang masalah-persoalan, yang bersifat umum yang bertalian dengan acara-aktivitas di Kawasan, khususnya yang dihadapi oleh Negara-negara meningkat , demikian pula masalah-masalah yang dihadapi Negaranegara sehubungan dengan aktivitas-kegiatan di Kawasan karena letak geografis mereka, utamanya Negara-negara tak berpantai dan Negara-negara yang secara geografis tidak mujur;
(l)      atas anjuran Dewan, berdasarkan saran Komisi Perencanaan ekonomi, memutuskan sebuah sistem ganti rugi atau langkah-langkah-tindakan bantuan pembiasaan ekonomi lainnya sebagaimana diputuskan dalam pasal 151 ayat 10;
(m)    menundapelaksanaan hak-hak dan hak-hak istimewa keanggotaan sesuai dengan pasal 185;
(n)     membicarakan setiap persoalan atau hal yang tergolong wewenang Otorita dan memilih tubuh Otorita mana yang mesti mengatasi masalah atau hal demikian yang tidak secara khusus diserahkan terhadap sebuah badan tertentu, konsisten dengan pembagian kekuasaan-kekuasaan dan fungsi-fungsi diantara tubuh-badan Otorita.
SUBBAGIAN C.
DEWAN

  Bahan Kuliah Hukum Lingkungan

Pasal 161
Komposisi, Prosedur dan pemungutan bunyi

1. Dewan terdiri dari 36 anggota Otorita yang dipilih oleh Majelis dengan urutan sebagai berikut :
(a) empat anggota diantara Negara-negara Peserta yang selama lima tahun terakhir, menurut statistik yang ada sudah memakai lebih 2 persen dari seluruh konsumsi dunia atau yang telah memiliki impor higienis lebih 2 persen dari seluruh impor dunia komoditi yang dihasilkan dari kategori-ketegori mineral yang akan diperoleh dari Kawasan dan bagaimanapun juga, satu Negara dari Eropa Timur (Sosialis), demikian juga pemakai terbesar;
(b) empat anggota diantara delapan Negara-negara Peserta yang mempunyai investasi paling besar dalam antisipasi untuk dan penyelenggaraan kegiatan di Kawasan, baik secara pribadi atau melalui warganegaranya termasuk paling sedikit satu Negara dari daerah Eropa Timur (Sosialis);
(c) empat anggota diantara Negara-negara Peserta yang berdasarkan produksi di daerah dalam yuridiksi mereka ialah eksportir-eksportir higienis besar dari kategori-kategori mineral-mineral yagn akan diambil dari Kawasan, tergolong paling sedikit dua Negara meningkat yang ekspor mineral tersebut memiliki pengaruh besar bagi ekonominya;
(d) enam anggota diantara Negara-negara Peserta berkembang yang mewakili kepentingan-kepentingan Khusus Kepentingan-kepentingan khusus yang diwakili harus mencakup kepentingan Negara yang jumlah orangnya besar, Negara-negara tak berpantai atau yang secara geografis tidak beruntung, Negara-nengara yang merupakan importir besar dari kategori mineral-mineral yang mau diperoleh dari Kawasan dan bagaimanapun juga, satu Negara dari Eropa Timur (Sosialis), demikian juga pemakai terbesar;
(e) empat anggota diantara delapan Negara-negara Peserta yang memiliki investasi terbesar dalam persiapan untuk dan penyelenggaraan kegiatan di Kawasan, baik secara langsung atau melalui warganegaranya termasuk paling sedikit satu Negara dari tempat Eropa Timur (Sosialis);
(f) empat anggota diantara Negara-negara Peserta yang menurut produksi di daerah dalam yuridiksi mereka merupakan eksportir-eksportir higienis besar dari klasifikasi-kategori mineral-mineral yagn akan diambil dari Kawasan, termasuk paling sedikit dua Negara berkembang yang ekspor mineral tersebut memiliki efek besar bagi ekonominya;
(g) enam anggota diantara Negara-negara Peserta berkembang yang mewakili kepentingan-kepentingan Khusus Kepentingan-kepentingan khusus yang diwakili harus meliputi kepentingan Negara yang jumlah penduduknya besar, Negara-negara tak berpantai atau yang secara geografis tidak mujur, Negara-nengara yang ialah importir besar dari kategori mineral-mineral yang hendak diambil dari Kawasan, Negara-negara yang ialah produsen yang memiliki potensi dari mineral-mineral tersebut, dan Negara-negara kurang berkembang;
(h) delapanbelas anggota diseleksi sesuai dengan asas untuk menjamin pembagian kursi secara geografis yang adil dalam Dewan sebagai suatu keseluruhan, dengan ketentuan bahwa setiap kawasan geografis mesti mempunyai paling sedikit satu anggota yang dipilih berdasarkan sub-ayat ini. Untuk tujuan ini yang dimaksud dengan tempat-daerah geografis yaitu Afrika, Asia, Eropa Timur (Sosialis), Amerika Latin dan Eropa Barat dan Lain-lain.
2. Dalam memilih anggota-anggota Dewan sesuai dengan ayat 1, Majelis mesti menjamin bahwa :
(a) Negara-negara tak berpantai dan Negara-negara yang secara geografis tidak mujur diwakili sampai pada taraf yang cukup sepadan dengan perwakilan mereka dalam Majelis;
(b) Negara-negara pantai, utamanya Negara-negara berkembang yang tidak menyanggupi patokan menurut ayat 1 (a), (b), (c) dan (d) diwakili hingga pada taraf yang cukup seimbang dengan perwakilan mereka dalam Majelis;
(c) setiap kalangan Negara-negara Peserta yang akan diwakili dalam Dewan, diwakili oleh anggota-anggota golongan itu, bila ada, yang disarankan oleh kelompok tersebut.
3.       Pemilihan-pemilihan akan dijalankan dalam sidang-sidang tetap Majelis. Setiap anggota Dewan diseleksi untuk abad kerja empat tahun. Akan tetapi, di dalam penyeleksian pertama, kala jabatan dari setengah anggota-anggota setiap kelompok tersebut dalam ayat 1 haruslah dua tahun.
4.       Anggota-anggota Dewan mampu diseleksi kembali, akan tetapi mesti diamati harapan untuk menyelenggarakan pergiliran keanggotaan.
5.       Dewan melaksanakan fungsinya di kawasan kedudukan Otorita, dan bersidang sesering kepentingan Otorita menghendakinya tetap tidak kurang dari tiga kali setahun.
6.       Mayoritas anggota Dewan akan ialah sebuah quorum.
7.       Setiap anggota Dewan mempunyai satu suara.
8.–     (a)    Keputusan-keputusan mengenai masalah-dilema prosedur diambil dengan secara umum dikuasai dari anggota yang datang dan memperlihatkan bunyi.
(b)     Keputusan-keputusan perihal dilema-dilema substansi yang muncul menurut ketentuan-ketentuan berikut ini diambil dengan mayoritas duapertiga dari anggota-anggota yang hadir dan memberikan suara, dengan ketentuan bahwa dominan tersebut mencakup lebih banyak didominasi anggota-anggota Dewan : pasal 162, ayat 2, sub-ayat (f); (g); (h); (i); (n); (p); (v); Pasal 191.
(c)     Keputusan-keputusan perihal problem-dilema substansi yang muncul menurut ketentuan-ketentuan berikut ini mesti diambil dengan dominan tiga perempat dari anggota yang hadir dan menunjukkan suara, dengan ketentuan bahwa secara umum dikuasai tersebut meliputi lebih banyak didominasi dari pada anggota Dewan : pasal 162 ayat 1; pasal 162 ayat 2 sub ayat (a); (b); (c); (d); (e); (l); (q); (r); (s); (t); (u) dalam hal-hal tidak dipenuhinya kewajiban oleh seorang kontraktor atau oleh sponsor; (w) dengan ketentuan bahwa perintah-perintah yang dikeluarkan berdasarkan sub-ayat ini dapat mengikat tidak lebih dari 30 hari kecuali jika dikuatkan oleh suatu keputusan yang diambil sesuai dengan sub-ayat (d); pasal 162, ayat 2, sub-ayat (x); (y); (z); pasal 162 ayat 2; pasal 174 ayat 3; Lampiran IV pasal 17.
(d)     Keputusan-keputusan mengenai problem-duduk perkara substansi yang timbul menurut ketentuan-ketentuan berikut ini harus diputuskan dengan mufakat : pasal 162 ayat 2 (m) dan (o); menyetujui amandemen-amandemen terhadap Bab XI.
(e)     Untuk tujuan sub-ayat (d); (f); dan (g), “mufakat” memiliki arti tidak adanya sebuah keberatan resmi apapun. Dalam rentang waktu 14 hari sehabis diserahkannya ajakan terhadap Dewan, Ketua Dewan memilih apakah akan terdapat suatu keberatan resmi kepada permintaan tersebut. Jika Ketua memutuskan bahwa akan ada keberatan demikian, Ketua dalam waktu tiga hari setelah penetapan tersebut, membentuk dan menyidangkan sebuah Panitia konsiliasi yang beranggotakan tidak lebih dari sembilan anggota Dewan yang diketahuinya sendiri dengan tujuan untuk mempertemukan perbedaan-perbedaan pertimbangan dan mengajukan seruan yang dapat diterima secara konsensus. Panitia konsiliasi mesti bekerja segera dan melapor pada Dewan dalam waktu empat belas hari setelah pembentukannya. Apabila Panitia konsiliasi tidak mampu merekomendasikan sebuah permintaan yang dapat diterima dengan konsensus, maka Panitia itu dalam laporannya harus memaparkan dasar Penolakan seruan itu.
(f)      Keputusan-keputusan tentang problem-duduk perkara yang tidak disebutkan di atas, yang merupakan wewenang Dewan menurut ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur Otorita atau secara lain mesti ditentukan sesuai dengan sub-ayat pasal ini sebagaimana ditentukan dalam ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan mekanisme-mekanisme atau, apabila tidak ditentukan di dalamnya, maka sesuai dengan sub-ayat ini yang ditentukan Dewan sedapat mungkin sebelumnya dengan konsensus.
(g)     Apabila timbul persoalan apakah sebuah masalah itu tergolong di bawah sub-ayat (a); (b); (c) atau (d), maka problem tersebut mesti diperlakukan selaku termasuk dalam ketentuan sub-ayat yang membutuhkan secara umum dikuasai yang lebih tinggi atau secara umum dikuasai tertinggi atau konsensus, sesuai dengan keadaannya, kecuali kalau ditetapkan oleh Dewan berdasarkan dominan tersebut atau dengan konsensus.
9.       Dewan mesti menetapkan mekanisme dengan mana satu anggota Otorita yang tidak diwakili dalam Dewan dapat mengantarseorang Wakil untuk menghadiri rapat Dewan jika diminta oleh anggota tersebut, atau kalau suatu problem yang sungguh membawa pengaruh padanya sedang dibahas. Wakil demikian berhak turut serta dalam pembahasan namun tidak mempunyai hak suara.
Pasal 162
Kekuasaan-kekuasaan dan fungsi-fungsi
1. Dewan ialah badan eksekutif Otorita. Dewan memiliki kekuasaan untuk memutuskan sesuai dengan ketentuan Konvensi ini dan kecerdikan umum yang ditetapkan oleh Majelis akal-budi khusus yang mesti dikerjakan oleh Otorita mengenai setiap persoalan dan hal yang menjadi wewenang Otorita.
2. Selain itu Dewan harus :
(a) mengawasi dan mengkoordinasikan pelaksanaan ketentuan-ketentuan Bab ini tentang semua dilema dan hal dalam batas kewenangan Otorita dan meminta perhatian Majelis tentang kasus-masalah yang tidak menyanggupi ketentuan Bab ini;
(b)  menganjurkan kepada Majelis sebuah daftar kandidat untuk pemilihan Sekretaris Jenderal;
(c) merekomendasikan kepada Majelis kandidat-kandidat untuk dipilih selaku anggota-anggota Dewan Pimpinan dan Direktur Jenderal Perusahaan;
(d) dimana perlu dan dengan memperhatikan aspek irit dan efisiensi membentuk tubuh tambahan yang mungkin diperlukan untuk pelaksanaan fungsi-fungsinya sesuai dengan Bab ini. Dalam komposisi tubuh aksesori tekanan mesti diberikan pada kebutuhan akan anggota-anggota yagn piawai dan jago dalam masalahmasalah teknis yagn berhubungan yang teramsuk permasalahan badan-badan tersebut dengan ketentuan bahwa harus diperhatikan asas pembagian geografis yang adil dan kepentingan-kepentingan khusus lainnya;
(e) memutuskan ketentuan-ketentuan tentang prosedur tergolong metoda pemilihan Ketua Dewan;
(f) atas nama Otorita dan dalam batas kewenangannya menyelenggarakan perjanjian-kontrakdengan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan organisasi-organisasi internasional lainnya dengan kesepakatan Majelis;
(g) mengkaji laporan-laporan Perusahaan dan meneruskannya kepada Majelis beserta rekomendasi-rekomendasinya;
(h) menyampaikan terhadap Majelis laproan-laporan tahunan dan laporan-laporan khusus yang lain yang mampu diminta oleh Majelis;
(i) mengeluarkan isyarat bagi Perusahaan sesuai dengan pasal 170;
(j) menyetujui planning-rencana kerja sesuai dengan lampiran III pasal 6. Dewan harus menentukan perilaku dalam rentang waktu 60 dan sehabis penyerahan oleh Komisi Hukum dan Teknik dalam satu sidang Dewan sesuai dengan prosedur-prosedur berikut :
(i) kalau omisi merekomendasikan diterimanya suatu rencana kerja, maka planning kerja itu dianggap telah diterima oleh Dewan bila dalam jangka waktu 14 hari tidak ada anggota Dewan memberikan kepadaKetua suatu eksistensi tertulis yang menyatakan tidak terpenuhinya persyaratan dalam Lampiran III pasal 6. Dalam hal terdapat sebuah keberatan, maka berlaku mekanisme konsiliasi seperti tercantum dalam pasal 161, ayat (8 (e). Apakah pada tamat proses konsiliasi, keberatan itu tetap dipertahankan, maka rencana kerja itu dianggap sudah disetujui oleh Dewan kecuali jika Dewan menolak dengan konsensus diantara anggotanya dengan mengecualikan setiap Negara atau Negara-negara pemohon atau sponsor pemohon;
(ii) apabila Komisi menganjurkan ditolaknya suatu planning kerja atau sama sekali tidak mengajukan rekomendasinya, Dewan mampu menetapkan untuk menyepakati planning kerja itu dengan dominan tiga perempat dari anggota yagn hadir dan menunjukkan suara, dengan ketentuan bahwa dominan tersebut mencakup dominan dari anggota yang berperan serta dalam sidang itu;
(k) menyetujui planning-rencana kerja yang diserahkan oleh Perusahaan sesuai dengan Lampiran IV pasal 12, dengan menerapkan, mutatis mutandis, mekanisme-prosedur yang ditetapkan dalam sub-ayat (j);
(l) melakukan pengawasan atas acara-kegiatan di Kawasan sesuai dengan pasal 153 ayat 4, dan ketentuan peraturan-peraturan serta prosedur-prosedur Otorita;
(m) berdasarkan rekomendasi dari Komisi Perencanaan Ekonomi mengambil tindakan yang perlu dan tepat sesuai
dengan pasal 150 sub-ayat (h), untuk menawarkan santunan terhadap akhir-akhir ekonomi yang merugikan, sebagaimana disebutkan di dalamnya;
(n) menyampaikan rekomendasi terhadap Majelis, berdasarkan nasehat dari Komisi Perencanaan Ekonomi, bagi suatu metode ganti rugi atau langkah-langkah-tindakan adaptasi ekonomi yang lain sebagaimana dikontrol dalam pasal 151 ayat 10;
(o)– (i) merekomendasikan pada Majelis ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan mekanisme-prosedur perihal pembagian keuntungan-keuntungan dan laba ekonomi yang lain yang adil yang diperoleh dari aktivitas-kegiatan di Kawasan dan pembayaran serta iuran yang diadakan berdasarkan pasal 82, dengan mengamati secara khusus kepentingan dan keperluan Negara-negara berkembang dan bangsabangsa yang belum mencapai kemerdekaan sarat atau status berpemerintah sendiri;
(ii) memutuskan dan melakukan untuk sementara, sambil menanti kesepakatan Majelis, ketentuanketentuan, peraturan-peraturan dan mekanisme-mekanisme Otorita, dan setiap usul pergantian terhadapnya, dengan memperhatikan nasehat-usulan dari Komisi Hukum dan Teknik atau tubuh kelengkapan subsider yang lain yang bersangkutan. Ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan prosedur-mekanisme ini mesti berkaitan degnan prospekting, eksplorasi dan eksploitasi di Kawasan, dan pengelolaan keuangan dan manajemen intern Otorita. Prioritas harus diberikan pada penetapan ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan mekanisme-prosedur perihal eksplorasi dan eksploitasi nodul-nodul polimetalik. Ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur perihal eksplorasi dan eksploitasi kekayaan apapun selain nodul-nodul polimetalik mesti ditetapkan dalam waktu tiga tahun sejak diajukannya permohonan terhadap Otorita oleh anggota-anggota manapun untuk memutuskan ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur yang berkenaan dengan kekayaan tersebut. Semua ketentuan, peraturan dan mekanisme mesti tetap berlaku sementara sampai disetujui Majelis atau sampai dirubah oleh Dewan dalam rangka pertimbangan -pendapat yang dinyatakan oleh Majelis.
(p) meninjau pemungutan semua pembayaran yang harus dilaksanakan oleh atau terhadap Otorita sehubungan dengan kegiatan-kegiatan yang dijalankan menurut Bab ini;
(q) menentukan diantara para pemohon yang mengajukan permintaan ijin produksi sesuai dengan Lampiran III pasal 7, dalam hal pemeliharaan tersebut diharuskan oleh ketentuan itu;
(r) mengajukan rancangan anggaran tahunan Otorita keapda majelis untuk dimintakan persetujuannya;
(s) mengajukan usulan-saran terhadap Majelis berkenan dengan akal tentang setiap masalah atau hal yang termasuk wewenang Otorita;
(t) mengajukan nasehat kepada Majelis berkenaan dengan penangguhan pelaksanaan hak-hak dan hak-hak istimewa keanggotaan sesuai dengan pasal 185;
(u) atas nama Otorita mengajukan kasus di hadapan Kamar Sengketa Dasar Laut dalam hal terjadinya kelalaian;
(v) menginformasikan Majelis tentang keputusan Kamar Sengketa Dasar Laut atas perkara yang diajukan sebagaimana termaksud dalam sub-ayat (u), menyampaikan saran yang dipandang perlu kepada Majelis berkenaan dengan dengan tindakan-tindakan yang harus diambil;
(w) mengeluarkan perintah-perintah darurat yang mampu meliputi perintah untuk penangguhan atau adaptasi operasi, untuk mencegah kerusakan yang berat bagi lingkungan maritim yang terjadi karena kegiatan-kegiatan di Kawasan;
(x) tidak menyepakati kawasan-tempat untuk eieksploitasikan oleh kontraktor atau Perusahaan dalam hal terdapat bukti yang berpengaruh yang memperlihatkan kemungkinan terjadinya kerusakan yang berat terhadap lingkungan laut;
(y) membentuk sebuah badan aksesori untuk menyusun secara terperinci rancangan ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan mekanisme-prosedur keuangan berkenanan dengan :
(i) pengelolaan keuangan sesuai dengan pasal 171 sampai dengan 175; dan
(ii) pengaturan-pengaturan keuangan sesuai dengan Lampiran III pasal 13 dan pasal 17 ayat (c); (z) memutuskan prosedur yang sempurna untuk mengendalikan dan memantau sebuah staf inspektur-inspektur yang akan melaksanakan pengawasan kegiatan-aktivitas di Kawasan untuk menetapkan apakah Bab ini, ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur Otorita serta ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat tiap persetujuan dengan Otorita sudah dipenuhi.
Pasal 163
Badan-badan kelengkapan Dewan
1. Dengan ini dibuat tubuh-tubuh kelengkapan Dewan berikut :
(a) Komisi Perencanaan Ekonomi;
(b) Komisi Hukum Dan Teknis.
2. Tiap komisi terdiri dari 15 anggota yang diseleksi oleh Dewan dari antara kandidat-kandidat yang disarankan oleh Negara Peserta. Akan tetapi jika perlu Dewan dapat memutuskan untuk menambah jumlah anggota tiap Komisi dengan mengamati penghematan dan efisiensi.
3. Anggota Komisi harus memiliki kecakapan yang tepat dalam bidang kewenangan Komisi tersebut. Negara Peserta harus mengajukan calon-kandidat yang mempunyai tingkat memampuan dan integritas yang tinggi dengan kecakapaan dalam bidang-bidang yang berhubungan untuk menjamin berfungsinya Komisi tersebut secara efektif.
4. Dalam pemilihan anggota Komisi, perlu diperhatikan kebutuhan akan adanya pembagian geografis yang adil dan diwakilinya kepentingan-kepentingan khusus.
5. Tidak satu Negara Pesertapun dapat mengajukan lebih dari seorang calon untuk Komisi yang serupa. Tiada seorangpun dapat diseleksi untuk duduk dalam lebih dari satu Komisi.
6. Anggota-anggota Komisi menduduki jabatan itu untuk periode jabatan lima tahun. Mereka dapat dipilih kembali untuk era jabatan selanjutnya.
7. Apabila seorang anggota Dewan meninggal dunia, tidak mampu atau mengundurkan diri sebelum hagis kurun jabatannya, Dewan harus memilih seorang anggota dari daerah geografis atau bidang kepentingan yang serupa untuk sisa masa jabatan tersebut.
8. Anggota Komisi tidak boleh memiliki kepentingan keuangan dalam acara apapun yang bertalian dengan eksplorasi dan eksploitasi di Kawasan. Dengan tidak mengurangi tanggung jawabnya terhadap Komisi dimana mereka menjabat, mereka tidak boleh membocorkan rahasia industri atau data pemilikan apapun yang sudah dialihkan terhadap Otorita sesuai dengan Lampiran III pasal 14, sekalipun abad jabatan mereka sudah berakhir, atau informasi yang lain yang bersifat belakang layar yang mereka pahami alasannya tugasnya untuk Otorita.
9. Tiap Komisi harus melaksanakan fungsinya sesuai dengan pedoman dan petunjuk yang mampu dibentuk oleh Dewan.
10. Tiap Komisi mesti merumuskan dan mengajukan kepada Dewan ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang dibutuhkan bagi pelaksanaan tugas Komisi yang efisien untuk disetujui.
11. Prosedur-prosedur pengambilan keputusan Komisi akan ditetapkan dengan ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan mekanisme-mekanisme Otorita. Rekomendasi-nasehat terhadap Dewan dimana perlu harus diikuti suatu ringaksan ihwal perbedaan usulan dalam Komisi.
12. Tiap Komisi dalam keadaan lazimbertugas ditempat kedudukan Otorita dan mengadakan konferensi sesering hal itu diperlukan untuk pelaksanaan fungsinya secara efesien.
13. Dalam melaksanakan fungsinya, tiap Komisi dimana patut mampu meminta pendapat Komisi lainnya, badan kelengkapan yang berwenang manapuan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa atau tubuh-badan terutama atau organisasi internasional manapun yang mempunyai wewenang dalam pokok dilema yang dimintakan pendapatnya itu.
Pasal 164
Komisi Perencanaan Ekonomi
1. Anggota-anggota Komisi Perencanaan Ekonomi mesti memiliki kecakapan sempurna seperti contohnya kecakapaan yang berhubungan dengan bidang pertambangan, pengelolaan kegaitan-kegiatan kekayaan mineral, jual beli atau perekonomian internasional. Dewan mesti berupaya untuk menjamin bahwa keanggotaan Komisi mencerminkan semua kecakapan yang tepat. Komisi harus meliputi sekurang-kurangnya dua anggota dari Negara meningkat yang ekspor dari kategori mineralnya yang diambil dari Kawasan mempunyai imbas besar bagi perekonomiannya.
2. Komisi mesti :
(a) Atas permintaan Dewan, menganjurkan langkah-langkah-tindakan yang harus diambil untuk melaksanakan keputusan yang bertalian dengan aktivitas-acara di Kawasan sesuai dengan Konvensi ini;
(b) meninjau kecenderungan-kecenderungan dan aspek-aspek yang mempengaruhi penawaran, seruan dan harga materi-materi yang dihasilkan dari Kawasan, dengan mengingat kepentingan baik Negara pengimpor maupun pengekspor, dan utamanya Negara meningkat diantara mereka;
(c) menilik setiap kondisi yang mungkin memiliki kecenderungan pada akhir-balasan jelek yang dimaksudkan dalam pasal 150 sub-ayat (h), yang dikemukakan kepadanya oleh Negara Peserta atau Negara-negara Peserta yang bersangkutan, dan Komisi harus mengajukan anjuran -saran yang tepat kepada Dewan;
(d) menganjurkan kepada Dewanuntuk diajukan terhadap Majelis sebuah metode ganti rugi atau tindakan pinjaman adaptasi ekonomi lainnya bagi Negara-negara berekbmang yang menderita akhir-balasan yang merugikan yang disebabkan oleh aktivitas-acara di Kawasan, sebagaimana diputuskan dalam pasal 150 ayat 10. Komisi harus mengajukan rekomendasi-saran terhadap Dewan yang diperlukan untuk penerapan sistem ini atau langkah-langkah-tindakan lain yang telah disetujui oleh Majelis dalm masalah-kasus tertentu.

