Bahan Dalil Aqli Dan Naqli Pada Pelajaran Agama Islam

Pelajarancg: Dalam agama Islam, saat kita mengkaji kebenaran suatu perkara dan kesahihannya, atau di dalam memilih bahwa sesuatu itu benar, mampu dipercayai dan diyakini, atau dikala kita ingin memutuskan dasar pijakan suatu kasus yang kita ucapkan dan kerjakan, kita memerlukan adanya bukti-bukti, tanda-tanda atau petunjuk-isyarat yang sah dan akurat, sehingga kebenaran, kesahihan dan akidah itu dapat ditunjukan dan dibuktikan, dan sekaligus kita mampu memberantas keragu-raguan dan rasa was-was yang mungkin tertanam di dalam hati kita, juga mampu dijadikan pijakan yang kuat di dalam menjalankan sebuah perkara tersebut. Di dalam hal ini, para ulama Islam telah memilih dua landasan pokok yang mesti di pegang oleh setiap Muslim di dalam hal-hal tersebut diatas, adalah Aqli dan Naqli. Dimana bahan kedua landasan tersebut merupakan pijakan yang digunakan oleh mereka, utamanya, dikala mengungkap dan menerangkan kebenaran-kebenaran dan memantapkan kesabaran dalam berkeyakinan yang ada di dalam ruang lingkup disiplin ilmu Tauhid atau iktikad, dan ketika mengistinbath (mengambil dalil-dalil) dan memutuskan hukum-aturan masalah-perkara yang ada di dalam ruang lingkup disiplin ilmu fikih, serta saat menafsirkan al-Qur’an. Untuk itu, mari kita bareng diskusikan kedua landasan pokok tersebut semoga selaku siswa maupun umat Islam sepenuhnya dapat mengetahui dan memahami Aqli dan Naqli, serta dapat mempergunakannya di dalam keberagaman kita sehari-hari, baik yang ada kaitannya dengan keimanan maupun amal tindakan. Berikut acuan bahan dalil Aqli dan dalil Naqli pada pembahasan pelajarancg.blogspot.com

Pelajari: PERSAMAAN DAN PERBEDAAN AL-QURAN DENGAN KITAB-KITAB SEBELUMNYA

 ketika kita mengkaji kebenaran suatu perkara dan kesahihannya MATERI DALIL AQLI DAN NAQLI PADA PELAJARAN AGAMA ISLAM

MATERI DALIL AQLI DAN DALIL NAQLI

DALIL AQLI PADA PELAJARAN AGAMA ISLAM

Pengertian ‘Aqli. Kata ‘aqli secara bahasa berasal dari kata bahasa Arab (عقل): akal yang mempunyai beberapa makna, di antaranya: (الدية): denda, (الحكمة): kebijakan, dan (حسن التصرف): langkah-langkah yang baik atau sempurna. Secara perumpamaan logika mempunyai beberapa definisi diantaranya:

  1. Cahaya nurani, yang dengannya jiwa bisa mengenali perkara-masalah yang penting dan fitrah.
  2. Aksioma-aksioma rasional dan wawasan-pengetahuan dasar yang ada pada setiap insan.
  3. Kesiapan bawaan yang bersifat instinktif dan kesanggupan yang matang.

Akal ialah bagian dari indera dan insting yang ada dalam diri insan yang memiliki sifat berubah-rubah, ialah bisa ada dan mampu hilang. Hal ini sebagaimana diterangkan oleh Rasulullah saw dalam salah satu sabdanya: “…dan termasuk orang gila sampai beliau kembali cendekia”.

Dan logika ialah indera yang diciptakan oleh oleh Allah swt dengan kelebihan diberikannya muatan tertentu berbentukkesiapan dan kemampuan yang dapat melahirkan sejumlah kegiatan aliran yang memiliki kegunaan bagi kehidupan manusia yang sudah dimuliakan Allah swt, sebagaimana dalam firman-Nya, yang artinya: “Dan bahu-membahu telah Kami muliakan belum dewasa Adam, Kami angkat mereka di daratan dan di lautan”.

