Puji syukur aku panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, sebab atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya mampu menuntaskan makalah ini. Dalam makalah ini saya menerangkan perihal Tindak Pidana atau Delik. Makalah ini saya buat dalam rangka memperdalam matakuliah Hukum Pidana. Saya menyadari, dalam makalah ini masih banyak kesalahan dan kelemahan. Hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan, wawasan dan pengalaman yang saya miliki. Oleh alasannya itu, saya mengharapkan kritik dan nasehat. Demi perbaikan dan kesempurnaan. Semoga makalah ini mampu berfaedah bagi kita semua.
Makassar, 15 Juni 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ………………………………………………………………………………………………… i
Daftar isi ………………………………………………………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………………………………… 1
BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………………………………………. 2
A. Pengertian Delik ………………………………………………………………………………………… 2
B. Unsur-Unsur Delik …………………………………………………………………………………….. 2
C. Jenis-Jenis Delik ……………………………………………………………………………………….. 5
D. Asas Delik …………………………………………………………………………………………………. 7
BAB III PENUTUP ………………………………………………………………………………………… 8
Kesimpulan …………………………………………………………………………………………………… 8
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………………………. 9
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap Negara pastinya mempunyai hukum masing-masing untuk menangani kasus-perkara kejahatan yang terjadi di negaranya. Setiap perkara kejahatan tentunya berlainan-beda aturan yang akan berlaku, misalnya di Indonesia tindak kejahatan terbagai-bagi ada kejahatan yang dipandang ringan mirip mencuri ada kejahatan yang di pandang berat mirip mutilasi atau pembunuhan. oleh alasannya itu, untuk mengetahui hukum yang berlaku bagi setiap langkah-langkah kejahatan itu, harus mempelajari tentang aturan pidana yang membahas tentang tindakan melawan hukum atau sering disebut dengan Delik.
Dalam delik (tindakan melawan hukum ) akan berlaku eksekusi yang telah dinilainya, dalam hal ini, kitab undang-undang hukum pidana yang berisikan pasal-perpasal, dalam pasal-pasal tersebut terdapat hukuman yang berlaku bagi siapapun yang melanggarnya atau berlawanan dengan aturan itu. Jika perbuatan yang dilakukan tidak dikelola atau tidak terdapat dalam kitab undang-undang hukum pidana dan Undang-undang maka tindakan itu dinilai bukan merupakan tindak kriminal.
Untuk mempelajari mengenai Delik, kiranya akan lebih gampang mendapatkan kejelasannya bila terlebih dulu dipelajari Hukum Pidana yang membicarakan wacana Delik secara luas maupun khusus. Tentunya sebagai warga Negara Indonesia kita di kehendaki untuk mengetahui bagaimana aturan di Indonesia sehingga dapat membangun hukum yang ada dinegara ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Delik
1. Menurut Prof Simons
Kelakuaan yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang bekerjasama dengan kesalahan dan yang dikerjakan oleh orang bisa bertanggung jawab.
2. Menurut Meoljatno
Perbuatan yang dihentikan oleh suatu hukum aturan, larangan mana diikuti bahaya (hukuman) berupa pidana tertentu bagi barangsiapa yang melanggar larangan tersebut.
3. Menurut Teguh Prasetyo
Perbuatan yang melanggar aturan dilaksanakan dengan kesalahan oleh orang yang bisa bertanggung jawab dan pelukanya diancaman dengan pidana.
B. Unsur – Unsur Delik
Unsur-unsur tindak kriminal dapat dibedakan setidak-tidaknya dari dua sudut pandang, ialah: a. dari sudut teoritis, dan dua dari sudut undang-undang. Teoritis artinya berdasarkan usulan andal aturan, yang tercermin dalam suara rumusannya. Sementara itu, sudut undang-undang yakni bagaimana kenyataan tindakan melawan hukum itu dirumuskan menjadi tindak kriminal tertentu dalam pasal-pasal peraturan perundang-seruan yang ada.
a. Unsur Tindak Pidana Menurut Beberapa Teoritis
Unsur-Unsur yang ada dalam tindak kriminal yaitu melihat bagaimana bunyi rumusan yang dibuatnya. Beberapa pola, diambilkan dari batasan tindak kriminal oleh teoritis yang sudah dibicarakan di muka, adalah Moeljatno, R.Tresna, dan Vos.