Pasal 165
Komisi Hukum dan Teknis
1. Anggota-anggota Komisi Hukum dan Teknis harus memilikiki kecakapan yang sempurna seperti kecakapan yang berhubungan dengan eksplorasi, eksploitasi dan pengelolaan kekayaan mineral, oseanologi, santunan lingkungan maritim atau persoalan-masalah ekonomi atau aturan yang bertalian dengan penambangan samudera dan bidang-bidagn kemampuan lain yang bersangkutan. Dewan mesti berupaya untuk menjamin bahwa keanggotaan dalam Komisi mencerminkan semua kecakapan yang tepat.
2. Komisi mesti :
(a) atas ajakan Dewan menciptakan nasehat-saran mengenai pelaksanaan fungsi-fungsi Otorita;
(b) meninjau rencana-rencana kerja tertulis yang resmi tentang acara-aktivitas di Kawsan sesuai dengan pasal 153 ayat 3, dan mengajukan saran-nasehat yang sempurna kepada Dewan. Komisi harus mendasarkan saran-rekomendasinya semata-mata atas landasan sebagai yang dinyatakan dalam Lampiran III dan harus melaporkan selengkapnya perihal hal itu terhadap Dewan;
(c) atas undangan Dewan, mengawasi aktivitas-kegiatan di Kawasan, dimana layak, dengan musyawarah dan melakukan pekerjaan sama dengan setiap satuan yang menjalankan kegiatan aktivitas tersebut atau Negara atau Negara-negara yang bersangkutan dan melaporkan kepada Dewan;
(d) mempesiapkan perkiraan implikasi terhadap lingkungan dari acara-acara di Kawasan;
(e) mengajukan saran-nasehat terhadap Dewan tentang pertolongan lingkungan laut, dengan memperhitungkan pertimbangan para andal yang diakui dalam bidang itu;
(f) merumuskan dan memberikan kepada Dewan ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan mekanisme-mekanisme tersebut dalam pasal 162 ayat 2 (0), dengan memperhitungkan segala aspek yang relevan tergolong perkiraan implikasi lingkungan dari kegiatan-acara di Kawasan;
(g) senantiasa menyelenggarakan peninjauan atas ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur tersebut dan dimana perlu menyarankan terhadap Dewan seruan pergantian atas ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan prosedur-mekanisme itu yang dianggapnya perlu atau diharapkan;
(h) mengajukan anjuran -anjuran kepada Dewan tentang pembentukan suatu acara monitoring yang secara terencana mengamati, mengukur, menganggap dan memeriksa berdasarkan metoda ilmiah yang diakui ridiko dan balasan pencemaran lingkungan bahari yang disebabkan oleh acara-kegaitan di Kawasan, menjamin bahwa peraturan yang ada memadai dan ditaati serta emngkoordinasikan pelaksanaan acara monitoring yang telah disetujui Dewan;
(i) menganjurkan terhadap Dewan untuk mengajukan gugatan atas nama Otorita di hadapan Kamar Sengketa Dasar Laut, sesuai dengan Bab ini dan Lampiran-lampiran yang berhubungan dengan mengamati secara khusus pasal 187;
(j) mengajukan rekomendasi-rekomendasi terhadap Dewan perihal langkah-langkah yang hendak diambil kepada keputusan Kamar Sengketa Dasar Laut dalam kasus yang diajukan sesuai dengan sub-ayat (i);
(k) mengajukan usulan-nasehat kepada Dewan untuk mengeluarkan perintah-peritnah darurat yang mampu mencakup perintah-perintah untuk penangguhan atau penyesuaian kegaitan guna mencegah kerusakan lingkungan bahari yang berat yang ditimbulkan oleh aktivitas-acara di Kawasan
Rekomendasi-rekomendasi tersebut mesti ditanggapi Dewan; menurut perintah utama.
(l) menganjurkan kepada Dewan untuk tidak menyepakati Kawasan-tempat untuk dieksploitasi oleh kontraktor atau Perusahaan, dalam hal terdapat bukti kuat yang memperlihatkan bahwa ada kemungkinan terjadi kerusakan terhadap lingkungan laut yang berat.
(m) mengajukan rekomendasi-rekomendasi kepada Dewan tentang petunjuk dan pengawasan bagi sebuah staf inspektur yang harus mengusut kegiatan-acara di Kawasan untuk memilih apakah ketentuan-ketentuan Bab ini, ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan mekanisme-prosedur Otorita, dan ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat setiap kontrak dengna Otorita ditaati;
(n) menghitung pagu buatan dan mengeluarkan ijin-ijin buatan atas nama Otorita menurut pasal 151 ayat 2 sampai dengan 7 sehabis diadakan penyeleksian seperlunya di antara para pemohon ijin produksi oleh Dewan sesuai dengan Lampiran III pasal 7.
3. Atas usul setiap Negara Peseta atau piha lain yang berkepentingan, dalam melakukan peran pengawasan dan investigasi, anggota Komisi mesti disertai oleh seorang wakil dari Negara Peserta atau pihak lain yang berkepentingan.
SUBBAGIAN D.
SEKRETARIAT

Pasal 166
Sekretariat

1. Sekretariat Otorita terdiri dari seorang Sekretaris Jenderal dan suatu Staf yang diperlukan Otorita.
2. Sekretaris Jenderal diseleksi oleh Majelis untuk masa jabatan 4 tahun dari antara kandidat-calon yang dianjurkan oleh Dewan dan mampu diseleksi kembali.
3. Sekretaris Jenderal yakni kepala pejabat manajemen Otorita dan bertindak dalam kapasitas itu dalam semua konferensi Majelis, Dewan dan badan aksesori manapun, dan melaksanakan fungsi-fungsi adinistratif lainnya yang diserahkan kepadanya oleh tubuh tersebut.
4. Sekretaris Jenderal harus membuat laporan tahunan kepada Majelis tentang pekerjaan Otorita.
Pasal 167
Staf Otorita
1. Staf otorita terdiri dari tenaga ilmiah dan teknis serta tenaga lain yang piawai yang mungkin diperlukan untuk melaksanakan fungsi-fungsi administratif Otorita.
2. Pertimbangan terpenting dalam penerimaan dan penempatan staf dan dalam memutuskan syarat-syarat kerja, ialah keperluan untuk menjamin tingkat efisiensi, kesanggupan dan integritas yang setinggi-tingginya. Dengan tunduk pada pertimbngan di atas, haus pula diperhatikan pentingnya peneriaman staf atas dasar pembagian geografis seluas mungkin.
3. Staf ditunjuk oleh Sekretaris Jenderal. Ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat pengangkatan mereka, penggajian dan pemberhentian mesti sesuai dengan ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan mekanisme-mekanisme Otorita.
Pasal 168
Sifat internasional dari Sekretariat
1. Dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya, Sekretaris Jenderal dan stafnya tidak akan meminta atau menerima instruksiinstruksi dari pemerintah manapun atau dari pihak lain manapun selain Otorita. Mereka harus menghidarkan diri dari sikap apapun yang mampu mensugesti kedudukan mereka selaku pejabat internasional Otorita yang bertanggung jawab cuma kepada Otorita. Setiap Negara Peserta wajib menghormati sifat internasional yang eksklusif dari kewajiban-kewajiban Sekretaris Jenderal dan Staf serta tidak akan berupaya untuk mensugesti mereka dalam pelaksanaan kewajiban mereka. Setiap pelanggaran tanggung jawab yang dijalankan oleh seorang anggota staf akan diserahkan terhadap mahkamah administratif yang tepat sesuai dengan yang ditentukan dalam ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan mekanisme-mekanisme Otorita.
2. Sekretaris Jenderal dan stafnya tidak boleh memiliki kepentingan keuangan dalam kegiatan-aktivitas apapun yang bertalian dengan eksplorasi dan eksploitasi di Kawasan. Sesuai dengan tanggung jawabnya terhadap Otorita, mereka dihentikan membuka rahasia industri atau data pemilikan Perusahaan yang sudah dialihkan pada Otorita berdasarkan Lampiran III pasal 14 atau info lainnya yang bersifat belakang layar yang dapat mereka ketahui sebab jabatannya pada Otorita, sekalipun jabatan mereka sudah rampung.
3. Pelanggaran kepada kewajiban-keharusan seorang anggota staf Otorita sebagaimana tercantum dalam ayat 2, atas usul Negara Peserta yang dirugikan oleh pelanggaran demikian atau perorangan atau badan aturan yang disponsori oleh Negara Peserta sebagaimana diputuskan dalam pasal 153 ayat 2 b dan, yang dirugikan oleh pelanggaran tersebut, mesti diajukan oleh Otorita kepada sebuah mahkamah sebagaimana diputuskan dalam ketentuan-ketentuan, peraturan dan prosedur-mekanisme Otorita. Negara Peserta yang dirugikan berhak turut serta dalam solusi kasus. Sekretaris Jenderal harus memberhentikan anggota staf yang bersangkutan, jika dianjurkan demikian oleh mahkamah.
4. Ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan prosedur-mekanisme Otorita harus memuat ketentuan yang perlu guna pelaksanaan pasal ini.
Pasal 169
Konsultasi dan koordinasi dengan organisasi-organisasi internasional
dan organisasi-organisasi non-pemerintah
1. Sekretaris Jenderal dengan persetujuan Dewan akan membuat pengaturan yang diperlukan mengenai hal-hal yang tergolong kewenangan Otorita, untuk menyelenggarakan konsultasi dan kerjasama dengan organisasi-organisasi internasional dan organisasi-organisasi non-pemerintah yang diakui oleh Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa.
2. Setiap organisasi dengan mana Sekretariat Jenderal telah mengadakan suatu pengaturan berdasarkan ayat 1, dapat menunjuk wakil-wakil selaku peninjau untuk menghadiri konferensi tubuh-badan Otorita sesuai dengan ketentuan-ketentuan proseduril badan-badan tersebut. Prosedur-mekanisme harus ditetapkan untuk mendapatkan persepsi-pandangan organisasi-organisasi demikian dalam perkara-perkara yang bersangkutan.
3. Sekretaris Jenderal mampu membagikan kepada Negara-negara Peserta laporan-laporan tertulis yang diserahkan kepadanya oleh organisasi-organisasi non-pemerintah seperti tersebut dalam ayat 1 tentang persoalan-problem yang menjadi wewenang khusus mereka dan yang berkaitan dengan pekerjaan Otorita.

SUBBAGIAN E.
PERUSAHAAN

Pasal 170
Perusahaan

1. Perusahaan adalah badan Otorita yang mesti melakukan kegiatan-aktivitas di Kawasan secara eksklusif, sesuai dengan pasal 153 ayat 2 (a), maupun pengangkutan, pembuatan dan pemasaran mineral-mineral yang dihasilkan dari Kawasan.
2. Perusahaan dalam rangka bertindak selaku tubuh aturan internasional Otorita, memiliki kewenangan aturan sebagaimana ditetapkan dalam Statuta mirip diatur dalam Lampiran IV. Perusahaan bertindak sesuai dengan Konvensi ini dan ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan mekanisme-mekanisme Otorita maupun kebijakan-kebijakan umum yang ditetapkan oleh Majelis dan tunduk pada pengarahan dan pengawasan Dewan.
3. Kantor Pusat Perusahaan mesti berada di kawasan kedudukan Otorita.
4. Perusahaan, sesuai dengan pasal 173 ayat 2 dan Lampiran IV pasal 11, harus dilengkapi dengan dana seperlunya yang diharapkan untuk melakukan tugasnya dan harus mendapatkan teknologi sebagaimana dimaksud dalam pasal 144 dan ketentuan-ketentuan yang berhubungan yang lain dari Konvensi ini.
SUBAGIAN F.
PENGATURAN KEUANGAN OTORITA

Pasal 171
Dana-dana Otorita

Dana-dana Otorita mencakup :
(a) iuran anggota Otorita yang ditaksir sesuai dengan pasal 160 ayat 2 (e);
(b) dana-dana yang diterima Otorita sesuai dengan Lampiran III pasal 13 yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan di Kawasan;
(c) dana-dana yang dipindahkan dari Perusahaan sesuai dengan Lampiran IV pasal 10;
(d) dana-dana yang berasal dari santunan sesuai desal dengan pasal 174;
(e) pemberian-dukungan sukarela dari anggota dan satuan-satuan lainnya; dan
(f) pembayaran-pembayaran keapda sebuah dana ganti rugi sesuai dengan pasal 151 ayat 10, yang sumber-sumbernya akan dianjurkan oleh Komisi Perencanaan Ekonomi.
Pasal 172
Anggaran tahunan Otorita
Sekretaris Jenderal menyusun desain budget tahunan Otorita yang disarankan dan mengajukannya kepada Dewan. Dewan akan memikirkan rancangan budget tahunan yang disarankan tersebut dan mengajukannya kepada Majelis beserta nasehat-rekomendasinya. Majelis akan menimbang-nimbang dan menyepakati desain budget tahunan ini sesuai dengan pasal 160, ayat 2 (h).
Pasal 173
Pengeluaran Otorita
1. Iuran mirip dimaksud dalam pasal 171 sub-ayat (a), mesti dibayarkan ke dalam suatu rekening khusus untuk menutupi pengeluaran-pengeluaran administratif Otorita hingga Otorita memiliki dana yang cukup dari sumber-sumber lain untuk menutupi pengeluaran-pengeluaran tersebut.
2. Dana Otorita merupakan andalan pertama bagi pengeluaran-pengeluaran administratif Otorita. Selain iuran yang ditaksir mirip tersebut dalam pasal 171 sub-ayat (a), dana yang tersisa setelah pembayaran pengeluaran-pengeluaran administratif boleh, inter alia :
(a) dibagi sesuai dengan pasal 140 dan pasal 160 ayat 2 (g);
(b) dipergunakan untuk menawarkan dana bagi Perusahaan sesuai dengan pasal 170 ayat 4;
(c) digunakan untuk membayar ganti rugi terhadap Negara-negara meningkat , sesuai dengan pasal 151 ayat 10, dan pasal 160 ayat 2 (1).
Pasal 174
Wewenang Otorita untuk meminjam
1. Otorita mempunyai wewenang untuk meminjam dana.
2. Majelis memilih batasan wewenang Otorita untuk meminjam dalam peraturan-peraturan keuangan yang ditetapkan sesuai dengan pasal 160 ayat 2 (f)
3. Dewan melakukan wewenang Otorita untuk meminjam.
4. Negara-negara Peserta tidak bertanggung jawab atas hutang-hutang Otorita.
Pasal 175
Pemeriksaan keuangan tahunan
Catatan, pembukuan dan rekening keuangan Otorita, tergolong laporan tahunan keuangan, diperiksa setiap tahun oleh sebuah pemeriksa keuangan yang independen yang ditunjuk oleh Dewan.
SUBBAGIAN G.
STATUS HUKUM, HAK-HAK ISTIMEWA
DAN KEKEBALAN

Pasal 176
Status aturan

Otorita memiliki status tubuh hukum internasional dan kewenangan hukum yang diperlukan untuk melaksanakan fungsi-fungsinya dan meraih maksudnya.
Pasal 177
Hak-hak istimewa dan kekebalan
Untuk memungkinkan Otorita melaksanakan fungsi-fungsinya Otorita menikmati dalam kawasan tiap Negara Peserta, hak-hak istimewa dan kekebalan sebagaimana diputuskan dalam sub bab ini. Hak-hak istimewa dan kekebalan berkenaan dengan Perusahaan yakni sebagaimana ditentukan dalam Lampiran VI pasal 13.
Pasal 178
Kekebalan dan permintaan aturan
Otorita, milik dan kekayaannya, mempunyai kekebalan dan tuntutan aturan kecuali dalam hal Otorita secara tegas melepaskan kekebalannya dalam suatu masalah tertentu.
Pasal 179
Kekebalan dari penggeledahan dan setiap bentuk penyitaan
Milik dan kekayaan Otorita, di manapun letaknya dan siapapun yang menguasainya, kebal terhadap penggeledahan, pengambilan, perampasan, pencabutan hak milik atau bentuk penyitaan lain apapun yang dilakukan menurut tindakan eksekutif atau legislatif.
Pasal 180
Pembebasan dari pembatasan-pembatasan, pengaturan-pengaturan,
pengawasan-pengawasan dan moratoria
Milik dan kekayaan Otorita mesti bebas dari pembatasan-pembatasan pengaturan-pengaturan, pengawasan-pengawasan dan moratoria dalam bentuk apapun juga.
Pasal 181
Arsip dan komunikasi resmi Otorita
1. Arsip Otorita dan di manapun berada dilarang diganggu gugat.
2. Data pemilikan, rahasia-rahasia industri atau info serupa dan catatan personalia tidak boleh ditempatkan dalam arsip yang terbuka bagi lazim.
3. Bertalian dengan komunikasi resminya, setiap Negara Peserta harus memberikan perlakuan yang sama baiknya pada Otorita mirip yang diberikannya terhadap organisasi internasional lainnya.
Pasal 182
Hak-hak istimewa dan kekebalan orang-orang tertentu yang ada relevansinya dengan Otorita
Wakil-wakil Negara-negara Peserta yang menghadiri sidang-sidang Majelis, Dewan, atau tubuh-badan kelengkapan dari Majelis atau Dewan dan Sekretaris Jenderal dan staf Otorita, dalam setiap wilayah Negara anggota menikmati :
(a) kekebalan dari proses aturan berkenaan dengan tindakan-tindakan yang dijalankan mereka dalam menjalankan fungsinya, kecuali dalam hal Negara yang mereka wakili atau Otorita, dimana perlu dengan tegas melepaskan kekebalan ini dalam masalah tertentu;
(b) apabila mereka bukan warganegara Negara tersebut, kebebasan yang sama dari pembatasan-pembatasan imigrasi, syarat-syarat registrasi orang aneh dan keharusan-keharusan dinas Negara, fasilitas yang sama berkenaan dengan pembatasan valuta asing dan perlakuan yang sama bertalian dengan akomodasi-kemudahan bepergian yang diberikan oleh negara tersebut kepada para wakil, pejabat dan pegawai-pegawai dengan pangkat yang serupa dari Negara-negara Peserta yang lain.
Pasal 183
Pembebasan dari pajak dan bea cukai
1. Dalam ruang lingkup acara-kegiatannya yang resmi, Otorita, kekayaan milik penghasilan dan operasi serta transaksinya yang diijinkan oleh Konvensi ini,
Pasal 178
Kekebalan dan permintaan aturan
Otorita, milik dan kekayaannya, memiliki kekebalan dan permintaan hukum kecuali dalam hal Otorita secara tegas melepaskan kekebalannya dalam sebuah masalah tertentu.
Pasal 179
Kekebalan dari penggeledahan dan setiap bentuk penyitaan
Milik dan kekayaan Otorita, di manapun letaknya dan siapapun yang menguasainya, kebal kepada penggeledahan, pengambilan, perampasan, pencabutan hak milik atau bentuk penyitaan lain apapun yang dilaksanakan menurut langkah-langkah administrator atau legislatif.
Pasal 180
Pembebasan dari pembatasan-pembatasan, pengaturan-pengaturan,
pengawasan-pengawasan dan moratoria
Milik dan kekayaan Otorita harus bebas dari pembatasan-pembatasan pengaturan-pengaturan, pengawasan-pengawasan dan moratoria dalam bentuk apapun juga.
Pasal 181
Arsip dan komunikasi resmi Otorita
1. Arsip Otorita dan di manapun berada tidak boleh diusik gugat.
2. Data pemilikan, rahasia-belakang layar industri atau berita serupa dan catatan personalia tidak boleh diposisikan dalam arsip yang terbuka bagi umum.
3. Bertalian dengan komunikasi resminya, setiap Negara Peserta harus memperlihatkan perlakuan yang sama baiknya pada Otorita mirip yang diberikannya kepada organisasi internasional yang lain.
Pasal 182
Hak-hak istimewa dan kekebalan orang-orang tertentu yang ada keterkaitannya dengan Otorita
Wakil-wakil Negara-negara Peserta yang menghadiri sidang-sidang Majelis, Dewan, atau tubuh-tubuh kelengkapan dari Majelis atau Dewan dan Sekretaris Jenderal dan staf Otorita, dalam setiap kawasan Negara anggota menikmati :
(a) kekebalan dari proses hukum berkenaan dengan langkah-langkah-langkah-langkah yang dilakukan mereka dalam menjalankan fungsinya, kecuali dalam hal Negara yang mereka wakili atau Otorita, dimana perlu dengan tegas melepaskan kekebalan ini dalam kasus tertentu;
(b) jika mereka bukan warganegara Negara tersebut, keleluasaan yang serupa dari pembatasan-pembatasan imigrasi, syarat-syarat pendaftaran orang asing dan kewajiban-keharusan dinas Negara, kemudahan yang sama berkenaan dengan pembatasan valuta abnormal dan perlakuan yang serupa bertalian dengan kemudahan-fasilitas bepergian yang diberikan oleh negara tersebut terhadap para wakil, pejabat dan pegawai-pegawai dengan pangkat yang sama dari Negara-negara Peserta yang lain.
Pasal 183
Pembebasan dari pajak dan bea cukai
1. Dalam ruang lingkup aktivitas-kegiatannya yang resmi, Otorita, kekayaan milik penghasilan dan operasi serta transaksinya yang diijinkan oleh Konvensi ini,dibebaskan dari semua pajak eksklusif dan atas barang-barang yang impor atau diekspor untuk penggunaan yang resmi dibebaskan dari semua bea cukai Otorita dilarang menuntut pembebasan pajak yang hanya ialah pungutan untuk jasa yang diberikan.
2. Apabila pembelian barang-barang atau jasa-jasa yang mempunyai nilai yang sungguh penting untuk acara-kegiatan resmi Otorita dijalankan oleh dan atas nama Otorita, dan apabila harga pembelian barang-barang atau jasa-jasa tersebut meliputi pajak atau cukainya, maka Negara-negara Peserta akan mengambil langkah-langkah-langkah-langkah yang dibutuhkan dalam batasan yang dimungkinkan guna memperlihatkan pembebasan pajak atau cukai tersebut atau akan menunjukkan pengembaliannya. Barang-barang yang diimpor atau dibeli dengan suatu pembebasan pajak dan cukai sebagaimana ditetapkan dalam pasal ini dihentikan dijual atau dipindah tangankan dalam daerah Negara Peserta yang sudah menunjukkan pembebasan itu kecuali dengan syarat yang telah disepakati bareng dengan Negara Peserta yang bersangkutan.
3. Tiada pajak akan dipungut oleh Negara-negara Peserta atas atau berkenaan dengan honor dan pendapatan yang dibayarkan atau setiap bentuk pembayaran lainnya yang dikerjakan oleh Otorita terhadap Sekretaris Jenderal dan staf Otorita, maupun yang dibayarkan kepada para andal yang melakukan tugas bagi Otorita, yang bukan warganegara mereka.
SUBBAGIAN H.
PEMBEKUAN PELAKSANAAN HAK-HAK DAN
HAK-HAK ISTIMEWA ANGGOTA

Pasal 184
Pembekuan pelaksanaan hak-hak bunyi

Satu Negara Peserta yang menunggak pembayaran iuran keuangan kepada Otorita tidak memiliki hak bunyi, jika jumlah pembayaran yang tertunggak itu sama atau melampaui jumlah iuran yang harus dibayarkannya untuk dua tahun sebelumnya, namun demikian Majelis mampu mengijinkan anggota tersebut untuk turut serta dalam pemungutan bunyi bila dapat diyakini bahwa tidak dilakukannya pembayaran itu disebabkan oleh keadaan yang berada di luar kekuasaan Negara anggota.
Pasal 185
Pembekuan pelaksanaan hak-hak dan hak-hak istimewa
keanggotaan
1. Suatu Negara Peserta yang telah secara jelas-terangan dan terus menerus melanggar ketentuan-ketentuan Bab ini mampu dibekukan haknya untuk melaksanakan hak-hak dan hak-hak istimewa keanggotaannya oleh Majelis atas rekomendasi Dewan.
2. Tiada satu tindakanpun mampu diambil berdasarkan ayat 1 sebelum sengketa Dasar Laut menetapkan bahwa suatu Negara Peserta secara terperinci-terangan dan terus menerus telah melanggar ketentuan-ketentuan Bab ini.
BAGIAN 5.
PENYELESAIAN SENGKETA DAN
PENDAPAT BERUPA NASEHAT

