Sistematika dan Perkembangan Peraturan Wakaf di Indonesia
Pengaturan wakaf di Indonesia sebelum kedatangan kaum penjajah dikerjakan menurut fatwa Islam yang bersumber dari kitab fikih bermazhab syafi’i. Oleh alasannya duduk perkara wakaf ini sungguh erat kaitannya dengan dilema sosial dan budpekerti di Indonesia, maka pelaksanaan wakaf itu disesuaikan dengan hukum adab yang berlaku di Indonesia, dengan tidak meminimalkan nilai-nilai ajaran Islam yang terdapat dalam wakaf itu sendiri.
1. Peraturan Wakaf Zaman Kolonial Hindia Belanda
2. Peraturan Wakaf Zaman Kemerdekaan
3. UU No. 5 Tahun 1960.
Dalam Undang-undang Pokok Agraria, duduk perkara wakaf dapat dimengerti pada pasal 5, pasal 14 ayat (1), dan pasal 49 yang menampung rumusan-rumusan sebagai berikut:
4. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dibentuk berdasarkan tiga motif utama, ialah:
Beberapa point penting yang terdapat dalam penjelasan lazim PP no. 28 Tahun 1977 yakni selaku berikut:
Unsur-bagian wakaf yang dijelaskan dalam PP ini adalah:
b. Wakif yaitu orang atau orang-orang ataupun badan aturan yang mewakafkan tanah miliknya.
c. Ikrar yaitu pernyataan keinginandari wakif untuk mewakafkan tanah miliknya.
d. Nażir yakni kelompok orang atau tubuh aturan yang diserahi peran pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf.
5. Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991 ihwal Kompilasi Hukum Islam
Beberapa catatan kepada KHI dan pelaksanaannya mampu disampaikan hal-hal selaku berikut:
Mengenai bagian-unsur wakaf, dalam KHI dijelaskan selaku berikut:
(1) Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kalangan orang badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau kebutuhan biasa lainnya sesuai dengan fatwa agama Islam.
(2) Wakif ialah orang atau orang-orang ataupun tubuh aturan yang mewakafkan benda miliknya.
(3) Ikrar yakni pernyataan keinginandari wakif untuk mewakafkan benda miliknya.
(4) Benda wakaf adalah segala benda, baik benda bergerak atau tidak bergerak yang mempunyai daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut aliran Islam.
(5) Nażir ialah golongan orang atau badan aturan yang diserahi peran pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf.
Bila perwakafan yang diatur dalam PP Nomor 28 Tahun 1977 dibandingkan dengan perwakafan yang dikelola dalam KHI intinya sama. Dalam beberapa hal, aturan perwakafan dalam Kompilasi tersebut merupakan pengembangan dan penyempurnaan pengaturan perwakafan sesuai dengan aturan Islamm di antaranya:
a. Obyek wakaf.
Menurut KHI, bahwa obyek wakaf tersebut tidak hanya berbentuktanah milik sebagaimana disebutkan dalam PP No. 28 Tahun 1977. Obyek wakaf berdasarkan kompilasi lebih luas. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam pasal 215 (4) yang berbunyi: “Benda wakaf adalah segala benda baik benda bergerak atau tidak bergerak yang mempunyai daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai berdasarkan fatwa Islam”.
b. Sumpah Nażir
Nażir sebelum melaksanakan peran harus melakukan sumpah di hadapan Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan. Hal ini dikelola dalam pasal 219 ayat 4 yang berbunyi:
Nażir sebelum melaksanakan peran mesti mengucapkan sumpah di hadapan Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan disaksikan oleh sekurang-kurangnya oleh dua orang saksi.
c. Jumlah Nażir
Jumlah nażir yang diperbolehkan untuk satu unit perwakafan sekurang-kurangnya berisikan tiga orang dan sebanyak-banyaknya sepuluh orang yang diangkat oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan atas dasar Majelis Ulama dan Camat setempat.