Menurut Moejatno, komponen tindak pidana ialah:
1) Perbuatan
2) Yang dilarang (oleh hukum aturan)
3) Ancaman pidana (bagi yang melanggar larangan)
Perbuatan insan saja yang boleh tidak boleh, oleh hukum aturan. Berdasarkan kata majemuk tindakan pidana, maka pokok pengertian ada pada perbuatan itu , tapi tidak di pisahkan dengan orangnya. Ancaman (diancam) dengan pidana menggambarkan bahwa tidak mesti tindakan itu dalam kenyataannya betul-betul dipidana. Pengertian diancam merupakan pemahaman umum, yang artinya pada umumnya dijatuhi pidana. Apakah inconcerto orang yang melakukan perbuatanitu dijatuhi pidana ataukah tidak ialah hal lainnya dari pemahaman perbuatan pidana. Dari rumusan R. Tresna di muka, tindak kriminal berisikan unsur-komponen, yakni: 1) Perbuatan/rangkaian perbuaatan (insan)
2) Yang bertentangan dengan peraturan perundang-undagan
3) Diadakan tindakan penghukuman.
Dari bagian yang ketiga, kalimat diadakan penghukuman, terdapat pengertin bahwa seolah-olah setiap tindakan yang dihentikan itu selalu dibarengi oleh penghukuman (pemidanaan), berlainan dengan Moejatno, karena kalimat diancam pidana memiliki arti perbuatan itu tidak senantiasa dan tidak dengan demikian dijatuhi pidana. Walaupun mempunyai kesan bahwa setiap perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang senantiasa disertai dengan pidana, namun dalam komponen-komponen itu tidak terdapat kesan perihal syarat-syarat (subjektif) yang melekat pada orangnya untuk mampu dijatuhkan pidana.
Menurut batas-batas yang dibuat oleh Vos, maka unsur-unsur tindak kriminal, adalah: 1) Kelakuan insan
2) Diancam dengan pidana
3) Dalam peraturan perundang-usul
Dapat dilihat bahwa pada unsure-unsur dari tiga batas-batas penganut paham dualisme tersebut, tidak ada perbedaan, yakni bahwa tindakan melawan hukum itu yakni perbuatan manusia yang dilarang, diangkut dalam undang-undang, dan diancam pidana bagi yang melakukannya. Dari bagian-unsur yang ada jelas terlihat bahwa unsur-bagian tersebut tidak menyangkut diri si pembuat atau dipidannya pembuat, semata-mata perihal perbuatannya.
b. Unsur Rumusan Tindak Pidana dalam Undang-Undang
Buku 11 kitab undang-undang hukum pidana memuat rumusan-rumusan tentang tindak kriminal tertentu yang masuk dalam kalangan kejahatan, dan buku 111 menampung pelanggaran. Ternyata ada unsur yang senantiasa disebutkan dalam setiap rumusan. Yakni perihal tingkah laku atau perbuatan walaupun ada perkecualian mirip Pasal 351 (penganiayaan). Unsur kesalahan dan melawan aturan kadang-kadang dicantumkan, dan terkadang juga tidak dicantumkan. Sama sekali tidak dicantumkan perihal unsur kesanggupan bertanggung jawab. Di samping itu, banyak mencantumkan unsur-unsur yang lain baik sekitar atau mengenai objek kejahatan maupun tindakan secara khusus untuk rumusan tertentu.
Dari rumusan-rumusan tindakan melawan hukum tertentu dalam KUHP itu dapat diketahui adanya 11 bagian tindak kriminal adalah:
1) Unsur tingkah laris
2) Unsur melawan hukum
3) Unsur kesalahan
4) Unsur akibat konstitutif
5) Unsur kondisi yang menyertai
6) Unsur syarat aksesori untuk dapatnya dituntut pidana
7) Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana
8) Unsur syarat pelengkap untuk dapatnya dipidana
9) Unsur objek aturan tindak kriminal
10) Unsur mutu subjek hukum tindak kriminal
11) Unsur syarat embel-embel untuk memperingan pidana.