Pasal 186
Kamar Sengketa Dasar Laut Pengadilan Internasional untuk Hukum Laut

Pembentukan Kamar Sengketa Dasar Laut dan cara bagaimana Kamar tersebut melaksanakan yurisdiksinya di atur oleh ketentuan-ketentuan bab ini, Bab XV dan Lampiran IV.
Pasal 187
Yurisdiksi Kamar Sengketa Dasar Laut
Kamar Sengketa Dasar Laut memiliki yurisdiksi menurut Bab ini dan Lampiran-lampiran yang bertalian dengannya dalam sengketa yang berkenaan dengan aktivitas-aktivitas di Kawasan yang tergolong dalam klasifikasi berikut :
(a) sengketa-sengketa antara Negara-negara Peserta tentang interpretasi atau penerapan Bab ini dan Lampiran-lampiran yang bertalian dengannya;
(b) sengketa-sengketa Negara Peserta dan Otorita tentang :
(i) tindakan atau kelalaian Otorita atau sebuah Negara Peserta yang dituduhkan ialah pelanggaran terhadap Bab ini atau lampiran-lampiran yang bertalian dengannya atau ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur Otorita yang ditetapkan sesuai dengan Bab atau Lampiran-lampiran tersebut;
(ii) tindakan Otorita yang dituduhkan ialah hal yang melebihi yurisdiksi atau suatu penyalahgunaan kekuasaan;
(c) sengketa antara para pihak dalam persetujuan, yang ialah Negara Peserta, Otorita atau Perusahaan-perusahaan, perusahaan negara dan badan aturan atau individual sebagaimana dimaksudkan dalam
pasal 153 ayat 2 (b), tentang :
(i) interpretasi atau penerapan suatu persetujuan atau sebuah planning kerja yang berkaitan; atau
(ii) langkah-langkah atau kelalaian sebuah pihak dalam persetujuan bertalian dengan acara-acara di Kawasan dan yang ditujukan terhadap pihak lain atau yang secara eksklusif merugikan kepentingan yang sah;
(d) sengketa antara Otorita dan seorang kandidat kontraktor yang disponsori oleh suatu Negara sebagaimana diputuskan dalam pasal 153, ayat 2 (b) dan sudah memenuhi sebagaimana mestinya standar yang dimaksudkan dalam Lampiran III pasal 4 ayat 6, dan pasal 13, ayat 2, perihal suatu kontrak atau sebuah persoalan aturan yang muncul dalam negosiasi tentang kesepakatan itu;
(e) sengketa antara Otorita dan suatu Negara Peserta suatu perusahaan negara atau individual atau sebuah badan aturan yang disponsori oleh sebuah Negara Peserta sebagaimana ditentukan dalam pasal 153, ayat 2 (b), dalam hal dituduhkan bahwa Otorita berkewajiban memikul tanggung jawab sebagaimana ditentukan dalam Lampiran III pasal 22;
(f) setiap sengketa yang lain yang dalam Konvensi ini secara khusus ditentukan termasuk yurisdiksi kamar.
Pasal 188
Penyerahan sengketa kepada suatu kamar khusus Pengadilan Internasional untuk Hukum Laut
atau sebuah kamar ad hoc Kamar Sengketa Dasar Laut atau pada arbitrasi komersial yang mengikat
1. Sengketa antara Negara-negara Peserta yang dimaksudkan dalam pasal 187, sub-ayat (a), mampu diserahkan :
(a) atas seruan para pihak dalam sengketa, kepada sebuah kamar khusus Pengadilan Internasional untuk Hukum Laut yang akan dibuat sesuai dengan Lampiran VI pasal 15 dan 17; atau
(b) atas undangan salah satu pihak dalam sengketa, terhadap suatu kamar ad hoc kamar Sengketa Dasar Laut yang akan dibuat sesuai dengan Lampiran VI pasal 36;
2. a) Sengketa wacana interpretasi atau penerapan suatu perjanjian yang dimaksudkan dalam pasal 187, sub-ayat (c) (i) mesti diserahkan, atas ajakan salah satu pihak dalam sengketa, pada arbitrasi komersial yang mengikat, kecuali jika para pihak bersepakat lain. Suatu mahkamah arbitrasi komersial yang kepadanya sengketa itu diserahkan tidak memiliki yurisdiksi untuk mengambil keputusan atas setiap dilema interpretasi Konvensi ini. Apabila sengketa itu juga menyangkut suatu dilema interpretasi Bab XI, dan lampiran-lampiran yang bertalian dengannya, berkenaan dengan acara-aktivitas di Kawasan, maka dilema itu mesti diteruskan terhadap Kamar Sengketa Dasar Laut untuk mendapatkan keputusan.
    (b) Apabila, pada permulaan atau di saat arbitrasi demikian sedang berjalan, mahkamah arbitrasi menetapkan, baik atas usul salah satu pihak dalam sengketa maupun proprio motu, bahwa keputusannya tergantung pada suatu ketetapan Kamar Sengketa Dasar Laut, maka mahkamah arbitrasi itu mesti meneruskan duduk perkara demikian kepada Kamar Sengketa Dasar Laut untuk diputuskan Mahkamah arbitrasi kemudian melanjutkan memperlihatkan keputusannya sesuai dengan ketetapan Kamar Sengketa Dasar Laut.
    (c) Dalam hal tidak ada suatu ketentuan dalam kotak tentang mekanisme arbitrasi yang mau ditetapkan dalam sengketa tersebut, maka arbitrasi itu akan dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Arbitrasi UNCITRAL atau peraturan arbitrasi lain yang sama sebagai yang mampu ditetapkan dalam ketentuan-ketentuan peraturan-peraturan dan prosedur-mekanisme Otorita, kecuali para pihak dalam sengketa bersepakat lain.
Pasal 189
Pembatasan terhadap yurisdiksi berkenaan dengan keputusan Otorita
Kamar Sengketa Dasar Laut tidak memiliki yurisdiksi berkenaan dengan pelaksanaan kekuasaan diskresi oleh Otorita sesuai dengan ketentuan Bab ini; bagaimanapun juga Kamar dilarang menempatkan diskresinya sebagai pengganti bagi diskresi Otorita. Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 191, dalam melakukan yurisdiksinya menurut pasal 187, Kamar Sengketa Dasar Laut dihentikan mengambil keputusan perihal problem apakah sesuatu ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan mekanisme-prosedur Otorita sesuai dengan Konvensi ini, juga dilarang menyatakan sesuatu ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur demikian tidak sah. Yurisdiksi Kamar dalam hal ini terbatas pada pengambilan keputusan kepada permintaan bahwa penerapan sesuatu ketentuan-ketentuan, peraturanperaturan dan prosedur-mekanisme Otorita terhadap masalah perorangan dapat bertentangan dengan keharusan-keharusan kontraktual para pihak dalam sengketa atau keharusan-kewajiban mereka menurut Konvensi ini, tuntutan perihal ekses yurisdiksi atau penyalahguanaan kekuasaan, dan terhadap permintaan untuk kerugian yang mesti dibayarkan atau pengganti lain yang mesti diberikan keapda pihak yang bersangkutan alasannya adalah kegagalan pihak lain untuk memenuhi kewajiban-keharusan kontraktualnya atau kewajiban-kewajibannya menurut Konvensi ini.
Pasal 190
Peran serta dan kedatangan Negara-negara Peserta sponsor dalam sidang masalah
1. Apabila perorangan atau sebuah badan aturan merupakan suatu pihak dalam sengketa yang dimaksudkan dalam pasal 187, maka Negara yang mensponsorinya mesti diberitahu tentang hal itu dan memiliki hak untuk berperan serta dalam sidang kasus dengan menyerahkan pernyataan tertulis atau ekspresi.
2. Apabila diajukan sebuah gugatan terhadap suatu Negara Peserta oleh individual atau sebuah badan aturan, yang disponsori oleh Negara Peserta lain, dalam sebuah sengketa yang dimaksudkan dalam pasal 187, sub-ayat (c), maka Negara tergugat mampu meminta kepada Negara yang mensponsori perorangan atau tubuh hukum itu untuk hadir dalam sidang kasus itu atas nama individual atau badan hukum tersebut. Dalam hal kedatangan Negara sponsor tidak mampu dilakukan Negara tergugat mampu menertibkan untuk diwakili oleh sebuah badan hukum yang mempunyai kebangsaan Negara itu.
Pasal 191
Pendapat berupa pesan tersirat
Kamar Sengketa Dasar Laut mesti menunjukkan usulan berbentukusulan atas seruan Majelis atau Dewan mengenai duduk perkara aturan yang muncul dalam ruang lingkup aktivitas mereka. Pendapat demikian harus diberikan selaku sebuah hal yang mendesak.
BAGIAN 1.
KETENTUAN UMUM

Pasal 192
Kewajiban-kewajiban biasa

Negara-negara mempunyai kewajiban untuk melindungi dan melestarikan lingkungan laut.
Pasal 193
Hak kedaulatan Negara untuk mengeksploitasikan kekayaan alamnya
Negara-negara mempunyai hak kedaulatan untuk mengeksploitasikan kekayaan alam mereka serasi dengan akal lingkungan mereka serta sesuai pula dengan keharusan mereka untuk melindungi dan melestarikan lingkungan maritim.
Pasal 194
Tindakan-langkah-langkah untuk mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran lingkungan maritim
1. Negara-negara mesti mengambil segala tindakan yang perlu sesuai dengan Konvensi, baik secara individual maupun secara bersama-sama berdasarkan kebutuhan untuk menangkal, mengurangi dan mengendalikan pencemaran lingkungan laut yang disebabkan oleh setiap sumber dengan memakai untuk kebutuhan ini cara-cara yang paling mudah yang ada pada mereka dan sesuai dengan kesanggupan mereka, selagi Negara-negara ini harus berusaha sungguhsungguh untuk menyerasikan kecerdikan mereka dalam hal ini.
2. Negara-negara harus mengambil segala langkah-langkah yang perlu untuk menjamin agar acara-kegiatan yang berada dibawah yurisdiksi atau pengawasan mereka dilakukan dengan cara sedemikian rupa biar tindakan-tindakan tersebut tidak menjadikan kerusakan yang disebabkan oleh pencemaran kepada Negara-negara lain dan lingkungannya, dan biar pencemaran yang timbul dari langkah-langkah-langkah-langkah dan acara dibawah yurisdiksi atau pengawasan mereka tidak menyebar melebihi kawasan-tempat yang ada di bawah pelaksanaan hak-hak kedaulatan mereka sesuai dengan Konvensi ini.
3. Tindakan-langkah-langkah yang diambil berdasarkan Bab ini mesti meliputi segala sumber pencemaran lingkungan maritim. Tindakan-langkah-langkah ini harus mencakup, inter alia, langkah-langkah-langkah-langkah yang dijadwalkan untuk menghemat sejauh mungkin :
(a) dilepaskannya bahan-materi yang beracun, berbahaya atau mengusik, khususnya bahan-bahan yang persisten, yang berasal dari sumber daratan, dari atau melalui udara, atau alasannya dumping;
(b) pencemaran dari kendaraan air, terutama langkah-langkah-tindakan untuk mencegah kecelakaan dan yang berkenaan dengan kondisi darurat, untuk menjamin keamanan operasi di maritim, untuk menghalangi terjadinya pembuangan yang sengaja atau tidak serta mengendalikan disain, konstruksi, perlengkapan, operasi dan tata awak kendaraan air;
(c) pencemaran dari instalasi-instalasi dan alat peralatan yang dipakai dalam eksplorasi atau eksploitasi kekayaan alam dasar maritim dan tanah dibawahnya, khsususnya langkah-langkah-tindakan untuk mencegah kecelakaan dan yang bertalian dengan keadaan darurat, untuk menjamin keselamatan operasi bahari, serta yang mengatur disain, konstruksi, peralatan, operasi dan tata awak instalasi-instalasi atau perlengkapan termaksud;
(d) pencemaran dari lain-lain instalasi dan perlengkapan yang dioperasikan dalam lingkungan laut, utamanya langkah-langkah-tindakan untuk menghalangi kecelakaan dan yang berkenaan dengan keadaan darurat, untuk menjamin keselamatan opeasi di bahari, serta mengatur disain, konstruksi, perlengkapan, operasi dan tata awak instalasiinstalasi atau perlengkapan termaksud.
4. Dalam mengambil tindakan-langkah-langkah untuk mencegah, meminimalisir atau mengendalikan pencemaran lingkungan laut, Negara-negara mesti menjauhkan diri dari adonan tangan yang tidak berdalih ke dalam kegiatan Negara lain dalam mereka melaksanakan hak-hak mereka dan melaksanakan keharusan-keharusan mereka sesuai dengan Konvensi ini.
5. Tindakan-tindakan yang diambil sesuai dengan Bab ini harus mencakup di dalamnya tindakan-langkah-langkah yang perlu untuk melindungi dan melestarikan ekosistem yang langka atau yang rapuh maupun habitat bagi jenis-jenis yang telah langka, yang terancam oleh kelangkaan atau yang dalam proses menjadi langka serta lain-lain bentuk kehidupan maritim.
Pasal 195
Kewajiban untuk tidak memindahkan kerusakan atau ancaman atau untuk
mengubah suatu jenis pencemaran ke dalam jenis pencemaran lain
Dalam mengambil langkah-langkah-tindakan untuk menghalangi, meminimalkan atau mengontrol pencemaran lingkungan bahari, Negara-negara mesti bertindak sedemikian rupa agar tidak memindahkan, baik secara langsung maupun tidak pribadi, kerusakan atau ancaman dari sebuah tempat ke kawasan lain, atau merobah suatu bentuk pencemaran ke dalam bentuk pencemaran lain.
Pasal 196
Penggunaan teknologi-teknologi atau memasukkan
jenis-jenis aneh atau jenis baru
1. Negara-negara harus mengambil segala langkah-langkah untuk menghalangi, meminimalisir dan mengatur pencemaran lingkungan laut sebagai akbiat penggunaan teknologi-teknologi yang ada di bawah yurisdiksi atau pengawasan mereka, atau memasukkan dengan sengaja atau tidak, jenis-jenis aneh atau jenis gres, kedalam bab tertentu lingkungan maritim, hingga dapat menjadikan pergeseran-perubahan penting dan merugiakn terhadap lingkungan bahari.
2. Pasal ini tidak mempengaruhi pelaksanaan Konvensi ini berkenaan dengan pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran lingkungan laut.

BAGIAN 2.
KERJASAMA GLOBAL DAN REGIONAL

Pasal 197
Kerjasama atas dasar global atau regional

Negara-negara harus berhubungan atas dasar global dan dimana perlu, atas dasar regional, secara langsung atau lewat organisasi-organisasi internasional yang kompeten, dalam merumuskan dan menjelaskan ketentuan-ketentuan, standarstandar dan praktek-praktek yang diusulkan secara internasional serta prosedur-prosedur yang konsisten dengan Konvensi ini untuk tujuan pinjaman dan pelestarian lingkungan laut, dengan mengamati ciri-ciri regional yang khas.
Pasal 198
Pemberitahuan wacana kerusakan yang aktual atau yang bakal terjadi
Apabila suatu Negara menyadari adanya kondisi dimana lingkungan bahari berada dalam ancaman bahaya mendesak akan kerusakan atau telah rusak balasan pencemaran, Negara termaksud harus secepatnya memberitahu Negara-negara lain yang menurut perkiraannya sangat mungkin akan terancam oleh kerusakan tersebut, demikian pula kepada organisasi-organisasi internasional yang kompeten.
Pasal 199
Pola Penanggulangan darurat kepada pencemaran
Dalam hal-hal yang disebut dalam pasal 198, Negara-negara dalam kawasan yang terkena, sesuai dengan kemampuan mereka, beserta organisasi-organisasi internasional yang kompeten, mesti bekerjasama semampu mungkin dalam menetralisir balasan pencemaran dan menghalangi atau meminimalkan kerusakan yang timbul. Untuk tujuan itu Negara-negara harus tolong-menolong berbagi dan memajukan acuan penanggulangan darurat untuk menjawab tantangan pencemaran dalam lingkungan bahari.
Pasal 200
Pengkajian, program-acara riset dan pertukaran
info serta data
Negara-negara harus berafiliasi, secara pribadi atau lewat organisasi-organisasi internasional yang kompeten, dengan tujuan untuk menggalakan pengkajian-pengkajian, menyelenggarakan acara-acara riset ilmiah dan mendorong dilakukannya pertukaran gosip dan data yang diperoleh ihwal pencemaran lingkungan bahari. Mereka harus berupaya sungguh-sungguh turut serta aktif dalam acara-acara regional dan global untuk mendapatkan pengetahuan guna memperkirakan sifat dan besarnya pencemaran, bahaya pencemaran tersebut, jejak, risiko dan cara mengatasinya.
Pasal 201
Kriteria ilmiah bagi peraturan-peraturan
Berdasarkan informasi dan data yang diperoleh sesuai dengan pasal 200, Negara-negara mesti bekerjasama, secara pribadi atau melalui organisasi-organisasi internasional yang kompeten, untuk memutuskan kriteria ilmiah yang sesuai guna merumuskan dan menjabarkan ketentuan-ketentuan, kriteria-kriteria, praktek-praktek yang dianjurkan dan prosedurprosedur guna pencegahan, penghematan dan pengendalian pencemaran lingkungan bahari.
BAGIAN 3.
BANTUAN TEKNIK

Pasal 202
Bantuan teknik dan ilmiah terhadap Negara-negara meningkat

Negara-negara harus secara pribadi atau melalui organisasi-organisasi internasional yang kompeten :
(a) menggalakkan program-acara ilmiah, pendidikan, teknik dan lain-lain derma terhadap Negara-negara meningkat untuk pemberian dan pelestarian lingkungan bahari serta guna menangkal, meminimalisir dan mengontrol pencemaran maritim Bantuan termaksud harus mencakup, inter alia :
(i) latihan tenaga tehnis dan ilmiah mereka;
(ii) membuat lebih mudah keikut sertaan mereka dalam program-acara internasional yang berkaitan;
(iii) melengkapi mereka dengan perlengkapan dan akomodasi yang diharapkan;
(iv) meningkatkan kemampuan mereka untuk menciptakan perlengkapan termaksud;
(v) memperlihatkan anjuran dan menyebarkan fasilitas untuk riset, monitoring, pendidikan dan program-acara yang lain;
(b) memberikan sumbangan yang harmonis, terutama kepada Negara berkembang untuk meminimalkan akhir kecelakaan-kecelakaan berat yang mungkin menjadikan pencemaran gawat terhadap lingkungan maritim;
(c) menawarkan pemberian yang tepat, khususnya terhadap Negara berkembang, tentang penilaian ihwal penilaian lingkungan.
Pasal 203
Perlakuan khusus bagi Negara-negara berkembang
Negara-negara berkembang untuk keperluan pencegahan, penghematan dana pengendalian pencemaran lingkungan atau untuk mengurangi akibat-akibatnya, harus diberikan perlakuan khusus oleh organisasi-organisasi internasional dalam hal :
(a) alokasi dana yang sesuai dan pertolongan teknik; serta
(b) pemanfaatan jasa-jasa khusus organisasi tersebut.
BAGIAN 4.
MONITORING DAN ANALISA TENTANG
PENILAIAN LINGKUNGAN

Pasal 204
Monitoring risiko atau akhir pencemaran

1. Negara-negara mesti berupaya sedapat mungkin konsisten dengan hak-hak Negara-negara lain, secara langsung atau melalui organisasi-organisasi internasional yang kompeten, untuk mengamati, mengendalikan, menganggap dan menganalisa berdasarkan metoda ilmiah yang dibakukan mengenai risiko atau akhir pencemaran lingkungan maritim.
2. Khususnya, Negara-negara mesti tetap memantau pengaruh dari setiap aktivitas yang mereka ijinkan atau di dalam kegiatan termaksud mengandung kemungkinan mencemarkan lingkungan maritim.
Pasal 205
Publikasi laporan-laporan
Negara-negara harus mengumumkan laporan-laporan perihal hasil yang diperoleh sesuai dengan pasal 204 atau memberikan laporan yang demikian itu pada waktu-waktu tertentu secara sempurna kepada organisasi-organisasi internasional yang kompeten, yang mesti menyediakannya bagi semua Negara.
Pasal 206
Penilaian efek berpeluang dari kegiatan-aktivitas
Manakala Negara-negara mempunyai dasar yang cukup berpengaruh untuk menduga bahwa aktivitas-acara yang dijadwalkan dalam yurisdiksi atau dibawah pengawasannya dapat menjadikan pencemaran yang berarti atau pergeseran yang menonjol dan merugikan terahdap lingkungan maritim, mereka harus, sedapat mungkin menganggap efek potensial dari aktivitas tersebut terhadap lingkungan bahari, dan harus menyampaikan laporan tentang hasil evaluasi termaksud berdasarkan cara yang diatur dalam pasal 205.
BAGIAN 5.
PERATURAN-PERATURAN INTERNASIONAL DAN
PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL UNTUK MENCEGAH,
MENGURANGI DAN MENGENDALIKAN PENCEMARAN
LINGKUNGAN LAUT

Pasal 207
Pencemaran berasal dari sumber daratan

1. Negara-negara mesti menetapkan peraturan perundang-undangan untuk mencegah, meminimalisir dan mengontrol pencemaran lingkungan bahari dari sumber daratan termasuk di dalamnya sungai-sungai, kuala-kuala, pipa-pipa dan bangunan pembuangan, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dan patokan-persyaratan internasional yang sudah disetujui serta praktekpraktek dan mekanisme-prosedur yang direkomendasikan.
2. Negara-negara mesti mengambil langkah-langkah-langkah-langkah lain yang mungkin dibutuhkan untuk mencegah, meminimalisir dan mengendalikan Pencemaran termaksud.
3. Negara-negara mesti berupaya sungguh-sungguh untuk menyerasikan budi-kebijaksanaannya dalam relasi ini pada tingkat regional yang memadai.
4. Negara-negara, dalam bertindak khususnya lewat organisasi-organisasi internasional yang kompeten atau lewat konperensi diplomatik, harus berupaya betul-betul untuk memutuskan peraturan-peraturan dan patokan-tolok ukur global dan regional, dan praktek-praktek serta prosedur-mekanisme yang dianjurkan untuk menghalangi, mengurangi dan menertibkan pencemaran lingkungan bahari yang berasal dari sumber daratan dengan memperhatikan ciri-ciri regional yang khas, kesanggupan ekonomi Negara-negara berkembang serta mengamati kebutuhannya akan kemajuan ekonomi. Ketentuan-ketentuan, standar-tolok ukur dan praktek-praktek serta mekanisme-prosedur yang disarankan tersebut mesti ditinjau kembali dari waktu ke waktu sesuai dengan keperluan.
5. Undang-undang, peraturan-peraturan, tindakan-langkah-langkah, ketentuan-ketentuan, persyaratan-persyaratan dan praktek-praktek serta mekanisme-prosedur yang direkomendasikan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, 2 dan 4 harus mencakup hal-hal yang sama yang diperuntukkan bagi penghematan sejauh mungkin pelepasan materi-materi beracun yang merugikan dan membahayakan, khususnya bahan-bahan persisten ke dalam lingkungan laut.
Pasal 208
Pencemaran yang berasal dari acara-aktivitas dan laut
yang tunduk pada yurisdiksi nasional
1. Negara-negara pantai harus menetapkan peraturan perundang-usul untuk menghalangi, meminimalisir dan mengontrol pencemaran lingkungan laut yang muncul dari atau berhubungan dengan kegiatan-acara dasar bahari dibawah yurisdiksinya atau dari pulau-pulau bikinan, instalasi-instalasi dan bangunan-bangunan dibawah yurisdiksinya sesuai dengan pasal 60 dan 80.
2. Negara-negara harus mengambil tindakan-tindakan lain yang mungkin diharapkan untuk menangkal, meminimalisir dan menertibkan pencemaran termaksud.
3 Undang-undang, peraturan-peraturan, dan langkah-langkah-tindakan tersebut harus tidak kurang efektif dari ketentuan-ketentuan dan tolok ukur-standar internasional serta praktek-praktek dan mekanisme-prosedur yang diusulkan.

4 Negara-negara harus berupaya betul-betul untuk menyerasikan akal-kebijaksanaannya dalam hal ini pada tingkat regional yang mencukupi.
5. Negara-negara yang terutama bertindak melalui organisasi-organisasi internasional yang kompeten atau konperensi diplomatik harusmenetapkan ketentuan-ketentuan dan patokan-tolok ukur global dan regional serta praktek-praktek dan mekanisme-prosedur yang dianjurkan untuk menangkal, meminimalkan dan menertibkan pencemaran lingkungan laut sebagaimana dimaksud pada ayat 1. Ketentuan-ketentuan, tolok ukur-patokan serta praktek-praktek dan mekanisme-prosedur yang diusulkan itu harus ditinjau kembali dari waktu ke waktu sesuai keperluan.
2. Dengan tunduk kepada ketentuan-ketentuan yang sesuai pada bagian ini, Negara-negara harus memutuskan peraturan perundang-ajakan untuk mencegah, meminimalisir dan menertibkan pencemaran lingkungan laut dari kegiatan-kegiatan di Kawasan yang disebabkan oleh kendaraan air, instalasiinstalasi, bangunan-bangunan dan alat perlengkapan di bawah benderanya atau yang terdaftar padanya atau yang bergerak di bawah kekuasaannya, sebagaimana halnya memperlihatkan ketentuan-ketentuan dari peraturan perundang-permintaan termaksud mesti tidak kurang effektif dari ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan mekanisme-prosedur internasional yang direkomendasikan sebagaimana dimaksud pada ayat 1.
Pasal 210
Pencemaran sebab dumping
1. Negara-negara mesti menetapkan peraturan perundang-seruan untuk mencegah,   mengurangi dan mengatur pencemaran lingkungan laut sebab dumping.
2. Negara-negara harus mengambil langkah-langkah-tindakan lain sesuai dengan kebutuhan untuk mencegah, meminimalisir dan menertibkan Pencemaran termaksud.
3. Undang-undang, peraturan-peraturan dan langkah-langkah-tindakan termaksud mesti menjamin bahwa dumping tidak akan dilakukan tanpa ijin dari pejabat-pejabat Negara yang kompeten.
4. Negara-negara, yang utamanya bertindak melalui organisasi internasional yang kompeten atau konperensi diplomatik, harus memutuskan ketentuan-ketentuan dan tolok ukur-persyaratan global dan regional serta praktek-praktek dan prosedur-mekanisme yang disarankan untuk mencegah, mengurangi dan mengontrol pencemaran termaksud. Ketentuan-ketentuan, standarstandar serta praktek-praktek dan prosedur-prosedur yang diusulkan itu mesti ditinjau kembali dari waktu kewaktu sesuai keperluan.
5. Dumping dalam laut kawasan dan zona ekonomi pribadi atau di atas landas kontinen dihentikan dijalankan tanpa persetujuan secara niscaya apalagi dahulu dari Negara pantai, yang mempunyai hak untuk mengizinkan, mengendalikan dan mengendalikan dumping termaksud sesudah menunjukkan pendapatsepenuhnya ihwal masalah itu dengan Negara-negara lain yang alasannya adalah alasan kondisi geografisnya mampu memperoleh dampaknya yang sangat merugikan.
6. Undang-undang, peraturan-peraturan dan tindakan-tindakan nasional, dalam menghalangi, meminimalkan dan mengendalikan pencemaran termaksud mesti tidak kurang effektif dari ketentuan-ketentuan dan tolok ukur-patokan global.