d. Perubahan Benda Wakaf
Menurut pasal 225 pergantian benda wakaf cuma dapat dikerjakan kepada hal-hal tertentu setelah apalagi dulu menerima kesepakatan tertulis dari Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan menurut rekomendasi dari Majelis Ulama Kecamatan, dan camat setempat.
e. Pengawasan Nażir
Pengawasan terhadap pelaksanaan peran dan tanggung jawab nażir dijalankan secara bahu-membahu oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan, Majelis Ulama Kecamatan, dan Pengadilan Agama yang mewilayahinya.
f. Peranan Majelis Ulama dan Camat
KHI dalam hal perwakafan memberikan kedudukan dan peranan yang lebih luas terhadap Majelis Ulama Indonesia Kecamatan dan Camat setempat dibanding dengan ketentuan yang dikontrol oleh perundang-undangan sebelumnya.
6. UU Nomor 41 Tahun 2004 perihal Wakaf
BAB I KETENTUAN UMUM
• Terdiri dari 1 pasal, ialah pasal 1
DASAR-DASAR WAKAF
• Terdiri dari 30 pasal, yaitu pasal 2 sampai pasal 31
BAB III BAB II
PENDAFTARAN DAN PENGUMUMAN HARTA WAKAF
• Terdiri dari 8 pasal, yaitu pasal 32 sampai pasal 39
BAB IV PERUBAHAN STATUS HARTA BENDA WAKAF
• Terdiri dari 2 pasal, yaitu pasal 40 dan pasal 41
BAB V PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN HARTA BENDA WAKAF
• Terdiri dari 5 pasal, adalah pasal 42 hingga pasal 46
BAB VI BADAN WAKAF INDONESIA
• Terdiri dari 15 pasal, yakni pasal 47 sampai pasal 61
BAB VII PENYELESAIAN SENGKETA
• Terdiri dari 1 pasal, adalah pasal 62
BAB VIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
• Terdiri dari 4 pasal, adalah pasal 63 hingga pasal 66
BAB IX KETENTUAN DAN SANKSI ADMINISTRATIF
• Terdiri dari 2 pasal, adalah pasal 67 dan pasal 68
BAB X KETENTUAN PERALIHAN
• Terdiri dari 2 pasal, ialah pasal 69 dan pasal 70
BAB XI KETENTUAN PENUTUP
• Terdiri dari 1 pasal, yakni pasal 71.
Undang-undang Wakaf Nomor 41 Tahun 2004 diterangkan bahwa : ‘’ Wakaf yakni perbuatan hukum wakif untuk memisahkan sebagian benda miliknya, untuk dimanfaatkan selamanya atau dalam rentang waktu – waktu tertentu sesuai kepentingan guna kebutuhan ibadah dan/atau kemakmuran umum menurut syari’ah.’’ Sedangkan yang menjadi maksudnya menurut Pasal 4 UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Perwakafan ‘’ Wakaf ialah memanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya’’ dan fungsinya menrut Pasal 5 UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Perwakafan ‘’ mewujudkan potensi dan manfaar ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajuka kemakmuran umum’’.
1. Wakif
2. Nazhir
3. Harta Benda Wakaf
4. Ikrar wakaf
5. Peruntukan harta benda wakaf
Munculnya gagasan wakaf tunai memang mengejutkan banyak kelompok, terutama para jago dan praktisi ekonomi Islam. Karena wakaf tunai berlawanan dengan pandangan umat Islam yang terbentuk beberapa tahun lamanya, bahwa wakaf itu berupa benda-benda tak bergerak. Wakaf tunai bukan ialah aset tetap yang berupa benda tak bergerak mirip tanah, melainkan aset tanpa hambatan. Diakomodirnya wakaf tunai dalam rancangan wakaf selaku hasil interpretasi radikal yang mengganti definisi atau pemahaman tentang wakaf. Tafsiran gres ini dimungkinkan sebab berkembangnya teori-teori ekonomi.