Dari 11 bagian itu, dianataranya dua unsur, yaitu kesalahan dan melawan hukum yang termasuk komponen subjektif, sedangkan selebihnya berupa komponen objektif. Unsur melawan aturan ada kalanya bersifat objektif, misalnya melawan aturan perbuatan mengambil pada pencurian (362) terletak bahwa dalam mengambil itu di luar persetujuan atau kehendak pemilik (melawan aturan objektif), atau pada Pasal 251 pada kalimat tanpa izim pemerintah, juga pada pasal 253 pada kalimat menggunakan cap asli secara melawan hukum ialah berupa melawan aturan objektif. Akan namun, ada juga melawan aturan subjektif misalnya melawan hukum dalam penipuan (oplichting, 378), pemerasatan (afpersing, 368), pengancaman (afdereiging, 369 di mana disebutkan maksud untuk menguntungkan diri atau orang lain secara melawan hukum. Begitu juga unsur melawan hukum pada tindakan memiliki dalam penggelapan (372) yang bersifat subjektif, artinya terdapat kesadaran bahwa memiliki benda orang lain yang ada dalam kekuasaann yakni merupakan celaan masyarakat. Sedangkan berdasarkan rumusan Delik yang terdapat dalam KUHP, maka mampu dimengerti ada dua komponen delik ialah:
1) Unsur perbuatan (bagian obyektif), ialah
a) Mencocokan rumusan delik
b) Melawan aturan (tidak ada alasan pembenar)
2) Unsur pembuat (unsur subyektif), ialah:
a) Adanya kesalahan (berisikan dolus atau culpa);
b) Dapat dipertanggungjawabkan )tidak ada argumentasi pemaaf).
Terhadap perbuatan Delik mampu dibedakan menjadi dua bentuk, adalah kejahatan dan pelanggaran. Kejahatan (misdrijven) menunjuk kepada sebuah tindakan yang berdasarkan nilai-nilai kemasyarakatan dianggap selaku tindakan tercela, meskipun tidak diatur dalam ketentuan undang-undang Sedangkan pelanggaran menunjuk pada tindakan yang oleh masyarakat dianggap bukan sebagai perbuatan tercela, namun dianggapnya selaku perbuatan Delik sebab ditentukan oleh undang-undang.
C. Jenis-jenis Delik
1. Delik Kejahatan yakni delik yang tercantum dalam buku II kitab undang-undang hukum pidana. Kasus pembunuhan berniat tersebut dikelola dalam pasal 340 KUHP yang berada dalam buku II KUHP wacana kejahatan, sehingga kasus tersebut digolongkan dalam delik kejahatan.
2. Delik Materil yaitu tindak kriminal yang rumusannya melarang suatu perbuatan/tindakan dengan mempersoalkan balasannya. Kasus tersebut merupakan masalah pembunuhan, dimana selesainya tindakan melawan hukum setelah telah dilakukannya pembunuhan tersebut dengan mempersoalkan kesannya yaitu hilangnya nyawa seseorang.
3. Delik Komisionis ialah tindakan aktif (active handeling) yang dilarang untuk pelanggarannya diancam pidana. Kasus tersebut ialah delik yang dilarang dilakukan, sebagaimana tertera dalam Pasal 340 KUHP ihwal pembunuhan dengan dipikirkan lebih dahulu. Pembunuhan berniat ini merupakan tindakan yang tidak boleh dilakukan
4. Delik dolus (sengaja) adalah suatu keinginanatau cita-cita untuk melakukan suatu tindakan yang didorong oleh pemenuhan nafsu (motif). Dalam kasus pembunuhan tersebut, pelaku sudah menyiapkan martil dan memukulkannya dengan sengaja untuk mengetahui apakah korban kebal atau tidak dan menimbulkan korban tewas.
5. Delik Biasa yakni suatu tindak pidana yang penuntutannya mampu dikerjakan kalau dilaporkan atau karena tertangkap basah. Kasus pembunuhan tersebut mampu dilaporkan siapa saja dan laporan tersebut tidak mampu dicabut kembali dimana bahkan tidak butuhadanya laporan alasannya polisi mampu menyelesaikan delik tersebut, serta delik laporan pembunuhan ini tidak dapat diselesaikan di luar pengadilan / berdamai.