Pasal 211
Pencemaran yang berasal dari kendaraan air
1. Negara-negara, yang bertindak lewat organisasi-organisasi internasional yang kompeten atau konperensi diplomatik yang umum, mesti menetapkan ketentuan-ketentuan dan patokan-patokan internasional untuk menghalangi, mengurangi dan mengontrol pencemaran lingkungan bahari berasal dari kendaraan air dan menggalakkan route diterimanya dengan cara yang sama dimana perlu, dari pada pengaturan-pengaturan pelayanan yang dimaksudkan untuk memperkecil ancaman kecelakaan yang dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan bahari, termasuk garis pantai dan kerusakan pencemaran terhadap kepentingan-kepentingan yang berhubungan dari Negara pantai. Ketentuan-ketentuan dan kriteria-kriteria termaksud mesti ditinjau kembali dengan cara yang sama dari waktu ke waktu sesuai kebutuhan.
2. Negara-negara mesti memutuskan peraturan perundang-undangan untuk menghalangi, meminimalkan dan mengendalikan pencemaran lingkungan bahari oleh kendaraan air yang mengibarkan bendera atau terdaftar di negaranya. Peraturan perundang-ajakan dimaksud mesti sedikitnya mempunyai kekuatan yang serupa dengan ketentuan-ketentuan dan tolok ukur-persyaratan internasional yang diterima secara umum dan yang dibentuk melalui organisasi-organisasi internasional yang kompeten atau melalui konperensi diplomatik yang biasa.
3. Negara-negara yang membentuk kriteria-persyaratan khusus untuk pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran lingkungan bahari selaku satu syarat bagi kendaraan air asing untuk masuk ke dalam pelabuhan atau perairanperairan pedalaman mereka atau untuk singgah di terminal-terminal lepas pantai mereka mesti memberitahukan kriteria-persyaratan dimaksud dan mesti menyampaikannya terhadap organisasi internasional yang kompeten. Manakala standar-tolok ukur tersebut dibentuk oleh dua atau lebih negara pantai dengan bentuk yang identik dalam usahanya yang sungguh-sungguh untuk menyerasikan akal mereka, informasitersebut harus menawarkan Negaranegara mana yang ikut serta dalam pengaturan-pengaturan koordinasi dimaksud. Setiap Negara harus mensyaratkan kepada Nakhoda kendaraan air di bawah bendera atau yang terdaftar di negaranya, bilamana berlayar di laut teritorial sebuah Negara yang turut serta dalam pengaturan bersama semoga menunjukkan gosip jika diminta oleh Negara itu. Demikian pula dalam hal bila sedang menuju daerah Negara yang turut serta dalam pengaturan bersama tersebut dan apabila demikian untuk menawarkan apakah menyanggupi tolok ukur untuk memasuki pelabuhan Negara itu. Pasal ini tidak mengurangi hak kendaraan air untuk tetap menikmati hak lintas damainya atau pelaksanaan atas pasal 25 ayat 2.
4. Negara-negara pantai boleh, di dalam melaksanakan kedaulatannya di laut teritorialnya, menerapkan peraturan perundangundangan yang mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran laut dari kendaraan air asing, termasuk kendaraan air yang melakukan hak lintas tenang. Peraturan perundang-seruan dimaksud sesuai dengan Bab II, bab 3 dilarang menghalang-halangi hak lintas damai kendaraan air abnormal.
5. Negara-negara pantai untuk maksud pemaksaan pentaatan sebagaimana ditentukan dalam bab 6, diperbolehkan dalam zona ekonomi eksklusifnya mengadakan peraturan perundang-undangan untuk pencegahan, penghematan dan pengendalian pencemaran dari kendaraan air sesuai dengan dan untuk memberikan efek pada ketentuan-ketentuan dan kriteria-persyaratan internasional yang diterima secara umum dan yang dibentuk lewat organisasi-organisasi internasional yang kompeten atau konperensi diplomatik yang umum.
6. (a) Dalam hal ketentuan-ketentuan dan persyaratan-tolok ukur internasional yang ditunjuk pada ayat 1 tidak mencukupi untuk menanggulangi situasi-suasana khusus dan negara-negara pantai memiliki alasan yang berpengaruh untuk menduga bahwa suatu area tertentu dalam zona ekonomi eksklusifnya merupakan suatu kawasan, dalam tempat mana penetapan ketentuan-ketentuan khusus guna pencegahan pencemaran kendaraan air adalah argumentasi-argumentasi tehnis yang diakui berkaitan dengan disyaratkan guna ekologi dan oseanografi, demikian pula dalam penggunaan atau sumbangan kepada sumber-sumber dan sifat-sifat khusus dari kemudian lintas, Negara-negara pantai setelah konsultasi yang mencukupi melalui organisasi-organisasi internasional yang kompeten dengan Negara-negara lain yang berkepentingan boleh, bagi kawasan itu memberikan pemberitahuan langsung kepada organisasi itu, dengan memberikan bukti-bukti ilmiah dan teknik yang mendukung dan isu mengenai kemudahan penerimaan yang perlu. Dalam jangka waktu 12 bulan setelah mendapatkan pemberitahuan, organisasi itu mesti memutuskan apakah kondisi di dalam kawasan itu sesuai dengan syarat-syarat yang ditetapkan diatas. Bilamana organisasi itu menentukan demikian, Negara pantai itu boleh bagi daerah tersebut, menetapkan peraturan perundang-undangan untuk pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran dari kendaraan-kendaraan air dalam melaksanakan ketentuan-ketentuan dan tolok ukur-kriteria internasional atau praktek-prektek pelayanan yang telah diberlakukan lewat organisasi, bagi daerah-tempat khusus. Peraturan perundang-permintaan dimaksud tidak akan berlaku bagi kendaraan air asing hingga dengan 15 bulan sesudah penyampaian pemberitahuan kepada organisasi;
(b) Negara-negara pantai harus memberitahukan batasan tempat yang ditetapkan secara tegas;
(c) Jika Negara-negara pantai bermaksud untuk menetapkan peraturan perundang-usul komplemen untuk tempat yang sama guna pencegahan, penghematan dan pengendalian pencemaran dari kendaraan-kendaraan air, mereka mesti pada waktu penyampaian informasitersebut, sekaligus menginformasikan organisasi. Peraturan perundang-seruan perhiasan dimaksud mampu dikaitkan dengan pelepasan atau praktek-praktek pelayaran namun dihentikan mensyaratkan kendaraan air aneh untuk mematuhi disain, konstruksi, tata awak atau tolok ukur perlengkapan lain dari pada ketentuan internasional lazim; dan peraturan perundang-undangan dimaksud akan berlaku bagi kendaraan air gila sesudah 15 bulan disampaikan kepada organisasi dengan catatan organisasi itu baiklah dalam waktu 12 bulan setelah disampaikannya keterangandimaksud.
7. Ketentuan-ketentuan dan kriteria-kriteria internasional sebagaimana dimaksud dalam pasal ini mesti meliputi inter alia hal-hal yang berhubungan dengan pemberitahuan secepatnya terhadap Negara-negara pantai yang pantainya atau kepentingan-kepentingan yang tersangkut dipengaruhi oleh kecelakaan, termasuk kecelakaan bahari, yang menjadikan pelepasan atau kemungkinan pelepasan.
Pasal 212
Pencemaran yang berasal dari atau melalui udara
1. Negara-negara harus memutuskan peraturan perundang-seruan untuk menangkal, meminimalisir dan mengendalikan pencemaran lingkungan laut yang berasal dari atau lewat udara, yang dapat diterapkan bagi ruang udara yang berada di bawah kedaulatannya dan bagi kendaraan air yang di bawah benderanya atau kendaraan air atau pesawat udara yang terdaftar di negara tersebut dengan menimbang-nimbang ketentuan-ketentuan yang disepakati secara internasional, kriteria-persyaratan dan praktek-praktek yang disarankan dan mekanisme-mekanisme serta keselamatan navigasi udara.
2. Negara-negara harus mengambil tindakan-tindakan lain yang mungkin diharapkan untuk menghalangi, menghemat dan mengontrol pencemaran dimaksud.
3. Negara-negara yang bertindak khususnya melalui organisasi-organisasi inter-nasional yang kompeten atau konperensi diplomatik, mesti berupaya betul-betul untuk menetapkan ketentuan-ketentuan global dan regional, standar-patokan dan praktek-praktek serta prosedur-prosedur yang dianjurkan untuk mencegah, meminimalkan dan mengatur pencemaran dimaksud.

BAGIAN 6.
PEMAKSAAN PENTAATAN

Pasal 213
Pemaksaan pentaatan berkenaan dengan pencemaran yang
berasal dari sumber daratan

Negara-negara harus memaksakan pentaatan terhadap peraturan perundang-usul yang ditetapkannya sesuai dengan pasal 207 dan harus menetapkan peraturan perundang-usul dan mengambil langkah-langkah lain yang diperlukan untuk mengimplementasikan ketentuan-ketentuan dan kriteria-kriteria internasional yang ditetapkan oleh organisasi-organisasi internasional yang kompeten atau konperensi diplomatik, yang mampu dipraktekkan, untuk mencegah, mengurangi dan menertibkan pencemaran lingkungan maritim yang berasal dari sumber daratan.
Pasal 214
Pemaksaan pentaatan berkenaan dengan pencemaran
yang berasal dari acara-kegiatan Dasar Laut
Negara-negara mesti memaksakan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan sesuai dengan pasal 208 dan mesti memutuskan peraturan perundang-undangan serta mengambil tindakan-langkah-langkah yang diperlukan untuk mengimplementasikan ketentuan-ketentuan dan persyaratan internasional yang berlaku yang diadakan oleh organisasi-organisasi internasional yang kompeten atau konperensi diplomatik untuk menghalangi, menghemat dan mengatur pencemaran lingkungan bahari yang berasal dari atau yang berhubungan dengan kegiatankegiatan dasar maritim di dalam yurisdiksi mereka dan yang berasal dari pulau-pulau produksi, instalasi-instalasi dan bangunan-bangunan di dalam yurisdiksi mereka, sesuai dengan pasal 60 dan 80.
Pasal 215
Pemaksaan pentaatan berkenaan dengan pencemaran
yang berasal dari kegiatan-kegiatan di Kawasan
Pemaksaan pentaatan terhadap ketentuan-ketentuan, peraturan serta prosedur-prosedur internasional yang ditetapkan sesuai dengan Bab XI untuk mencegah, meminimalisir dan mengontrol pencemaran lingkungan maritim yang berasal dari acara-aktivitas di Kawasan, mesti dikelola oleh Bab ini.
Pasal 216
Pemaksanaan pentaatan berkenaan dengan penceamran yang diakibatkan oleh dumping
1. Peraturan perundang-undangan yang ditetapkan sesuai dengan Konvensi ini serta ketentuan-ketentuan dan standar-kriteria internasional yang diputuskan lewat organisasi-organisasi internasional yang kompeten atau konperensi diplomatik untuk pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran lingkungan bahari yang diakibatkan oleh dumping mesti dipaksakan pentatannya :
(a) Oleh Negara pantai berkenaan dengan dumping di dalam laut teritorial atau zona ekonomi eksklusif atau pada landas kontinennya;
(b) Oleh Negara bendera bertalian dengan kendaraan air yang mengibarkan benderanya atau kendaraan air atau pesawatudara yang didaftarkannya;
(c) Oleh setiap Negara berkenaan dengan langkah-langkah-langkah-langkah pemuatan limbah atau barang lainnya yang terjadi di dalam daerahnya atau pada terminal-terminal lepas pantainya;
2. Pasal ini tidak mengadakan kewajiban pada suatu Negara untuk memulai tindakan-langkah-langkah pemaksaan pentaatan, apabila tindakan demikian sudah mulai diadakan oleh Negara lain sesuai dengan maksud pasal ini.

Pasal 217
Pemaksaan pentaatan oleh Negara bendera
1. Negara-negara harus menjamin bahwa kendaraan air yang mengibarkan benderanya atau terdaftar di Negara tersebut mentaati ketentuan-ketentuan dan kriteria-standar internasional yang berlaku, yang ditentukan melalui organisasi internasional yang kompeten atau konperensi diplomatik yang umum, dan mentaati peraturan perundang-undangan Negara tersebut yang ditetapkan sesuai Konvensi ini untuk pencegahan, penghematan dan pengendalian pencemaran lingkungan bahari yang disebabkan oleh kendaraan-kendaraan air dan berkenaan dengan itu harus menetapkan peraturan perundang-undangan serta mengambil tindakan-langkah-langkah lain yang diharapkan untuk pelaksanaannya. Negara-negara bendera mesti menyelenggarakan pemaksaan yang efektif pentaatan ketentuanketentuan, persyaratan-tolok ukur, peraturan perundang-ajakan dimaksud, tanpa memandang dimana pelanggaran itu terjadi.
2. Negara-negara secara khusus, harus mengambil langkah-langkah-tindakan yang tepat guna menjamin bahwa kendaraan air yang mengibarkan bendera atau memiliki registrasinya tidak boleh berlayar, sampai kendaraan-kendaraan air tersebut menyanggupi standar ketentuan-ketentuan dan persyaratan-patokan internsional sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, termasuk persyaratan yang bertalian dengan disain, konstruksi, peralatan dan pengawasan kendaraan-kendaraan air.
3. Negara-negara harus menjamin bahwa kendaraan air yang mengibarkan bendera atau memiliki registrasinya menenteng akta yang dipersyaratkan oleh dan diterbitkan sesuai dengan ketentuan dan patokan-kriteria internasional selaku mana dimaksud dalam ayat 1. Negara-negara harus menjamin bahwa kendaraan air yang mengibarkan benderanya sudah diperiksa secara bersiklus untuk memastikan bahwa sertifikat tersebut yakni sesuai dengan keadaan sesungguhnya kendaraan air itu. Sertifikat-akta ini mesti diterima oleh Negara-negara lain sebagai bukti perihal kondisi-keadaan air tersebut dan mesti dianggap mempunyai kekuatan yang sama mirip sertifikat yang diterbitkan oleh Negara-negara itu sendiri, kecuali ada dasar-dasar yang berpengaruh untuk menduga bahwa kondisi kendaraan air itu secara substansial tidak sesuai dengan hal-hal khusus yang tersebut dalam akta.
4. Apabila suatu kendaraan air melakukan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan dan standar-kriteria yang diputuskan melalui organisasi internasional yang kompeten atau konperensi diplomatik yang biasa, maka Negara bendera, tanpa meminimalkan pada pasal 218, 220 dan 228, harus secepatnya melaksanakan pemeriksaan dan dimana perlu menyelenggarakan penuntutan-penuntutan atas pelanggaran yang disangka terjadi tanpa menatap dimana pelanggaran itu terjadi atau di mana pencemaran yang disebabkan oleh pelanggaran dimaksud sudah menjadi atau didapatkan.
5. Negara-negara bendera yang melaksanakan sebuah pemeriksaan atas pelanggaran mampu meminta perlindungan Negara lain manapun yang kerjasamanya mampu berguna dalam menerangkan kondisi-keadaan tentang perkara itu. Negara-negara harus berupaya benar-benar untuk menyanggupi usul yang wajar dari Negara-negara bendera.
6. Negara-negara mesti, atas undangan tertulis Negara manapun, memeriksa setiap pelanggaran yang diduga sudah dilakukan oleh kendaraan air yang mengibarkan benderanya. Apabila ternyata bahwa terdapat bukti yang cukup untuk mengadakan penuntutan berkenaan dengan pelanggaran tadi, Negara-negara bendera tanpa menunda-nunda mengajukan penuntutan sesuai dengan undang-undangnya.
7. Negara-negara bendera mesti segera mengumumkan Negara yang meminta dan organisasi internasional yang kompeten ihwal langkah-langkah yang diambil dan hasilnya. Keterangan tersebut mesti tersedia untuk semua Negara.
8. Sanksi-hukuman yang ditetapkan oleh peraturan perundang-seruan Negara-negara terhadap kendaraan air yang mengibarkan benderanya harus cukup keras untuk menghalangi pelanggaran-pelanggaran di manapun terjadi.
Pasal 218
Pemaksaan pentaatan oleh Negara pelabuhan
1. Apabila sebuah kendaraan air secara sukarela berada disuatu pelabuhan atau berada pada suatu terminal lepas pantai suatu Negara, maka Negara itu dapat menyelenggarakan investigasi dan dimana terdapat bukti-bukti yang cukup besar lengan berkuasa, menyelenggarakan penuntutan berkenaan dengan setiap pelepasan dari kendaraan air tersebut di luar perairan pedalaman, maritim teritorial atau zona ekonomi langsung dari Negara itu yang melanggar ketentuan-ketentuan dan tolok ukur-tolok ukur internasional yang berlaku dan diputuskan lewat organisasi-organisasi internasional yang kompeten atau konperensi diplomatik yang umum.
2. Tidak boleh diadakan penuntutan menurut ketentuan ayat 1 berkenaan dengan sebuah pelepasan yang bersifat pelanggaran di dalam perairan pedalaman, laut teritorial atau zona ekonomi pribadi dari Negara lain kecuali diminta oleh Negara itu, Negara bendera, atau oleh Negara yang dirugikan atau terancam oleh pelepasan yang bersifat pelanggaran, atau bila pelanggaran itu telah mengakibatkan atau mungkin menjadikan pencemaran di dalam perairan pedalaman, laut teritorial atau zona ekonomi langsung dari Negara yang membedakan penuntutan.
3. Apabila suatu kendaraan air secara sukarela berada di suatu pelabuhan atau terminal lepas-pantai suatu Negara, Negara tersebut mesti, sejauh dimungkinkan, menyanggupi usul Negara manapun untuk melaksanakan pemeriksaan atas pelepasan yang bersifat pelanggaran sebagaimana dimaksud investigasi atas pelepasan yang bersifat pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, yang diduga telah terjadi, menyebabkan atau mengancam terjadinya kerusakan pada perairan pedalaman, maritim teritorial atau zona ekonomi langsung dari Negara yang mengajukan ajakan dimaksud. Negara juga harus, sejauh dimungkinkan, menyanggupi undangan Negara bendera guna investigasi sehubungan dengan adanya pelanggaran yang dimaksud, tanpa memandang di mana pelanggaran itu terjadi.
4. Catatan-catatan wacana investigasi yang dilaksanakan oleh Negara pelabuhan sesuai dengan ketentuan pasal ini mesti diserahkan terhadap Negara bendera atau kepada Negara pantai jika mereka memintanya. Setiap penuntutan yang diadakan oleh Negara pelabuhan berdasarkan pemeriksaan demikian mampu, tanpa menghemat ketentuan bagian 7, ditundaatas ajakan Negara pantai jika pelanggaran itu sudah terjadi di perairan pedalaman, laut teritorial atau zona ekonomi eksklusifnya. Bukti dan catatan-catatan ihwal kasus itu, beserta setiap jaminan atau jaminan keuangan lainnya yang diterima oleh pejabat Negara pelabuhan dalam hal tersebut mesti diserahkan terhadap Negara pantai. Penyerahan dimaksud memiliki arti harus dihentikannya penuntutan di Negara pelabuhan.
Pasal 219
Tindakan-tindakan yang bertalian dengan kelaikan bahari
kendaraan air untuk menghalangi pencemaran
Tanpa meminimalkan ketentuan-ketentuan pada bagian 7, Negara-negra yang, atas permintaan atau atas inisiatif mereka, sudah meyakini bahwa sebuah kendaraan air yang berada dalam salah satu pelabuhan mereka atau pada salah satu terminal lepas pantainya melakukan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan dan patokan-tolok ukur internasional yang berlaku bertalian dengan kelaikan laut dari kendaraan air dan dengan demikian mengancam kerusakan terhadap lingkungan bahari arus, sejauh dimungkinkan, mengambil langkah-langkah-langkah-langkah administratif untuk menghalangi kendaraan air itu melakukan pelayaran. Negara-negara yang dimaksud mampu membolehkan kendaraan air tersebut menuju hanya ke galangan reparasi terdekat yang tepat dan, sehabis diperbaiki sebabsebab terjadinya pelanggaran, dengan secepatnya mengijinkan kendaraan air tersebut untuk melanjutkan pelayarannya.

Pasal 220
Pemaksaan pentaatan oleh Negara pantai
1. Apabila sebuah kendaraan air dengan sukarela berada dalam pelabuhan atau pada suatu terminal lepas pantai Negara itu, Negara tersebut mampu, sesuai dengan bagian 7, mengadakan penuntutan bertalian dengan setiap pelanggaran atau ketentuanketentuan dan tolok ukur-tolok ukur internasional yang berlaku untuk pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran yang berasal dari kendaraan air kalau pelanggaran itu telah terjadi di dalam laut teritorial atau zona ekonomi pribadi Negara itu.
2. Dalam hal terdapat argumentasi yang jelas untuk menduga bahwa sebuah kendaraan air yang berlayar di maritim teritorial suatu Negara, selama melakukan lintas, telah melaksanakan pelanggaran kepada peraturan perundang-permintaan Negara itu yang sudah ditetapkan sesuai dengan Konvensi ini atau ketentuan-ketentuan dan kriteria-persyaratan internasional untuk pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran yang berasal dari kendaraan air, maka negara itu, dengan tidak menghemat berlakunya ketentuan bagian 3, dapat melakukan pemeriksaan kendaraan air secara fisik berkenaan dengan pelanggaran itu dan apabila terdapat pembuktian yang cukup kuat dari pada kasus itu, mampu mulai menyelenggarakan penuntutan, tergolong penahanan kendaraan air tersebut, sesuai dengan undang-undangnya, tanpa menghemat ketentuan pada bab 7.
3. Dalam hal terdapat argumentasi yang terang untuk menerka bahwa suatu kendaraan air yang berlayar di zona ekonomi eksklsuif atau di maritim teritorial sebuah Negara, sudah melanggar ketentuan-ketentuan dan kriteria-standar internasional yang berlaku untuk pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran yang berasal dari kendaraan air atau peraturan perundang-seruan dari Negara tersebut yang cocok dan memberlakukan ketentuan-ketentuan dan standar-persyaratan dimaksud, maka Negara itu mampu meminta pada kendaraan air untuk memberikan isu mengenai identitasnya dan pelabuhan pendaftarannya, pelabuhan terakhir dan pelabuhan berikut yang akan disinggahi dan gosip penting yang lain yang diharapkan untuk memilih apakah telah terjadi suatu pelanggaran.
4. Negara-negara mesti memutuskan peraturan perundang-seruan serta mengambil tindakan lain agar kendaraan-kendaranan air yang mengibarkan benderanya memenuhi ajakan gosip sesuai dengan ayat 3.
5. Dalam hal terdapat argumentasi yang jelas untuk menerka bahwa kendaraan air yang berlayar di zona ekonomi pribadi atau di laut teritorial suatu Negara, selama di zona ekonomi langsung, sudah melaksanakan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 yang berupa pelepasan substansial yang mengakibatkan atau mengancam akan menjadikan pencemaran yagn berat terhadap lingkungan bahari, maka Negara itu dapat mengadakan pemeriksaan kepada kendaraan air tersebut secara fisik atas hal-hal yang bertalian dengan pelanggaran dimaksud jika kendaraan air itu menolak menawarkan informasi atau bila isu yang diberikan oleh kendaraan air itu jelas berlawanan dengan kondisi nyata yang konkret dan bila keadaan dari masalah itu membenarkan investigasi dimaksud.
6. Dalam hal terdapat bukti objektif yang terang bahwa sebuah kendaraan air berlayar di zona ekonomi eksklusif atau di bahari teritorial sebuah Negara, selama di zona ekonomi eksklusif, sudah melaksanakan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 berupa pelepasan yang menjadikan kerusakan besar atau mengancam akan menimbulkan kerusakan besar di tempat pantai atau hal-hal yang menjadi kepentingan Negara pantai, atau kepada setiap kekayaan di maritim teritorial atau di zona ekonomi langsung, maka Negara itu, tanpa meminimalisir ketentuan pada bab 7, asalkan pembuktianitu cukup besar lengan berkuasa mampu menyelenggarakan penuntutan, termasuk penahanan kendaraan air tersebut, sesuai dengan undang-undangnya.
7. Tanpa menyimpang dari ketentuan ayat 6, apabila mekanisme-mekanisme yang tepat telah ditentu kan, baik melalui organisasi internasional yang kompeten maupun disepakati secara lain, mekanisme mana menjamin ditaatinya syarat untuk pembebasan atau jaminan keuangan lainnya yang sesuai, Negara pantai bila terikat dengan mekanisme-prosedur yang demikian itu, mesti mengijinkan kendaraan air itu untuk meneruskan pelayarannya.
8. Ketentuan-ketentuan dalam ayat 3, 4, 5, 6 dan 7 juga berlaku kepada peraturan perundang-ajakan nasional yang ditetapkan sesuai dengan pasal 211 ayat 6.
Pasal 221
Tindakan-langkah-langkah untuk menyingkir dari pencemaran yang
ditimbulkan oleh kecelakaan-kecelakaan laut
1. Tidak ada satupun ketentuan dalam Bab ini akan mengurangi hak Negara-negara, sesuai dengan hukum Internasional, baik menurut aturan kebiasaan maupun Konvensi, untuk mengambil dan memaksakan tindakan-langkah-langkah di luar bahari teritorial yang sepadan dengan kerusakan kasatmata atau bahaya kerusakan untuk melindungi garis pantai atau kepentingan-kepentingan yang bertalian dengan itu, termasuk perikanan, dari pencemaran atau bahaya pencemaran sebagai lanjutan dari suatu kecelakaan laut atau tindakan-langkah-langkah yang bertalian dengan kecelakaan dimaksud, yang menurut dugaan yang pantas dapat mengakibatkan balasan-akibat jelek yang besar.
2. Untuk tujuan Pasal ini, “kecelakaan maritim”, berarti sebuah tubrukan kendaraan air, kandas atau lain-lain kecelakaan dalam navigasi, atau lain peristiwa di atas atau di luar kendaraan air tersebut yang menyebabkan kerusakan material atau ancaman faktual kerusakan material kepada sebuah kendaraan air atau muatannya.
Pasal 222
Pemaksaan pentaatan perkenaan dengan pencemaran yang berasal
atau terjadi melalui atmosfir
Negara-negara mesti memaksakan, di dalam lingkungan ruang udara yang ada di bawah kedaulatannya atas terhadap kendaraan air yang mengibarkan benderanya atau kendaraan air atau pesawat udara yang terdaftar di negaranya, peraturan perundang-usul yang ditetapkan sesuai dengan pasal 212, ayat 1, dan ketentuan-ketentuan lain dari Konvensi ini serta mesti menetapkan peraturan perundang-ajakan serta mengambil langkah-langkah-langkah-langkah lain yang dibutuhkan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dan standar-persyaratan internasional yang berlaku serta dibuat melalui organisasi internasional yang kompeten atau konperensi diplomatik untuk pencegahan, penghematan dan pengendalian pencemaran lingkungan bahari yang berasal dari atau lewat atmosfir, sesuai dengan semua ketentuan-ketentuan dan tolok ukur-patokan internasional yang berkaitan dan bertalian dengan keselamatan navigasi udara.
BAGIAN 7.
LANGKAH PENGAMANAN