1. Uang
2. Logam Mulia
3. Surat Berharga
4. Kendaraan
5. Hak atas Kekayaan Intelektual
6. Hak Sewa
7. Benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-ajakan.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 41 TAHUN 2004
TENTANG
WAKAF
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa lembaga wakaf selaku pranata keagamaan yang mempunyai potensl dan faedah
ekonoml perlu dikelola secara efektif dan efisien untuk kepentingan ibadah dan untuk
mengembangkan kemakmuran biasa ;
b. bahwa wakaf merupakan perbuatan aturan yang sudah lama hidup dan dikerjakan
dalam penduduk , yang pengaturannya belum lengkap serta masih tersebar dalam
aneka macam peraturan perundang-ajakan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada abjad a dan karakter b, dipandang perlu membentuk Undang-Undang wacana Wakaf;
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 29, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan persetujuan bersama
DEWAN PERWAKlLAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG WAKAF.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
1. Wakaf yakni tindakan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan
sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka
waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna kebutuhan ibadah dan/atau
kesejahteraan biasa berdasarkan syariah.
2. Wakif yakni pihak yang mewakafkan harta benda miliknya.
3. Ikrar Wakaf yakni pernyataan hasratwakif yang diucapkan secara lisan dan/atau
goresan pena kepada Nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya.
4. Nazhir yaitu pihak yang mendapatkan harta benda wakaf dari Wakif untukdikelola dan
dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
5. Harta Benda Wakaf adalah harta benda yang mempunyai daya tahan lama dan/atau
faedah jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi berdasarkan syariah yang
diwakafkan oleh Wakif .
6. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf, berikutnya disingkat PPAIW, yakni pejabat
berwenang yang ditetapkan oleh Menteri untuk menciptakan sertifikat ikrar wakaf.
7. Badan Wakaf Indonesia ialah forum independen untuk membuatkan
perwakafan di Indonesia.
8. Pemerintah ialah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas
Presiden beserta para menteri.
9. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang agama.
BAB II
DASAR-DASAR WAKAF
Bagian Pertama
Umum
Pasal 2
Wakaf sah jika dilakukan berdasarkan syariah.
Pasal 3
Wakaf yang telah diikrarkan tidak mampu dibatalkan.
Bagian Kedua
Tujuan dan Fungsi Wakaf
Pasal 4
Wakaf bermaksud mempergunakan harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya.
Pasal 5
Wakaf berfungsi merealisasikan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk
kepentingan ibadah dan untuk meningkatkan kemakmuran biasa .
Bagian Ketiga
Unsur Wakaf
Pasal 6
Wakaf dijalankan dengan memenuhi bagian wakaf sebagai berikut:
a. Wakif;
b. Nazhir;
c. Harta Benda Wakaf;
d. Ikrar Wakaf;
e. peruntukan harta benda wakaf;
f. jangka waktu wakaf.
Bagian Keempat
Wakif
Pasal 7
Wakif mencakup:
a. perseorangan;
b. organisasi;
c. badan aturan.
Pasal 8
(1) Wakif perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a hanya dapat
melaksanakan wakaf kalau memenuhi kriteria:
a. sampaumur;
b. bakir sehat;
c. tidak terhalang melakukan perbuatan aturan; dan
d. pemilik sah harta benda wakaf.
(2) Wakif organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 aksara b cuma dapat
melaksanakan wakaf kalau memenuhi ketentuan organisasi untuk mewakafkan harta
benda wakaf milik organisasi sesuai dengan budget dasar organisasi yang
bersangkutan.
(3) Wakif tubuh aturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c cuma dapat
melakukan. wakaf jika memenuhi ketentuan tubuh hukum untuk mewakafkan
harta benda wakaf milik badan aturan sesuai dengan budget dasar tubuh hukum
yang bersangkutan.
Bagian Kelima
Nazhir
Pasal 9
Nazhir meliputi:
a. perseorangan;
b. organisasi; atau
c. badan hukum.