Oleh alasannya itu, syari’at Islam sudah memperlihatkan nilai dan urgensi yang amat tinggi kepada nalar insan, sebagaimana mampu dilihat pada beberapa point berikut ini:

  • Allah mengkhususkan penyampain kalam-Nya cuma kepada orang yang berakal, alasannya adalah hanya mereka yang mampu memahami agama dan syariat-Nya. Allah swt berfirman: “…dan merupakan peringatan bagi orang-orang yang mempunyai logika”.
  • Syarat utama yang harus ada dalam diri insan untuk mampu menerima taklif (beban kewajiban) dari Allah swt yang berkenaan dengan aturan-hukum syari’at Islam ialah nalar. Oleh sebab itu saat dia kehilangan akalnya dikarenakan ajaib misalnya, maka beliau tidak tidak mendapatkan taklif itu. Rasulullah saw bersabda: “Pena (catatan pahala dan dosa) diangkat (dibebaskan) dari tiga kelompok; orang yang tidur sampai bangun, anak kecil hingga bermimpi, orang ajaib hingga ia kembali sadar (akil)”
  • Allah swt mencela orang yang tidak menggunakan akalnya. Misalnya celaan Allah kepada mahir Neraka yang tidak menggunakan akalnya. Allah swt berfirman: “Dan mereka berkata: “Sekiranya kami menyimak atau memikirkan (peringatan itu) pasti tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni Neraka yang menyala-nyala”
  • Banyak disebutkan di dalam al-Qur-an perihal tawaran-proposal Allah terhadap insan agar mempergunakan akalnya untuk berfikir, mirip pola: tadabbur, tafakkur, ta-aqqul dan yang lain. Diantaranya mirip kalimat: لعلكم تتفكرون (mudah-mudahan kau berfikir), أفلا تعقلون(apakah kau tidak bakir) dan أفلا يتدبرون القرآن (apakah mereka tidak mentadabburi/merenungi isi kandungan al-Qur’an), dan lainnya.
  Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-Maidah Ayat 51-53

Pada pelajaran agama Islam, dimengerti bahwa Islam mencela hal-hal yang mampu membatasi dan melumpuhkan fungsi dan kerja nalar, seperti taqlid buta yang hanya mendapatkan pertimbangan orang lain tanpa dilandasi oleh dalil.

Kata ‘Aqli saat dihubungkan dengan kajian ilmu-ilmu agama identik dengan dalil-dalil yang berdasarkan nalar asumsi insan yang sehat dan obyektif, tidak dipengaruhi oleh harapan, ambisi atau kebencian dari emosi. Dan dikala ‘Aqli dihubungkan secara khusus dengan disiplin ilmu tafsir, maka disebut tafsir bi al-ma’qul atau bi ar-ra’yi, yaitu penafsiran al-Qur’an yang lebih dititikberatkan terhadap kemampuan logika fikiran yang sehat dan obyektif (ijtihad) daripada disandarkan terhadap periwayatan-periwayatan.

Artinya, dalam hal ini seorang mufassir akan memakai kemampuan akalnya (ijtihadnya) dengan santunan ilmu-ilmu bahasa Arab, ilmu qiraah, ilmu-ilmu Al-Qur’an, hadits dan ilmu hadits, ushul fikih dan ilmu-ilmu lain untuk pertanda maksud ayat dan mengembangkannya dengan santunan pertumbuhan ilmu-ilmu wawasan yang ada, sehingga tersusunlah bentuk tafsir yang tepat dengan periode dimana mufassir tersebut hidup.

Beberapa tafsir yang terkenal dalam bentuk ini antara lain mampu dipelajari: Tafsir Al-Jalalain, Tafsir Ar-Razi, Tafsir Al-Baidhawi, dll.

DALIL NAQLI PADA PELAJARAN AGAMA ISLAM

Naqli berdasarkan bahasa yakni dari (نقل الشيء) yaitu mengambil sesuatu dari satu tempat ke tempat lain, dan (نَقَلَة الحديث) yakni mereka yang menuliskan hadist-hadist dan menyalinkannya dan menyandarkannya kepada sumber-sumbernya. Dikatakan pada dalil-dalil dari Al-qur’an dan hadist: dalil naqli. Oleh alasannya itu naqli secara perumpamaan identik dengan dalil-dalil yang di nukil atau di ambil dari Kitab Allah yang Maha Mulya dan dari sunnah yang suci atau dalil-dalil yang diriwayatkan terhadap kita oleh naqalah al-hadist dan perawi-perawi. Diantara landasan utama ditetapkannya al-Qur’an dan sunnah sebagai dalil naqli oleh para ulama yakni sebuah hadist Rasulullah saw:

تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما تمسكتم بهما: كتاب الله وسنة نبيه

Artinya: “Telah aku lewati dua perkara, yang apabila kalian berpegang terhadap keduanya maka kalian tidak akan kehilangan arah: Kitab Allah (al-Qur’an) dan Sunnah Nabi-Nya”.