  Soal Dan Balasan Aturan Pemberian Pelanggan Tahun Pemikiran 2014

Pasal 223
Tindakan-langkah-langkah untuk mempermudah penuntutan

Dalam hal penuntutan yang diadakan sesuai dengan Bab ini, Negara-negara mesti mengambil langkah-langkah-tindakan untuk memudahkan didengarnya para saksi dan penyerahan bukti yang disampaikan oleh penguasa-penguasa Negara lain, atau oleh organisasi internasional yang kompeten, dan harus memudahkan kedatangan pada sidang-sidang tersebut wakil-wakil resmi dari organisasi internasional yang kompeten, Negara bendera dan Negara manapun yang terkena pencemaran yang diakibatkan oleh setiap pelanggaran. Wakil-wakil resmi yang mengikuti sidang-sidang dimaksud mesti mempunyai hak dan kewajiban sesuai degnan peraturan perundang-ajakan nasional atau aturan internasional.
Pasal 224
Pelaksanaan wewenang untuk pemaksaan pentaatan
Wewenang untuk pemaksaan penataan terahadap kendaraan air abnormal menurut Bab ini hanya dapat dikerjakan oleh pejabat-pejabat atau oleh kapal-kapal perang, pesawat udara militer, atau kapal maritim yang lain atau pesawat udara yang mempunyai tanda terang dan dapat dikenal yang berada dalam dinas pemerintah dan berwenang melaksanakan langkah-langkah-langkah-langkah itu.
Pasal 225
Kewajiban untuk menyingkir dari akhir-akhir yang merugikan di dalam
pelaksanaan wewenang untuk pemaksaan penaatan
Di dalam melakukan wewenang untuk memaksakan penaatan sesuai dengan Konvensi ini terhadap kendaraan air abnormal, Negara-negara harus tidak diperbolehkan membahayakan keselamatan pelayaran atau dengan cara lain yang menimbulkan ancaman bagi kendaraan air tersebut atau membawanya ke pelabuhan atau daerah berlabuh yang tidak kondusif atau membuka lingkungan maritim dari suatu risiko yang tidak wajar.
Pasal 226
Penyidikan terhadap kendaraan air ajaib
1.– (a) Negara-negara dihentikan menahan suatu kendaraan air asing lebih usang dari yang dibutuhkan untuk tujuan penyidikan sebagaimana diputuskan dalam pasal 216, 218 dan 220. Setiap pemeriksaan fisik suatu kendaraan air asing mesti dibatasi pada pemeriksaan atas sertifikat, catatan-catatan atau dokumen-dokumen lain yang disyaratkan untuk dibawa oleh kendaraan air itu sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan persyaratan-kriteria internasional yang umum diterima atau dokumen-dokumem sejenis yang dibawa; pemeriksaan fisik lebih lanjut kepada kendaraan air tersebut cuma dapat dikerjakan setelah adanya pengujian dimaksud dan semata-mata bilamana :
(i) ada dasar-dasar yang jelas untuk menerka bahwa keadaan kendaraan air itu atau peralatannya tidak sesuai dengan substansial dengan isi dokumen-dokumen-nya;
(ii) isi dokumen-dokumen dimaksud tidak mencukupi untuk konfirmasi atau verifikasi atas Pelanggaran yang disangka ; atau
(iii) kendaraan air itu tidak menenteng sertifikat dan catatan-catatan yang berlaku.
(b) Apabila penyidikan itu memperlihatkan adanya sebuah pelanggaran kepada peraturan perundang-seruan yang berlaku atau terhadap ketentuan-ketentuan dan tolok ukur-kriteria internasional untuk pemberian dan pemeliharaan lingkungan maritim, maka pembebasan kendaraan air tersebut mesti secepatnya dikerjakan sesuai dengan mekanisme-mekanisme yang layak mirip contohnya adanya jaminan duit atau jaminan keuangan yang lain yang masuk akal.
(c) Dengan tidak meminimalkan ketentuan-ketentuan dan patokan-kriteria internasional yang berlaku berkenaan dengan kelaikan laut kendaraan air, maka pembebasan bagi kendaraan air, jikalau akan menyebabkan bahaya terhadap lingkungan laut, boleh ditolak atau dibebaskan bersyarat untuk berlayar menuju ke galangan reparasi yang terdekat. Dalam hal pembebasan itu sudah ditolak atau dibebaskan bersyarat, maka Negara bendera dari kendaraan air tersebut mesti secepatnya diberitahu dan dapat mengusahakan pembebasan kendaraan air itu sesuai dengan ketentuan Bab XV.
2. Negara-negara harus bekerjasama untuk menyebarkan prosedur-prosedur guna menangkal investigasi fisik yang tidak perlu terhadap kendaraan air di bahari.
Pasal 227
Non diskriminasi kepada kendaraan air asing
Dalam melakukan hak-hak dan melakukan kewajibannya berdasarkan Bab ini, Negara-negara dilarang melaksanakan diskriminasi baik bentuk atau dalam kenyataan terahadap kendaraan-kendaraan air Negara lain.
Pasal 228
Penangguhan dan pembatasan kepada pelaksanaan penuntutan
1. Pelaksanaan penuntutan untuk mengadakan bahaya hukuman berkenaan dengan setiap pelanggaran atas peraturan perundang-undangan yang berlaku atau ketentuan-ketentuan dan kriteria-patokan internasional yang bertalian dengan pencegahan, penghematan dan pengendalian pencemaran yang berasal dari kendaraan air yang dilaksanakan kendaraan air gila di luar laut teritorial Negara yang menyelenggarakan penuntutan mesti ditangguhkan sesudah dimulai penuntutan untuk mengadakan ancaman hukuman sesuai dengan penuntutan yang serupa dari Negara bendera dalam rentang waktu 6 bulan sejak tanggal penuntutan pertama dijalankan, kecuali kalau penuntutan itu berafiliasi dengan sebuah kasus yang menyebabkan kerusakan gawat bagi Negara pantai atau Negara bendera itu sudah berkali-kali mengabaikan kewajibannya untuk memaksakan penaatan secara efektif ketentuan-ketentuan dan standar-standar internasional yang berlaku berkenaan dengan pelanggaran yang dilakukan oleh kendaraan airnya. Negara bendera harus pada waktunya menyediakan bagi Negara pertama yang melakukan penuntutan sebuah berkas lengkap perkara itu dan catatan-catatan wacana penuntutan, bilamana Negara bendera sudah meminta penangguhan atas penuntutan itu sesuai dengan ketentuan pasal ini. Apabila tindakan penuntutan oleh Negara bendera telah hingga pada tahap konklusi, maka penuntutan yang ditangguhkan itu harus diakhiri. Setelah pembayaran atas biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan penuntutan tersebut, maka setiap duit jaminan yang dicadangkan atau jaminan keuangan yang lain yang didedikasikan berkenaan dengan penangguhan penuntutan tersebut harus dikembalikan oleh Negara pantai.
2. Pelaksanaan penuntutan untuk mengadakan ancaman eksekusi kepada kendaraan air ajaib dilarang diadakan setelah melampaui waktu 3 tahun terhitung dari tanggal dilakukannya pelanggaran, dan tidak boleh dilaksanakan oleh setiap Negara dalam hal penuntutan sudah dijalankan Negara lain sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam ayat 1.
3. Ketentuan-ketentuan pasal ini tidak meminimalkan hak Negara bendera untuk melaksanakan setiap tindakan, tergolong pelaksanaan penuntutan untuk menyelenggarakan ancaman hukuman, sesuai dengan undang-undangnya tanpa memandang adanya penuntutan yang apalagi dulu diadakan oleh Negara lain.
Pasal 229
Pelaksanaan penuntutan perdata
Tidak satupun ketentuan dalam Konvensi ini yang hendak menghipnotis pelaksanaan penuntutan perdata berkenaan dengan sebuah somasi atas kerugian atau kerusakan yang muncul dari Pencemaran lingkungan laut.
Pasal 230
Denda keuangan dan penghormatan hak-hak yang diakui dari tertuduh
1. Denda keuangan hanya mampu dikenakan dalam hal adanya pelanggaran terhadap peraturan perundang-seruan nasional atau ketentuan-ketentuan serta patokan-standar internasional yang berlaku untuk pencegahan, penghematan dan pengendalian pencemaran lingkungan laut oleh kendaraan air ajaib di luar maritim teritorial.

2. Denda keuangan cuma mampu dikenakan dalam hal adanya pelanggaran terhadap peraturan perundang-seruan nasional atau ketentuan-ketentuan serta patokan-patokan internasional yang berlaku untuk pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran lingkungan bahari, yang dilakukan oleh kendaraan air ajaib di bahari teritorial, kecuali dalam hal kesengajaan dan adanya tindakan pencemaran yang gawat di maritim teritorial.
3. Di dalam melaksanakan penuntutan berkenaan dengan pelanggaran dimaksud yang dikerjakan oleh suatu kendaraan air abnormal yang mampu berakibat dikenakannya eksekusi, maka hak-hak yang diakui dari tertuduh mesti dihormati.
Pasal 231
Pemberitahuan kepada Negara bendera dan
Negara-negara lain yang berkepentingan
Negara-negara harus secepatnya memberitahu Negara bendera dan Negara lain yang berkepentingan perihal setiap tindakan yang dilakukan sesuai dengan bab 6 terhadap kendaraan-kendaraan air asing, dan harus menyerahkan terhadap Negara bendera seluruh laporan resmi perihal tindakan tersebut Namun demikian, sehubungan dengan pelanggaran yang dikerjakan di maritim teritorial, keharusan Negara pantai tersebut cuma berlaku bagi langkah-langkah yang dilakukan dalam rangka penuntutan Pejabat-pejabat diplomatik atau konsuler dan kalau mungkin pejabat bahari Negara bendera, mesti segera diberitahu perihal setiap tindakan yang dikerjakan terhadap kendaraan air ajaib yang cocok dengan bab 6.
Pasal 232
Tanggung jawab Negara-negara yang muncul
sebagai akibat tindakan pemaksaan penaatan
Negara-negara mesti bertanggung jawab atau kerugian atas kehilangan yang mampu dibebankan terhadap mereka selaku akibat ketimbang langkah-langkah-langkah-langkah yang diambil sesuai dengan bagian 6 apabila langkah-langkah tersebut tidak sah atau melebihi apa yang patut diharapkan menurut informasi yang ada. Negara-negara harus menyediakan tangkisan di Pengadilan atas tindakan berkenaan dengan kerugian atau kehilangan tersebut.
Pasal 233
Langkah pengamanan bagi selat-selat yang dipakai
untuk navigasi internasional
Tiada suatupun dalam bab 5, 6 dan 7 akan mempengaruhi rejim aturan dibandingkan dengan selat-selat yang digunakan untuk navigasi internasional. Namun demikian bila sebuah kapal ajaib lainnya dan pada yang dimaksudkan oleh bagian 10 dan sudah melakukan pelanggaran peraturan perundang-ajakan tersebut dalam pasal 42 ayat 1 (a) dan (b), yang menimbulkan atau mengancam suatu kerusakan besar pada lingkungan laut pada selat-selat, maka Negara-negara tepi selat tersebut dapat mengambil langkah-langkah-tindakan pemaksaan penaatan yang tepat dan bila demikian harus mutatis mutandis menaati ketentuan-ketentuan bab ini.
BAGIAN 8.
KAWASAN YANG TERTUTUP ES

Pasal 234
Kawasan yang tertutup es

Negara-negara pantai berhak menetapkan dan menegakkan peraturan perundang-undangan tanpa diskriminasi untuk pencegahan, penghematan dan pengendalian pencemaran laut yang berasal dari kendaraan air di tempat yang tertutup es dalam batas zona ekonomi pribadi, dimana terutama kondisi cuacanya sangat buruk dan permukaan lautnya sepanjang tahun selalu tertutup es sehingga menghambat atau membahayakan pelayaran, dan pencemaran lingkungan lautnya
akan sangat membahayakan atau tidak akan dapat dikembalikan keseimbangan ekologinya seperti semula. Peraturan perundang-seruan dimaksud harus memperhatikan navigasi dan tunjangan serta pelestarian lingkungan laut yang didasarkan pada bukti-bukti ilmiah terbaik yang ada.
BAGIAN 9.
TANGGUNG-JAWAB DAN KEWAJIBAN GANTI-RUGI

Pasal 235
Tanggung-jawab dan keharusan ganti-rugi

1. Negara-negara bertanggungjawab untuk pemenuhan kewajiban-kewajiban internasional mereka berkenaan dengan sumbangan dan pelestarian lingkungan bahari. Mereka mesti memikul kewajiban ganti-rugi sesuai dengan aturan internasional.
2. Negara-negara harus menjamin tersedianya upaya berdasarkan sistim perundang-undangannya untuk diperolehnya ganti-rugi yang secepatnya dan memadai atau dukungan yang lain bertalian dengan kerusakan yang disebabkan pencemaran lingkungan bahari oleh orang perorangan atau oleh badan hukum di bawah yurisdiksi mereka.
3. Dengan tujuan untuk menjamin ganti-rugi yang segera dan memadai bertalian dengan segala kerugian yang disebabkan oleh pencemaran lingkungan bahari, Negara-negara mesti berafiliasi melakukan aturan internasional yang berlaku dan untuk pengembangan selanjutnya aturan internasional yang berkenaan dengan tanggung jawab dan kewajiban ganti-rugi untuk penaksiran tentang kompensasi untuk kerusakan serta penyelesaian sengketa yang timbul, demikian pula, dimana perlu, membuatkan patokan dan mekanisme-mekanisme pembayaran ganti-rugi yang mencukupi mirip halnya asuransi wajib atau dana kompensasi.
BAGIAN 10.
HAK KEKEBALAN

Pasal 236
Hak Kekebalan

Ketentuan Konvensi ini yang berkenaan dengan pemberian dan pelestarian lingkungan bahari tidak berlaku bagi kapal perang, kapal derma, kendaraan air yang lain atau pesawat udara milik atau yang sedang dioperasikan oleh sebuah Negara serta digunakan, pada ketika ini, hanya untuk kebutuhan pemerintah yang bukan bersifat komersial. Walaupun demikian, setiap Negara harus menjamin, dengan memutuskan tindakan-tindakan yang sempurna yang tidak menghalangi operasi atau kesanggupan operasional kendaraan air atau pesawat udara yang dimiliki atau dioperasikannya, bahwa kendaraan air atau pesawat udara dimaksud bertindak menurut cara yang konsisten, sepanjang hal itu berdalih dan dapat dilakukan, dengan Konvensi ini.
BAGIAN 11.
KEWAJIBAN-KEWAJIBAN BERDASARKAN KOVENSI
LAIN MENGENAI PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN
LINGKUNGAN LAUT

Pasal 237
Kewajiban-keharusan menurut Konvensi lain
tentang bantuan dan pelestarian lingkungan laut

1.       Ketentuan Bab ini tidak meminimalkan kewajiban-keharusan khusus yang diterima Negara-negara berdasarkan Konvensi-konvensi khusus dan persetujuan-persetujuan yang sudah tercapai sebelumnya yang berhubungan dengan dukungan dan pelestarian lingkungan bahari serta kesepakatan-persetujuan yang mungkin dicapai selaku kelanjutan asas-asas umum yang tercantum dalam Konvensi ini.
2.       Kewajiban-kewajiban khusus yang diterima Negara-negara menurut Konvensi-konvensi khusus, bertalian dengan santunan dan pelestarian lingkungan maritim, mesti dijalankan dengan cara yang konsisten dengan asas-asas yang biasa dan tujuan Konvensi ini.
BAGIAN 1.
KETENTUAN UMUM

Pasal 238
Hak menyelenggarakan riset ilmiah kelautan

Semua Negara, tanpa memandang letak geografisnya dan organisasi-organisasi internasional yang kompeten, berhak menyelenggarakan riset ilmiah kelautan dengan memperhatikan hak dan kewajiban Negara-negara lain sebagaimana diputuskan dalam Konvensi ini.
Pasal 239
Penggalakan riset ilmiah kelautan
Negara-negara dan organisasi-organisasi internasional yang kompeten mesti menggalakan dan memudahkan pengembangan dan penyelenggaraan riset ilmiah kelautan sesuai dengan Konvensi ini.
Pasal 240
Asas lazim bagi penyelenggaraan riset ilmiah kelautan
Dalam penyelenggaraan riset ilmiah kelautan mesti berlaku asas-asas berikut :
(a)     riset ilmiah kelautan harus dijalankan semata-mata untuk tujuan tenang;
(b)     riset ilmiah kelautan mesti dilakukan dengan sistem ilmiah yang tepat dan dengan cara yang sesuai dengan Konvensi ini;
(c)     riset ilmiah kelautan tidak dibenarkan mengganggu secara tidak sah penggunaan laut yang lain yang sah sesuai dengan Konvensi ini dan penggunaan bahari di maksud harus dihormati;
(d)     riset ilmiah kelautan harus diselenggarakan sesuai dengan segala peraturan berhubungan yang diterima sesuai konvensi ini termasuk ketentuan-ketentuan mengenai pertolongan dan pelestarian lingkungan maritim.
Pasal 241
Tidak diakuinya aktivitas riset ilmiah kelautan selaku
dasar hukum bagi tuntutan
Kegiatan riset ilmiah kelautan tidak mampu menjadi dasar hukum bagi permintaan apapun terhadap sebuah bagian dari lingkungan maritim atau kekayaan alamnya.

BAGIAN 2.
KERJASAMA INTERNASIONAL

Pasal 242
Penggalakan kerjasama internasional

1. Negara dan organisasi-organisai internasional yang kompeten, sesuai dengan menghormati kelautan dan yurisdiksi serta atas dasar saling menguntungkan, mesti menggalakan kerjasama internasional dalam riset ilmiah kelautan untuk maksud-maksud hening.
2. Dalam relasi ini, tanpa meminimalkan hak dan keharusan Negara-negara menurut konvensi ini, sebuah Negara, dalam menerapkan Bab ini, harus menawarkan, sepatutnya, bagi Negara-negara lain suatu kesempatan yang layak untuk menerima atau dengan kerjasamanya, gosip yang diharapkan untuk menangkal dan mengatur kerusakan kesehatan serta keamanan orang-orang terhadap lingkungan maritim.
Pasal 243
Penciptaan keadaan yang menguntungkan
Negara-negara dan organisasi-organisasi internasional yang kompeten harus bekerjasama, melui pembuatan kesepakatan bilateral dan multilateral, untuk membuat keadaan yang menguntungkan bagi pelaksanaan riset ilmiah kelautan di lingkungan bahari dan mengintegrasikan usaha para ilmuwan dalam mempelajari hakekat fenomena dan proses yang terjadi di lingkungan maritim serta interelasi di antaranya.
Pasal 244
Publikasi dan penyebarluasan isu serta pengetahuan
1. Negara-negara dan organisasi-organisasi internasional yang kompeten, sesuai dengan Konvensi ini, harus menawarkan isu perihal program utama yang diajukan serta maksudnya maupun pengetahuan sebagai hasil riset, ilmiah kelautan dengan cara publikasi dan penyebarluasan lewat akses-saluran yang sempurna.
2. Untuk kebutuhan ini, Negara-negara baik secara sendiri-sendiri maupun berafiliasi dengan Negara-negara lain serta dengan organisasi internasional yang kompeten, mesti secara aktif menggalakkan arus data ilmiah dan informasi serta alih wawasan selaku hasil dari riset ilmiah kelautan, khususnya untuk Negara-negara berkembang dan juga memperkuat kesanggupan berdiri sendiri dalam riset ilmiah kelautan lewat, inter-alia, program yang menawarkan pendidikan yang mencukupi serta latihan bagi tenaga teknik dan ilmuwan mereka.
BAGIAN 3.
PENYELENGGARAAN DAN PENINGKATAN
RISET ILMIAH KELAUTAN

Pasal 245
Riset ilmiah kelautan dalam maritim teritorial

Negara-negara pantai dalam melaksanakan kedaulatannya, memiliki hak eksklusif untuk menertibkan, mengijinkan dan mengadakan riset ilmiah kelautan dalam laut teritorialnya. Riset ilmiah kelautan termaksud harus diselenggarakan semata-mata dengan ijin yang tegas dinyatakan oleh Negara pantai berdasarkan standar yang ditentukan olehnya.