Pasal 10
(1) Perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 abjad a hanya mampu menjadi
Nazhir kalau menyanggupi patokan:
a. warga negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. akil balig cukup akal;
d. amanah;
e. mampu secara jasmani dan rohani; dan
f. tidak terhalang melakukan perbuatan aturan.
(2) Organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 karakter b hanya dapat menjadi Nazhir
apabila menyanggupi tolok ukur :
a. pengelola organisasi yang bersangkutan memenuhi tolok ukur nazhir
perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
b. organisasi yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau
keagamaan Islam.
(3) Badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 aksara c hanya mampu menjadi
Nazhir bila menyanggupi patokan:
a. penguru badan aturan yang bersangkutan memenuhi tolok ukur nazhir perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ); dan
b. badan aturan Indonesia yang dibuat sesuai dengan peraturan
perundang.permintaan yang berlaku; dan
c. tubuh hukum yang bersangkutan bergerak di bidang sosial, pendidikan,
kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.
Pasal 11
Nazhir memiliki tugas:
a. rnelakukan pengadministrasian harta benda wakaf;
b. mengurus dan membuatkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi, dan
peruntukannya;
c. memantau dan melindungi harta benda wakaf;
d. melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia.
Pasal 12
Dalam melaksanakan peran sebagaimana.dimaksud dalam Pasal 11, Nazhir mampu mendapatkan imbalan dari hasil bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang besarnya tidak melebihi 10% (sepuluh persen).
Pasal 13
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Nazhir mendapatkan
training dari Menteri dan Badan Wakaf Indonesia.
Pasal 14
(1) Dalam rangka pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Nazhir harus
terdaftar pada Menteri dan Badan Wakaf Indonesia.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Pasal
10, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13, dikelola dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keenam
Harta Benda Wakaf
Pasal 15
Harta benda wakaf hanya dapat diwakafkan jika dimiliki dan dikuasai oleh Wakif
secara sah.
Pasal 16
(1) Harta benda wakaf terdiri dari:
a. benda tidak bergerak; dan
b. benda bergerak.
(2) Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) karakter a mencakup:
a. hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-usul yang berlaku baik yang telah maupun yang belum terdaftar;
b. bangunan atau bab bangunan yang berdiri di atas tanah sebagaimana dimaksud pada aksara a;
c. flora dan benda lain yang berhubungan dengan tanah;
d. hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang.undangan yang berlaku;
e. benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang.usul yang berlaku.
(3) Benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah harta benda yang
tidak bisa habis alasannya dikonsumsi, mencakup:
a. uang;
b. logam mulia;
c. surat berguna;
d. kendaraan;
e. hak atas kekayaan intelektual;
f. hak sewa; dan
g. benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan
perundang.usul yang berlaku.
Bagian Ketujuh
Ikrar Wakaf
Pasal 17
(1) Ikrar wakaf dijalankan oleh Wakif kepada Nadzir di hadapan PPAIW dengan
disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi.
(2) Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara lisan dan/atau
tulisan serta dituangkan dalam sertifikat ikrar wakaf oleh PPAIW.
Pasal 18
Dalam hal Wakif tidak dapat menyatakan ikrar wakaf secara verbal atau tidak dapat hadir
dalam pelaksanaan ikrar wakaf alasannya adalah argumentasi yang dibenarkan oleh aturan, Wakif mampu
menunjuk kuasanya dengan surat kuasa yang diperkuat oleh 2 (dua) orang saksi.
Pasal 19
Untuk mampu melaksanakan ikrar wakaf, wakif atau kuasanya menyerahkan surat dan/atau
bukti kepemilikan atas harta benda wakaf terhadap PPAIW.
Pasal 20
Saksi dalam ikrar wakaf harus menyanggupi kriteria:
a. remaja;
b. beragama Islam;
c. bakir sehat;
d. tidak terhalang melaksanakan perbuatan hukum.
Pasal 21
(1) Ikrar wakaf dituangkan dalam akta ikrar wakaf .