6. Delik dikualivisir ialah merupakan delik yang dikerjakan mempunyai unsur memberatkan pidana. Kasus pembunuhan tersebut dilakukan dengan penyusunan rencana sehingga termasuk dalam delik yang memberatkan. Selain itu langkah-langkah yang dilakukan tersangka sehabis membunuh yakni menyantap organ dalam tubuh korban, dimana menurut kitab undang-undang hukum pidana Federasi Rusia, bahwa pembunuhan dengan tujuan memperoleh organ atau jaringan tubuh, termasuk kedalam pemberatan pidana delik pembunuhan, mampu dinyatakan berlaku di Indonesia, alasannya tanda-tanda pembunuhan kejam seperti itu terjadi juga di Indonesia (menurut usulan Prof.Dr.Andi Hamzah dalam buku delik-delik tertentu (special delicten) di dalam kitab undang-undang hukum pidana).
7. Delik Selesai yakni delik tersebut sudah akhir saat delik itu terjadi. Kasus pembunuhan tersebut, dilakukan seketika yaitu menghantam dengan martil dan langsung final, tidak berlangsung terus menerus.
8. Delik Communa yaitu delik yang bisa dikerjakan oleh siapa pun tanpa terbatas oleh kualifikasi/golongan. Kasus penganiayaan tersebut, sebagaimana yang tertera pada Pasal 340 kitab undang-undang hukum pidana, mampu dilakukan oleh siapapun (WNI, WNA, atau tidak mempunyai kewarganegaraan) tanpa tersbatas seseorang tersebut berasal dari kalangan tertentu (Militer, Pegawai Negeri, dan yang lain) atau bukan
9. Delik Mandiri ialah delik yang dilakukan hanya satu kali saja. Kasus tersebut adalah pembunuhan yang hanya dilakukan satu kali selesai tanpa berlanjut.
10. Delik tunggal ialah delik yang tidak dilakukan berulang-ulang sebagai mata pencaharian (lawan dari delik berangkai).
D. Asas – asas Delik
Adapun asas yang diatur dalam KUHP selaku berikut :
1. Asas menurut waktu.
Dalam pasal 1 KUHP ada tiga asas yang dianut antara lain :
a. Asas bahwa hukum pidana cuma bersumber pada undang-undang atau hukum tertulis.
b. Asas bahwa undang-undang aturan pidana tidak boleh berlaku surut.
c. Asas bahwa hukum pidana dihentikan ditafsirkan secara analogi.
2. Asas Menurut Tempat
Asas berlakunya hukum pidana berdasarkan kawasan berguna dan berkhasiat untuk mengenali sampai dimanakah berlakunya UU aturan pidana dalam suatu Negara, apakah terhadap seseorang berlaku KUHP atau hukum asing.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
Hukum pidana yakni hukum/kaedah/norma- norma yang belaku dalam sebuah Negara. Sedangkan Delik atau tindak pidana yakni tindakan yang mampu dikenakan eksekusi karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang. Unsur-komponen tindak kriminal mampu dibedakan setidak-tidaknya dari dua sudut pandang, yakni: pertama dari sudut teoritis, dan dua dari sudut undang-undang. Teoritis artinya menurut pendapat andal aturan, yang tercermin dalam suara rumusannya. Sementara itu, sudut undang-undang yakni bagaimana kenyataan tindak pidana itu dirumuskan menjadi tindakan melawan hukum tertentu dalam pasal-pasal peraturan perundang-ajakan yang ada. Jenis-jenis delik terbagi menjadi 10 diantaranya yaitu : delik tentang kejahatan, adapun asas yang dikelola dalam KUHP yaitu asas menurut waktu dan kawasan.
DAFTAR PUSTAKA
www.wikipedia.com. Delik ( Tindak Pidana)
A.Z. Abidin Farid dan A. Hamzah, Bentuk-Bentuk Khusus Perwujudan Delik (Percobaan,
Penyertaan, dan Gabungan Delik) dan Hukum Penitensier, 2008, PT Raja Grafindo Persada : Jakarta
Drs. P.A.F. Lamintang, S.H. , Dasar – Dasar Hukum Pidana Indonesia. 1997, Citra Aditya : Jakarta.
Drs. Adami Chazawi, S.H , Pelajaran Hukum Pidana Bagian 3. 2002, PT Raja Grafindo : Jakarta.
Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, 2008, PT Bumi Aksara : Jakarta