Pasal 246
Riset ilmiah kelautan dalam zona ekonomi eksklusif dan
di landas kontinen
1. Negara-negara pantai dalam melakukan yurisdiksinya memiliki hak untuk mengontrol, mengijinkan dan mengadakan riset ilmiah kelautan dalam zona ekonomi pribadi dan dilandas kontinennya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berkaitan Konvensi ini.
2. Riset ilmiah kelautan di dalam zona ekonomi langsung dan di landas kontinen mesti diselenggarakan dengan ijin Negara pantai.
3. Negara-negara pantai dalam keadaan biasa harus memperlihatkan ijinnya kepada proyek riset ilmiah kelautan yang diselenggarakan oleh Negara-negara lain atau organisasi-organisasi internasional yang kompeten dalam zona ekonomi eksklusif atau di landas kontinennya yang diselenggarakan sesuai dengan Konvensi ini semata-mata untuk tujuan damai dan dengan tujuan untuk memperbesar wawasan ilmiah ihwal lingkungan maritim demi kepentingan umat manusia. Untuk tujuan termaksud Negara-negara pantai harus segera memilih ketentuan dan mekanisme guna menjamin biar kesepakatan tersebut tidak akan diundurkan atau ditolak tanpa alasan yang cukup.
4. Untuk keperluan pelaksanaan ayat 3, kondisi biasa mampu terwujud sekalipun antara Negara pantai dan Negara yang melaksanakan riset tidak ada hubungan diplomatik.
5. Sekalipun demikian Negara-negara pantai berwenang untuk tidak menawarkan persetujuannya guna diselenggarakannya proyek riset oleh Negara lain atau organisasi internasional yang kompeten dalam zona ekonomi eksklusif atau di landas kontinen Negara pantai tersebut bila proyek itu :
(a) memiliki arti eksklusif bagi eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam, baik hayati maupun non hayati;
(b) meliputi penyebaran dalam landas kontinen, penggunaan bahan peledak atau pendapatan materi-bahan berbahaya ke dalam lingkungan bahari;
(c) mencakup konstruksi, operasi atau penggunaan pulau-pulau produksi, instalasi-instalasi atau bangunan-bangunan sebagaimana tersebut pada pasal 60 dan 80;
(d) mengandung isu yang disampaikan berdasarkan pasal 248 mengenai sifat dan tujuan proyek yang tidak sempurna atau apabila Negara yang menyelenggara-kan riset atau organisasi internasional yang kompeten memiliki kewjaiban-keharusan yang belum dilakukan terhadap Negara pantai menurut sebuah proyek riset terdahulu.
6.       Tanpa menyimpang dari ketentuan-ketentuan ayat 5 Negara-negara pantai dilarang melakukan haknya untuk menahan kesepakatan menurut sub-ayat (a) ayat tersebut diadakan bertalian dengan proyek-proyek riset ilmiah kelautan yang hendak diselenggarakan berdasarkan ketentuan-ketentuan Bab ini dilandas kontinen,di luar 200 mil maritim dijumlah dari garis pangkal dari mana lebar laut teritorial diukur, di luar wilayah-kawasan khusus yang oleh Negara pantai pada setiap waktu mampu diputuskan secara umum selaku wlayah-wilayah dimana ekspoitasi atau operasi eksplorasi terang tentang kawasan termaksud sedang dijalankan atau akan dilaksanakan dalam jangka waktu dekat. Negara-negara pantai harus menyampaikan pemberitahuan yang masuk akal mengenai penanda kawasan-daerah termaksud, demikian pula tentang pergeseran-perubahan yang berkaitan dengan penunjukan itu, namun tanpa diharuskan untuk memperlihatkan keterangan terang tentang operasi-operasi di dalam kawasan-daerah termaksud.
7.       Keterangan-keterangan ayat 6 tidak mengurangi hak-hak Negara pantai atas landas kontinen sebagaimana diputuskan pada Pasal 77.
8.       Kegiatan-kegiatan riset ilmiah kelautan sebagaimana dimaksud pada pasal ini tidak boleh mengganggu secara tidak wajar acara-acara yang diselenggara-kan Negara-negara pantai sesuai dengan hak berdaulat serta yurisdiksinya sebagaimana ditentukan dalam Konvensi ini.
Pasal 247
Proyek riset ilmiah kelautan yang diselenggarakan oleh
atau di bawah naungan organisasi internasional
Suatu Negara pantai yang menjadi anggota sebuah organisasi internasional yang memiliki persetujuanbilateral dengan organisasi termaksud, yang dalam zona ekonomi eksklusifnya atau landas kontinennya organisasi tersebut melakukan sebuah proyek Riset ilmiah kelautan baik secara pribadi atau di bawah naungannya, dianggap telah memberi ijin bagi pelaksanaan proyek itu sesuai dengan spesifikasi yang sudah disepakatinya apabila Negara termaksud sudah menyetujui proyek yang terperinci tersebut pada dikala keputusan diambil oleh organisasi untuk mengadakan proyek termaksud, atau pada dikala organisasi menyatakan kehendaknya untuk turut serta di dalamnya, dan Negara termaksud sudah tidak menyatakan sebuah keberatan dalam waktu 4 bulan sehabis pemberitahuan ihwal adanya proyek itu oleh organisasi dimaksud kepada Negara pantai.
Pasal 248
Kewajiban untuk memperlihatkan informasi kepada Negara pantai
Negara-negara dan organisasi-organisasi internasional yang kompeten yang berencana menyelenggarakan riset ilmiah kelautan dalam zona ekonomi langsung atau di landas kontinen sebuah Negara pantai harus menunjukkan, dalam waktu tidak kurang dari 6 bulan sebelum waktu yang dijadwalkan bagi proyek riset ilmiah kelautan tersebut, suatu deskripsi penuh tentang :
(a) sifat dan tujuan proyek tersebut;
(b) metoda dan cara yang mau digunakan, tergolong nama,tonase, tipe serta kelas kendaraan air dan deskripsi peralatan ilmiah;
(c) penentuan wilayah yang tepat dimana proyek tersebut akan diselenggarakan;
(d) tanggal ancer-ancer pemunculan pertama dan keberangkatan terakhir kendaraan air riset, ata penempatan peralatan dan penyingkirannya, secara sempurna;
(e) nama lembaga sponsor, direkturnya, dan orang-orang yang bertanggung jawab atas proyek termaksud;
(f) sampai dimana Negara pantai bisa berperan serta atau terwakili dalam proyek tersebut.
Pasal 249
Kewajiban untuk memenuhi patokan tertentu
1. Negara-negara dan organisasi-organisasi internasional yang kompeten kalau melaksanakan riset ilmiah kelautan dalam zona ekonomi pribadi atau di landas kontinen sebuah Negara pantai harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
(a) menjamin hak Negara pantai manakala mengharapkan untuk berperan serta atau diwakili dalam proyek riset ilmiah kelautan, khususnya di atas kendaraan air riset dan kendaraan atau pada instalasi-instalasi riset ilmiah lainnya, dimana mungkin, tanpa pembayaran atas ganti rugi apapun oleh para ilmuwan Negara pantai dan tanpa ada kewajiban untuk memberi pemberian ongkos atas ongkos proyek tersebut;

(b) menawarkan terhadap Negara pantai, atas permintaannya, laporan sementara, secepat mungkin, dan juga hasil selesai serta kesimpulan-kesimpulan sesudah Penyelesaian riset termaksud.
(c) mampu memperlihatkan terusan bagi Negara pantai, atas permintaannya atas segala data dan contoh yang diperoleh dari proyek riset ilmiah kelautan, demikian juga untuk menawarkan data-data yang mampu diperbanyak dan contoh-acuan yang bisa dipisahkan tanpa meminimalkan nilai ilmiahnya;
(d) jika diminta, menunjukkan kepada Negara pantai suatu evaluasi data, teladan dan hasil-hasil dimaksud atau menunjukkan pemberian dalam penilaian atau interprestasinya;
(e) menjamin, dengan mengamati ayat 2 bawah hasil-hasil riset dapat diperoleh secara internasional lewat akses-kanal nasional atau internasional yang sempurna sesegera mampu dilaksanakan;
(f) menginformasikan secepatnya Negara pantai atas setiap pergeseran utama dalam program riset;
(g) kecuali apabila disepakati lain, memindahkan instalasi-instalasi riset ilmiah atau peralatannya manakala riset dilakukan sudah tamat.
2. Pasal ini berlaku tanpa meminimalkan persyaratan-kriteria yang diputuskan oleh peraturan perundang-undangan Negara pantai untuk pelaksanaan akal perihal memberi atau tidak persetujuannya sesuai dengan pasal 246, ayat 5 tergolong syarat persetujuan pendahuluan untuk menawarkan secara internasional hasil-hasil riset dari sebuah proyek yang memiliki arti eksklusif kepada eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam.
Pasal 250
Komunikasi tentang proyek riset ilmiah kelautan
Segala komunikasi tentang proyek riset ilmiah kelautan mesti dikerjakan lewat susukan-kanal resmi yang tepat kecuali kalau disepakati lain.
Pasal 251
Kriteria umum dan pedoman kerja
Negara-negara harus berupaya memajukan lewat organisasi-organisasi internasional yang kompeten untuk menentukan kriteria umum dan fatwa kerja guna menolong Negara-negara dalam penentuan sifat serta implikasi riset ilmiah kelautan.
Pasal 252
Persetujuan tersirat
Negara-negara atau organisasi-organisasi internasional kompeten dapat mengawali proyek riset ilmiah kelautan enam bulan setelah tanggal perlindungan info berdasarkan pasal 248 terhadap Negara pantai kecuali jika dalam jangka waktu empat bulan penerimaan komunikasi yang berisikan info dimaksud Negara pantai tersebut telah memberitahu kepada Negara atau organisasi yang menyelenggarakan riset bahwa :
(a)     Negara itu telah menahan persetujuannya menurut pasal 246; atau
(b)     keterangan yang diberikan oleh Negara atau organisasi internasional yang kompeten perihal sifat atau tujuan proyek tersebut tidak sesuai dengan fakta-fakta dengan bukti yang tercantum; atau
(b)     keterangan yang diberikan oleh Negara atau organisasi internasional yang kompeten tentang sifat atau tujuan proyek tersebut tidak cocok dengan fakta-fakta dengan bukti yang tercantum; atau
(c)     Negara itu memerlukan informasi pelengkap berkenaan dengan kriteria dan informasi yang ada berdasarkan pasal 248 dan 249; atau
(d)     terdapat keharusan-keharusan yang belum dipenuhi dalam proyek riset ilmiah kelautan terdahulu yang diselenggarakan oleh Negara atau organisasi tersebut, bertalian dengan patokan-standar yang ditentukan pada pasal 249.
Pasal 253
Penangguhan atau penghentian kegiatna-aktivitas riset ilmiah kelautan
1.    Suatu Negara pantai berhak untuk menuntut penangguhan atas setiap kegiatan riset ilmiah kelautan yang sedang berjalan dalam zona ekonomi langsung atau dilandas kontinennya bila :
(a)     kegiatan riset tersebut tidak diselenggarakan sesuai dengan informasi yang disampaikan menurut pasal 248 yang mendasari kesepakatan Negara pantai dimaksud; atau
(b)     Negara atau organisasi internsional yang kompeten yang menyelenggarakan acara riset dimaksud gagal menyanggupi ketentuan pasal 249 berkenaan dengan hak-hak Negara pantai bertalian dengan proyek riset ilmiah kelautan.
2.       Suatu Negara pantai berhak untuk menutup penghentian setiap acara riset ilmiah kelautan apabila tidak memenuhi ketentuan pasal 248 yang menjadikan timbulnya pergeseran utama dalam proyek riset atau acara-kegiatan riset dimaksud.
3.       Suatu Negara pantai juga boleh menuntut penghentian kegiatan riset ilmiah kelautan jika salah satu dari kondisi yang disebut dalam ayat 1 tidak dibetulkan dalam batas waktu tenggang yang masuk akal.
4.       Menyusul keteranganoleh Negara pantai perihal keputusannya untuk menyuruh penangguhan atau penghentian, Negara-negara dan organisasi-organisasi internasional yang kompeten yang sudah diberi kuasa untuk penyelenggaraan aktivitas riset ilmiah kelautan mesti menghentikan kegiatan riset tersebut sehubungan dengan Pemberitahuan dimaksud.
5.       Suatu perintah penangguhan berdasarkan ayat 1 mesti di cabut oleh Negara pantai dan acara riset ilmiah kelautan diperbolehkan belangsung terus pada dikala Negara yang meriset atau organisasi-organisasi internasional yang kompeten tersebut telah memenuhi kriteria sebagaimana ditentukan berdasarkan pasal 248 dan pasal 249.
Pasal 254
Hak-hak Negara-negara tetangga tak berpantai dan yang letak geografisnya tidak beruntung
1.       Negara-negara dan organisasi-organisasi internasional yang kompeten telah menyerahkan kepada sebuah Negara pantai sebuah proyek untuk menyelenggarakan riset ilmiah kelautan yang tersebut pada pasal 246, ayat 3, mesti memberi tahu Negara-negara tetangga tak berpantai dan yang letak geografis tidak mujur perihal proyek riset yang dianjurkan, dan mesti memberi tahu terhadap Negara pantai dimaksud.
2.       Setelah persetujuan diberikan untuk proyek riset ilmiah kelautan yang dianjurkan oleh Negara pantai dimaksud, sesuai dengan pasal 246 dan ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dalam Konvensi ini, Negara-negara dan organisasi-organisasi internasional yang kompeten yang sedang melakukan proyek dimaksud mesti menyediakan bagi Negara-negara tetangga tak berpantai dan yang letak geografisnya tidak beruntung, atas usul dan apabila wajar, informasi yang berkaitan sebagaimana diputuskan pada pasal 248 dan pasal 249, ayat 1 (f).
3.       Negara-negara tetangga tak berpantai dan yang letak geografisnya tidak mujur tersebut di atas, atas permintaannya, mesti diberikan peluang berpartisipasi, jika patut, dalam proyek riset ilmiah kelautan yang direkomendasikan dengan tenaga hebat bermutu yang ditunjuk olehnya dan tanpa keberatan dari Negara pantai, sesuai dengan tolok ukur-tolok ukur yang telah disepakati dalam proyek tersebut, berdasarkan ketentuan-ketentuan Konvensi ini, antara Negara pantai yang bersangkutan dan Negara atau organisasi-organisasi internasional yang kompeten yang menyelenggarakan riset ilmiah kelautan.
4.       Negara-negara dan organisasi-organisasi internasional yang kompeten tersebut dalam ayat 1 pasal ini mesti menawarkan bagi Negara-negra tetangga tak berpantai dan yang letak geografisnya tidak beruntung, atas permintaannya, gosip dan sumbangan yang diputuskan pada pasal 249, ayat 1 (d), dengan mengindahkan ketentuan pasal pasal 249, ayat 2.
Pasal 255
Tindakan-langkah-langkah untuk memudahkan riset ilmiah
kelautan dan menolong kendaraan riset
Negara-negara mesti berusaha benar-benar untuk memutuskan ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan mekanisme-prosedur yang wajar untuk menggalak-kan dan membuat lebih mudah diselenggarakannya riset ilmiah kelautan yang sesuai dengan Konvensi ini di luar maritim teritorial dan, bila mungkin untuk mempermudah, dengan mengindahkan ketentuanketentuan peraturan perundang-ajakan, kanal dalam pelabuhan-pelabuhannya dan memajukan tunjangan untuk kendaraan air riset ilmiah kelautan, yang menyanggupi ketentuan yang relevan dari Bab ini.
Pasal 256
Riset ilmiah kelautan di Kawasan
Semua Negara, tanpa menatap letak geografisnya, serta organisasi-organisasi internasional yang kompeten berhak, sesuai dengan ketentuan Bab XI, untuk mengadakan riset ilmiah kelautan di Kawasan.
Pasal 257
Riset ilmiah kelautan dalam kolom air di luar
zona ekonomi langsung
Semua Negara, tanpa memandang letak geografisnya, serta organisasi-organisasi internasional yang kompeten, berhak sesuai dengan Konvensi ini, untuk mengadakan riset ilmiah kelautan dalam kolom air di luar batas zona ekonomi eksklusif.
BAGIAN 4.
INSTALASI RISET ILMIAH ATAU PERALATAN
DI LINGKUNGAN LAUT

Pasal 258
Penempatan dan penggunaan

Penempatan dan penggunaan setiap jenis instalasi riset ilmiah atau perlengkapan di setiap kawasan lingkungan maritim mesti tunduk pada syarat-syarat yang serupa yang diputuskan oleh Konvensi ini untuk penyelenggaraan riset ilmiah kelautan di setiap tempat tersebut.

Pasal 259
Status hukum
Instalasi-instalasi atau perlengkapan yang dimaksud dalam bab ini tidak mempunyai status selaku pulau. Instalasi-instalasi atau perlengkapan dimaksud tidak memiliki bahari teritorialnya sendiri, dan adanya instalasi-instalasi atau perlengkapan di suatu tempat tidak menghipnotis penetapan batas bahari teritorial, zona ekonomi pribadi atau landas kontinen.
Pasal 260
Zona Keamanan
Zona keselamatan dengan lebar yang masuk akal dan tidak melampaui jarak 500 meter mampu diadakan di sekeliling instalasi riset ilmiah sesuai dengan ketentuan yang berhubungan dari Konvesi ini. Semua Negara harus menjamin bahwa zona keselamatan dimaksud diindahkan oleh kendaraan-kendaraan airnya.
Pasal 261
Larangan gangguan kepada rute pelayaran
Penempatan dan penggunaan setiap jenis instalasi riset ilmiah atau perlengkapan tidak boleh ialah hambatan kepada rute pelayanan internasional yang ada.
Pasal 262
Tanda pengenal dan tanda bahaya
Instalasi-instalasi atau perlengkapan yang dimaksudkan dalam bab ini harus dibubuhi tanda pengenal yang memperlihatkan Negara registrasi atau organisasi internasional yang memilikinya dan mesti mempunyai tanda ancaman yang sudah disepakati secara internasional yang cukup untuk menjamin keselamatan di maritim dan keamanan navigasi udara, dengan mengamati ketentuan-ketentuan dan tolok ukur-persyaratan yang sudah diputuskan oleh organisasi internasional yang kompeten.
BAGIAN 5.
TANGGUNG JAWAB DAN KEWAJIBAN GANTI RUGI

Pasal 263
Tanggung jawab dan keharusan ganti rugi

1. Negara-negara dan organisasi-organisasi internasional yang kompeten harus bertanggung jawab untuk menjamin bahwa riset ilmiah kelautan, baik yang diadakan oleh atau atas nama mereka, diselenggarakan sesuai dengan Konvensi ini.
2. Negara-negara dan organisasi-organisasi internasional yang kompeten mesti bertanggung jawab dan mempunyai keharusan untuk membayar ganti rugi terhdap langkah-langkah yang dilaksanakan yang bertentangan dengan Konvensi ini berkenaan dengan riset ilmiah kelautan yang diselenggarakan oleh Negara lain, orang-perorangan atau, tubuh aturan atau, oleh organisasi-organisasi internasional yang kompeten, dan. mesti memperlihatkan ganti rugi bagi kerusakan yang diakibatkan oleh tindakan tersebut.
3. Negara-negara dan organisasi-organisasi internasional yang kompeten harus bertanggung jawab dan mempunyai kewajiban untuk membayar ganti rugi berdasarkan pasal 235 untuk kerusakan yang disebabkan oleh pencemaran lingkungan bahari yang timbul dari riset ilmiah kelautan yang diselenggarakan atau atas nama mereka.

BAGIAN 6.
PENYELESAIAN SENGKETA DAN TINDAKAN SEMENTARA

Pasal 264
Penyelesaian sengketa

Sengketa yang bertalian dengan penafsiran atau penerapan ketentuan-ketentuan Konvensi ini berkenaan dengan riset ilmiah kelautan harus teratasi sesuai dengan Bab XV, bagian 2 dan 3.
Pasal 265
Tindakan sementara
Sambil menanti penyelesaian suatu sengketa sesuai dengan Bab XV, bab 2 dan 3, Negara atau organisasi internasional yang kompeten yang diijinkan untuk mengadakan proyek riset ilmiah kelautan tidak diperkenankan memulai kegiatan risetnya atau melanjutkannya tanpa ijin yang tegas dinyatakan oleh Negara pantai yang bersangkutan.

BAGIAN 1. KETENTUAN UMUM

Pasal 266
Penggalakkan pengembangan dan alih teknologi kelautan

1. Negara-negara, langsung atau melalui organisasi-organisasi internasional yang kompeten, harus berafiliasi sesuai dengan kemampuannya untuk menggalakkan secara aktif pengembangan dan alih ilmu kelautan serta teknologi kelautan dengan cara dan syarat-syarat yang adil dan wajar.
2. Negara-negara mesti menggalakkan pengembangan ilmu wawasan kelautan dan kemampuan teknologi Negaranegara yang mungkin memerlukan dan meminta sumbangan teknik dalam bidang ini, khususnya Negara-negara meningkat , termasuk Negara-negara tak berpantai dan letak geografisnya tidak beruntung, dalam hal eksplorasi, eksplorasi, konservasi dan pengolahan kekayaan laut, bantuan dan pelestarian lingkungan laut, riset ilmu wawasan kelautan dan kegiatan-acara lainnya di lingkungan laut sesuai dengan Konvensi ini, dengan maksud mempercepat pembangunan sosial dan ekonomi Negara-negara berkembang.
3. Negara-negara mesti berusaha benar-benar untuk menciptakan iklim ekonomi dan aturan yang menguntungkan bagi alih teknologi kelautan yang berguna bagi semua pihak yang berkepentingan secara adil.
Pasal 267
Perlindungan terhadap kepentingan yang sah
Negara-negara, dalam menggalakkan kerjasama berdasarkan pasal 266, harus mengindahkan semua kepentingan yang sah tergolong inter alia, hak dan kewajiban para pemegang, pemberi dan peserta teknologi kelautan.
Pasal 268
Tujuan dasar
Negara-negara, pribadi atau lewat organisasi-organisasi internasional yang kompeten harus menggalakkan :
(a) perolehan, penilaian dan penyebarluasan pengetahuan teknologi kelautan dan memudahkan kanal untuk berita dan data dimaksud;
(b) pengembangan teknologi kelautan yang tepat;
(c) pengembangan infrastruktur teknologi yang diharapkan untuk memudahkan alih teknologi kelautan;
(d) pengembangan sumber daya manusia melalui latihan dan pendidikan para warganegara dari Negara-negara meningkat dan negara-negara khususnya para warganegara dari Negara yang paling terbelakang;
(e) kerjasama internasional dalam segala tingkat, utamanya pada tingkat regional, subregional dan bilateral.
Pasal 269
Tindakan-langkah-langkah untuk meraih tujuan dasar
Untuk mencapai tujuan tersebut dalam pasal 268, Negara-negara secara langsung atau lewat organisasi-organisasi internasional yang kompeten, harus berupaya betul-betul , inter alia untuk :
(a) memilih program-acara koordinasi teknik untuk pengalihan efektif segala macam teknologi kelautan terhadap Negara-negara yang mungkin membutuhkan dan meminta pertolongan teknik di bidang ini, terutama Negara-negara meningkat tak berpantai dan yang letak geografisnya tidak mujur demikian pula Negara-negara meningkat yang lain yang tidak bisa mencapai atau mengembangkan kesanggupan teknologinya dibidang wawasan kelautan dan dalam eksplorasi serta eksploitasi kekayaan maritim atau untuk berbagi infrastruktur teknologi dimaksud;
(b) menggalakkan iklim, yang menguntungkan untuk tercapainya perjanjian, persetujuan dan pengaturan serupa yang lain, berdasarkan syarat-syarat yang layak dan adil;
(c) menyelenggarakan konperensi, pelatihan dan simposium utamanya mengenai kebijakan dan metoda alih teknologi kelautan;
(d) menggalakkan pertukaran ilmuwan dan teknologi serta para mahir lainnya;
(e) melaksanakan proyek dan menggalakkan usaha patungan serta bentuk kerjasama bilateral dan multilateral yang lain.
BAGIAN 2.
KERJASAMA INTERNASIONAL

Pasal 270
Jalan dan cara koordinasi internasional

Kerjasama internasional untuk menyebarkan dan alih teknologi kelautan harus diselesaikan, dimana mungkin dan pantas, lewat program bilateral, regional atau multilateral yang ada, dan juga lewat program gres dan acara yang dikembangkan untuk membuat lebih mudah observasi ilmiah kelautan, alih teknologi kelautan utamanya dibidang yang gres dan dana internasional yang pantas untuk riset samudera dan pengembangannya.
Pasal 271
Pedoman, persyaratan dan patokan
Negara-negara, pribadi atau lewat organisasi-organisasi internasional yang kompeten, harus menggalakkan terbentuknya aliran umum yang diterima, persyaratan dan standar untuk alih teknologi kelautan atas dasar bilateral atau dalam rangka organisasi internasional dan fora lainnya, dengan memperhatikan terutama kepentingan dan keperluan Negara-negara meningkat .
Pasal 272
Koordinasi program-acara internasional
Dibidang alih teknologi kelautan, Negara-negara mesti berupaya sungguh-sungguh untuk menjamin bahwa organisasi-organisasi internasional yang kompeten, mengkoordinasikan kegiatannya, tergolong setiap acara regional atau global dengan memperhatikan kepentingan dan keperluan Negara-negara meningkat , khususnya Negara-negara tak berpantai dan yang letak geografisnya tidak menguntungkan.
Pasal 273
Kerjasama dengan organisasi internasional dan Otorita
Negara-negara mesti berhubungan secara aktif dengan organisasi-organisasi internasional yang kompeten dan Otorita, untuk mendorong dan membuat lebih mudah pengalihan ketrampilan dan teknologi kelautan yang bertalian dengan kegiatankegiatan di Kawasan, terhadap Negara-negara berkembang warganegaranya dan Perusahaan.
Pasal 274
Tujuan dan Otorita
Dengan tidak meminimalkan segala kepentingan yang sah termasuk, inter alia dan keharusan para pemegang, pemberi dan peserta teknologi, Otorita, bertalian dengan kegiatan-kegiatan di Kawasan, harus menjamin bahwa :
(a) atas dasar asas pembagian geografis yang adil, para warganegara Negara berkembang, baik Negara pantai, Negara tak berpantai atau yang letak geografisnya tidak mujur, harus diikutsertakan untuk tujuan latihan selaku anggota pengelola, riset dan tenaga teknis yang dibentuk untuk pelaksanaannya;
(b) dokumentasi teknis mengenai peralatan, tata kerja mesin, alat perlengkapan dan proses yang berhubungan tersedia bagi semua Negara, utamanya bagi Negara-negara meningkat yang mungkin memerlukan dan meminta sumbangan teknis dalam bidang ini;
(c) ketentuan-ketentuan mencukupi yang diperlukan oleh Otorita untuk membuat lebih mudah perolehan pinjaman teknik dalam bidang teknologi kelautan oleh Negara-negara yang mungkin membutuhkan dan memintanya, terutama Negara-negara meningkat , dan perolehan ketrampilan dan know-how yang dibutuhkan oleh para warganegaranya, tergolong latihan keahlian;
(d) Negara-negara yang mungkin membutuhkan dan meminta pertolongan teknik dalam bidang ini, terutama pada Negaranegara meningkat , dibantu untuk menemukan peralatan, proses, alat-alat besar dan know-how teknik yang lain yang dibutuhkan melalui pengaturan keuangan yang dimaksudkan berdasarkan Konvensi ini.