(2) Akta ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. nama dan identitas Wakif;
b. nama dan identitas Nazhir;
c. data dan keterangan harta benda wakaf;
d. peruntukan harta benda wakaf;
e. jangka waktu wakaf .
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang akta ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedelapan
Peruntukan Harta Benda Wakaf
Pasal 22
Dalam rangka meraih tujuan dan fungsi wakaf 1 harta benda wakaf cuma mampu
diperuntukan bagi:
a. sarana dan aktivitas ibadah;
b. fasilitas dan kegiatan pendidikan serta kesehatan;
c. pertolongan terhadap fakir miskin anak terlantar, yatim piatu, bea siswa;
d. pertumbuhan dan peningkatan ekonomi umat; dan/atau
e. kemajuan kemakmuran lazim lainnya yang tidak berlawanan dengan syariah dan
peraturan perundang-ajakan.
Pasal 23
(1) Penetapan peruntukan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
dikerjakan oleh Wakif pada pelaksanaan ikrar wakaf .
(2) Dalam hal Wakif tidak memutuskan peruntukan harta benda wakaf Nazhir mampu
menetapkan peruntukan harta benda wakaf yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan dan
fungsi wakaf .
Bagian Kesembilan
Wakaf dengan Wasiat
Pasal 24
Wakaf dengan wasiat baik secara verbal maupun secara tertulis hanya dapat dikerjakan
apabila disaksikan oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi yang memenuhi patokan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20.
Pasal 25
Harta benda wakaf yang diwakafkan dengan wasiat paling banyak 1/3 (satu pertiga) dari
jumlah harta warisan sehabis dikurangi dengan utang pewasiat, kecuali dengan kesepakatan seluruh hebat waris.
Pasal 26
(1) Wakaf dengan wasiat dijalankan oleh peserta wasiat setelah pewasiat yang
bersangkutan meninggal dunia.
(2) Penerima wasiat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertindak selaku kuasa wakif .
(3) Wakaf dengan wasiat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan
sesuai dengan metode perwakafan yang dikelola dalam Undang-Undang ini.
Pasal 27
Dalam hal wakaf dengan wasiat tidak dikerjakan oleh penerima wasiat, atas usul pjhak yang berkepentingan, pengadilan dapat menyuruh akseptor wasiat yang bersangkutan untuk melaksanakan wasiat.
Bagian Kesepuluh
Wakaf Benda Bergerak Berupa Uang
Pasal 28
Wakif mampu mewakafkan benda bergerak berupa duit lewat lembaga keuangan syariah
yang ditunjuk oleh Menteri.
Pasal 29
(1) Wakaf benda bergerak berupa duit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dilakukan oleh Wakif dengan pernyataan keinginanWakif yang dilaksanakan secara tertulis.
(2) Wakaf benda bergerak berupa duit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf uang.
(3) Sertifikat wakaf uang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan dan disampaikan oleh forum keuangan syariah kepada Wakif dan Nazhir selaku bukti penyerahan harta benda wakaf .
Pasal 30
Lembaga keuangan syariah atas nama Nazhir mendaftarkan harta benda wakaf berupa duit terhadap Menteri selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja semenjak diterbitkannya Sertifikat Wakaf Uang.
Ketentuan lebih lanjut tentang wakaf benda bergerak berupa duit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, dan Pasal 30 dikontrol dengan Peraturan Pemerintah.
BAB III
PENDAFTARAN DAN PENGUMUMAN HARTA BENDA WAKAF
Pasal 32
PPAIW atas nama Nazhir mendaftarkan harta benda wakaf terhadap Instansi yang berwenang paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak akta ikrar wakaf ditandatangani.
Pasal 33
Dalam pendaftaran harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, PPAIW
menyerahkan:
a. salinan sertifikat ikrar wakaf;
b. surat-surat dan/atau bukti-bukti kepemilikan dan dokumen terkait lainnya.
Pasal 34
Instansi yang berwenang menerbitkan bukti registrasi harta benda wakaf.
