Nasakh berdasarkan bahasa adalah الإزالة artinya menghapus/menghilangkan, sebagaimana istilah,
نسخت الشمس الظل إذا أزالته ورفعته بانبساطها
Artinya: “Matahari sudah meniadakan kegelapan ketika beliau menghapus dan menghilangkannya dengan membentang luas”
Adapula yang memaknai dengan النقل yang artinya menyalin sebagaimana perumpamaan ulama,
نسخت ما فى هذا الكتاب اذا نقلت ما فيه الى اخر
Artinya: “Saya menyalin apa-apa yang ada didalam kitab ini, dikala aku menyalin apa-apa yang ada didalam kitab ketempat yang lain”
Sedangkan berdasarkan syara’/ungkapan Nasakh yakni :
رفع حكم شرعي بدليل شرعى متأخر
Artinya: “Menghilangkan aturan syara’ dengan dasar dalil syara’ yang lebih final hadirnya”
Nasakh terbagi menjadi 5 (lima) macam yakni :
Daftar Isi
1. Menasakh tulisannya dan memutuskan hukumnya
Seperti lafadz :
الشيخ والشيخة اذا زنيا فارجموهما البتة
Artinya: “Orang bau tanah laki-laki dan wanita saat berzina maka rajamlah mereka dengan niscaya”
Keterangan itu diyakini dulunya ada seperti yang diungkapkan oleh Umar bin Khattab ra : “Saya sesungguhnya pernah membaca ayat itu” (HR. Imam Syafi‟i dan yang lain), dan hal itu tetap dipertahankan secara hukum sesuai Hadits Nabi :
وقد رجم صلى الله عليه وسلم المحصنين
Artinya: “Dan bahu-membahu Nabi Saw telah merajam para pezina Muhshon.” (muttafaq alaih) Dan penjelasan perihal Pezina Muhshon yaitu orang tua laki-laki dan wanita.
2. Menasakh hukumnya dan memutuskan tulisannya
Firman Allah Swt dalam surat al-Baqarah : 240
وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا وَصِيَّةً لأَزْوَاجِهِمْ مَتَاعًا إِلَى الْحَوْلِ غَيْرَ إِخْرَاجٍ
Artinya: “Dan orang-orang yang hendak meninggal dunia di antara kau dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). “
Ditakhsis dengan ayat dalam surat al-Baqarah : 234
وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا
Artinya: “Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber’iddah) empat bulan sepuluh hari.”
3. Menasakh dua kasus sekaligus
Seperti Hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dari Aisyah ra ihwal berapa kali seseorang menjadi anak susuan seorang ibu :
كان فِيْما انزل عشر رضعات معلومات يحرمن
Artinya: “Hukum yang berlaku adalah sepuluh kali menyusu yang dimengerti maka menyebabkan haram baginya, kemudian disalin menjadi lima kali menyusu yang diketahui yang menimbulkan haram baginya.”
4. Menasakh Hadits dengan Al-Qur’an
Seperti dalam hal menghadap Baitul Maqdis selaku Qiblat, yang ditetapkan didalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim :
فانه صلى الله عليه وسلم استقبله فى الصلاة ستة عشر شهرا
Artinya: “Maka bantu-membantu Nabi Saw Menghadap ke Baitul Maqdis dalam sholatnya selama 16 bulan”
Hadits ini dinasakh dengan firman Allah Swt dalam surat al-Baqarah : 144
فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ
Artinya: “…..Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram.”
5. Menasakh Hadits dengan Hadits
Seperti Hadits nabi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim :
كنت نهيتكم عن زيارة القبر فزورها
Artinya: “Saya melarang kau semua untuk berziarah kubur, maka lalu berziarahlah”
Sebagian ulama beropini bahwa boleh menasakh al-Qur‟an dengan al-Hadits mirip pada surat al-Baqarah : 18
كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالأَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ
Artinya: “Diwajibkan atas kau, kalau seorang di antara kau kehadiran (gejala) maut, jikalau ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf, (Ini adalah) keharusan atas orang-orang yang bertakwa.”
Yang dinasakh oleh Hadits Nabi Saw. yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzi dan Ibnu Majah:
لاوصية لورث
Artinya: “Tidak boleh berwasiat terhadap mahir waris”