  Pemahaman Zakat

Namun dikala naqli dihubungkan dengan ilmu tafsir maka disebut tafsir bi al-manqul atau bi al-ma’tsur, yakni penafsiran al-Qur’an yang disandarkan terhadap riwayat-riwayat yang otentik secara tertib, atau dengan cara menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an atau menafsirkannya dengan as-Sunnah atau menafsirkannya dengan riwayat-riwayat yang di terima dari para sahabat atau para tabi’in, seperti penafsirannya At-Thabari dan Ibnu Katsir.

Al-qur’an (القرآن) adalah kitab suci umat Islam yang secara bahasa ialah masdar (kata benda) dari kata kerja (قرأ – قراءة – قرآناً), yang berwazan فُعْلان. Allah swt berfirman:

إنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وقَرُآنَهُ. فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ

Artinya: “Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu berilmu) membacanya. Apabila Kami sudah simpulan membacakannya maka ikutilah bacaannya itu”.

Adapun secara perumpamaan yakni kalam Allah, yang diturunkan kepada Muhammad saw, yang membaca setiap hurufnya adalah ibadah. Atau secara lengkapnya adalah kalam Allah yang bermukjizat, diturunkan terhadap Nabi Muhammad saw melalui perantaraan Malaikat Jibril dalam bahasa Arab, diriwayatkan secara mutawatir dan membaca setiap hurufnya yakni ibadah, bermula dari surah al-Fatihah dan selsai dengan surah an-Naas. Oleh sebab itu al-Quran ialah Kitab Suci umat Islam yang keotentikannya tidak diragukan lagi; baik dari sisi asal-usulnya, turunnya, riwayatnya, ayat-ayatnya, dst. sehingga umat Islam menjadikanya sebagai sumber utama dalam mempelajari, mengerti, dan menjalankan pemikiran (syariat) Islam juga dalam mengambil dalil-dalil mengenai perkara-masalah atau permasalahan-masalah yang ada kaitannya dengan keimanan dan amal ibadah mereka.

Sedangkan sunnah (السنة) secara bahasa bermakna (السيرة الحسنة أو القبيحة): jalan hidup yang bagus atau buruk, juga berarti (الطريقة): jalan.

Adapun secara istilah sunnah memiliki beberapa definisi, diantaranya:

  • Sunnah menurut muhadditsun (jago hadits) yakni apa yang disandarkan terhadap Rasulullah saw dari segi perkataan atau perbuatan atau akreditasi atau sifat budbahasa (peribadi) dari awal diutusnya sampai wafatnya.
  • Sunnah menurut ulama usul yakni perkataan-perkataan Rasulullah saw dan perbuatan-perbuatannya serta pengukuhan-pengakuannya yang diriwayatkan terhadap kita dengan periwayatan yang asli.
  • Sunnah Rasul saw ialah sumber referensi umat Islam kedua sesudah al-Qur’an, dimana kedudukannya dalam Islam yakni sesuatu yang tidak mampu diragukan kerana terdapat penegasan yang banyak di dalam al Alquran tentang sunnah tersebut, bahkan di dalam beberapa tempat sunnah disebutkan bersamaan dengan al Kitab ataupun al Alquran, dan disebutkan juga ketaatan kepada Rasulullah saw setelah ketaataan kepada Allah swt. Hal ini sebagaimana yang ditegaskan di dalam firman-Nya mirip:“Dan taatilah Allah dan RasulNya, jikalau kau yaitu orang-orang yang beriman”
  • Dan firman-Nya: “Dan tidaklah pantas bagi pria yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukminah, jika Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan yang lain bagi persoalan mereka”
  • Juga firman-Nya:“Apa yang diberikan Rasul terhadap kau, maka ambillah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah”

Dengan penegasan al Quran di atas artikul Kurikulum plejarancg, jelaslah bahawa sunnah tidak dapat dipisahkan penggunaannya di dalam segala hal yang berkaitan dengan Islam. Sehingga fungsi sunnah di dalam Islam, diantaranya:

  • Penguat dan penyokong hukum-hukum yang terdapat di dalam al-Quran seperti dalam perkara pensyariatan shalat, puasa dan haji.
  • Penghurai dan pentafsir ayat-ayat al-Quran yang biasa mirip memperjelaskan perihal metode perlaksanaan shalat, kaedah perdagangan, menunaikan zakat dan haji dan sebagainya yang mana kasus-perkara tersebut cuma disebutkan secara lazim oleh al-Quran.
  • Menjadi informasi tasyri’ ialah menentukan sesuatu aturan yang tidak disebutkan di dalam al-Alquran seperti dalam hal menyantap haiwan yang ditangkap oleh hewan pemburu berpengalaman seperti anjing yang mana buruan tersebut terdapat kesan dikonsumsi oleh hewan pemburu berpengalaman tadi dan kesan tersebut memberikan bahwa hewan pemburu tadi menangkap buruan untuk dirinya sendiri. Di dalam al-Alquran hanya dibenarkan menyantap buruan yang ditangkap oleh binatang pemburu berpengalaman. Maka dalam hal ini, hadith membuktikan bahawa buruan yang memiliki kesan dikonsumsi oleh binatang pemburu yakni haram dikonsumsi.
  • Menasakhkan aturan yang terdapat di dalam al Alquran. sebagian ulama berpandangan bahawa hadith yang mampu menasakhkan aturan al Alquran itu mestilah sekurang-kurangnya bertaraf Mutawatîr, Masyhûr ataupun Mustafhîdh.
  • Menerangkan mengenai ayat yang sudah dinasakh dan ayat mana yang telah dimansukhkan.
  √ Pemahaman Puasa Ramadhan Dan Ketentuan Akhir Serta Permulaan Ramadhan

Pelajari: ARTI, PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KITAB DAN SUHUF

CONTOH PELAJARAN AGAMA ISLAM TERKAI PENGGUNAAN AQLI DAN NAQLI

Contoh penggunaan naqli dan ‘aqli dalam bidang tauhid, yang ada kaitannya dengan akidah terhadap kitab-kitab Allah swt yang telah dibahas pada bahan kurikulum pelajarancg.blogspot.com

Pelajari: RANGKUMAN MATERI IMAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH

Contoh Dalil dalam bidang tauhid

Contoh Aqli

Allah swt ‘Alimun (Maha Tahu) bahwa insan ialah makhluk yang dha’if (lemah). Sedangkan Allah SWT yakni Tuhan yang Rahman (Maha Pengasih) dan Rahim (Maha Penyayang). Atas hal itulah Allah swt berkehendak memberikan bimbingan terhadap insan semoga tetap menjadi makhluk paling mulia di segi-Nya dengan menawarkan fatwa berupa kitab suci lengkap dengan uswah hasanah (pola tauladan) yang berbentukseorang Nabi dan Rasul.

Contoh Naqli

Dalil bersumber dari Al-Qur’an:

وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالْآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ

Artinya: “Dan mereka yang beriman terhadap Kitab (Al Qur’an) yang sudah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang sudah diturunkan sebelummu, serta mereka percaya akan adanya (kehidupan) alam baka”.Dalil bersumber dari Al-Qur’an:

Dalil bersumber dari Hadits Nabi Muhammad saw:

فأخبرني عن الإيمان. قال:(أن تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر وتؤمن بالقدر خيره وشره)

Artinya: “Beritahukan saya tentang Iman. Lalu ia bersabda: “Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari final dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang jelek”

Pelajari: BERIMAN KEPADA MALAIKAT-MALAIKAT ALLAH SWT: NAMA, DALIL SERTA TUGAS DARI MALAIKAT DALAM ISLAM

KESIMPULAN PELAJARANCG:

Dari klarifikasi blog Kurikulum pelajarancg diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Pengertian ‘Aqli. Kata ‘aqli secara bahasa berasal dari kata bahasa Arab (عقل): nalar yang memiliki beberapa makna, di antaranya: (الدية): denda, (الحكمة): kebijakan, dan (حسن التصرف): langkah-langkah yang bagus atau sempurna. Secara istilah akal mempunyai beberapa definisi diantaranya:

  1. Cahaya nurani, yang dengannya jiwa bisa mengenali perkara-kasus yang penting dan fitrah.
  2. Aksioma-aksioma rasional dan pengetahuan-pengetahuan dasar yang ada pada setiap manusia.
  3. Kesiapan bawaan yang bersifat instinktif dan kemampuan yang matang.

Pelajari: Materi Rukun Iman dan Rukun Islam

Kata ‘Aqli ketika dihubungkan dengan kajian ilmu-ilmu agama identik dengan dalil-dalil yang menurut nalar asumsi manusia yang sehat dan obyektif, tidak dipengaruhi oleh keinginan, ambisi atau kebencian dari emosi. Dan ketika ‘Aqli dihubungkan secara khusus dengan disiplin ilmu tafsir, maka disebut tafsir bi al-ma’qul atau bi ar-ra’yi, adalah penafsiran al-Qur’an yang lebih dititikberatkan kepada kesanggupan akal anggapan yang sehat dan obyektif (ijtihad) dibandingkan dengan disandarkan terhadap periwayatan-periwayatan.