Pasal 35
Bukti pendaftaran harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 disampaikan
oleh PPAIW kepada Nazhir.
Dalam hal harta benda wakaf ditukar atau diubah peruntukannya Nazhir lewat PPAIW mendaftarkan kembali kepada Instansi yang berwenang dan Badan Wakaf Indonesia atas harta benda wakaf yang ditukar atau diubah peruntukannya itu sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam sistem registrasi harta benda wakaf.
Pasal 37
Menteri dan Badan Wakaf Indonesia mengadministrasikan registrasi harta benda wakaf.
Pasal 38
Menteri dan Badan Wakaf Indonesia mengumumkan kepada penduduk harta benda wakaf yang telah terdaftar.
Pasal 39
Ketentuan lebih lanjut tentang PPAIW, tata cara registrasi dan pengumuman harta
benda wakaf dikontrol dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IV
PERUBAHAN STATUS HARTA BENDA WAKAF
Pasal 40
Harta benda wakaf yang telah diwakafkan dilarang:
a. dijadikan jaminan;
b. disita;
c. dihibahkan;
d. dijual;
e. diwariskan;
f. ditukar; atau
g. dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya.
Pasal 41
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf f dikecualikan kalau harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dipakai untuk kepentingan lazim sesuai dengan rencana biasa tata ruang (RUTR) berdasarkan ketentuan peraturan perundang-ajakan yang berlaku dan tidak berlawanan dengan syariah.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) cuma dapat dikerjakan sehabis mendapatkan izin tertulis dari Menteri atas kesepakatan Badan Wakaf Indonesia.
(3) Harta benda wakaf yang telah diubah statusnya karena ketentuan pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditukar dengan harta benda yang manfaat dan nilai tukar sekurang. kurangnya sama dengan harta benda wakaf semula.
(4) Ketentuan mengenai perubahan status harta benda wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB V
PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN
HARTA BENDA WAKAF
Pasal 42
Nazhir wajib mengurus dan menyebarkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan,
fungsi, dan peruntukannya.
Pasal 43
(1) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf oleh Nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dijalankan sesuai dengan prinsip syariah.
(2) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara produktif.
(3) Dalam hal pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang dimaksud pada ayat (1) diperlukan penjamin, maka dipakai lembaga penjamin syariah.
Pasal 44
(1) Dalam mengorganisir dan membuatkan harta benda wakaf, Nazhir tidak boleh melakukan pergantian peruntukan harta benda wakaf kecuali atas dasar izin tertulis dari Badan Wakaf Indonesia.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) cuma dapat diberikan bila harta benda wakaf ternyata tidak dapat dipergunakan sesuai dengan peruntukan yang dinyatakan dalam ikrar wakaf.
Pasal 45
(1) Dalam mengorganisir dan berbagi harta benda wakaf, Nazhir diberhentikan dan diganti dengan Nazhir lain bila Nazhir yang bersangkutan:
a. meninggal dunia bagi Nazhir perseorangan;
b. bubar atau dibubarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang.undangan
yang berlaku untuk Nazhir organisasi atau Nazhir tubuh aturan;
c. atas seruan sendiri;
d. tidak melakukan tugasnya selaku Nazhir dan/atau melanggar ketentuan
larangan dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang.undanganyang berlaku;
e. dijatuhi eksekusi pidana oleh pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum
tetap.
(2) Pemberhentian dan penggantian Nazhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikerjakan oleh Badan Wakaf Indonesia.
(3) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang dilaksanakan oleh Nazhir lain karena pemberhentian dan penggantian Nazhir, dilakukan dengan tetap memperhatikan peruntukan harta benda wakaf yang ditetapkan dan tujuan serta fungsi wakaf.
Pasal 46
Ketentuan lebih lanjut tentang pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 45 dikontrol dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
BADAN WAKAF INDONESIA
Bagian Pertama
Kedudukan dan Tugas
Pasal 47
(1) Dalam rangka mengembangkan dan mengembangkan perwakafan nasional, dibuat Badan Wakaf Indonesia.