BAGIAN 3.
PUSAT TEKNOLOGI DAN ILMU PENGETAHUAN
KELAUTAN NASIONAL DAN ERGIONAL

Pasal 275
Pembentukan pusat-sentra nasional

1. Negara-negara, eksklusif atau lewat organisasi-organisasi internasional yang kompeten dan Otorita, mesti menggalakkan pembentukan, khususnya di Negara-negara pantai sedang meningkat , pusat-pusat riset, teknologi dan ilmu pengetahuan kelautan nasional serta memperkuat sentra-pusat nasional yang telah ada, dalam rangka merangsang dan memajukan pelaksanaan riset ilmu pengetahuan kelautan oleh Negara-negara pantai sedang meningkat dan untuk memajukan kemampuan nasionalnya guna mempergunakan dan melestarikan kekayaan maritim untuk laba ekonominya.
2. Negara-negara, melalui organisasi internasional yang kompeten dan Otorita, mesti memberikan pertolongan yang memadai untuk mempermudah pembentukan dan memperkuat sentra-pusat nasional dimaksud guna menawarkan kemudahan latihan lanjutan dan peralatan serta ketrampilan dan know how yang dibutuhkan demikian pula tenaga mahir teknik bagi Negaranegara yang mungkin membutuhkan dan meminta pinjaman dimaksud.
Pasal 276
Pembentukan pusat-sentra regional
1. Negara-negara, dengan koordinasi bersama organisasi-organisasi internasional yang kompeten, Otorita dan lembagalembaga ilmu wawasan kelautan serta riset teknologi nasional, harus menggalakkan pembentukan sentra-pusat ilmu pengetahuan kelautan dan riset teknologi regional, utamanya di negara-negara berkembang, dalam rangka merangsang dan memajukan penyelenggaraan riset ilmu pengetahuan kelautan oleh negara-negara berkembang serta mempercepat alih teknologi kelautan.
2. Semua Negara dalam suatu wilayah harus bekerja sama dengan pusat-pusat regional yang ada untuk menjamin tercapainya tujuannya dengan secara lebih efektif.
Pasal 277
Fungsi pusat-sentra regional
Fungsi sentra-pusat regional dimaksud mesti mencakup, inter alia :
(a) program latihan dan pendidikan pada seluruh tingkat dalam pelbagai faktor ilmu wawasan kelautan dan riset teknologi, khususnya biologi kelautan, termasuk konservasi dan pengaturan kekayaan hayati, oseanografi, hidrografi, engineering, eksplorasi geologis dasar bahari, penambangan dan teknologi penawaran air;
(b) pengkajian administrasi;
(c) program pengkajian yang berkaitan dengan tunjangan dan pelestarian lingkungan laut serta pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran;
(d) organisasi konperensi regional, seminar dan simposium;
(e) perolehan dan pengolahan data serta berita ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan;
(f) penyebarluasan segera hasil riset ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan dalam publikasi yang tersedia;
(g) publikasi kebijakan nasional berkenaan dengan alih teknologi kelautan dan studi komperatip yang sistimatis tentang kebijaksanaan tersebut;

(h) kompilasi dan sistimatisasi informasi mengenai pemasaran teknologi dan perihal perjanjian serta pengaturan lainnya wacana paten;

(i) koordinasi teknik dengan Negara-negara lain dalam region.
BAGIAN 4.
KERJASAMA ANTARA ORGANISASI INTERNASIONAL

Pasal 278
Kerjasama antara organisasi internasional

Organisasi-organisasi internasional yang kompeten yang disebut dalam Bab ini dan dalam Bab XIII mesti mengambil segala tindakan yang perlu untuk menjamin, baik secara pribadi atau dengan koordinasi dekat antara mereka, pelaksanaan efektif, fungsi dan tanggung jawab menurut Bab ini.
BAGIAN 1.
KETENTUAN UMUM

Pasal 279
Kewajiban untuk menyelesaikan sengketa dengan damai

Negara-negara Peserta harus menyelesaikan setiap sengketa antara mereka tentang interpretasi atau penerapan Konvensi ini dengan cara hening sesuai dengan Pasal 2 ayat 3 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan, untuk tujuan ini, harus mencari penyelesaian dengan cara sebagaimana ditunjukkan dalam Pasal 33 ayat 1 Piagam tersebut.
Pasal 280
Penyelesaian sengketa dengan sesuatu cara tenang yang
diseleksi oleh Para pihak
Tiada sesuatupun dalam Bab ini meminimalisir hak Negara-negara Peserta manapun untuk bersepakat pada setiap waktu menuntaskan sengketa antara mereka perihal interpretasi atau penerapan Konvensi ini dengan cara tenang apapun yang mereka pilih sendiri.
Pasal 281
Prosedur yang ditempuh dalam hal tidak dicapai
solusi oleh para pihak
1.       Apabila Negara-negara Peserta yang menjadi pihak dalam sengketa tentang interpretasi atau penerapan. Konvensi ini telah bersepakat untuk mencari penyelesaian sengketa tersebut dengan cara hening yang mereka pilih sendiri, maka prosedur-mekanisme yang ditetapkan dalam Bab ini berlaku cuma dalam hal tidak dicapai solusi dengan menempuh cara demikian dan komitmen antara para pihak tidak menutup kemungkinan adanya mekanisme lanjutan apapun.
2.       Apabila para pihak juga sudah bersepakat tentang ketentuan ayat 1 berlaku hanya sesudah berakhirnya batas waktu, maka ketentuan ayat 1 berlaku hanya sesudah berakhirnya batas waktu tersebut.

Pasal 282
Kewajiban-keharusan menurut perjanjian-perjanjian
lazim, regional atau bilateral
Apabila Negara-negara Peserta yang menjadi pihak dalam suatu sengketa perihal interpretasi atau penerapan Konvensi ini telah bersepakat lewat sebuah kesepakatan biasa , regional atau bilateral atau secara lain, bahwa sengketa demikian, atau seruan pihak manapun dalam sengketa, haus ditundukkan pada suatu mekanisme yang menghasilkan keptusan mengikat, maka mekanisme tersebut berlaku selaku pengganti prosedur yang tertera dalam Bab ini, kecuali para pihak dalam sengketa itu bersepakat secara lain.
Pasal 283
Kewajiban untuk tukar menukar pertimbangan
1.       Apabila timbul suatu sengketa antara Negara-negara Peserta perihal interprestasi atau penerapan Konvensi ini, maka para pihak dalam sengketa tersebut harus segera melakukan tukar menukar pendapat tentang solusi dengan perundingan atau cara tenang yang lain.
2.       Para pihak juga mesti segera melakukan tukar menukar usulan dalam hal sebuah mekanisme untuk penyelesaian, sengketa sudah dilarang tanpa suatu penyelesaian atau dalam hal sebuah penyelesaian telah tercapai dan kondisi menghendaki dijalankan konsultasi mengenai cara pelaksanaan solusi tersebut.
Pasal 284
K o n s i l i a s i
1.       Suatu Negara Peserta yang menjadi pihak dalam sebuah sengketa ihwal interpretasi atau penerapan Konvensi ini dapat memanggil pihak atau para pihak lainnya dalam sengketa untuk menyerahkan sengketa itu pada konsiliasi sesuai dengan mekanisme berdasarkan Lampiran V, Bagian 1, atau sebuah prosedur konsiliasi lainnya.
2.       Apabila ajakan itu diterima dan apabila para pihak sepakat mengenai prosedur konsiliasi yang harus dipraktekkan, setiap pihak mampu menyerahkan sengekta itu pada mekanisme tersebut.
3.       Apabila undangan itu tidak diterima atau para pihak tidak setuju tentang mekanisme, maka proses konsiliasi tersebut mesti dianggap sudah dilarang.
4.       Kecuali para pihak bersepakat secara lain, dalam hal suatu sengketa telah diserahkan pada konsiliasi, proses tersebut mampu dihentikan hanya sesuai dengan prosedur konsiliasi yang sudah disepakati.
Pasal 285
Penerapan bab ini bagi sengketa yang diserahkan menurut Bab XI
Ketentuan-ketentuan bab ini berlaku bagi setiap sengketa yang menurut Bab XI Bagian 5 harus terselesaikan sesuai dengan mekanisme-prosedur yang dikontrol dalam Bab ini. Apabila sebuah satuan lain dari sebuah Negara Peserta adalah pihak dalam suatu sengketa demkian maka bagian ini berlaku mutatis mutandis.
BAGIAN 2.
PROSEDUR WAJIB YANG MENGHASILKAN
KEPUTUSAN MENGIKAT

Pasal 286
Penerapan mekanisme-mekanisme menurut bab ini

Dengan tunduk pada ketentuan bab 3 setiap sengketa tentang interpretasi atau penerapan Konvensi ini harus dalam hal tidak tercapai solusi melalui ketentuan bab 1, diserahkan atas undangan pihak manapun dalam sengketa tersebut terhadap pengadilan atau mahkamah yang mempunyai yurisdiksi berdasarkan bab ini.
Pasal 287
Pemilihan prosedur
1.       Pada waktu menandatangani, meratifikasi atau aksesi pada Konvensi ini atau pada setiap waktu setelah itu, sebuah Negara bebas untuk menentukan, dengan menciptakan pernyataan tertulis, satu atau lebih dari cara-cara berikut untuk menyelesaikan sengketa wacana interprestasi atau penerapan Konvensi ini :
(a)     Mahkamah Internasional Hukum Laut yang dibentuk sesuai denngan Lampiran VI;
(b)     Mahkamah Internasional;
(c)     suatu mahkamah arbitrasi khusus yang dibuat sesuai dengan Lampiran VIII;
(d)     sebuah mahkamah arbitrasi khusus yang dibuat sesuai dengan Lampiran VIII untuk satu jenis sengketa atau lebih yang tertera didalamnya.
2.       Suatu pernyataan yang dibentuk berdasarkan ayat 1 tidak akan mempengaruhi atau dipengaruhi oleh kewajiban sebuah Negara Peserta untuk menerima yurisdiksi Kamar Sengketa Dasar Laut Mahkamah Internasional Hukum Laut sejauh dan dengan cara yang diputuskan dalam Bab XI bab 5.
3.       Suatu Negara Peserta yang menjadi suatu pihak dalam suatu sengketa yang tidak diliput oleh sebuah pernyataan yang berlaku, mesti dianggap telah menerima arbitrasi sesuai dengan Lampiran VII.
4.       Apabila para pihak dalam sengketa sudah menerima prosedur yang serupa untuk penyelesaikan sengketa, maka sengketa tersebut mampu diserahkan hanya pada mekanisme demikian, kecuali apabila para pihak bersepakat secara lain.
5.       Apabila para pihak dalam sengketa tidak menerima mekanisme yang sama untuk solusi sengketa, maka sengketa itu mampu diserahkan cuma pada arbitrasi sesuai dengan Lampiran VII, kecuali bila para pihak bersepakat secara lain.
6.       Suatu pernyataan yang dibuat menurut ayat 1 akan tetap berlaku sampai 3 (tiga) bulan sesudah informasipencabutan didepositkan pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
7.       Suatu pernyataan gres, pemberitahuan pencabutan atau kadaluwarsanya sebuah pernyataan bagaimana juga tidak mensugesti proses yang sedang berlangsung di suatu pengadilan atau mahkamah yang memiliki yurisdiksi menurut pasal 27 ini, kecuali para pihak bersepakat secara lain.
8.       Pernyataan-pernyataan dan pemberitahuan yang dimaksud pasal ini harus didepositkan pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa yang hendak meneruskan salinan-salinannya kepada Negara-negara Peserta.
Pasal 288
Y u r i s d i k s i
1.       Setiap pengadilan atau mahkamah yang dimaksudkan dalam Pasal 287 memiliki yurisdiksi atas setiap sengketa wacana interprestasi atau penerapan Konvensi ini yang diserahkan kepadanya sesuai dengan Bab ini.
2.       Setiap pengadilan atau Mahkamah yang dimaksudkan dalam Pasal 287 juga mempunyai yurisdiksi atas setiap sengketa perihal interpretasi atau penerapan sebuah persetujuaninternasional yang bertalian dengan tujuan Konvensi ini, yang diserahkan kepadanya sesuai dengan kesepakatanitu.
3.       Kamar sengketa Dasar Laut Mahkamah Internasional Hukum Laut yang dibentuk sesuai menurut Lampiran VI, dan kamar lain apapun atau Mahkamah arbitrasi yang dimaksudkan dalam Bab XI, bab 5, mempunyai yurisdiksi dalam setiap persoalan yang diserahkan kepadanya sesuai dengan Bab tersebut.
4.       Dalam hal terajdinya suatu sengketa mengenai apakah sebuah pengadilan atau mahkamah mempunyai yurisdiksi, duduk perkara tersebut harus dituntaskan dengan keputusan pengadilan atau Mahkamah tersebut.
Pasal 289
Para Ahli (Experts)
Dalam setiap sengketa yang menyangkut dilema-problem ilmiah atau teknis, pengadilan atau mahkamah yang melakukan yurisdiksi berdasarkan bab ini mampu, atas undangan sebuah pihak atau atas inisiatif sendiri, dengan konsultasi dengan para pihak memilih tidak kurang dari dua mahir ilmiah atau teknis dengan memprioritaskan dari daftar yang relevan yang disiapkan sesuai dengan Lampiran VIII, pasal 2 untuk duduk dalam pengadilan atas mahkamah tetapi tanpa hak suara.
Pasal 290
Tindakan sementara (Provisional measures)
1.       Apabila suatu sengketa telah diserahkan sebagaimana mestinya kepada sebuah pengadilan atau mahkamah yang prima facie berpendapat bahwa dia mempunyai yurisdiksi menurut Bab ini atau Bab XI, bagian 5, maka pengadilan atau mahkamah itu dapat menetapkan langkah-langkah sementara apapun yang dipandang memadai berdasarkan keadaan untuk memelihara hak masing-masing pihak dalam sengketa atau untuk mencegah kerugian yang berat kepada lingkungan maritim, sambil menanti keputusan selesai (final decision).
2.       Tindakan sementara mampu dirubah atau dicabut segera sehabis kondisi yang membenarkannya sudah berubah atau sudah berhenti.
3.       Tindakan sementara mampu ditetapkan, dirubah atau dicabut menurut pasal ini cuma atas permintaan sebuah pihak dalam sengketa dan setelah para pihak diberi potensi untuk didengar.
4.       Pengadilan atau mahkamah mesti segera memberitahu kepada para pihak dan terhadap Negara Peserta yang lain yang dipandangnya perlu, perihal ditetapkannya dirubahnya atau dicabut tindakan sementara.
5.       Sambil menanti terbentuknya sebuah mahkamah arbitrasi yang kepadanya diserahkan suatu sengketa berdasarkan bagian ini, setiap pengadilan atau mahkamah yang telah disepakati oleh para pihak atau, bila tidak dapat kesepakatan demikian dalam waktu 2 (dua) ahad semenjak tanggal ajakan untuk tindakan sementara, Mahkamah Internasional Hukum Laut atau yakni bertalian dengan aktivitas-aktivitas di Kawasan, Kamar Sengketa DasarLaut, mampu menetapkan, merubah atau mencabut langkah-langkah sementara sesuai dengan pasal ini jikalau dia menilai, bahwa prima facie mahkamah yang hendak dibuat itu akan mempunyai yurisdiksi dan bahwa desakan keadaan menghendakinya. Segera sehabis terbentuk, mahkamah yang kepadanya sengketa tersebut diserahkan mampu merubah, mencabut atau menguatkan langkah-langkah-tindakan sementara itu, dengan bertindak sesuai dengan ayat 1 hingga dengan 4.
6.       Para pihak dalam sengketa mesti mematuhi dengan segera setiap langkah-langkah sementara yang ditetapkan menurut Pasal ini.
Pasal 291
A k s e s
1.       Semua mekanisme penyelesaian sengketa yang diputuskan dalam Bab ini mesti terbuka bagi Negara-negara Peserta.
2.       Prosedur penyelesaian sengketa yang ditentukan dalam Bab ini mesti terbuka bagi satuan-satuan lain dari Negaranegara Peserta hanya sebagaimana secara khusus ditentukan dalam Konvensi ini.
Pasal 292
Pelepasan segera kendaraan air dan awaknya
1.    Dalam hal pejabat suatu Negara Peserta telah melaksanakan penahanan kendaraan air yang mengibarkan bendera Negara Peserta lain dan dituduhkan bahwa Negara yang menahan itu tidak memenuhi ketentuan-ketentuan Konvensi ini untuk segera membebaskan kendaraan air atau awaknya sesudah penitipan sejumlah uang jaminan atau jaminan keuangan lainnya, maka masalah pembebasan dari penahanan mampu diserahkan terhadap pengadilan atau mahkamah manapun yang disepakati oleh para pihak atau, dalam hal tidak tercapainya janji demikian dalam waktu 10 (sepuluh) hari semenjak waktu penahanan berdasarkan pasal 287 atau Mahkamah Internasional Hukum Laut, kecuali bila para pihak bersepakat secara lain.
2.    Permohonan untuk pembebasan mampu diajukan cuma oleh atau atas nama Negara bendera kendaraan air tersebut.
3.    Pengadilan atau mahkamah harus mengatasi seruan untuk pembebasan tanpa penundaan dan mesti menangani cuma persoalan pembebasan dengan tidak menghemat kepentingan masalah manapun di hadapan forum domestik yang selayaknya terhadap kendaraan air itu, pemiliknya atau awaknya. Pejabat Negara yang menahan tetap berwenang untuk melepaskan kendaraan air itu atau awaknya setiap waktu.
4.    Setelah menyerahkan sejumlah duit jaminan atau jaminan keuangan yang lain yang ditetapkan oleh pengadilan atau mahkamah, pejabat Negara yang menahan mesti segera mematuhi keputusan pengadilan atau mahkamah ihwal pembebasan kendaraan air tersebut atau awaknya.
Pasal 293
Hukum yang diterapkan
1.       Suatu pengadilan atau mahkamah yang mempunyai yurisdiksi menurut bab ini mesti menerapkan Konvensi ini dan peraturan aturan internasional yang lain yang tidak berlawanan dengan Konvensi ini.
2.       Ayat 1 tidak menghemat wewenang pengadilan atau mahkamah yang mempunyai yurisdiksi menurut bab ini untuk memutuskan suatu perkara ex aequo et bono, jika para pihak menyepakatinya.
Pasal 294
Acara pra-penyerahan (Preliminary proceedings)
1.       Suatu pengadilan atau mahkamah yang ditentukan dalam pasal 287 yang terhadapnya diajukan suatu permintaan berkenaan dengan sengketa yang dimaksud dalam pasal 297 mesti memilih atas permintaan suatu pihak, atau dapat memilih proprio motu, apakah gugatan itu merupakan suatu penyalah-gunaan proses hukum (an abuse of legal process) atau apakah gugatan-gugatan itu prima facie cukup beralasan. Apabila pengadilan atau mahkamah menetapkan bahwa gugatan itu ialah sebuah penyalah gunaan proses aturan atau apakah gugatan itu prima facie tidak berargumentasi, maka pengadilan atau mahkamah dihentikan mengambil tindakan berikutnya dalam kasus ini.
2.       Selanjutnya mendapatkan permohonan itu, pengadilan atau mahkamah mesti secepatnya mengumumkan pihak atau para pihak lain mengenai permohonan tersebut, dan harus menetapkan jangka waktu yang pantas dalam waktu mana mereka mampu mengajukan permintaan kepadanya untuk menciptakan suatu penetapan sesuai dengan ayat 1.
3.       Tidak satupun dalam pasal ini yang menghemat hak setiap pihak dalam sengketa untuk mengajukan keberatan praperadilan (preliminary objections) sesuai dengan ketentuan-ketentuan mekanisme yang berlaku.
Pasal 295
Penggunaan secara tuntas upaya setempat (Exhaustion of local remedies)
Setiap sengketa antara Negara-negara Peserta ihwal interprestasi atau penerapan Konvensi ini dapat diserahkan pada mekanisme yang ditentukan dalam bagian ini hanya sehabis upaya setempat sudah dipakai secara tuntas dimana hal ini disyaratkan oleh hukum internasional.
Pasal 296
Sifat tingkat final dan kekuatan mengikat keputusan-keputusan
1.       Setiap keputusan yang diajukan oleh pengadilan atau mahkamah yang mempunyai yurisdiksi menurut bagian ini bersifat tingkat akhir dan mesti dipatuhi oleh semua pihak dalam sengketa.
2.       Setiap keputusan demikian tidak mempunyai kekuatan mengikat kecuali antara para pihak dan berkenaan dengan sengketa yang tertentu itu.
BAGIAN 3.
PEMBATASAN-PEMBATASAN DAN PENGECUALIAN-PENGECUALIAN
TERHADAP BERLAKUNYA BAGIAN 2

Pasal 297
Pembatasan-pembatasan kepada berlakunya bab 2

1.       Sengketa-sengketa perihal interpretasi atau penerapan Konvensi ini berkenaan dengan pelaksanaan hak-hak berdaulat atau yurisdiksi suatu negara pantai sebagaimana ditetapkan dalam Konvensi ini, mesti tunduk pada prosedur-prosedur sebagaimana ditetapkan dalam bagian 2 dalam hal-hal selaku berikut :
(a)     jika dituduhkan bahwa sebuah Negara pantai sudah bertindak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan Konvensi ini bertalian dengan dengan kebebasan-keleluasaan dan hak-hak pelayaran atau penerbangan atau hak memasang kabel dan saluran pipa dasar maritim, atau bertalian dengan penggunaan lain dari maritim secara internasional yang sah sebagaimana diputuskan dalam pasal 58;
(b)     bila dituduhkan bahwa sebuah Negara dalam melaksanakan keleluasaan-keleluasaan, hak-hak atau pemakaian-pemakaian tersebut terdahulu telah bertindak bertentangan dengan Konvensi ini atau dengan peraturan perundang-ajakan yang dibuat oleh Negara pantai sesuai dengan Konvensi ini dan ketentuan-ketentuan lain hukum internasional yang tidak bertentangan dengan Konvensi ini; atau
(c)     jika dituduhkan bahwa sebuah Negara pantai sudah bertindak berlawanan dengan peraturan dan patokan-persyaratan internasional yang telah ditentukan untuk pertolongan dan pelestarian lingkungan laut yang berlaku bagi Negara pantai tersebut dan yang sudah ditetapkan oleh Konvensi ini atau lewat organisasi internasional yang kompeten atau konperensi diplomatik sesuai dengan Konvensi ini.
2.       (a)     Sengketa tentang interpretasi atau penerapan ketentuan Konvensi ini berkenaan dengan riset ilmiah kelautan mesti diselesaikan sesuai dengan bagian 2, kecuali bahwa Negara pantai tidak diwajibkan untuk menerima diserahkannya pada penyelesaian sengketa demikian setiap sengketa yang timbul dari :
(i)      pelaksanaan sebuah hak atau diskresi (discretion) oleh Negara pantai sesuai dengan pasal 246; atau
(ii)     sebuah keputusan Negara pantai untuk menyuruh penangguhan atau penghentian sebuah proyek riset sesuai dengan pasal 246; atau
(b) s   uatu sengketa yang muncul dari suatu tuduhan oleh Negara yang melaksanakan riset bahwa berkenaan dengan suatu proyek tertentu Negara pantai tidak melakukan hak-haknya berdasarkan pasal 246 dan 253 dengan cara yang sejalan dengan Konvensi ini akan diserahkan, atas permintaan salah satu pihak, pada konsiliasi menurut ketentuan-ketentuan Lampiran V, bagian 2, dengan ketentuan bahwa panitia konsiliasi tidak mampu mempersoalkan pelaksanaan diskresi oleh Negara pantai untuk menunjuk tempat-tempat tertentu sebagaimana tersebut dalam pasal 246 ayat 6, atau diskresi oleh Negara pantai untuk tidak memperlihatkan persetujuannya sesuai dengan ketentuan pasal 246 ayat 5.
3.–    (a)     Sengketa perihal interpretasi atau penerapan ketentuan Konvensi ini berkenaan dengan perikanan harus diselesaikan sesuai dengan bagian 2, kecuali bahwa Negara pantai tidak diwajibkan untuk mendapatkan diserahkannya pada cara penyelesaian demikian setiap sengketa yang bertalian dengan hak-hak berdaulatnya berkenaan dengan sumber kekayaan hayati dalam zona ekonomi eksklusifnya atau pelaksanaan wewenang diskresinya (its discretionary powers) untuk menetapkan jumlah yang dapat ditangkap (allowable catch), kapasitasnya untuk menangkap alokasi surplus kepada Negara lain dan ketentuan-ketentuan dan standar-persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangannya ihwal konservasi dan pengelolaan;
(b)     Dalam hal tidak tercapai suatu solusi dengan ditempuhnya cara yang tercantum dalam bab 1 Bab ini, maka sebuah sengketa mesti diserahkan pada konsiliasi menurut Lampiran V, bab 2, atas ajakan pihak manapun dalam sengketa, apabila dituduhkan bahwa :
(i)      sebuah Negara pantai terang-terang sudah gagal untuk mematuhi keharusan-kewajibannya untuk menjamin melalui langkah-langkah-langkah-langkah konservasi dan pengelolaan yang sempurna bahwa pemeliharaan sumber kekayaan hayati dalam zona ekonomi eksklusif telah tidak betul-betul dibahayakannya;
(ii)     suatu Negara pantai telah semena-mena menolak untuk memutuskan, atas seruan Negara lain jumlah yang mampu ditangkap dan kapasitasnya untuk menangkap sumber kekayaan hayati berkenaan dengan stok-stok yang Negara lain itu berkepentingan untuk menangkapnya; atau
(iii)    suatu Negara pantai telah dengan semena-mena menolak untuk mengalokasikan terhadap suatu Negara, berdasarkan pasal-pasal 62, 69 dan 70 dan menurut ketentuan-ketentuan dan kriteria-tolok ukur yang ditetapkan oleh Negara pantai sesuai dengan Konvensi ini, keseluruhan atau sebagian dari surplus yang telah dinyatakan ada.
(c)     Panitia konsiliasi bagaimanapun juga dihentikan menempatkan diskresinya selaku pengganti bagi diskresi Negara pantai;
(d)     Laporan panitia konsiliasi bagaimanapun juga mesti dikomunikasikan terhadap organisasi internasional yang tepat;
(e)     Dalam merundingkan kesepakatan-kesepakatan menurut pasal-pasal 69 dan 70, Negara-negara Peserta, kecuali jika mereka menyepakati secara lain, harus mencantumkan sebuah ketentuan perihal langkah-langkah-langkah-langkah yang hendak mereka ambil untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya sebuah perselisihan ihwal interpretasi dan penerapan daripada kesepakatan tersebut, dan mengenai bagaimana mereka akan bertindak kalau timbul juga suatu pertengkaran.
Pasal 298
Pengecualian-pengecualian opsional terhadap berlakunya bagian 2
1.       Pada saat menandatangani, meratifikasi atau aksesi pada Konvensi ini atau pada setiap saat setelah itu, sebuah Negara mampu, tanpa meminimalkan keharusan-kewajibannya yang muncul berdasarkan bab 1, menyatakan secara tertulis bahwa dia tidak menerima salah satu atau lebih ketimbang prosedur-mekanisme yang ditentukan dalam bagian 2 berkenaan dengan salah satu atau lebih daripada klasifikasi-kategori sengketa yang berikut :
(a)—(i)       sengketa ihwal interpretasi atau penerapan pasal-pasal 15, 74 dan 83 yang bertalian dengan penetapan perbatasan bahari, atau sengketa yang menyangkut teluk bersejarah atau hak sejarah dengan ketentuan-ketentuan bahwa suatu Negara yang sudah membuat pernyataan demikian mesti, kalau sengketa demikian muncul sesudah mulai berlakunya Konvensi ini dan dalam hal tidak tercapainya suatu kesepakatan dalam perundingan-negosiasi diantara para pihak, atas permintaan salah satu dilema itu pada konsiliasi berdasarkan Lampiran V, bagian 2; dan dengan ketentuan pula (lebih lanjut) bahwa setiap sengketa yang dengan sendirinya (bagaimanapun juga) meliputi dipertimbangkannya secara serempak sesuatu sengketa yang belum teratasi berkenaan dengan kedaulatan atau hak-hak lain atas kawasan daratan atau pulau dikecualikan dari penyerahan masalah demikian;
(ii)     sesudah Panitia pendamai memberikan laporannya, yang harus mencantumkan alasan-alasan yang menjadi dasarnya itu, maka para pihak yang bersengketa mesti merundingkan suatu persetujuan menurut laporan itu; kalau perundinganperundingan ini tidak menciptakan sebuah persetujuan, maka para pihak atas persetujuan bersama, harus menyerahkan masalah itu pada salah satu mekanisme yang ditetapkan dalam bab 2, kecuali kalau para pihak bersepakat secara lain;
(iii)    sub-ayat ini tidak berlaku bagi setiap sengketa perbatasan bahari yang telah teratasi secara tuntas dengan suatu pengaturan antara pihak atau bagi sesuatu sengketa demikian yang harus tertuntaskan sesuai dengan sebuah kesepakatanbilateral atau multilateral yang mengikat bagi para peihak tersebut.
(b)     sengketa perihal aktivitas-acara militer, termasuk kegiatan-aktivitas militer oleh kapal-kapal dan pesawat udara pemerintah yang melaksanakan dinas non-komersial, dan sengketa ihwal acara-aktivitas penegakan hukum berkenaan dengan pelaksanaan hak-hak berdaulat atau yurisdiksi yang dikecualikan dari yurisdiksi suatu pengadilan atau mahkamah menurut pasal 297 ayat 2 atau 3;
(c)     sengketa-sengketa yang bekerjasama dengan mana Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa sedang melaksanakan fungsi-fungsi sebagaimana ditentukan oleh Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, kecuali jika Dewan Keamanan memutuskan untuk menghapuskan kasus itu dari agendanya atau menyerukan terhadap para pihak untuk menyelesaikannya dengan cara yang ditentukan dalam Konvensi ini.
2.       Suatu Negara Peserta yang telah membuat pernyataan berdasarkan ayat 1 dapat setiap waktu menariknya kembali, atau menyetujui untuk menyerahkan sebuah sengketa yang dikecualikan oleh pernyataan demikian terhadap suatu mekanisme yang diputuskan dalam Konvensi ini.
3.       Suatu Negara Peserta yang sudah membuat pernyataan berdasarkan ayat 1 tidak berhak untuk menyerahkan sesuatu sengketa yang tergolong klasifikasi sengketa yang dikecualikan tersebut kepada salah satu prosedur dalam konvensi ini melawan Negara Peserta lain, tanpa persetujuan pihak itu.
4.       Apabila salah satu Negara Peserta sudah menciptakan pernyataan berdasarkan ayat 1 (a) setiap negara Peserta lain mampu menyerahkan sesuatu sengketa yang termasuk suatu klasifikasi yang dikecualikan melawan pembuat pernyataan itu pada prosedur yang disebut dalam pernyataan demikian.
5.       Suatu pernyataan baru, atau penarikan kembali suatu pernyataan, sebagaimanapun juga tidak menghipnotis penyelesaian kasus yang sedang berlangsung di hadapan sebuah pengadilan atau mahkamah sesuai dengan ketentuan-ketentuan pasal ini, kecuali kalau para pihak bersepakat secara lain.
6.       Pernyataan dan pengumuman penarikan kembali pernyataan menurut pasal ini harus didepositkan pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mau meneruskan salinan-salinan (copies) kepada Negara-negara Peserta.
Pasal 299
Hak-hak para penerima untuk menyepakati suatu prosedur
1.       Satu sengketa yang dikecualikan berdasarkan pasal 297 atau dikecualikan dengan sebuah pernyataan yang dibuat menurut pasal 298 dari prosedur-prosedur penyelesaian sengketa sebagaimana ditentukan dalam bagian 2, mampu diserahkan pada prosedur-prosedur demikian cuma dengan kesepakatan para pihak dalam sengketa.
2.       Tiada satupun dalam bab ini menghemat hak para pihak lain dalam sengketa untuk menyetujui sesuatu prosedur lain untuk menyelesaikan sengketa demikian atau untuk mencapai suatu solusi yang dekat.
Pasal 300
Itikad baik dan penyalahgunaan hak
Negara-negara Peserta harus memenuhi dengan itikad baik (in good faith) keharusan-kewajiban yang dipikulkan menurut Konvensi ini dan harus melakukan hak-hak, yurisdiksi dan keleluasaan-kebebasan yang diakui dalam Konvensi ini dengan cara yang tidak akan ialah sebuah penyalahgunaan hak.

