Pemahaman Puisi Dan Teladan Puisi

Pengertian Puisi
Belum ada definisi yang baku untuk memaparkan pemahaman puisi. Puisi yakni salah satu bentuk karya sastra yang berbeda dari bentuk sastra lain seperti prosa dan drama. Puisi terikat oleh:
(1)  baris dalam tiap bait,
(2)  banyak kata atau suku kata dalam setiap baris,
(3)  rima, dan
(4)  Irama.
Bahkan pada jenis puisi tertentu ada keterikatan pada persajakan seperti, a,a,a,a atau a,b,a,b, contohnya pantun dan syair. Puisi dengan standar mirip di atas ialah bentuk puisi lama. Puisi yang meningkat saat ini tidaklah lagi mematuhi patokan atau keterikatan pada hal-hal tersebut.
Puisi lebih diartikan pada wujud mulut fikiran dan batin seseorang lewat kata-kata yang terpilih dan mampu mewakili berbagai ungkapan makna sehingga mengakibatkan balasan khusus, keindahan, dan penafsiran beragam.
Dalam pengertian bebas yang lain, puisi disebut juga ucapan atau mulut tidak pribadi atau ucapan ke inti pati problem, peristiwa, ataupun narasi (Pradopo, 2005: 314).
Pemilihan kata dan penataan kalimat yang terdapat dalam puisi bertujuan untuk mengungkapkan asumsi dan perasaan atau pengalaman bathin yang utuh. Hal itu menyebabkan puisi mengandung komponen kepadatan, keharmonisan, dan keterpaduan.
Puisi yang hanya terdiri atas beberapa baris atau satu bait bila mengungkapkan makna yang utuh dan selaras mungkin lebih bernilai ketimbang sajak yang panjang namun tidak utuh dan selaras.
Perhatikan acuan puisi di bawah ini:
SENYUM DAN TAWAMU
Dalam senyummu yang khas ternyata pikiranmu seperti benang kusut
Dalam tawamu yang riang ternyata pikiranmu sarat aneka macam problem
Oh …..Papa, jangan bohongi saya.
(Anita, Jakarta Jakarta. Jakarta : Anita Marta, 1980)
Bandingkanlah dengan puisi berikut ini:
ANGIN
Ketika aku kecil saya cuma tahu angin yang suka menerbangkan kertas-kertasku
Mama bilang, itu angin pembangkang
Dan saya dihentikan mirip angin itu 
Lalu mama bercerita tentang angin yang meniup bunga-bunga mawar di kebunku
Sekarang aku sudah tahu angin mampu juga menciptakan aku sakit
Kalau aku berangin-angin dan badanku sedang berkeringat
Kemarin, papa bercerita ihwal angin yang sangat badung angin itu berjulukan angin topan
Papa bilang, angin itu dapat merobohkan rumah-rumah
Oh ….. saya takut sekali
Papa membelaiku kamu tidak usah takut jika kau rajin berdoa dan tidak pembangkang
Papa aku berjanji tidak pembangkang dan bersungguh-sungguh berdoa
Agar Tuhan tidak meniup angin yang sungguh angker itu
(Sumber Tugas Siswa Lucia Marian Djunjung, SMP Ricci kelas 2A Jakarta Barat)
Puisi modern tidak terlalu mementingkan bentuk fisik atau tipografi tertentu. Sebuah uraian disebut puisi walaupun bentuknya seperti prosa tidak berupa bait atau baris, namun mengandung pengertian yang dalam dari sekadar ungkapan bahasanya, mirip pola puisi atau sajak Sapardi Djoko Damono di bawah ini:
AIR SELOKAN
“Air yang di selokan itu mengalir dari rumah sakit,” katamu pada
sebuah hari Minggu pagi. Waktu itu kau berlangsung-jalan bareng istrimu yang
sedang mengandung—dia nyaris muntah sebab wangi sengit itu.
Dulu di selokan itu mengalir pula air yang dipakai untuk
memandikanmu waktu kamu lahir: campur darah dan bacin baunya.
Kabarnya tadi sore mereka sibuk memandikan mayat di kamar mati.
*
Senja ini ketika dua orang anak sedang berak
di tepi selokan itu, salah seorang tiba-tiba bangkit dan menuding sesuatu:
“Hore, ada nyawa lagi terapung-apung di air itu—alangkah indahnya!”
Tetapi kamu tak mungkin lagi menyaksikan yang
berkilau-kilauan hanyut di permukaan air yang amis baunya itu, sayang sekali,