(2) Badan Wakaf Indonesia ialah lembaga independen dalam melakukan tugasnya.
Pasal 48
Badan Wakaf Indonesia berkedudukan di ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia
dan mampu membentuk perwakilan di Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota sesuai dengan
keperluan.
Pasal 49
(1) Badan Wakaf Indonesia mempunyai peran dan wewenang:
a. melaksanakan training kepada Nazhir dalam mengorganisir dan membuatkan
harta benda wakaf;
b. melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional
dan internasional;
c. menawarkan persetujuan dan/atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta
benda wakaf;
d. memberhentikan dan mengganti Nazhir;
e. memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf;
f. memperlihatkan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Badan Wakaf Indonesia mampu bekerjasama dengan instansi Pemerintah baik Pusat maupun Daerah, organisasi penduduk , para jago, badan internasional, dan pihak lain yang dipandang perlu.
Pasal 50
Dalam melaksanakan peran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, Badan Wakaf Indonesia mengamati usulan dan pendapatMenteri dan Majelis Ulama Indonesia.
Bagian Kedua
Organisasi
Pasal 51
(1) Badan Wakaf Indonesia terdiri atas Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan.
(2) Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan komponen pelaksana
peran Badan Wakaf Indonesia.
(3) Dewan Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan komponen
pengawas pelaksanaan peran Badan Wakaf Indonesia.
Pasal 52
(1) Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan Badan Wakaf Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 51, masing-masing dipimpin oleh 1 (satu) orang Ketua dan 2
(dua) orang Wakil Ketua yang diseleksi dari dan oleh para anggota.
(2) Susunan keanggotaan masing-masing Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan
Badan Wakaf Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh para
anggota.
Bagian Ketiga
Anggota
Pasal 53
Jumlah anggota Badan Wakaf Indonesia berisikan paling sedikit 20 (dua puluh) orang dan paling banyak 30 (tiga puluh) orang yang berasal dari bagian masyarakat.
Pasal 54
(1) Untuk mampu diangkat menjadi anggota Badan Wakaf Indonesia, setiap kandidat anggota
harus memenuhi kriteria:
a. warga negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. dewasa;
d. amanah;
e. bisa secara jasmani dan rohani;
f. tidak terhalang melakukan perbuatan aturan;
g. memiliki pengetahuan, kesanggupan, dan/atau pengalaman di bidang perwakafan dan/atau ekonomi, utamanya di bidang ekonomi syariah; dan
h. mempunyai komitmen yang tinggi untuk mengembangkan perwakafan nasional.
(2) Selain standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan perihal
standar lain untuk menjadi anggota Badan Wakaf Indonesia ditetapkan oleh
Badan Wakaf Indonesia.
Bagian Keempat
Pengangkatan dan Pemberhentian
Pasal 55
(1) Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
(2) Keanggotaan Perwakilan Badan Wakaf Indonesia di tempat diangkat dan diberhentikan oleh Badan Wakaf Indonesia.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan dan pemberhentian anggota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan Badan
Wakaf Indonesia.
Pasal 56
Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diangkat untuk kala jabatan selama 3 (tiga) tahun
dan mampu diangkat kembali untuk 1 (satu) kali abad jabatan.
Pasal 57
(1) Untuk pertama kali, pengangkatan keanggotaan Badan Wakaf Indonesia direkomendasikan
terhadap Presiden oleh Menteri.
(2) Pengusulan pengangkatan keanggotaan Badan Wakaf Indonesia kepada Presiden
untuk berikutnya dikerjakan oleh Badan Wakaf Indonesia.
(3) Ketentuan tentang metode penyeleksian calon keanggotaan Badan Wakaf Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikelola oleh Badan Wakaf Indonesia, yang
pelaksanaannya terbuka untuk biasa .
Pasal 58
Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia yang berhenti sebelum berakhirnya kala jabatan
dikontrol oleh Badan Wakaf Indonesia.