Pasal 301
Penggunaan bahari untuk maksud-maksud tenang
Dalam melakukan hak-hak dan melakukan kewajiban-kewajibannya menurut Konvensi ini, Negara-negara Peserta mesti menghindarkan diri dari setiap penggunaan ancaman atau kekerasan terhadap keutuhan kawasan atau kemerdekaan politik Negara manapun atau dengan cara lain apapun yang tercantum tidak konsisten dengan azas-azas aturan internasional yang terkandung dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pasal 302
Pengungkapan berita
Dengan tidak meminimalkan hak suatu Negara Peserta untuk menempuh mekanisme-mekanisme solusi sengketa yang diputuskan dalam Konvensi ini, tidak satupun ketentuan dalam Konvensi ini mesti diartikan mengharuskan suatu Negara Peserta, dalam memenuhi kewajibannya berdasarkan ketentuan Konvensi ini, untuk menawarkan berita yang pengungkapannya bertentangan dengan kepentingan essensial keamanannya.
Pasal 303
Benda-benda purbakala dan benda-benda bersejarah yang didapatkan di bahari (Archaeological amd historical objects found at sea)
1.       Negara-negara berkewajibn untuk melindungi benda-benda purbakala dan benda-benda bersejarah yang didapatkan di laut dan mesti bekerja sama untuk tujuan ini.
2.       Untuk mengatur peredaran benda-benda demikian Negara pantai mampu, dalam menerapkan pasal 33, menganggap bahwa diambilnya benda-benda tersebut dari dasar maritim dalam tempat yang dimaksudkan dalam pasal itu, tanpa kesepakatan Negara pantai bersangkutan akan ialah suatu pelanggaran dalam kawasan atau maritim teritorialnya, kepada hukum dan peraturan-peraturan perundang-undangan yang dimaksudkan dalam pasal tersebut.
3.       Tiada satupun dalam pasal ini menghipnotis hak-hak para pemilik yang dapat dikenai aturan pengangkatan kerangka kendaraan air atau lain-lain peraturan wacana pelayaran atau aturan dan praktek yang berkenaan dengan pertukaran kebudayaan.
4.       Pasal ini tidak meminimalkan arti daripada perjanjian-persetujuaninternasional dan peraturan aturan internasional lainnya wacana santunan benda-benda purbakala dan benda-benda bersejarah.
Pasal 304
Tanggungjawab dan keharusan untuk ganti rugi
Ketentuan-ketentuan Konvensi ini yang berkenaan dengan tanggung jawab dan keharusan untuk ganti rugi tidak mengurangi berlakunya peraturan-peraturan yang ada dan pengembangan peraturan-peraturan lebih lanjut ihwal tanggung jawab dan kewajiban untuk ganti rugi berdasarkan hukum internasional.
Pasal 305
Penandatanganan
1.       Konvensi ini terbuka untuk penandatanganan oleh :
(a)     semua negara;
(b)     Namibia, diwakili oleh Dewan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Namibia;
(c)     semua negara yang berpemerintahan sendiri yang berasosiasi dengan negara lain yang sudah menentukan status itu dalam suatu langkah-langkah penentuan nasib sendiri yang diawasi dan disetujui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa sesuai dengan Resolusi Majelis Umum 1514 (XV) dan yang memiliki kompetensi atas persoalan-dilema yang diatur oleh Konvensi ini, teramsuk kompetensi untuk berpartisipasi dalam perjanjian-kesepakatanyang bertalian dengan masalah-persoalan itu;
(d)     semua negara yang berpemerintahan sendiri yang berasosiasi dengan Negara lain yang tepat dengan piagam asosiasi masing-masing, memiliki kompetensi atas dilema-persoalan yang dikelola oleh Konvensi ini, tergolong kompetensi untuk berpartisipasi dalam perjanjian-kontrakyang bertalian dengan dilema-problem itu;
(e)     semua kawasan yang menikmati pemerintahan sendiri dalam negeri secara penuh, diakui secara demikian oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, tetapi tidak mencapai kemerdekaan sarat sesuai dengan Resolusi Majelis Umum 1514 (XV) dan yang mempunyai kompetensi atas dilema-problem yang dikontrol oleh Konvensi ini, tergolong kompetensi untuk berpartisipasi dalam perjanjian-persetujuanyang bertalian dengan dilema-persoalan itu;
(f)      organisasi-organisasi internasional, sesuai dengan Lampiran IX.
2.       Konvensi ini tetap terbuka untuk penandatanganan hingga 9 Desember 1984 pada Kementrian Luar Negeri Jamaica dan juga, semenjak 1 Juli 1983 sampai 9 Desember 1984, pada Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York.
Pasal 306
Ratifikasi dan konfirmasi formal
Konvensi ini memerlukan pengesahan oleh Negara-negara dan satuan-satuan yang lain yang dimaksudkan dalam pasal 305 ayat 1 (b), (c), (d) dan (e), pada konfirmasi formal, sesuai dengan Lampiran IX, oleh badan-badan, satuan-satuan yang dimaksudkan dalam pasal 305 ayat 1 (f). Piagam Ratifikasi dan konfirmasi formal harus didepositkan pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pasal 307
A k s e s i
Konvensi ini tetap terbuka untuk aksesi oleh Negara-negara dan satuan-satuan lain yang dimaksud dalam pasal 305. Aksesi oleh satuan-satuan yang dimaksudkan dalam pasal 305 ayat 1 (f), harus sesuai dengan Lampiran IX. Piagam Aksesi mesti didepositkan pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Pasal 308
Saat mulai berlaku
1.       Konvensi ini berlaku 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pendepositan piagam tarifikasi atau aksesi yang ke-60.
2.       Bagi setiap Negara yang meratifikasi atau aksesi pada Konvensi ini sesudah pendepositan piagam ratifikasi atau aksesi, Konvensi mulai berlaku pada hari ketigapuluh sesudah saat pendepositan piagam pengesahan atau aksesinya, dengan tunduk pada ketentuan ayat 1.
3.       Majelis Otorita mesti bersidang pada tanggal mulai berlakunya Konvensi ini dan mesti memilih Dewan Otorita Dewan yang pertama mesti dibuat dengan cara yang konsisten dengan tujuan pasal 161 kalau ketentuan pasal tersebut tidak dapat diterapkan secara murni.
4.       Ketentuan-ketentuan, peraturan-peaturan dan prosedur prosedur yang dirancang Komisi Persiapan harus diterapkan secara provosional sambil menunggu penerimaannya secara resmi oleh Otorita sesuai dengan Bab XI.
5.       Otorita dan badan-badannya harus bertindak sesuai dengan Resolusi II Konperensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Ketiga wacana Hukum Laut yang bertalian dengan investasi, pesiapan dan keputusan-keputusan Komisi Persiapan yang diambil berdasarkan resolusi tersebut.
Pasal 309
Persyaratan dan pengecualian
Tidak ada kriteria atau pengecualian yang dapat diajukan kepada Konvensi ini kecuali secara tegas diijinkan oleh pasal-pasal lain Konvensi ini.
Pasal 310
Deklarasi dan Pernyataan
Pasal 309 tidak menghalangi suatu Negara untuk, saat menandatangani, meratifikasi atau aksesi pada Konvensi ini, membuat deklarasi-deklarasi atau pernyataan-pernyataan, bagaimanapun dirumuskan atau dinamakan, dengan maksud, inter alia, untuk menyelaraskan hukum dan perundang-undangannya dengan ketentuan-ketentuan konvensi ini, asalkan deklarasi atau pernyataan demikian tidak dimaksudkan untuk mengenyampingkan atau merubah akhir hukum daripada ketentuan-ketentuan Konvensi ini dalam penerapannya kepada Negara tersebut.
Pasal 311
Hubungan dengan konvensi-konvensi dan perjanjian-perjanjian
internasional yang lain
1.       Terhadap Negara-negara Peserta, Konvensi ini mesti diutamakan atas Konvensi-konvensi Jenewa perihal Hukum Laut 29 April 1958.
2.       Konvensi ini tidak mengganti hak-hak dan keharusan-kewajiban Negara-negara Peserta yang timbul dari perjanjian-kontraklain yang sejalan dengan Konvensi ini dan yang tidak menghipnotis dinikmatinya hak-hak atau pelaksanaan keharusan-keharusan oleh Negara-negara Peserta lain berdasarkan Konvensi ini.
3.       Dua atau lebih Negara Peserta mampu membuat perjanjian-kontrakyang merubah atau menunda berlakunya ketentuan-ketentuan Konvensi ini, yang dapat dipraktekkan hanya kepada relasi antara mereka, asalkan kesepakatandemikian tidak berkenaan dengan suatu ketentuan yang penyimpangan dari padanya tidak sejalan dengan pelaksanaan yang efektif dan maksud serta tujuan Konvensi ini, dan asalkan berikutnya perjanjian-perjanjian demikian tidak mensugesti penerapan prinsip-prinsip dasar yang terkandung di dalam Konvensi ini, dan bahwa ketentuan-ketentuan kontrakdemikian tidak mensugesti dinikmatinya hak-hak atau pelaksanaan keharusan-keharusan berdasarkan Konvensi ini oleh Negara Peserta lain.
4.       Negara-negara Peserta yang bermaksud membuat perjanjian-kontraksebagaimana dimaksud pada ayat 3 mesti memebrita Negara Peserta lainnya melalui penyimpanan (depositary) Konvensi ini maksud mereka untuk membuat kontrakdan wacana pergeseran atau penundaan yang ditentukan.
5.       Pasal ini tidak mempengaruhi perjanjian-kesepakataninternasional yang secara tegas diizinkan atau dipertahankan oleh pasal-pasal lain Konvensi ini.
6.       Negara-negara Peserta bersepakat bahwa tidak akan ada amandemen kepada prinsip dasar yang berafiliasi dengan warisan bareng umat insan (the common heritage of mankind) yang dikontrol dalam pasal 136 dan bahwa mereka tidak akan menjadi peserta pada kesepakatanapapun yang menyimpang dari padanya.
Pasal 312
Amandemen
1.       Setelah berakhirnya suatu era 10 tahun semenjak tanggal berlakunya Konvensi ini, sebuah Negara Peserta dapat merekomendasikan secara tertulis terhadap Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, amandemen-amandemen tertentu terhadap Konvensi ini, lain daripada yang bertalian dengan aktivitas di Kawasan, dan meminta untuk diselenggarakannya sebuah konperensi untuk membahas amandemen-amandemen yang dianjurkan itu Sekretaris Jenderal harus mengedarkan permintaan tersebut terhadap semua Negara Peserta. Jika dalam 12 bulan semenjak tanggal diadakannya undangan tersebut, tidak kurang dari setengah Negara-negara Peserta memberi balasan yang mendukung ajakan itu, Sekretaris Jenderal mesti menyelenggarakan konperensi tersebut.
2.       Prosedur pengambilan keputusan yang dipraktekkan pada konperensi yang membicarakan amandemen harus sama dengan yang dipraktekkan pada konperensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Ketiga ihwal Hukum Laut kecuali bila diputuskan lain oleh konperensi. Konperensi harus berupaya meraih janji terhadap amandemen dengan cara konsensus dan dihentikan ada pemungutan suara kepada amandemen-amandemen tersebut sampai segala usaha untuk mencapai konsensus telah habis ditempuh.
Pasal 313
Amandemen dengan prosedur yang disederhanakan
1.       Suatu Negara Peserta mampu merekomendasikan secara tertulis terhadap Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, sebuah amandemen terhadap Konvensi, lain dibandingkan dengan sebuah amandemen yang bertalian dengan acara di Kawasan, untuk diterima dengan mekanisme yang disederhanakan yang ditentukan dalam pasal ini tanpa mengadakan suatu konperensi. Sekretaris Jenderal mesti mengedarkan undangan tersebut kepada semua Negara Peserta.
2.       Jikalau, dalam suatu kala 12 bulan sejak tanggal diedarkannya seruan tersebut, suatu Negara Peserta mengajukan keberatan kepada amandemen yang dianjurkan itu atau terhadap permintaan untuk mendapatkannya dengan prosedur yang disederhanakan, maka amandemen tersebut mesti dianggap ditolak Sekretaris Jenderal mesti secepatnya memberitahukan kepada semua Negara Peserta bahwa amandemen yang dianjurkan itu sudah diterima.
3.       Jikalau, 12 bulan semenjak tanggal diedarkannya permintaan tersebut, tidak ada Negara Peserta yang mengajukan keberatan terhadap seruan amandemen yang direkomendasikan itu atau kepada itu harus dianggap diterima. Sekretaris Jenderal mesti memberitahukan kepada semua Negara Peserta bahwa amandemen yang disarankan itu telah diterima.

Pasal 314
Amandemen-amandemen terhadap konvensi-konvensi ini
yang secara ekskusif bertalian dengan acara-acara di Kawasan
1.       Suatu Negara Peserta dapat merekomendasikan secara tertulis terhadap Sekretaris Jenderal Otorita sebuah amandemen kepada ketentuan-ketentuan Konvensi ini yang secara eksklusif bertalian dengan kegiatan-acara di tempat tergolong Lampiran VI bab 4. Sekretaris Jenderal mesti mengedarkan usul tersebut kepada semua Negara Peserta. Amandemen yang dianjurkan itu harus tunduk pada kesepakatan oleh Majelis setelah amandemen itu disetujui oleh Dewan. Wakil-wakil Negara-negara Peserta dalam tubuh-tubuh tersebut mesti memiliki kekuasaan penuh untuk membicarakan dan menyepakati amandemen yang disarankan itu. Amandemen yang diusulkan itu sebagaimana disetujui oleh Dawan dan Majelis harus dianggap diterima.
2.       Sebelum disetujuinya suatu amandemen menurut ayat 1, Dewan dan Majelis mesti menjamin bahwa amandemen itu tidak merugikan tata cara eksplorasi dan eksploitasi sumber kekayaan Kawasan, sambil menanti Konperensi Peninjauan Kembali sesuai dengan pasal 155.
Pasal 315
Penandatanganan, ratifikasi aksesi pada dan
naskah sahih amandemen
1. Sekali diterima, amandemen-amandemen terhadap Konvensi ini mesti terbuka bagi penandatanganan oleh Negaranegara Peserta selama 12 bulan semenjak tanggal diterima, pada Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, kecuali diputuskan lain dalam amandemen itu sendiri.
2. Pasal 306, 307 dan 320 berlaku untuk semua amandemen terhadap Konvensi ini.
Pasal 316
Mulai berlakunya amandemen
1. Amandemen-amandemen terhadap Konvensi ini, selain dibandingkan dengan yang dimaksudkan dalam ayat 5, harus mulai berlaku bagi Negara-negara Peserta yang meratifikasi atau mengaksesinya pada hari ke tigapuluh sehabis pendepositan piagam pengesahan atau aksesi oleh dua pertiga Negara-negara Peserta atau oleh 60 Negara-negara Peserta, tergantung mana yang lebih besar jumlahnya. Amandemen demikian tidak mempengaruhi dinikmatinya hak-hak atau pelaksanaan keharusan-kewajiban oleh Negara-negara Peserta lain berdasarkan Konvensi ini.
2. Suatu amandemen dapat menentukan bahwa untuk mulai belakunya amandemen itu dibutuhkan jumlah ratifikasi atau aksesi yang lebih besar ketimbang yang disyaratkan oleh pasal ini.
3. Bagi setiap Negara Peserta yang meratifikasi atau mengaksesi sebuah amandemen yang dimaksudkan dalam ayat 1 sesudah pendepositan jumlah piagam ratifikasi atau aksesi yang disyaratkan, amandemen itu mulai berlaku pada hari ke tigapuluh setelah pendepositan piagam pengesahan atau aksesinya.
4. Suatu Negara yang menjadi Peserta pada Konvensi ini sehabis mulai berlakunya suatu amandemen sesuai dengan ayat 1 mesti, jikalau tidak ada suatu pernyataan niat yang berlainan oleh Negara tersebut :
(a) dianggap selaku Peserta pada Konvensi ini sebagaimana sudah diamandemen; dan
(b) dianggap selaku Peserta pada Konvensi yang belum diamandemenkan dalam hubungan dengan sesuatu Negara Peserta yang tidak terikat pada amandemen itu.

5. Amandemen apapun yang bertalian secara eksklusif dengan aktivitas-aktivitas di Kawasan dan amandemen apapun terhadap Lampiran VI mesti mulai berlaku kepada semua Negara Peserta satu tahun setelah pendepositan piagam pengesahan atau aksesi oleh tiga perempat Negara-negara Peserta.
6. Suatu Negara yang menjadi Peserta pada Konvensi ini sesudah mulai berlakunya amandemen-amandemen sesuai dengan ayat 5 mesti dianggap selaku Peserta pada Konvensi ini sebagaimana telah diamandemen.
Pasal 317
Penyangkalan
1.       Suatu Negara Peserta mampu dengan keterangansecara tertulis yang dialamatkan terhadap Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, menyangkal Konvensi ini dan dapat mengemukakan alasannya. Tidak adanya alasan yang dikemukakan tidak mensugesti keabsahan penyangkalan itu. Penyangkalan tersebut mulai berlaku satu tahun sesudah tanggal diterimanya keteranganitu, kecuali jikalau keteranganitu menyebutkan tanggal yang lalu.
2.       Suatu Negara tidak dibebaskan, dengan alasan penyangkalan itu, dari kewajiban-kewajiban finansial dan kontraktual yang muncul pada waktu dia menjadi Peserta pada Konvensi ini, tidak pula penyangkalan itu menghipnotis hak, kewajiban atau keadaan aturan apapun dari Negara itu yang muncul lewat pelaksanaan Konvensi ini, sebelum Konvensi ini berhenti berlaku bagi Negara itu.
3.       Penyangkalan itu dengan cara apapun tidak menghipnotis peran Negara Peserta manapun untuk memenuhi keharusan apapun yang terkandung dalam Konvensi ini untuk mana Negara tersebut tunduk pada hukum internasional terlepas dari Konvensi ini.
Pasal 318
Status Lampiran
Lampiran ialah bab integral Konvensi ini dan, kecuali dengan tegas ditentukan lain, suatu penunjukan terhadap Konvensi ini atau terhadap salah satu Bab-nya termasuk penunjukan kepada Lampiran-lampiran yang bertalian dengannya.
Pasal 319
Penyimpanan
1.       Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah penyimpan Konvensi ini dan amandemen-amandemen terhadapnya.
2.       Disamping fungsinya sebagai depositari Sekretaris Jenderal mesti :
(a) melaporkan terhadap semua Negara Peserta, Otorita dan organisasi interna-sional yang kompeten, tentang masalah yang bersifat biasa yang timbul berkenaan dengan Konvensi ini;
(b) memberitahukan Otorita sebaik mengenai ratifikasi dan konfirmasi formal dan aksesi pada Konvensi ini serta amandemen terhadapnya, maupun mengenai penyangkalan kepada Konvensi ini;
(c) mengumumkan Negara-negara Peserta perihal kesepakatan-kesepakatan sesuai dengan Pasal 311 ayat 4;
(d) mengedarkan amandemen-amandemen yang sudah diterima sesuai dengan Konvensi ini terhadap Negara-negara Peserta untuk keperluan pengesahan atau aksesi;
(e) menyelenggarakan konferensi Negara-negara Peserta yang dibutuhkan sesuai dengan Konvensi ini.
3.– (a) Sekretaris Jenderal juga harus menyampaikan terhadap para peninjau yang dimaksud dalam pasal 156 :
(i) laporan-laporan dimaksud dalam ayat 2 (a);
(ii) pemberitahuan-keteranganyang dimaksud dalam ayat 2 (b) dan (c); dan
(iii) naskah amandemen yang dimaksud dalam ayat 2 (d), untuk isu bagi mereka.
(b) Sekretaris Jenderal mesti pula mengundang para peninjau tersebut untuk berpartisipasi selaku peninjau pada pertemuan-pertemuan Negara-negara Peserta yang dimaksud dalam ayat 2 (e).
Pasal 320
Naskah Otentik
Asli Konvensi ini, yang naskahnya dalam bahasa Arab, Tionghoa, Inggris, Perancis, Rusia dan Spanyol adalah sama-sama asli, harus, dengan tunduk pada pasal 305 ayat 2, didepositkan pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
SEBAGAI TANDA BUKTI, yang Berkuasa Penuh yang bertandatangan di bawah ini, yang dikuasakan sebagaimana mestinya untuk itu, telah menandatangani Konvensi ini.
DIBUAT DI MONTEGO BAY, pada tanggal sepuluh bulan Desember, tahun seribu sembilan ratus delapan puluh dua.