Bagian Kelima
Pembiayaan
Pasal 59
Dalam rangka pelaksanaan tugas Badan Wakaf Indonesia, Pemerintah wajib membantu
biaya operasional.
Bagian Keenam
Ketentuan Pelaksanaan
Pasal 60
Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi, tugas, fungsi, kriteria, dan tata
cara pemilihan anggota serta susunan keanggotaan dan tata kerja Badan Wakaf Indonesia
diatur oleh Badan Wakaf Indonesia.
Bagian Ketujuh
Pertanggungjawaban
Pasal 61
(1) Pertanggungjawaban pelaksanaan tugas Badan Wakaf Indonesia dijalankan melalui
laporan tahunan yang diaudit oleh lembaga audit independen dan disampaikan terhadap
Menteri.
(2) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan terhadap
masyarakat.
BAB VII
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 62
(1) Penyelesaian sengketa perwakafan ditempuh lewat musyawarah untuk meraih
mufakat.
(2) Apabila penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berhasil,
sengketa mampu teratasi lewat mediasi, arbitrase, atau pengadilan.
BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 63
(1) Menteri melakukan training dan pengawasan kepada penyelenggaraan wakaf
untuk mewujudkan tujuan dan fungsi wakaf.
(2) Khusus perihal pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri
mengikutsertakan Badan Wakaf Indonesia.
(3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan dengan memperhatikan anjuran dan pendapatMajelis Ulama Indonesia.
Pasal 64
Dalam rangka pembinaan, Menteri dan Badan Wakaf Indonesia mampu melaksanakan kerja
sama dengan organisasi penduduk , para hebat, tubuh internasional, dan pihak lain yang
dipandang perlu.
Pasal 65
Dalam pelaksanaan pengawasan, Menteri dapat memakai akuntan publik.
Pasal 66
Ketentuan lebih lanjut perihal bentuk pembinaan dan pengawasan oleh Menteri dan
Badan Wakaf Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63, Pasal 64, dan Pasal 65
dikelola dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF
Bagian Pertama
Ketentuan Pidana
Pasal 67
(1) Setiap orang yang dengan sengaja menjaminkan, menghibahkan, memasarkan, mewariskan, mengalihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya harta benda wakaf yang sudah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 atau tanpa izin menukar harta benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, dipidana dengan pidana penjara paling usang 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan sengaja menghibah peruntukan harta benda wakaf tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44, dipidana dengan pidana penjara paling usang 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 400.000.000,00
(empat ratus juta rupiah).
(3) Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan atau mengambil fasilitas atas hasil
pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf melebihi jumlah yang diputuskan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah).
Bagian Kedua
Sanksi Administratif
Pasal 68
(1) Menteri dapat mengenakan hukuman administratif atas pelanggaran tidak didaftarkannya
harta benda wakaf oleh lembaga keuangan syariah dan PPAIW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 32.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. perayaan tertulis;
b. penghentian sementara atau pencabutan izin acara di bidang wakaf bagi lembaga keuangan syariah;
3) Ketentuan lebih lanjut perihal pelaksanaan hukuman administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 69
(1) Dengan berlakunya Undang-Undang ini, wakaf yang dijalankan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-usul yang berlaku sebelum dtundangkannya Undang-Undang ini, dinyatakan sah sebagai wakaf berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didaftarkan dan diumumkan paling
usang 5 (lima) tahun semenjak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 70
Semua peraturan perundang-permintaan yang mengontrol mengenai perwakafan masih tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan yang baru
berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 71
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, menyuruh pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 27 Oktober 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 27 Oktober 2004
MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
PROF. DR. YUSRIL IHZA MAHENDRA
http://www.pa-purworejo.go.id/web/9-tahun-usia-undang-undang-wakaf-di-indonesia/
http://bolmerhutasoit.wordpress.com/tag/uu-no-41-tahun-2004-tetang-perwakafan/